Anda di halaman 1dari 10

Pertemuan: LEMBARAN KERJA I SKS : 2

4 MATA KULIAH TEORI BELAJAR Kode :


Hari/ Tanggal: Waktu : 20’
DAN PERMASALAHANNYA PADA
…………………….
PENDIDIKAN DASAR
Materi: Konsep belajar pada pendidikan dasar
Indikator Capaian: Dapat mendeskripsikan, menganalisis dan memverifikasi konsep belajar pada
pendidikan dasar

Soal:
1. Deskripsikan konsep belajar pada anak usia dini
2. Deskripsikan konsep belajar pada anak sekolah dasar
3. Deskripsikan konsep belajar pada siswa sekolah menengah pertama
Jawaban:

1. Konsep belajar pada anak usia dini yaitu sebagai berikut:


Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini berbeda dengan prinsip-prinsip perkembangan
fase kanak-kanak akhir dan seterusnya. Adapun prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini
menurut Bredekamp dan Coople (Siti Aisyah dkk., 2007 : 1.17 – 1.23) adalah sebagai
berikut.
a. Perkembangan aspek fisik, sosial, emosional, dan kgnitif anak saling berkaitan dan saling
mempengaruhi satu sama lain.
b. Perkembangan fisik/motorik, emosi, social, bahasa, dan kgnitif anak terjadi dalam suatu
urutan tertentu yang relative dapat diramalkan.
c. Perkembangan berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar anak dan antar bidang
pengembangan dari masing-masing fungsi.
d. Pengalaman awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap
perkembangan anak.
e. Perkembangan anak berlangsung ke arah yang makin kompleks, khusus, terorganisasi
dan terinternalisasi.
f. Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks social budaya
yang majemuk.
g. Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahamannya tentang
tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, social, dan pengetahuan yang
diperolehnya.
h. Perkembangan dan belajar merupakan interaksi kematangan biologis dan lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
i. Bermain merupakan sarana penting bagi perkembangan social, emosional, dan kognitif
anak serta menggambarkan perkembangan anak.
j. Perkembangan akan mengalami percepatan bila anak berkesempatan untuk
mempraktikkan berbagai keterampilan yang diperoleh dan mengalami tantangan
setingkat lebih tinggi dari hal-hal yang telah dikuasainya.
k. Anak memiliki modalitas beragam (ada tipe visual, auditif, kinestetik, atau gabungan dari
tipe-tipe itu) untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat belajar hal yang berbeda pula
dalam memperlihatkan hal-hal yang diketahuinya.
l. Kondisi terbaik anak untuk berkembang dan belajar adalam dalam komunitas yang
menghargainya, memenuhi kebutuhan fisiknya, dan aman secara fisik dan fisiologis.

Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD dibangun
dari interdisiplin ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin ilmu, diantaranya:
psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi, humaniora, kesehatan, dan gizi
serta neuro sains atau ilmu tentang perkembangan otak manusia (Yulianai Nurani Sujiono, 2009:
10).
Berdasarkan tinjauan secara psikologi dan ilmu pendidikan, masa usia dini merupkan masa
peletak dasar atau fondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apa yang diterima
anak pada masa usia dini, apakah itu makanan, minuman, serta stimulasi dari lingkungannya
memberikan kontribusi yang sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa
itu dan berpengaruh besar pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan
perkembangan struktur otak. Dari segi empiris banyak sekali penelitian yang menyimpulkan
bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting, karena pada waktu manusia dilahirkan, menurut
Clark (dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009) kelengkapan organisasi otaknya mencapai 100 – 200
milyard sel otak yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat
perkembangan optimal, tetapi hasil penelitian menyatakan bahwa hanya 5% potensi otak yang
terpakai karena kurangnya stimulasi yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi otak.
Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip (Forum PAUD,
2007) sebagai berikut.
Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak
usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai
optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu
intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.
Belajar melalui bermain
Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk
bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di
sekitarnya.

Menggunakan lingkungan yang kondusif


Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan
memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui
bermain.
Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang
dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat
anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep
secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.
Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal
ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggungjawab
serta memiliki disiplin diri.
Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan
yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.
Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep
yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik hendaknya
guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang berluang .

