PDF Laporan Pemicu 3 Respirasi DD
PDF Laporan Pemicu 3 Respirasi DD
MODUL RESPIRASI
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 8
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Apa yang dialami anak berusia 1 tahun dengan keluhan batuk, demam,
dan sesak napas?
Anak laki-laki 1
tahun
Diagnosis Banding:
-Pneumonia
-Bronkiolitis
Pemeriksaan
Penunjang
Diagnosis
Tatalaksana
1.6 Hipotesis
1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Pneumonia
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Epidemiologi
d. Etiologi
e. Patofisiologi
f. Manifestasi Klinis
g. Diagnosis
h. Faktor resiko
i. Tata Laksana
2. Bronkiolitits
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Epidemiologi
d. Etiologi
e. Patofisiologi
f. Manifestasi Klinis
g. Diagnosis
h. Faktor resiko
i. Tata Laksana
3. Mengapa terdengar bunyi grok saat batuk?
4. Penilaian batuk dan kesukaran bernapas pada anak.
5. Jelaskan mengenai asma?
6. Mengapa dapat terjadi retraksi dinding dada? Dan apa saja yang dapat
menyebabkan retraksi dinding dada?
7. Mekanisme Sesak napas, batuk dan demam?
8. Tanggap adaptif tubuh dan apa saja yang bekerja terhadap etiologi sistem
respirasi.
9. Penyebab kelainan sistem respirasi.
10. Apakah yang perlu digali untuk menegakkan diagnosis bronkitis akut?
11. Tindakan yang dapat dilakukan pada bronkiolitis akut.
12. Epidemiologi di Indonesia dan didunia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pneumonia
2.1.1 Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,
virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. 1
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
gas setempat.2
paru dan gangguan pertukaran gas
2.1.2 Klasifikasi3
1. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
pneumonia)
adalah pneumonia infeksi pada seseorang yang tidak
menjalani rawat inap di rumah sakit.
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acquired
(hospital-acquired pneumonia)
pneumonia)
adalah pneumonia yang diperoleh selama perawatan di
rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau
prosedur.
c. Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan
dari lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil
inflamasi pada paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat
menjadi infeksi karena bahan yang teraspirasi mungkin
mengandung bakteri anaerobik atau penyebab lain dari
pneumonia.
2.1.3 Epidemiologi
Di Indonesia pneumonia juga
juga masih menjadi masalah kesehatan
pada balita. Jumlah kasus pneumonia balita di Indonesia pada tahun
2012 adalah sebesar 549.708 kasus sedangkan pada tahun 2013
sebesar 571.547
571.547 kasus. Terjadi peningkatan kasus yang cukup
signifikan yaitu sebesar 25% dari kasus pneumonia sebelumnya.
Angka kematian balita akibat pneumonia juga menunjukkan
menunjukkan kenaikan
yang sangat signifikan dimana angka kematian balita akibat
pneumonia pada tahun 2012 sebesar 609 balita sedangkan pada tahun
2013 sebesar 6774 balita. Kenaikan angka kematian balita akibat
pneumonia mencapai lebih dari 600% dari tahun
t ahun sebelumnya, hal ini
i ni
hendaknya menjadi perhatian serius pemerintah untuk menangani
kasus pneumonia dari penemuan, intervensi, diagnosa dan pengobatan
khususnya bagi balita.5
pneumonia khususnya
2.1.4 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari
kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia
di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-
akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa
bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia
komuniti adalah bakteri Gram negatif.6
Tabel 2.
2.1.5 Patofisiologi
Proses patogenesis pneumoni terkait dengan 3 faktor yaitu
keadaan (imunitas) inang, mikroorganisme yang menyerang dan
lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Interaksi ini akan
menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat
ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris
serta prognosis dari pasien.7
Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman,
misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus
pneumoniae, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus,
sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan
Enterobacter. Pada masa kini terlihat perubahan pola mikroorganisme
penyebab ISNBA akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti
gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan
penggunaan antibiotik yang tidak tepat yang menimbulkan perubahan
karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan patogenitas/jenis kuman
akibat adanya berbagai mekanisme, terutama oleh S. aureus, B.
catarrhalis, H. influenza, & Enterobacteriacae. Juga oleh berbagai
bakteri enterik gram negatif.7
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian
perifer melalui saluran resporatori. Ada 3 stadium dalam patofisiologi
penyakit pneumonia, yaitu:8
1. Stadium hepatisasi merah.
Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan
sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi,
yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema,
dan ditemukannya kuman di alveoli.
2. Stadium hepatisasi kelabu.
Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin
dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang
cepat.
2.2 Bronkiolitis
2.2.1 Definisi
Bronkiolitis adalah suatu infeksi sistem respiratorik bawah akut
yang ditandai dengan pilek, batuk, distres pernapasan dan ekspiratorik
effort (usaha napas pada saat ekspirasi). 14
2.2.2 Klasifikasi15
1. Anamnesis
a. Batuk dan kesulitan bernapas
Lama dalam hari
Pola: malam/dini hari?
