Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


KLIEN DENGAN FRAKTUR

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2

1.Demon Lamau
2. Sefty Dwi R
3.Hamid Rengen
4.Siti Ria Wouw
5.Ones Naroba
6.Abdul Haji Bauw
7.Jumali
8.Adrian Y Rohromana

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SORONG
PROGRAM D4 KEPERAWATAN

i
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan
tugas Asuhan keperawatan gawat darurat dengan kasus Fraktur dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit Fraktur. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam Laporan kasus ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah atau Laporan kasus yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Selanjutnya rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada


Bapak Made Rakas Selaku dosen Mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang
telah memberikan kesempatan kepada kami dalam membuat dan menyusun Makalah
atau Laporan ini.Kemudian kami Sampaikan ucapan terima kasih kepada Semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran
penulisan Makalah ini.
Semoga Laporan kasus sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Fakfak, 13 Agustus 2021

Penyusun

ii
Daftar isi

HALAMAN JUDUL .............................................................. i

DAFTAR ISI ...........................................................................ii

KATA PENGANTAR ............................................................iii

A . KONSEP DASAR FRAKTUR ...................................... 1

1. PENGERTIAN ...................................................... 1

2.ETIOLOGI ............................................ ................ 1

3.GEJALA KLINIS ................................................ .. 2

4.PATOFISIOLOGIS ............................................... 4

5. KLASIFIKASI ..................................................... 4

6. KOMPLIKASI....................................................... 6

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ....................... 12

1. PENGKAJIAN ................................................... 12

2. DIAGNOSA KEPERAWARARTAN ............... 23

3. INTERVENSI .................................................... 24

4. IMPLEMENTASI .............................................. 30

5. EVALUASI ....................................................... 30

C. KESIMPULAN ............................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA ............................................. 33

iii
A. KONSEP FRAKTUR

1. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya


disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda
Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan
bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali
terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang,
tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang
putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapatmenjadi komplikasi
pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).

2. Etiologi

Penyebab patah tulang dibagi dalam tiga bagian menurut Nanda (2012) :

1. Trauma langsung dan tidak langsung

a. Kekerasan langsung. Kekerasan secara langsung menyebabkan tulang


patah pada titik terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur
bemper mobil, maka tulang akan patah tepat ditempat terjadinya benturan
tersebut.

b. Kekerasan tidak langsung. Jika titik tumpul benturan dengan terjadinya


fraktur berjauhan, jauh dari ketinggian dengan berdiri atau duduk
sehingga terjadi tulang belakang.

1
2. Proses suatu penyakit

Adalah fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan
tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau
osteoporosis.

3. Stress pada tulang


Apabila suatu tulang diberikan tekanan yang berulang-ulang.

3. Gejala Klinis
Menurut Black dan Hawks (2014), Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara
lain:

a. Deformitas

Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada


lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi
fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.

b. Pembengkakan

Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa
pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.

c. Memar

Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.

d. Spasme otot

Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi


gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.

2
e. Nyeri

Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien.
Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini
terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera
pada struktur sekitarnya.

f. Ketegangan

Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.

g. Kehilangan fungsi

Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan
juga dapat terjadi dari cedera saraf.

h. Gerakan abnormal dan krepitasi

Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan
antar fragmen fraktur.

i. Perubahan neurovaskular

Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur


vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan
atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur

j. Syok

Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau


tersembunyi dapat menyebabkan syok

3
4. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya


pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagiantulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih,
kemudian mengakibatkan penekanan saraf dan otot yang dapat menimbulkan
kontrakur sehingga akan menimbulkan gangguan mobilitas fisik dan gangguan
integritas kulit.

5. Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :

a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

1).Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen


tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.

2).Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara


hubungan antara fragmen tulang dengandunia luar karena adanya
perlukaan kulit.

4
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.

