Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada TUHAN YANG MAHA ESA, dengan ini saya

membuat sebuah makalah untuk merubah nilai yang tidak tuntas

menjadi tuntas.

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………..1

Daftar Isi…………………………………………………………..2

Bab 1 PENDAHULUAN………………………………………..3

Bab 2 PEMBAHASAN………………………………………….7

Bab 3 PENUTUP……………………………………………….12

Daftar Pustaka………………………………………………….13

2
BAB I
PENDAHULUAN
 

1.1 Latar Belakang

Sejak bergulirnya reformasi pada tahun 1998. kehidupan politik di Indonesia berubah

drastis. Gerakan reformasi 1998 tidak saja berhasil menumbangkan penguasa Orde Baru,

tetapi juga telah menghancurkan peranan Pancasila terhadap nilai-nilai sosial-budaya

bangsa Indonesia. Selain itu, Pancasila tampak meredup dari wacana publik, seiring

kebebasan politik dalam orde reformasi. Kebangkitan dan maraknya ideologi lain yang

dikembangkan oleh partai ataupun organisasi massa membuat posisi Pancasila seolah

terbenam jauh dari ambang ingatan.

Di masa Orde Baru, Pancasila tidak saja sebagai dasar negara, sebagai falsafah

hidup berbangsa, tetapi lebih jauh dipertandingkan dan digunakan untuk menekan

perbedaan. Ia menjadi alat represi ideologi politik dan memberangus lawan politik di pentas

publik. Skrining ideologi mulai dari partai politik, organisasi massa, hingga ke urusan pribadi

menjadi fenomena yang mencolok selama kekuasaan Orde Baru, terlebih lagi setelah pada

tahun 1978 Majelis Permusyawaratan Rakyat mengeluarkan ketetapan tentang Pedoman

Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).

Pada saat ini banyak tokoh dan elit politik yang kurang memahami filsafat hidup serta

pandangan hidup bangsa terhadap  Pancasila, namun mereka pura-pura mengetahui.

Sehingga mengakibatkan dalam proses reformasi dapat diartikan kebebasan dalam memilih

idiologi di negara kita. Kebebasan memilih ideologi ini sebenarnya dapat berdampak negatif

terhadap masyarakat.

1.2 Permasalahan

Dari uraian diatas ditemui suatu permasalahan yaitu: bagaimana nilai-nilai  Ideologi

Pancasila di era reformasi saat ini ?

3
1.3 Kerangka Teori

a. Nilai – nilai

Menurut Dictionary of Sosiology and Related Sciences (Pendidikan Pancasila,

Kaelan, 2004 : 87) dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang bisa

dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu

benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok, (The believed

capacity of any object to statisly a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya

adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri.

Max Sceler Sciences (Pendidikan Pancasila, Kaelan, 2004 : 88) mengemukakan

bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai – nilai itu

secara senyatanya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan

dengan nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan

dalam empat tingkatan yaitu ;

1.      Nilai-nilai kenikmatan : dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai yang

mengenakkan  dan tidak mengenakkan (die Wetreihe des Angenehmen und

Unangehmen), yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.

2.      Nilai-nilai kehidupan : dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai penting bagi

kehidupan (Werte des vitalen Fuhlens) misalnya kesehatan, kesegaran

jasmani, kesejahteraan umum.

3.      Nilai-nilai kejiwaan : dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige

werte)yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun

lingkungan. Nilai-nilai semacam ini ialah keindahan, kebenaran, dan

pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.

4
4.      Nilai-nilai kerohanian : dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang

suci dan tak suci (wermodalitat des Heiligen ung Unheiligen). Nilai – nilai

semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.

b. Ideologi

  Istilah ideologi untuk pertama kali dicetuskan oleh seorang filsuf perancis

bernama Antoine Destutt de Tracy (1796) sebagai ilmu tentang pikiran manusia

yang mampu menunjukkan arah yang benar kearah masa depan. Ideologi adalah

ilmu, seperti juga biologi, psikologi, fisika, dan matematika. Namun, dalam

perkembangannya ideologi bergeser dari semacam ilmu menjadi suatu paham atau

doktrin.

Ideologi  secara etimologis terdiri atas dua asal kata, yaitu idea dan logo. Idea

memiliki arti gagasan atau cita-cita, jua pandangan, sedangkan logos diartikan

dengan ilmu ataupun ratio. Ideologi dapat diartikan cita-cita atau pandangan yang

berdasarkan kepada ratio, sedangkan ideologi suatu bangsa adalah ideoloi yan

mendukung ercapainya tujuan hidup atau tujuan nasional suatu bangsa.

c. Pancasila

Menurut Muhammad Yamin (Pendidikan Pancasila, Kaelan, 2004 : 21) Pancasila

memiliki 2 macam arti secara leksikal yaitu ;

“panca” atinya “lima”

“syila” vocal i pendek atinya “batu sendi”,” atau “dasar”.