Faktor pencetus
Paroksismal dengan whoops
whoops atau muntah sianosis
sentral.
b. Kontak dengan pasien TB (atau batuk kronik) dalam
keluarga
c. Gejala lain (demam, pilek, wheezing , dll)
d. Riwayat tersedak atau gejala yang tiba-tiba
e. Riwayat infeksi HIV
f. Riwayat imunisasi: BCG, DPT, campak, Hib
g. Riwayat atopi (asma, eksem, rinitis, dll) pada pasien atau
keluarga.
2. Pemeriksaan fisik
a. Umum
Sianosis sentral.
Merintih/grunting, pernapasan cuping hidung, wheezing,
stridor.
Kepala terangguk-angguk (gerakan kepala yang sesuai
dengan inspirasi menunjukkan adanya distres pernapasan
berat).
Peningkatan tekanan vena jugularis.
Telapak tangan sangat pucat.
b. Dada
Frekuensi pernapasan (hitung napas selama 1 menit
ketika anak tenang).
Napas cepat:
- Umur < 2 bulan : > 60 kali
- Umur 2 –
2 – 11
11 bulan : > 50 kali
- Umur 1 –
1 – 5
5 tahun : > 40 kali
- Umur > 5 tahun : > 30 kali
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest-
( chest-
indrawing ))*
*
*Catatan:
Catatan: tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(chest-indrawing ) terjadi ketika dinding dada bagian bawah
tertarik saat anak menarik napas. Bila hanya jaringan lunak
antar iga atau di atas klavikula yang tertarik pada saat anak
bernapas, hal ini tidak menunjukkan tarikan dinding dada
bagian bawah.
c. Abdomen
Demam
Batuk dengan napas cepat
Crackles (ronki) pada auskultasi
Kepala terangguk-angguk
Pneumonia Pernapasan cuping hidung
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Merintih ( grunting
grunting )
Sianosis
Riwayat wheezing
wheezing berulang
berulang
Asma Lihat diagnosis banding anak dengan wheezing .
2.2.3 Epidemiologi
Bronkiolitis umumnya disebut sebagai disease of infancy,
infancy,
umunya mengenai bayi dengan insidens puncak pada usia 2 sampai 6
bulan; lebih dari 80% kasus terjadi pada tahun pertama kehidupan. Di
AS kejadian bronkiolitis lebih sering terjadi pada anak laki-laki, pada
anak yang tidak diberi ASI dan tinggal di lingkungan padat penduduk.
Risiko lebih pada anak dari ibu usia muda atau ibu yang merokok
selama kehamilan.16
Sekitar 20% anak pernah mengalami satu episode infeksi
respiratorik akut bagian bawah dengan mengi
mengi pada tahun pertama.
Angka kejadian rawat inap IRA-B tiap tahun berkisar antara 3000
sampai 50000-80000 bayi, kematian sekitar 2 per 100000 bayi.
2.2.4 Etiologi
Etiologi utama epidemi bronkiolitis adalah RSV (Tabel 1).1,2,3
Sekitar 75,000 – 125,000
125,000 anak di bawah 1 tahun dirawat di Amerika
Serikat akibat infeksi RSV setiap tahun.1,2,3 Infeksi saluran napas
bawah disebabkan oleh RSV pada 22,4 dari 100 anak pada tahun
pertama kehidupan. 1,3 Dari semua infeksi RSV pada anak di bawah
2.2.5 Patofisiologi
Bronkiolitis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas
bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri.
Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiolus yang disebabkan oleh
edema, penimbunan lendir, serta debris-debris seluler. Karena tahanan
terhadap aliran udara di dalam tabung berbanding terrbalik dengan
pangkat tiga dari tabung tersebut, maka penebalan kecil yang pada
dinding brokioluspada bayi akan mengakibatkan pengaruh besar atas
aliran udara. Tekanan udara pada lintasan udara kecil akan meningkat
baik selama fase inspirasi maupun selama
sel ama fase ekspirasi, karena jari-
jari suatu saluran nafas mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi
pernafasan akan mengakibatkan terrperangkapnya udara serta
pengisian udara yang berlebihan. Proses patologis yang terjadi akan
mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru. Ventilasi yang
makin menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya
hipoksemia dini.19
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur
penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat . Kriteria
bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing
wheez ing pertama kali, (2) umur 24 bulan
atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi
virus misalnya batuk, pilek, demam dan (4) menyingkirkan
pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.
Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya
normal.21
Pada pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi
oleh PMN dan bentuk batang. Analisa gas darah dapat menunjukkan
adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis metabolik jika
terdapat dehidrasi. Gambaran radiologik mungkin masih normal bila
bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-paru mengembang
(hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar,
2.5 Jelaskan mengenai asma!
yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara
keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai
beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-
putihan34
Manifestasi klinis pada penyakit Asma yaitu: (1) Bersifat episodic,
seringkali reversible dengan atau tanpa pengobatan; (2) Gejala berupa batuk,
sesak nafas, rasa berat di dada dan berdahak; (3) Gejala timbul/memburuk
terutama malam / dini hari; (4) Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat
individu; (5) Respon terhadap pemberian bronkodilator. 35
2.6 Mengapa dapat terjadi retraksi dinding dada dan apa saja yang dapat
menyebabkan retraksi dinding dada?