2. Konsep belajar pada anak sekolah dasar yaitu sebagai berikut:


Jean Piaget menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif).
Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitifyang disebut schemata yaitu sistem
konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam
lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses
asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan proses
akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek).
Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan
pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat
membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut,
maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan
lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar
terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. 
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia
sekolah dasar tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai
memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara
reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional,
(3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4)
Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana,
dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume
zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar
anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
(1) Konkrit. Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit
yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik
penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan
lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan
bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya,
keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan
kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. (2) Integratif; Pada tahap usia
sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka
belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan
cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
(3) Hierarkis; Pada tahapanusia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara
bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar
materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.
Perincian tugas-tugas perkembangan anak SD dan implikasinya terhadap pelaksanaan
pendidikan adalah sebagai berikut:
 Pembelajaran keterampilan fisik motorik yang diperlukan untuk permainan sehari-
hari
Tujuan pengembangan dan fisik motorik adalah untuk melatih keterampilan fisik
terutama melatih motorik kasar,  motorik halus sehingga anak dapat meloncat, memanjat,
dan lain sebagainya, disamping ia juga dapat bermain musik, menari bahkan dapat membuat
kerajinan tangan. Perkembangan dan fisik motorik anak SD dapat dilakukan dengan
memberikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan, bahkan guru
dituntut untuk menciptkaan budaya lingkung dan teman sebaya yang mengajarkan
keterampilan fisik dengan cara mencoba membantu seseorang yang mengalami hambatan
dalam tugas-tugas perkembangan ini.
Perkembangan fisik motorik ini ditandai hal-hal sebagai berikut:
- Pertumbuhan anak pesat, lengan dan kaki panjang tungkai kurus, kemudian menjadi
gemuk.
- Gigi susu berganti gigi tetap.
- Penuh energi, suka bergerak  aktif sekali, makin lama keaktifan lebih terarah
- Masih senang berlari.
Sementara itu, implikasi pada pekembangan ini adalah sebagai berikut :
- Perlu makanan yang bergizi, cukup banyak istirahat, dan aktivitas  ramai berselang seling
dengan activitas tenang.
- Perlu melatih fisik anak, melalui permainan sepak bola atau permainan lain berenang,
dsb.
- Permainan dibutuhkan sebagai selingan belajar, bekerja, dan bermain kegaiatan-kegiatan
harus seimbang.
Para pendidik membutuhkan cara pengajaran yang lebih terbuka, lansung
memberikan kesempatan anak berperan mengoptimalkan perkembangan fisik dan
perceptual mereka. Dengan cara ini anak dapat lebih bersemangat dan timbul rasa senang
dalam menjalani aktivitas pembelajaran. Sehingga berdampak positif juga bagi
perkembangan mereka. Cara pembelajaran yang diharapakan dengan : program
pengajaran yang fleksibel dan tidak kaku serta membedakan perbedaan individu, tidak
monoton dan verbalistik yang di beri banyak variasi ( terdapat eksperimen, praktek,
observasi,dll ), dan menggunakan berbagai media sehingga anak dapat berperan aktif
secara mental dan perseptualnya. Di harapkan dengan cara ini anak dapat lebih
berkembang, aktif dan membantu timbulnya suasana yang menyenangkan selama proses
belajar. Karena anak lebih butuh banyak aktivitas yang membantu perkembangan
mereka.
 Membangun keutuhan sikap terhadap diri sendiri sebagai organisme   yang sedang
tumbuh.
Pada umumnya anak usia SD telah terjadi pertumbuhan fisik secara pesat. Untuk
dapat melaksanakan tugas perkembangan ini kebiasaan kesehatan seperti menjaga
kebersihan, waktu tidur, makan, dan lain sebagainya masih perlu dibatasi. Memperhatikan
hal-hal tersebut diatas, sekolah hendaknya memperhatikan kesulitan dan permasalahan siswa
serta memberikan bimbingan dan konseling baik secara individual maupun kelompok. Hal
ini bertujuan agar anak mencapai keutuhan dan keserasian sikap dirinya sendiri sebagai
organisme yang sedang tumbuh secara optimal.
 Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok sebaya
Anak pada usia SD mulai belajar tidak bergantung pada lingkungan keluarga. Anak
(siswa) SD mulai untuk belajar memberi dan menerima dalam kehidupan sosial diantara
teman sebaya. Proses pembelajaran dalam memasuki kelompok sebaya merupakan proses
pembelajaran “kepribadian sosial” yang sesungguhnya. Pemenuhan tugas perkembangan ini
membawa implikasi terhadap penyelenggarakan pendidikan di SD. Sekolah merupakan
tempat yang kondusif bagi kebanyakan siswa untuk belajar bergaul dan bekerja bersama
teman sebaya. Guru harus terampil mempelajari dan memahami budaya teman pada
lingkungan sekolah dan masyarakat.
 Mempelajari peran sosial sebagai pria dan wanita
Dalam mencapai tugas perkembangan perbedaan anatomi antara pria dan wanita tidak
menuntut perbedaan peran jenis kelamin selama anak Sekolah Dasar. Tubuh anak wanita
sebagaimana anak laki-laki tumbuh dengan baik melalui aktivitas fisik sehingga menjadi
kuat dan besar. Baru mulai usia 9 atau 10 tahun terdapat perbedaan anatomi antara anak laki-
laki dengan anak wanita.
Berkenaan dengan peran anak sesuai dengan jenis kelaminnya,telah diawali dalam
asuhan keluarga. Harapan yang sama berlanjut pada usia sekolah melalui pergaulan dalam
