DKP 4
DKP 4
PEMICU 2
MODUL RESPIRASI
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Tn. P, 25 tahun datang dengan keluhan batuk. Dialami sejak satu
bulan terakhir sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya batuk kering
kemudian batuk kadang-kadang ada lendir, warna kuning. Riwayat batuk
darah dua kali, pada 3 hari sebelum masuk rumah sakit, warna merah segar,
tidak bercampur makanan. Tn. P juga demam, ada riwayat menggigil dan
berkeringat malam serta nafsu makan menurun 1 bulan terakhir, berat badan
menurun lebih kurang 5kg. Tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya.
Pasien sangat khawatir penyakitnya ini menular kepadanya anaknya yang
2
demam, menggigil, berkeringat saat malam hari dan berat badan menurun.
3
Tn. P, 25 th
-Istri hamil 5 bulan BB, nafsu
Anamnesis
KU: RPS:
-Demam
-Menggigil
-Keringat malam
Respirasi Anoreksia, BB
PX
DK: DD:
-Bronkietaksis
-Bronkitis
Pemeriksaan Penunjang
TX -BTA
-Tuberkulin
-Kultur
4
1.6 Hipotesis
Tn. P, 25 tahun mengalami TB Paru.
1.7 Pertanyaa
Pertanyaan
n Diskusi
1. Hemoptisis
a. Etiologi
b. Patofisiologi
2. Sputum
a. Definisi
b. Klarifikasi
c. Mekanisme Pembentukan
3. Tuberkulosis Paru
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Patofisiologi
e. Manifestasi Klinis
f. Faktor resiko
g. Pencegahan
h. Diagnosis
i. Tatalaksana
j. Komplikasi
k. Edukasi
l. Prognosis
4. Abses Paru
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Manifestas Klinis
e. Faktor Risiko
f. Diagnosis
5
5. Bronkiektasis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Manifestas Klinis
e. Faktor Risiko
f. Diagnosis
6. Bronkitis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Manifestas Klinis
e. Faktor Risiko
f. Diagnosis
7. Hubungan nafsu makan dan berat badan menurun pada kasus
kasus
8. Apakah kasus Tn. P,25 tahun berbahaya bagi istri dan anaknya?
anaknya?
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hemoptisis
2.1.1 Etiologi1,2
a. Infeksi : tuberkulosis, staphylococcus, klebsiella, legionella, jamur,
virus.
b. Kelainan paru seperti bronchitis, bronkiektasis, emboli paru, kistik
fibrosis, emfisema bulosa.
c. Neoplasma : kanker paru, adenoma bronchial,
bronchial, tumor metastasis.
d. Kelainan hematologi: disfungsi trombosit, trombositopenia,
disseminated intravascular coagulation (DIC).
chrug-strauss).
j. Obat / toksin : aspirin, antikoagulan, penisilamin, kokain.
k. Lain-lain : endometriosis, bronkiolitiasis, fistula bronkopleura,
benda asing, hemoptisis kriptogenik,
kriptogenik, amyloidosis.
2.1.2 Patofisiologi3
a. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya
pembuluh darah menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan
sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah.
7
2.2.1 Definisi4
Sputum (dahak) adalah bahan yang dikeluarkan dari paru dan trakea
melalui mulut biasanya juga disebut dengan ecpectoratorian.
8
2.2.2 Klasifikasi4
Jenis Karakteristik
9
2.3.1 Definisi6
2.3.2 Epidemiologi6,7
10
11
12
2.3.4 Patogenesis6
13
orang dengan daya tahan tubuh kuat, bakteri akan segera ditelan oleh
makrofag dan dorman, namun bakterinya tidak akan mati. Bila imun tubuh
menurun, maka kuman TB akan menyerang sel darah putih dan
menyebabkan granuloma dan gohn focus. Gohn focus ini dapat menyebar
melewati saluran getah bening ke bagian tubuh lain dan menyebabkan
tuberkulosis. Nekrosis yang terjadi pada TB adalah nekrosis perkejuan.
14
15
2.3.8 Diagnosis12
Diagnosis TB paru
1) Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
2) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan
BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
Diagnosis TB ekstra paru
1) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan
deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-
lainnya.
2) Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan
tubuh yang terkena.
Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)
Pada ODHA, diagnosis TB paru dan TB ekstra paru ditegakkan
sebagai berikut:
1) TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak
positif.
16
2) TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan
gambaran klinis & radiologis mendukung Tb atau BTA negatif
dengan hasil kultur TB positif.
Penegakan
Penegakan TB Paru pada anak
Diagnosis penyakit TB anak merupakan hal yang sulit karena
TB anak merupakan TB primer yang seringkali tidak menunjukkan
gejala yang khas. Upaya pemeriksaan bakteriologis sebagai diagnosis
pasti TB pada anak sulit untuk dilakukan. Tuberkulosis paru pada
anak jarang memproduksi sputum. Umumnya anak belum mampu
untuk mengekspektorasi sputum. Upaya untuk mendapatkan sputum
pada anak dilakukan dengan menggunakan metode bilas lambung,
namun demikian hasil BTA (+) tetap rendah, yaitu berkisar 20−40%.
17
yaitu: (1) kontak tidak jelas, (2) laporan keluarga dengan BTA (-) atau
tidak jelas, (3) kontak dengan penderita dewasa BTA (+). Uji
tuberkulin dibedakan menjadi “positif” bila ukuran diameter >10 mm
atau >5 mm pada keadaan imunosupresi dan disebut “negatif” bila
tidak memenuhi kriteria “positif” tersebut. Status gizi pada sisten
skoring PP IDAI ditentukan secara antropometris meliputi berat badan
dan tinggi badan. Hasil pengukuran tersebut kemudian dikelompokkan
menjadi kelompok dengan BB/TB 70−<90% atau BB/U 60−<80%
dan kelompok gizi buruk dengan manifestasi klinis gizi buruk atau
18
19
metode bolpoin memiliki reliabilitas yang lebih baik dan bias antar
pengamat yang lebih rendah bila dibandingkan dengan metode
pengukuran secara langsung.
l angsung. Hasil pengukuran indurasi
i ndurasi uji tuberkulin
dinyatakan dalam satuan milimeter. Secara umum, indurasi >10 mm
dinyatakan positif.
Hasil positif ini sebagian besar disebabkan oleh infeksi TB
alamiah. Apabila diameter indurasi 0-4 mm, dinyatakan bahwa uji
tuberkulin negatif. Diameter 5−9 mm dinyatakan positif meragukan.
Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan teknis, keadaan alergi, atau
20
21
Diagnosis TB MDR
Diagnosis TB MDR dipastikan berdasarkan pemeriksaan biakan
dan uji kepekaan M.tuberkulosis. Semua suspek TB MDR diperiksa
dahaknya dua kali, salah satu diantaranya harus dahak pagi hari. Uji
kepekaan M.tuberculosis harus dilakukan di laboratorium yang telah
tersertifikasi untuk uji kepekaan. Sambil menunggu hasil uji
kepekaan, maka suspek TB MDR akan tetap meneruskan pengobatan
sesuai dengan pedoman pengendalian TB Nasional.
2.3.9 Tatalaksana13
2.3.10 Komplikasi8
22
2.3.11 Edukasi14
1) Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di
kamar dengan orang lain selama beberapa minggu pertama
pengobatan untuk TB paru aktif.
2) Anjuran kepada pasien untuk rutin minum obat, sesuai anjuran
resep dokter.
3) Ventilasi ruangan. Kuman TB menyebar lebih mudah dalam
ruangan tertutup kecil di mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi
ruangan masih kurang, membuka jendela dan menggunkan kipas
untuk meniup udara dalam ruangan luar.
4) Tutup mulup menggunakan masker. Gunakan masker menutup
mulut kapan saja ketika di diagnosis TB merupakan langkah
pencegahan TB secara efektif. Jangan lupa untuk membuangnya
secara tepat.
5) Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan.
6) Menghindari udara dingin.
7) Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya
ke tempat tidur.
8) Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari.
9) Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.
2.3.12 Prognosis15, 16
23
lebih baik daripada kasus MDR-TB tetapi mempunyai risiko yang lebih
tinggi terjadi kegagalan pengobatan.
2.4 Abses Paru
2.4.1 Definisi17
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah
(pus/nekrotik debris) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih yang
disebabkan oleh infeksi mikroba.