Retraksi dinding dada terjadi saat musculus intercostalis tertarik ke
dalam, yang sering menandakan terjadinya permasalahan pada sistem
pernapasannya. Musculus intercostalis adalah otot di antara tulang rusuk.
Selama bernapas, otot ini berkontraksi dan menarik tulang rusuk ke atas
sehingga dada mengembang dan paru-paru terisi udara. Retraksi dinding dada
disebabkan oleh berkurangnya tekanan udara di dalam dada. Hal ini bisa
terjadi jika saluran napas bagian atas (trakea) atau saluran pernapasan kecil
paru-paru (bronkiolus) terblok. Akibatnya, otot intercostal
intercosta l tersedot ke dalam,
di antara tulang rusuk saat bernafas. Ini adalah tanda jalan napas yang
tersumbat. Setiap masalah kesehatan yang menyebabkan penyumbatan di
jalan napas akan menyebabkan retraksi interkostal. Adapun penyebab retraksi
adalah anafilaksis, asma, bronkiolitis, croup, epiglottitis, pneumonia,
respiratory distress syndrome, dan retropharytoneal abses. 36
2.8 Tanggap adaptif tubuh dan apa saja yang bekerja terhadap etiologi sistem
respirasi.
Terdapat 2 mekanisme pertahanan paru: 43
a. Pertahanan imunitas alami
Penarikan neutrofil
silia.
45, 46
2.9 Penyebab kelainan sistem respirasi.
a. Faktor debu
Yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama
perjalanan dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan selain itu
faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya gangguan paru dapat berupa
jenis debu, ukuran partikel, konsentrasi partikel, lama pajanan, dan
kerentanan individu.Tingkat kelarutan debu pada air, kalau debu larut
dalam air, bahan dalam debu larut dan masuk pembuluh darah kapiler
alveoli. Bila debu tidak mudah larut tetapi ukurannya kecil maka
pernapasan, karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan
mengganggu lapisan mukosa saluran napas. Dengan demikian akan
menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas. Merokok
dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur
jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus.
Sedangkan perubahan struktur jalan nafas kecil bervariasi dari inflamasi
ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena proses
inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan secret intraluminar.
Perubahan struktur karena merokok biasanya di hubungkan dengan
Diagram 1.
Diagram 2.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
2015; 16(1):85-8.
29. Plint AC, Johnson DW, Patel H, Wiebe N, Correll R, Brant R, et al.
Epinephrine and Dexamethasone in Children with Bronchiolitis. N Engl J
Med 2009; 360:2079-89. doi: 10.1056/NEJMoa0900544.
10.1056/NEJMoa0900544.
30. Committee on Infectious Diseases and Bronchiolitis. Updated huidance for
pavlizumab prophylaxis among infants and young children at increased risk
r isk
of
hospitalization for respiratory syncytial virus infection. American Academy
of Pediatrics 2014;134:415-20.
31. IDAI. Nafas Grok-grok Pada Anak Berbahayakah. Tersedia di
:http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/napas-grok-grok-pada-
bayi-dan-anak-berbahayakah. Diakses: 25 Juli 2018.
32. Ginting, Rosmelda dkk.
dkk. Analisis penggunaan algoritma kohonen pada
jaringan syaraf tiruan backpropagation dalam pengenalan pola penyakit
paru. Jurnal Teknovasi. 2014;01(02):27-47
2014;01(02):27-47
33. Longo DL, editor. Harrison’s principles of internal medicine.
medicine . 18th ed. New
York: McGraw-Hill; 2012.2p.
34. Rab, Tabrani H., 2010. Asma Bronkiale. Dalam: Ilmu Penyakit Paru. Trans
D.L., et. al., ed. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed.
Singapore: The McGraw-Hill Company,2005.
40. Ganong, W. F.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta:
EGC.2008.
41. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC;.
2012.
42. Wilmana, P.F., dan Gan, S.G.Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-
Inflamasi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gan, S.G.,
Editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru, 2007.
43. Kumar dll. Buku ajar patologi robbins. Edisi 9. Singapura. Elsevier. 2015.
Hal 480.
44. Pneumonia komuniti: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. p.2-3.
45. Antaruddin, Pengaruh Debu Padi Pada Faal Paru Pekerja Kilang Padi Yang
Merokok dan Tidak Merokok. Skripsi. Program Pendidikan Dokter
Spesialis Paru. Medan: Fakultas Kedokteran USU; 2003.
46. Sembiring Rosbinawati, Hubungan Debu Padi Dengan Gejala Pernapasan
pada Tenaga Kerja Kilang Padi di Desa Tanjung Selamat Medan Tahun