Anda di halaman 1dari 13

OBAT SISTEM SARAF OTONOM

DHIYA LUTHFIYYAH1, SUKMAWATI2

1
Mahasiswa Fakultas Farmasi, UMI

2
Asisten Laboratorium Farmakologi Fakutas Farmasi,UMI

Email : dhiyalthfyh.dl@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Sistem saraf otonom adalah suatu sistem saraf yang tidak dapat
dikendalikan oleh kemauan kita melalui otak. Dapat mengendalikan kontraksi otot
jantung otot polos, serta kelenjar. SSO mempunyai karakteristik yaitu kemapuannya
mempengaruhi secara cepat. Sistem saraf otonom terbagi menjadi dua bagian yaitu
sitem saraf simpati dan sistem saraf parasimpatis. Kerja obat-obat yang pada sistem
saraf parasimpatis dan sistem saraf simpatis berupa respon atau menekan.
Pengetahuan efek dari suatu obat yang bekerja pada sistem saraf otonom sangat
diperlukan dalam dunia farmasi karena kita dapat mengetahui efek farmakodinamik
suatu yang bekerja pada sistem saraf otonom.

Tujuan Praktikum : untuk mengamati dan mengetahui efek famakodinamika suatu


obat terhadap mencit (Mus Muscullu)

Metode Praktikum : Dalam percobaan ini digukan mencit 10 ekor yang dibagi
dalam 5 kelompok, sehingga masing-masing kelompok mendapatkan 2 ekor mencit.
Kelompok I diberikan obat cendotropin (i.p). Kelompok II diberikan obat
cendocarpin (i.p). Kelompok III diberikan obat Epinefrin (i.p). Kelompok IV
diberikan obat epinefrin (i.p) dan NaCMC (oral). Kelompok V diberikan obat
propanolol (oral).
Hasil : Efek farmakodinamik yang dihasilkan dari semua obat yang digunakan
terhadap mencit semuanya berbeda berdasarkan penggolongan masing-masing obat
tersebut.

Kesimpulan :

Setelah melakukan praktikum dapat ditarik kesimpulan yaitu Cendocarpin


termasuk golongan parasimpatis yang bersifat agonis kolinergik yang bekerja secara
langsung.
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sistem saraf otonom adalah suatu sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan
oleh kemauan kita melalui otak. Dapat mengendalikan kontraksi otot jantung otot
polos, serta kelenjar. SSO mempunyai karakteristik yaitu kemapuannya
mempengaruhi secara cepat.
Sistem saraf otonom terbagi menjadi dua bagian yaitu sitem saraf simpati dan
sistem saraf parasimpatis. Kerja obat-obat yang pada sistem saraf parasimpatis
dan sistem saraf simpatis berupa respon atau menekan.
Pengetahuan efek dari suatu obat yang bekerja pada sistem saraf otonom
sangat diperlukan dalam dunia farmasi karena kita dapat mengetahui efek
farmakodinamik suatu yang bekerja pada sistem saraf otonom.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami efek
farmakodinamika dari suatu obat yang bekerja di SSO.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati dan mengetahui efek
famakodinamika setelah pemberian obat cendotropi, cendocarpi, epinefrin, Na-
CMC dan propanolol terhadap mencit (Mus Muscullus).
BAB 2
METODE KERJA

2.1.Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kanula, labu takar,
kain halus, kain kasar dan spoit (1 ml, 3ml, 5ml).

Adapun bahanyang digunakan dalampraktikum ini adalah cendotropin,


cendocarpin, epinefrin, Na-CMC dan propanol.

2.2. Prosedur Kerja

 Cendotropin
Disiapkan 2 ekor mencit, ditimbang berat dari kedua mencit, dihitung
volume pemberiannya, mencit diamati sebelum diberi perlakuan, dicatat
hasil pengamatan, diberikan perlakuan dengan menyuktikkan cendotropin
(i.p) pada bagian perutnya. Diamati kembali lalu catat.
 Cendocarpin
Disiapkan 2 ekor mencit, ditimbang berat dari kedua mencit, dihitung
volume pemberiannya, mencit diamati sebelum diberi perlakuan, dicatat
hasil pengamatan, diberikan perlakuan dengan menyuktikkan cendocarpin
(i.p) pada bagian perutnya. Diamati kembali lalu catat.
 Epinefrin
Disiapkan 2 ekor mencit, ditimbang berat dari kedua mencit, dihitung
volume pemberiannya, mencit diamati sebelum diberi perlakuan, dicatat
hasil pengamatan, diberikan perlakuan dengan menyuktikkan epinefrin
(i.p) pada bagian perutnya. Diamati kembali lalu catat.
 Epinefrin + NaCMC
Disiapkan 2 ekor mencit, ditimbang berat dari kedua mencit,
dihitung volume pemberiannya, mencit diamati sebelum diberi perlakuan,
dicatat hasil pengamatan, diberikan perlakuan dengan menyuktikkan
epinefrin (i.p) + NaCMC (oral). Diamati kembali lalu catat.
 Propanolol
Disiapkan 2 ekor mencit, ditimbang berat dari kedua mencit, dihitung
volume pemberiannya, mencit diamati sebelum diberi perlakuan, dicatat
hasil pengamatan, diberikan perlakuan dengan menyuktikkan propanolol
(oral). Diamati kembali lalu catat.