1).Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto, terdiri dari ;

a) Comminuted fracture, adalah kondisi fraktur yang tulangnya hancur


akibat tabrakan, hancurnya menjadi 2 atau 3 bagian atau lebih

b) Simple fracture, yaitu kondisi fraktur dimana disatu sisi patah menjadi 2
bagian, bedanya dengan Buckle atau torus fracture yaitu pada Buckle
atau torus fracture hanya retak sedikit dan pada Simple fracture terjadi
tulangnya sampai putus

c) Compression fracture, yaitu tulang yang hancur karena tekanan,


biasanya terjadi di vertebra ( tulang belakang ), diskusnya retak biasanya
dijumpai pada orang-orang yang mengangkat beban berat dengan
kepadatan tulang yang sudah berkurang.

d) Displaced fracture dan Nondisplaced fracture, Displaced fracture adalah


kondisi fraktur yang mana tulangnya sudah sampai remuk dan keluar
dari area atau tempat semula , sedangkan Nondisplaced fracture adalah
kondisi fraktur yang tulangnya remuk tetapi tidak keluar dari area atau
tempat semula.

e) Segmental fracture, ini terjadi ketika tulang yang patah menjadi 2 bagian
tidak berkaitan sehingga terlihat ada bagian tulang yang melayang

2).Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut/ hanya sedikt retak)

5
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks


lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

6. Komplikasi fraktur

menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :

a. infeksi didaerah fraktur

b. syok hipovolemik karena terjadi perdarahan daerah fraktur

c. Ramdodialisis, yaitu kondis kaki yang bengkat terdapat bulai yang


disebabkan kematian jaringan disekitar otot rangka/tulang,dijumpai pada
kasus terbuka

d. Sindrom kompartemen, yaitu: tekanan yang tinggi pada kompartemen otot


yang membungkus tulang, terjadi pembengkakan pada otot disekitar tulang.

e. Nekrosis avaskuler, atau terjadi kematian jaringan karena tidak ada


peredaran darah

f. Maloniun atau tulang yang sembuh, menyatu tetapi tidak tepat atau sejajar
penyatuannya, dan Nonyoniun yangb berarti tuang sembuh tetapi tidak
menyatu

g. Terjadi Emboli yang dapat menyebabkan stroke dan jantung yang bisa
menyebabkan kematian akiabat emboli pasca fraktur

h. Cacat permanen

6
7. Penatalaksanaan Fraktur

Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :

a. Diagnosis dan penilaian fraktur

Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk


mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.

b. Reduksi

Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis


tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka.
Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk
menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan
kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang
memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka
dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat
fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat
tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open
Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan
mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung
kembali.

c. Retensi

Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan


mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat

7
atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang
mengalami fraktur.

d. Rehabilitasi

Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah


pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.
Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga
kategori yaitu :

1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan


rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur
jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot yang
diperbaiki post bedah.

2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan


meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang
sehat, katrol atau tongkat

3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot.


Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6
minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien yang
mengalami gangguan ekstremitas atas.

8. Penanganan awal

Menurut (Sonny Seputra 2019 ), penangan awal pada pasien fraktur adalah
sebagai berikut :

a. Periksa kondisi cedera korban. Periksa Airway (jalan napas)─Breathing


(napas korban)─Circulation (sirkulasi) dan tingkat keparahan cedera
dengan cepat.

8
Berhati-hatilah saat memeriksa cedera agar tidak menimbulkan terlalu
banyak gerakan. Jika korban tidak sadarkan diri, segera lakukan resusitasi
jantung paru (RJP)

b. Cegah gerakan di area cedera. Lakukan imobilisasi (membatasi gerakan)


pada bagian yang patah yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan
mencegah kerusakan lebih lanjut. Terdapat dua tipe imobilisasi yang dapat
di lakukan adalah :

 Imobilisasi tangan dasar. Korban dianjurkan untuk menopang cedera


dengan tangannya sendiri dengan memeganginya, jika memungkinkan
atau di mana tidak ada peralatan/bahan lain dalam bentuk apa pun.
 Menggunakan bantalan (padding). Letakkan bantalan yang lembut
(baju, selimut, handuk kecil, dll.) pada bagian tubuh yang patah atau
pada lekukan tubuh terdekat pada daerah cedera untuk menopang.

c. Mintalah korban untuk tidak banyak bergerak. Gunakan bantalan ringan


untuk menopang cedera, pasang gendongan (sling) menggunakan kain
segitiga setara dada untuk melindungi cedera agar tidak bertambah parah
( terutama fraktur pada daerah lengan )

d. Tambahkan bantalan ekstra di sekitar tungkai dan lakukan pembidaian


(dapat menggunakan payung yang dilipat, koran yang digulung, atau bahan
seperti tongkat yang keras) pada persangkaan tulang yang patah. Jangan
membalut terlalu ketat. Usahakan gerakan apa pun seminimal mungkin.

e. Hentikan perdarahan jika korban mengalami fraktur terbuka. Tekan kuat


luka dengan perban atau kain steril (prinsip balut tekan).