2.4.2 Etiologi17
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi. 46%
abses paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43%
campuran bakteri anaerob dan aerob. Disebut abses primer apabila infeksi
diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang terjadi pada orang normal,
sedangkan abses sekunder apabila infeksi terjadi pada orang yang
sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkektasis dan
gangguan imunitas.
2.4.3 Patofisiologi18
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi
kemudian proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama
dimulai dari supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang
24
25
3) Nyeri dada
4) Sianosis
5) Sputum kental berbau busuk
6) Batuk (+)
7) Berat badan turun
2.4.5 Faktor Risiko9
a. Kondisi-kondisi yang memudahkan terjadinya aspirasi:
26
4) Takikardi
5) Febris
27
permukaan pleura.
bronkus.
2.5 Bronkietaksis
2.5.1 Definisi9
28
29
2.5.3 Patofisiologi
Bronkiektaksis adalah keadaan yang ditandai dengan dilatasi kronik
bronkus dan bronkiolus ukuran sedang (kira-kira generasi percabangan
disebabkan oleh kanker paru primer atau benda asing mengganggu sekresi,
mengakibatkan adanya substrat yang menguntungkan proses infeksi.
Kerusakan inflamasi yang dihasilkan pada dinding bronkus dan eksudat
yang mengakumulasi lebih lanjut membendung saluran udara, yang
menyebabkan pelebaran ireversibel. Sebaliknya, peradangan nekrosis yang
terus-menerus pada bronkus atau bronkiolus dapat menyebabkan sekresi
obstruktif, pembengkakan di seluruh dinding (dengan fibrosis dan fibrosis
peribronkial di dinding).
Bronkiektaksis paling sering timbul pada masa kanak-kanak akibat
30
Keluhan:
a. Batuk. Dengan ciri: batuk produktif berlangsung kronik dan
frekuens mirip seperti pada bronchitis kronik, jumlah sputum
31
Tanda-tanda penting :
1) Sputum dan napas berbau
2) Rhonki (+)
3) Kadang disertai bunyi wheezing
4) Jari tabuh
5) Jantung dan trakea tertarik pada daerah yang terkena
32
2.6 Bronkitis
2.6.1 Definisi9
2.6.2 Etiologi9
33
Jenis Bronkitis:
a. Bronkitis akut
Adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena infeksi virus yang
melibatkan jalan napas yang besar. Bronkitis akut pada
umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga
beberapa minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun
adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak,
dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.
b. Bronkitis kronik
34
1) Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang
banyak. Dahak makin banyak dan berwarna kekuningan
(purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat
dijumpai batuk darah.
4) pada
pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara
krok-krok terutama saat inspirasi (menarik napas) yang
menggambarkan adanya dahak di saluran napas.
24
2.6.5 Faktor Risiko
a. Anamnesis
Diagnosis dari bronkitis dapat ditegakkan bila pada
anamnesa pasien mempunyai gejala batuk yang timbul tiba-
tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa adanya bukti pasien
menderita pneumonia, common cold, asma akut dan eksaserbasi
akut. Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya
tidak khas. Dapat ditemukan adanya demam, gejala rinitis
sebagai manifestasi pengiring, atau faring hiperemis. Sejalan
dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada
35
diagnosa penyakit
penyakit lain. Bila penyebabnya
penyebabnya bakteri, sputumnya akan
seperti nanah. Untuk pasien anak yang diopname, dilakukan
dengan tesC-reactive protein, kultur pernapasan, kultur darah,
kultur sputum, dan tes serum aglutinin untuk membantu
mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah dari bakteri atau
virus. Jumlah leukositnya berada > 17.500 dan pemeriksaan
lainnya dilakukan dengan cara tes fungsi paru-paru dan gas darah
arteri.
36
2.7 Hubungan nafsu makan dan berat badan turun pada kasus25
2.8 Apakah kasus Tn. P berbahaya bagi istrinya yang sedang hamil dan
anaknya yang berumur 2 tahun?26
37
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
38
DAFTAR PUSTAKA
39
40
26. Siti Setiati,dkk., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.VI Jilid II. Jakarta:
Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam; 2016.
41