“syiila” vocal i panjang artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau

senonoh”.

Menurut Kirdi Dipoyudo dalam buku Pancasila, arti dan pelaksanaannya.

Pancasila merupakan sebagai pandangan hidup dan moral bangsa Indonesia,

sebagai falsafah bangsa Indonesia ataupun ideologi nasional yang bermuatkan nilai-

5
nilai yang menjadi norma-norma atau pedoman tingkah laku bangsa Indonesia

dalam segala bidang adalah merupakan inti dari nilai kebudayaan bangsa dan

negara Indonesia. Dalam GBHN 1978 dikatakan bahwa bentuk bentuk kebudayaan

sebagai pengejawantahan pribadi manusia Indonesia harus benar benar

menunjukan nilai-nilai hidup dan makna kesusilaan yang dijiwai Pancasila (Kirdi

Dipoyudo,70;1978). Jadi Pancasila sebagai pandangan hidup, falsafah negara

ataupun ideologi bangsa Indonesia yang nilai-nilai moralnya diimplementasikan

dalam kehidupan bermasyarakat sehingga menjadi nilai-nilai dari kebudayaan

masyarakat.

d. Reformasi

Reformasi  berasal dari kata “reformation” dengan kata dasar “reform” yang memiliki

arti perbaikan, pembaharuan, memperbaiki dan menjadi lebih baik (Kamus Inggris-

Indonesia, An English-Indonesia Dictionary, oleh John M. Echol dan Hasan Sahdily

2003)

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Nilai-nilai Pancasila sebagai Nilai Fundamental Negara.

Di zaman reformasi ini, kita perlu mengetahui kembali betapa besar peranan

Pancasila bagi negara kita. Kita tidak boleh melupakan nilai-nilai yang terkandung

didalamnya, karena nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD

1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang

fundamental. Adapun pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai

Pancasila mengandung empat pokok pikiran yang bilamana dianalisis yang

terkandung di dalamnya tidak lain adalah merupakan derivasi atau penjabaran dan

nilai-nilai Pancasila.

Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indoneia adalah negara

persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah

darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini

merupakan penjabaran sila ketiga.

Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban

mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara. Mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran sila ke

lima.

Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkaudalatan rakyat.

Berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini

7
menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yaitu kedaulatan

ada di tangan rakyat  hal ini sebagai penjabaran sila ke empat.

Pokok pikiran ke empat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas

Ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap

semua agama dalam pegaulan hidup negara. Hal ini penjabaran sila pertama dan

sila kedua.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa pokok pikiran ke empat tersebut. Tidak lain

merupakan perwujudan dari sila-sila Pancasila. Pokok pikiran ini sebagai dasar

fundamental dan pendirian negara, yang realisasinya berikutnya perlu diwujudkan

dan dijelmakan lebih lanjut dalam pasal UUD 1945. Dengan perkataan lain bahwa

dalam penjabaran sila-sila Pancasila dalam peraturan perudang-undangan bukanlah

secara langsung dari sila-sila Pancasila melalui pembukaan UUD 1945. Empat 

pokok dokongkritasikan dalam pasal-pasal UUD 1945. Selanjutnya   dijabarkan lebih

lanjut dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan serta hukum positif di

bawahnya.

2.2  Pancasila Sebagai Ideologi Yang Reformasi, Dinamis dan Terbuka.

Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun

bersifat reformasi, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi

Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senatiasa mampu

menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan  dan teknologi

serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan di dalamnya,

namun mengekspilitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki

kemampuan yang reformasi untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang

senantiasa  perkembangan seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek

serta zaman.

8
Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar yang

bersifat tetap dan tidak berubah sehingga tidak langsung bersifat operasional, oleh

karena itu  setiap hari harus dieksplisitkan. Ekspilitasi dilakukan dengan

menghadapkannya pada berbagai masalah yang selalu silih berganti melalui

refleksi  yang rasional sehingga terungkap makna operasionalnya. Dengan demikian

penjabaran ideologi dilaksanakan dengan interpretasi yang kritis dan rasional 

(Soeryanto, 1991:59). Sebagai suatu contoh keterbukaan ideologi Pancasila antara

lain dalam kaitannya dengan kebebasan berserikat berkumpul sekarang terdapat 38

partai politik, dalam kaitan dengan ekonomi (misalnya ekonomi kerakyatan),

demikian pula dengan kaitannya dengan pendidikan, hukum, kebudayaan, iptek,

hankam dan bidang lainnya.