budaya teman sebaya. Dalam hal ini sekolah hendaknya lebih menekankan pada fungsi
perbaikan jika ada anak yang mengalami hambatan dalam pencapaian tugas perkembangan
ini.
 Pengembangan keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung
Berdasarkan hasil studi psikologis menunjukkan, bahwa membaca dipelajari oleh
kebanyakan masyarakat hingga usia 12 atau 13tahun. Kecepatan membaca dalam hati dan
kemauan membaca bersuara jarang meningkat lagi setelah usia tersebut. Namun tentang
kemampuan dalam mengambil makna isi bacaan terus bertambah selama ia belajar.
Keterampilan menulis sejalan dengan membaca, bahwa penguasaan menulis
dipengaruhi oleh frekuensi anak melakukan/belajar menulis. Karena menulis memerlukan
kebiasaan penggunaan aktivitas fisik/tangan. Pada anak usia SD sudah mencapai kematangan
dalam hal aktivitas fisik/tangan. Keterampilan berhitung berkembang hingga usia 12 atau 13
tahun, dan jarang berkembang lagi jika tidak melanjutkan ke sekolah menengah atau
perguruan tinggi memungkinkan anak SD memperoleh ilmu pengetahuan serta menggunakan
ilmu pengetahuan yang telah diperoleh untuk dihubungkan dengan lingkungan dan  masalah-
masalah yang terjadi di sekitar anak.
Secara umum pada usia sekolah dasar (6-12) tahun, anak sudah dapat mereaksi
rangsang dan inteklektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut
kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif seperti menulis, membaca,  menghitung.
Pada tahap perkembangan kognitif ini, anak SD harus dibekali pengalaman-pengalaman
kemampuan tertentu untuk menambah pengertian  menanamkan tingkah laku dengan pola-
pola baru agar mereka dapat mempergunakannya secara efektif.
Implikasi perkembangan ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru
yaitu mengkalisifikasikan (mengelompokkan), menyusun, atau mengasosiasikan
(menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan, dan kegiatan yang berkaitan
dengan perhitungan angka, seperti menambah, mengurangi, mengalikan,  membagi.
Disamping itu, anak SD sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah.
Pada tahap ini juga kemampuan intelektual anak cukup dapat dibekali kecapakan
untuk berfikir  bernalar, termasuk pemberian pengetahuan tentang manusia, hewan, berserta
lingkungan alam sekitar. Disamping itu, anak cukup mampu untuk mengungkapkan pendapat
gagasan atau penilaian atas berbagai hal yang dialami di lingkungan dan sekitarnya.
Sekolah mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan kemampuan
intelektual anak. Dalam hal ini guru harus memberikan perhatian agar menunjang proses
pendidikan anak. Guru juga harus memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengemukakan hasil belajarnya serta memberikan komentar terhadap pekerjaan yang telah
dilakukan oleh anak SD dalam proses belajar. Kegiatan seperti ini diharapkan dapat
membentuk proses pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan oleh sekolah.
Hal tersebut dipertegas oleh Piaget bahwa kemampuan berfikir anak berbeda dengan
orang dewasa. ini berarti bahwa urutan bahan pendidikan dan metode harus menjadi
perhatian utama. Anak SD akan sulit memahami bahan pelajaran jika urutan bahan pelajaran
ini tidak teratur. Bagi anak SD, pengoperasian suatu penjumlahan harus menggunakan
benda-benda nyata, terutama di kelas-kelas awal karena tahap perkembangan berfikir mereka
baru mencapai pada tahap kongret.
 Pengembangan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari
Keterkaitan manusia dengan lingkungannya menjadikan ia harus mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan tersebut. Untuk dapat menyesuaikan diri maka ia perlu memahami
dan mengembangkan konsep-konsep tertentu yang perlu dalam kehidupan sehari-hari. Tugas
perkembangan ini menuntut anak usia SD untuk memperoleh sejumlah konsep yang
diperlukan untuk bisa berfikir efektif berkenaan dengan pekerjaan, kewarganegaraan, dan
peristiwa-peristiwa sosial. Secara psikologis pada saat anak siap memasuki sekolah, ia
sebenarnya telah memiliki perbendaharaan banyak konsep, terutama konsep-konsep yang
sederhana.
Berkenaan dengan tugas-tugas perkembangan tersebut, maka sekolah merupakan
tempat yang kondusif untuk mempelajari sejumlah konsep dalam kehidupan. Kurikulum
sekolah hendaknya memberikan pengalaman dan pembelajaran yang sekonkret mungkin
terutama pada kelas-kelas bawah. Hal ini akan membantu anak dalam membangun konsep-
konsep baru berdasar hal-hal yang nyata, misalnya tentang konsep yang berhubungan dengan
waktu, ruang, tempat, dan angka.
 Pengembangan kata hati, moral dan nilai-nilai
Perkembangan moral adalah perkembangan moral anak yang merupakan hal yang
sangat bagi perkembangan kepribadian dan sosial anak dalam kehidupannya sehari-hari.
Anak usia SD sudah dituntut untuk mengembangkan kontrol moral dari dalam, menghargai
aturan moral,dan memulai dengan skala nilai yang rasional. Melalui proses identifikasi
terhadap kedua orang tuanya, anak mengembangkan sendiri penerapan “peringatan-
hukuman” dari orang tua sebagai perwujudan kata hati. Piaget berpendapat, bahwa anak usia
SD merupakan tahapan yang sangat penting dalam mempelajari moralitas kerja sama.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, mempunyai peranan penting dalam rangka
pengembangan kata hati, moral dan nilai-nilai melalui proses pembelajaran. Bimbingan
merupakan salah satu tehnik untuk membantu siswa utamanya yang mengalami hambatan
atau permasalahan yang berkaitan dengan pengembangan ini.
Impliksi perkembangan terhadap penyelenggraaan pendidikan di SD guru mengarahkan
anak didikanya untuk melakukan kebaikan dan selalu menanamkan kejujuran karena pada
tahap perkembangan ini anak SD sudah mengetahui peraturan dan tuntutan dari orang tua
atau lingkungan sosial, disamping itu anak telah dapat mengasosiasikan perbuatannya
dengan lingkungan di sekiranya. Misalnya perbuatan nakal, jujur, adil serta sikap hormat
baik terhadap orang tua, guru dan lingkuangan sekitamya.
 Mencapai kemandirian pribadi
Tugas-tugas perkembangan ini menuntut anak usia SD mampu menjadi pribadi-pribadi
yang mandiri. Kemandirian ini ditunjukkan pada kemampuan membuat perencanaan dan
melaksanakan kegiatan belajar/sekolahnya tanpa harus selalu diarahkan oleh guru maupun
orang tua.
Sehubungan tugas pencapaian kemandirian ini, maka guru dalam melaksanakan proses
pembelajarannya mengacu pada kemandirian. Baik kemandirian dalam tugas individual
maupun kemandirian dalam tugas-tugas kelompok.