9
d. Jangan mencoba memindahkan korban, terutama jika korban mengalami
cedera kepala, leher, atau tulang belakang untuk menghindari cedera yang
lebih parah.

f. Jangan mencoba untuk mengembalikan tulang ke posisi semula.

g. Jika memungkinkan, lakukan kompres dingin dengan es yang dibalut


handuk atau ice pack selama maksimal 20 menit.

h. Pantau kondisi korban dan perhatikan jika ada tanda-tanda syok. Jika
korban mengalami syok, baringkan korban dengan menempatkan kaki
lebih tinggi dari kepala

i. Segera Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat

9. Pemeriksaan penunjang

Menurut Istianah (2017) Pemeriksan penunjang pada pasien fraktur antara


lain:

a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.

b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur


lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.

d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun


pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai
respon terhadap peradangan.

10
Pathway :

(Nurarif & Kusuma:2015)

11
B. Konsep Asuhan Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode


proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,


untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

1) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, status


perkawinan, pendidikan, pekerjaan, nomer register, tanggal masuk Rumah
Sakit, diagnosa medis.

2) Pengkajian Primer

Menurut Paul Krisanty (2016) Setelah klien sampai di Instalasi Gawat


Darurat (IGD) yang pertama kali harus dilakukan adalah mengamankan dan
mengaplikasikan prinsip Airway, Breathing, Circulation, Disability
Limitation, Exposure (ABCDE).

(1) Airway : Penilaian kelanaran airway pada klien yang mengalami fraktur
meliputi, pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila,
fraktur laring atau trachea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus
melindungi vertebral servikal karena kemungkinan patahnya tulang
servikal harus selaludiperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan chin
lift, tetapi tidak boleh melibatkan hiperektensi leher.

12
(2) Breathing : Setelah melakukan airway kita harus menjamin ventilasi
yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru,
dinding dada dan diafragma. Dada klien harus dibuka uantuk melihat
pernapasan yang baik.

(3) Circulation : Kontrol perdarahan vena dengan menekan langsung sisi


area perdarahan bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat
dengan perdarahan. Curiga hemoragi internal (pleural, parasardial, atau
abdomen) pada kejadian syok lanjut dan adanya cidera pada dada dan
abdomen. Atasi syok, dimana klien dengan fraktur biasanya mengalami
kehilangan darah. Kaji tanda- tanda syok yaitu penurunan tekanan
darah, kulit dingin, lembab dan nadi halus.

(4) Disability :kaji kedaan neurologis secara cepat yang dinilai adalah
tingkat kesadaran (GCS), ukuran dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran
dapat disebabkan penurunan oksigen dan penurunan perfusi ke otak,
atau disebabkan perlukaan pada otak. Perubahan kesadaran menuntut
dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan
oksigenasi.

(5) Exsposure : jika exsposure dilakukan di Rumah Sakit, tetapi jika perlu
dapat membuka pakaian, misalnya membuka baju untuk melakukan
pemeriksaan fisik thoraks. Di Rumah Sakit klien harus di buka seluruh
pakaiannya, untuk evaluasi klien. Setelahpakain dibuka, penting agar
klien tidak kedinginan klien harus diberikan slimut hangan, ruangan
cukup hangat dan diberikan cairan intravena.

3) Pengkajian Sekunder

Bagian dari pengkajian sekunder pada klien cidera muskuloskeletal adalah


anamnesis dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah

13
mencari cidera - cidera lain yang mungkin terjadi pada klien sehingga tidak
satupun terlewatkan dan tidak terobati.Apabilaklien sadar dan dapat
berbicara maka kita harus mengambil riwayat SAMPLE dari klien, yaitu
Subyektif, Allergies, Medication, Past Medical History, Last Ate dan Event
(kejadian atau mekanisme kecelakaan).

a. Anamnese

1) Keluhan utama

Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien
juga akan kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan menurut Padila (2012) :

a) Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor


presipitasi nyeri

b) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau


digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk

c) Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah


rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

d) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan


klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit memepengaruhi kemampuan fungsinya.

e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah


buruk pada malam hari atau siang hari

2) Riwayat penyakit sekarang

3) Riwayat penyakit dahulu

14
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,
penyakit diabetes dengan luka sangat beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat
proses penyembuhan tulang (Padila, 2012).

4) Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang


merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunandan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik (Padila, 2012)

5) Riwayat psikososial

Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya


dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari (Padila, 2012).

6) Pola-pola

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadi kecacatan


pada dirinya dan harus menjalani penatalaksaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid
yang dapat menggangu metabolisme kalsium, pengonsumsian

15
alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah
klien melaksanakan olahraga atau tidak (Padila, 2012).

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Insufisiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia atau


ketoasidosis), malnutrisi termasuk obesitas, membran mukosa
kering karena pembatasan pemasukan atau periode post puasa
(Doenges dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2010). Pada klien
fraktur harus mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein,vitamin untuk membantu
proses penyembuhan tulang dan pantau keseimbangan cairan
(Padila, 2012).

c) Pola eliminasi

Pantau pengeluaran urine frekuensi, kepekatannya, warna, bau,


dan jumlah apakah terjadi retensi urine. Retensi urine dapat
disebabkan oleh posisi berkemih yang tidak alamiah, pembesaran
prostat dan adanya tanda infeksi saluran kemih Kaji frekuensi,
konsistensi, warna, serta bau feses.

d) Pola tidur dan istirahat

Klien akan merasakan nyeri, keterbatasan gerak sehingga hal ini


dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(Padila, 2012). Tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan,
peka terhadap rangsang, stimulasi simpatis.

16
e) Pola aktivitas

Timbulnya nyeri, keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan


klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu
oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas
(Padila, 2012)

f) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.


Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D,
1995).

g) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan


akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D,
1995).

h ) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian


distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.
begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).

i) Pola reproduksi seksual

Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus


menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri. Selain

17
itu, klien juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya (Padila, 2012).

j) Pola penanggulangan stress

Perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor stress multiple


seperti masalah finansial, hubungan, gaya hidup (Doenges dalam
Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2010).

k) Timbul kecemasan akan kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.

Mekanisme koping yang ditempuh klien biasanya tidak efektif


(Padila, 2012). l) Pola tata nilai dan keyakinan Klien tidak dapat
melakukan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi
dan konsentrasi (Padila, 2012)

l) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah


dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

b. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum :

a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis


tergantung pada keadaan klien.

b) Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang


berkaitan dengan pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran,

18
cairan yang keluar dari luka, suara nafas, pernafasan infeksi
kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.

c) Pantau keseimbangan cairan

d) Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah pada


pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun,
konfusi, dan gelisah)

e) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis


biasanya timbul selama minggu kedua) dan tanda vital

f) Kaji komplikasi tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai nyeri


tekan, panas, kemerahan, dan edema pada betisg) Kaji komplikasi
emboli lemak : perubahan pola panas, tingkah laku, dan tingkat
kesadaran

h) Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung : observasi


perubahan frekuensi frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu
tubuh, riwayat penyakit paru, dan jantung sebelumnya i) Kaji
pernafasan : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan merokok

2) Secara sistemik, menurut Padila (2012) dari kepala sampai ke kaki,


antara lain:

a) Sistem integumen

Terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat,


bengkak, edema, nyeri tekan.

b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada


penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

19
c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek


menelan ada

d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun


bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak edema

e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis

f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.

g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

h) Mulut dan faring Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

i) Thoraks Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris

j) Paru

Inspeksi :Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung


pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru

Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama

20
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya

Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara


tambahan lainnya seperti stridor dan ronkhi

k) Jantung

Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung

Palpasi :Nadi meningkat, iktus tidak teraba

Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

l) Abdomen

Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia

Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba

Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan

Auskultasi : Kaji bising usus

m) Inguinal-genetalis-anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan buang air
besar.

n) Sistem muskuloskeletal

Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah


merembes atau tidak, Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi, Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan
hal-hal yang tidak biasa (abnormal), Posisi dan bentuk dari
ekstrimitas (deformitas).