2.2.Analisis Data

Hasil pengamatan perlakuan obat cendocarpin.

Perlakuan BB Pengamatan Pada Menit


Obat : Cendocarpin (i.p) M1 M2 15" 30" 60" 90"
Miosis - - - - - - - + - -
Midriasis - - - - - - - - - -
Diare - - + - + + - - - -
Tremor - + - - - - - - - -
Vasodilatasi - - - - - - - - - -
Vasokontriksi + + + + + + + + + +
Grooming - + + + - + - + - +
Piloereksi - - + - - - - - - -
Takikardia - - + - - - - + - -
Bardikardia - - - - - - + - - -
Saliva - - + + - - - - - -

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1.Pembahasan

Sistem saraf kita terdiri dari dua kelompok yakni Susunan Saraf Pusat (SSP)
yang meliputi otak dan sumsum tulang belakang, dan Sistem Saraf Perifer dengan
saraf-saraf yang secara langsung atau tak langsung ada hubungannya dengan SSP.
Saraf perifer ini terbagi lagi kedalam dua bagian, yaitu Susunan Saraf Motoris
yang bekerja sekehendak kita, misalnya otot-otot lurik (kaki, tangan, dan
sebagainya) serta Susunan Saraf Otonom (SSO) yang bekerja menurut aturannya
sendiri (Tjay dan Rahardja, 2002).
Sistem saraf  otonom adalah serangkaian organ yang kompleks dan
berkesinambungan serta terutama terdiri dari jaringan saraf dan tidak dapat
dikendalikan oleh kemauan kita melalui otak (Djamhuri, 2001)
SSO dapat dipecah lagi dalam 2 cabang, yakni susunan (orto) simpatis (SO)
dan susunan parasimpatis pada umumnya dapat dikatakan bahwa kedua susunan
ini bekerja antagonistis. Bila suatu sistem merintangi fungsi tertentu, sistem
lainnya justru menstimulirnya. Tetapi dalam beberapa hal, khasiatnya berlainan
sama sekali atau bahkan bersifat sinergetis (Gibson, 2002).
Adapun fungsi sistem saraf otonom yaitu sebagai berikut :
·         Fungsi saraf simpatis meningkat
1)    Efek stimulasi divisi simpatis: efek simpatis adalah meningkatkan irama
jantung dan tekanan darah, memobilisasi cadangan energi tubuh dan
meningkatkan aliran darah dari kulit dan organ internal. Stimulasi simpatis
juga menyebabkan dilatasi pupil dan bronkiolus.
2)    Respon “fight or flight”: reaksi-reaksi ini dicetuskan oleh aktivasi langsung
simpatis pada organ efektor dan melalui stimulasi medula adrenalis untuk
melepaskan epinefrin dan sejumlah kecil norepinefrin. Hormon-hormon ini
memasuki aliran darah dan meningkatkan respon organ efektor yang
mempunyai reseptor adrenergic (Pearce, 2004)
Fungsi sistem saraf parasimpati
Sistem saraf parasimpatis menjaga fungsi tubuh esensial seperti proses
pencernaan makanan dan pengurangan zat-zat sisa, dan hal ini diperlukan untuk
mempertahankan kehidupan. Sistem ini biasanya bekerja melawan dan
mengimbangi aksi simpatis dan biasanya lebih dominan daripada sistem simpatis
pada situasi “istirahat dan mencerna”. Sistem saraf parasimpatis bukanlah suatu
perwujudan fungsional seperti system simpatis dan tidak pernah mengatasi
sebagai suatu system yang lengkap. Jika sistem ini bekerja, akan menghasilkan
gejala yang massif, tidak diharapkan dan tidak menyenangkan. Sebagai gantinya,
serabut-serabut parasimpatis yang terpisah-pisah akan diaktivasi  secara terpisah
pula dan sistem bekerja mempengaruhi organ-organ spesifik seperti lambung dan
mata (Sastradipradja,D, 2003)
Pemberian obat Cendocarpin (i.p) dengan cara menyuntikkan di bagian bawah
perut hewan coba yaitu 2 ekor mencit (Mus muscullus) dan diamati pada menit ke
15, 30, 60 dan 90. Pada mencit pertama volume pemberian mencit tersebut 0.8 ml
sebelum diberikan perlakuan mencit pertama sudah mengalami vasokontriksi
yang ditandai dengan warna telingannya. Sedangkan pada mencit kedua sudah
mengalami tremor yang ditandai kejang-kejang pada tubuhnya, vasokontriksi dan
grooming yang ditandai dengan selalu mengusap wajah.
Setelah diberikan perlakuan dengan pemberian cendocarpin (i.p) dimana pada
mencit pertama pada menit ke 15 mengalami, piloereksi, takikardia, diare,
vasokontriksi, grooming dan saliva yang berlendir. Pada menit ke 30 mengalami
diare, vasokontriksi dan grooming. Pada menit ke 60 mengalami vasokontriksi,
grooming dan bradikardia. Dan pada menit ke 90 mengalami vasokontriksi.