3. Konsep belajar pada siswa sekolah menengah pertama adalah sebagai berikut:
Pada masa sekolah menengah pertama (SMP) peserta didiknya berkisar antara usia 12-
15 tahun. Pada masa inilah seseorang dikatakan sedang memasuki usia remaja. Masa remaja
merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya
seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja ini sering dianggap sebagai masa peralihan,
dimana saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat
dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang dewasa. Masa remaja juga dikenal
dengan masa strom and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi pertumbuhan
fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi.
Remaja sudah mulai berfikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru,
lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak akan terima jika
dilarang melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis.
Misalnya, remaja makan didepan pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil berkata
“pantang”. Sebagai remaja mereka akan menanyakan mengapa hal itu tidak boleh dilakukan
dan jika orang tua tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan maka dia akan tetap
melakukannya. Apabila guru/pendidik dan oarang tua tidak memahami cara berfikir remaja,
akibatnya akan menimbulkan kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar.
 Pada masa remaja, anak-anak lebih meungkin membuat gambaran tentang diri mereka
dengan kata-kata yang abstrak dan idealistic. Meskipun tidak semua remaja menggambarkan
diri mereka dengan cara yang idealis, namun sebagian besar remaja membedakan antara diri
mereka yang sebenarnya dengan diri yang diidamkan. Munculnya kemampuan remaja untuk
mengkonstruksikan diri ideal mereka di samping diri yang sebenarnya merupakan sesuatu
yang membingungkan remaja. Kemampuan menyadari adanya perbedaan antara diri yang
nyata dengan diri yang ideal menunjukkan adanya peningkatan kemampuan secara kognitif.

Referensi

Siti Aisyah dkk. (2007). Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Sujiono, Yuliani Nurani. (2009) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks.

Nama : Muhammad Febri Rafli Nilai :


NIM :8166181016
Prodi/ Fakultas :Pendidikan Dasar Paraf Dosen:
Kelas : A1

Anda mungkin juga menyukai