21
Yang perlu dicatat adalah:

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.


Capillary refill time Normal 3 – 5 “

(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau


oedema terutama disekitar persendian.

(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3


proksimal, tengah, atau distal).

4).Pemeriksan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang menurut Istianah (2017) antara lain:

1) Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.

2) Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur


lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3) Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan


vaskuler.

4) Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun


pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai
respon terhadap peradangan.

22
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalahpernyataan yang menjelaskan status


masalah kesehatan aktual dan potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi
masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah. Manfaat diagnosa
keperawatan sebagai pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan dan
gambaran suatu masalah kesehatan dan penyebab adanya masalah(SDKI: 2016)
Masalah keperawatan yang sering muncul pada klien dengangangguang
pemenuhan kebutuhan aktivitas adalah :

1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan


membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

2. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik di tandai dengan pasien tampak meringgis,
gelisah

3. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskeletal, nyeri, penurunan


kekuatan otot

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tekanan pada tonjolan tulang,


fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, dan sekrub), kerusakan
sirkulasi dan penurunan sensasi

5. Resiko syok hipovelemik b.d perdarahan, dan kehilangan volume cairan

6. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer menurun,


prosedur invasive (pemasasangan traksi)

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada (Doengoes, 2000)

23
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang


diharapkan dari klien, dan atau/atau tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat. Intervensi dilakukan untuk membantuk klien mencapai hasil yang
diharapkan (Deswani, 2009)

1) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan


membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,kongesti)

Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan


kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas
normal

intervensi :

1. Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif

Rasional : Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien

Rasional : Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan


kongesti paru.

3. Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin, heparin) dan


kortikosteroid sesuai indikasi.

Rasional : Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan


tromboemboli, Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi emboli lemak.

4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit

24
Rasional : Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan
gangguan pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan
kadar lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan
dengan emboli lemak

5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas, perhatikan adanya


stridor, penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga dan
sianosis sentral.

Rasioanal : Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan


tanda dini insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya
emboli paru tahap awal

2) Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik di tandai dengan pasien tampak meringgis,
gelisah

Tujuan : Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan


tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat
dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual

Intervensi :

1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat
dan atau traksi

Rasional : Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.


Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri

3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.

25
Rasioanal : Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi
vaskuler

4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan


posisi)

Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan


lokal dan kelelahan otot.

5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam,


imajinasi visual, aktivitas dipersional)

Rasional : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol


terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama

6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
Rasional : Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun perifer

3) Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskeletal, nyeri, penurunan


kekuatan otot
Tujuan : Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas yang optimal
Intervensi :
1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan
Rasional : Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas
Rasional : Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas
aspakan ketidakmampuan ataukah ketidakmauan

26
3.Ajarkan atau pantau dalam hal penggunaan alat bantu
Rasional : Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif danm pasif, juga
mobilisasi dini
Rasional : memepertahankan dan meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot.
5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi
Rasional : Mengembangkan perencanaan dan mempertahankan mobilitas
pasien

4). Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tekanan pada tonjolan


tulang, fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, dan sekrub),
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
1. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
Rasional : Mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah
dalam melakukan tindakan yang tepat.
2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan yang luka
Rasional : Mengidentifikasi tingkat keparahan luka sehingga
mempermudah intervensi.
3. Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai
adanya proses peradangan.
4. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptik. Balut luka dengan kasa
kering dan steril.
Rasional : Teknik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka
dan mencegah terjadinya infeksi.
5. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement

27
Rasional : Agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar
luas pada area kulit normal lainnya.
6. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan
Rasional : Balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung
kondisi parah atau tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7. Kolaborasikan pemberian antibiotik sesuai indikasi
Rasional : Antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme patogen
pada daerah yang beresiko terjadi infeksi.