Pada mencit kedua dengan cendocarpin (i.p) pada menit ke 15 mengalami


vasokontriksi, grooming dan saliva yang berlendir. Pada menit ke 30 mengalami
diare, vasokontriksi dan grooming. Pada menit ke 60 mengalami miosis,
vasokontriksi, grooming, dan takikardia. Dan pada menit ke 90 mengalami
vasokontriksi dan grooming.
Alasan digunakan hewan coba mencit karena, mencit lebih mudaah
diperolehdan stuktuk yang adalah tubuh mencit tidak jau berbede.
Alasan penggunaan obat cendocarpin yaitu untuk melihat efek
farmakodinamik yang ditumbulkan obat dan kerja dari obat tersebut.
Cendocarpin termasuk golongan parasimpatis yang bersifat agonis kolinergik
yang bekerja secara langsung.
Mekanisme kerja cendocarpin penggunaan topical pilokarpi ini dapat
menimbulkan miosis secara cepat. Penglihatan akan terpaku pada jarak tertentu
sehingga sulit untuk memfokuskan. Pilokapin salah satu pemacu sekresi kelenjar
pada kelenjar keringat, air mata dan saliva tetapi obat initidak digunakan untuk
maksud demikian karena bersifat kurang selektif.

BAB 5
PENUTUP

5.1.Kesimpulan

Setelah melakukan praktikum dapat ditarik kesimpulan yaitu Cendocarpin


termasuk golongan parasimpatis yang bersifat agonis kolinergik yang bekerja secara
langsung. Dari hasil pengamatan efek farmakodinamiknya yaitu grooming, sekresi
saliva, dan diare sesuai dengan literatur yang ada.
5.2.Saran

Dalam praktikum lebih teliti mengamati efek yang ditumbulkan obat.


DAFTAR PUSTAKA

Djamhuri, Agus, 2001. Sinapsis Farmakologi. Hipokrates : Jakarta

Gibson , John, 2002. Fisiologi dan Anatomi modern untuk perawat. Edisi 2, EGC :

Jakarta

Pearee,C.,Evelyn, 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic, PT. Gramedia :


Jakarta

Sastradipradja,D, 2003. ‘’Penggunaan Heawan Coba Dalam Penilitian’’. Bogor :


Institut Pertanian Bogor.
Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2002.  Obat-Obat Penting.  Jakarta: PT Elex Media
Kompoitindo Gramedia.
ARTIKEL HASIL PRAKTIKUM

SISTEM SARAF OTONOM

Dipersiapkan dan disusun oleh

Dhiya Luthfiyyah L

15020150126

telah dipertahankan di asisten pendamping

pada tanggal 18 November 2016

Telah disetujui oleh :

Asisten pendamping,

Sukmawati, S. Farm, M. Farm, Apt. Tanggal, 18 November 2016


( Nama Asisten)
LABORATORIUM FARMAKOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 2

SISTEM SARAF OTONOM

DISUSUN OLEH :

NAMA : DHIYA LUTHFIYYAH L

NIM : 15020150126

ASISTEN : SUKMAWATI.,SFarm.,M.Farm..,Apt

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
LAMPIRAN

Skema Kerja :

Hewan coba (mencit)

Cendrotropin Cendocarpin Epinefrin Epinefrin ( i.p ) Propanolol


( i.p ) ( i.p ) ( i.p ) + (oral)
NaCMC (Oral)

Diamati pada menit ke 15, 30, 60 dan 90

Anda mungkin juga menyukai