5) Resiko syok hipovelemik b.d perdarahan, dan kehilangan volume cairan


Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik atau terkontrol
Intervensi :
1. Monitor keadaan umum klien
Rasional : Untuk memantau kondisi klien selama perawatan terutama saat
terjadi perdarahan. Dengan memonitor keadaan umum klien, perawat
dapat segera mengetahui jika terjadi tanda-tanda shok sehingga dapat
segera ditangani
2. Observasi TTV
Rasional : Tanda vital dalam batas normal menandakan keadaan umum
klien baik, perawat perlu terus mengobservasi tanda-tanda vital selama
klien mengalmi perdarahan untuk memastikan tidak terjadi syok
3. Monitor tanda-tanda perdarahan
Rasional : Perdarahan yang cepat diketahui dapat segera diatasi, sehingga
klien tidak sampai ke tahap syok hipovolemik akibat perdarahan akut.
4. Cek Hb secara berkala
Rasional : untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut terhadap
perdarahan tersebut
5. Jika ditemukan tanda kekurangan darah kolaborasi untuk pemberian
tranfusi

28
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang
hilang
6. Pasang infus, beri terapi cairan
Rasional : Pemberian cairan intravena sangat diperlukan untuk mengatasi
kehilangan cairan tubuh yang hebat yaitu untuk mengatasi syok
hipovolemik.

6) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer menurun,


respon inflamasi tertekan, prosedur invasive (pemasasangan traksi),

Tujuan : Infeksi tidak terjadi atau terkontrol


Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital
Rasional :mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu
tubuh meningkat.
2. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
Rasional : Mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter,
drainase luka Rasional : Mengurangi resiko infeksi nosokomial.
4. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti
hemoglobin dan leukosit
Rasional : penurunan hemoglobin dan peningkatan jumlah leukosit dari
normal bisa terjadi akibat proses infeksi.
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik Rasional : Antibiotik mencegah
perkembangan mikroorganisme patogen

29
7) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
Tujuan : Pasien mengatakan pemahaman pemahaman tentang kondisi, efek
prosedur, dan efek pengobatan
Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahuan


Rasional : Mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien
dan keluarga tentang penyakitnya.
2. Berikan penjelasan pada klien tentang tentang penyakitnay dan
kondisinya sekarang Rasional : Mengetahui penyakit dan konsinya
sekarang. , klein dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi
rasa cemas.
3. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatiakan diet makanannya
Rasional : Diet dan pola makan yang teapat membantu proses
penyembuhan.
4. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan Rasional : Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan
keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana keperawatan
yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat , diharapkan dapat mencapai
tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status
kesehatan klien (Potter dan Perry, 2010).

30
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat melakukan
kontak dengan klien. Setelah melaksanakan intervensi, kumpulkan data
subyektif dan obyektif dari klien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain.
Selain itu, evaluasi juga dapat meninjau ulang pengetahuan tentang status
terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya pemulihan, dan hasil yang
diharapkan. (Potter dan Perry, 2010)

31
C. Kesimpulan

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika
terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap

Penyebab patah tulang :

1. Trauma langsung dan tidak langsung

2. Proses suatu penyakit , Adalah fraktur yang secara primer terjadi karena adanya
proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau osteoporosis.

3. Stress pada tulang, Apabila suatu tulang diberikan tekanan yang berulang-ulang

Pengertian Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan


penetapan, perencanaan, dan pelaksanaan pelayanan keperawatan untuk membantu
klien dalam mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin.

32
Daftar Pustaka ;

Krisdiyana. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Orif Fraktur Femur Di
Ruang Cempaka Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Phd Thesis,Poltekkes
Kemenkes Samarinda.

Nofitasari, D. I. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Bapak H Yang Mengalami Close


Fraktur Antebrachii 1/3 Medial Sinistra Di Ruang Dahlia Rsud Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda. Phd, Thesis,Stikes Muhammadiyah Samarinda.

Rahmawati. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Fraktur


Dengan Nyeri Akut Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rsud Salatiga. Phd
Thesis, Stikes Kusuka Husada Surakarta.

Seputra, S. (N.D.). Pertolongan Pertama Pada Fraktur (Patah Tulang). Retrieved


2021, From Https://Www.Safetysign.Co.Id/News/426/Pertolongan-Pertama-
Pada-Fraktur-Patah-Tulang-Perhatikan-Langkah-Langkah-Ini

Watulangi, F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn.T Dengan Fraktur Tibia Fibula
Diruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittingg. Phd
Thesis,Stikes Perintis Padang.

33

Anda mungkin juga menyukai