Berdasarkan dimensi yang memiliki oleh Pancasila sebagai ideologi terbuka,

maka sifat ideologi Pancasila tidak bersifat utopis yaitu hanya merupakan sistem ide-

ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata. Demikian pula

ideologi Pancasila bukanlah merupakan doktrin belaka yang bersifat tertutup yang

merupakan norma-norma yang beku, melainkan disamping memiliki idealisme,

Pancasila juga bersifat nyata dan reformasi yang mampu melakukan perubahan.

Akhirnya Pancasila juga bukan merupakan suatu ideologi yang pragmatis  yang

hanya menekankan segi praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme, maka

ideologi Pancasila  yang bersifat terbuka pada hakikatnya, nilai-nilai dasar (hakikat

sila-sila Pancasila)  yang bersifat universal dan tetap, adapun penjabaran dan

realisasinya senantiasa dieksplisitkan secara dinamis reformasi yang senantiasa

mampu melakukan perubahan sesuai dengan dinamika aspirasi masyarakat.

9
2.3  Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi.

Sebagai suatu paradigma reformasi, Pancasila merupakan model atau pola

berpikir yang mencoba memberikan penjelasan atas kompleksitas realitas sebagai

manusia personal dan komunal dalam bentuk bangsa. Yang menjadi paradigma

justru sila-silanya karena sila-sila tesebut mengandung sejumlah nilai yang satu

dengan yang lainnya saling melengkapi.

Pancasila sebagai paradigma juga berada pada posisi pembangunan

nasional yang meliputi segenap bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial

dan budaya, dan pertahanan dan keamanan, juga di bidang ilmu pengetahuan  dan

teknologi serta hukum dan hak asasi manusia, disamping yang lain.

Di bidang politik, Pancasila menjadi kerangka acuan, kerangka proses, dan

kerangka arah tujuan dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam rangka

melakukan pembangunan politik. Pancasila juga melakukan pemikiran, gagasan,

konsep, evaluasi, serta tindakan lanjut bagi bidang politik kenegaraan. Pencasila

juga merupakan landasan dan dasar negara,  dengan dijiwai oleh nilai kerakyatan

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

(politik demokrasi)

Dalam paradigma pembangunan nasional bidang ekonomi, pemerintah harus

mengarah lebih memperhatikan kepentingan rakyat, karena sifat perekonomian

harus sesuai dengan ekonomi kerakyatan. Untuk melindungi kepentingan rakyat

sesungguhnya, perlu pihak pemerintah mengendalikan perusahaan-perusahaan

yang menguasai hajat hidup orang banyak dan digunakan untuk kemakmuran rakyat

sebesar-besarnya secara keseluruhan, seperti amanat pasal 33, UUD 45.

Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, harus bisa tidak menempatkan pada

posisi yang  bertentangan antara iptek dan Pancasila dan justru keduanya harus

10
saling mendukung sehingga tiada Pancasila tanpa krisis iptek, dan tiada iptek tanpa

disadari maupun diarahkan oleh nilai-nilai luhur Pancasila.

Pembangunan bidang kebudayaan, harus dilandasi dengan berpikir tentang

masalah peraturan dan kesatuan bangsa. Negara harus menjalankan pemerintahan

yang serba efektif, harus menghilangkan mental birokrasi, serta mau menbangun

sitem budaya dalam hal norma maupun pengembangan iptek, dengan melakukan 

pemberdayaan kebudayaan lokal guna memfungsikan etos budaya bangsa yang

majemuk.

Dalam paradigma pembangunan nasional di bidang hukum dan HAM, tidak


lain adalah pelaksanaan tanggungjawab pemerintah serta penyelenggara negara
harus bisa mengarahkan rakyat untuk dapat mengatur dirinya dalam melaksanakan
kebebasan, kebersamaan, cita-cita supremasi hukum, dan ketundukan hukum.
Pembangunan nasional bidang sosial masyarakat adalah dalam rangka mewujudkan
masyarakat madani atau civil society. Untuk itu diperlukan suatu sikap dan budaya
demokratis karena demokrasi pancasila sesungguhnya adalah sistem berpikir dan
bertindak atas dasar kedaulatan dan kekuasaan rakyat.
Paradigma pembangunan bidang pertahanan dan keamanan telah
menunjukkan kemajuan yang mengedepankan melaui agenda-agenda
pembaharuan, mengingat TNI sebagai bagian integral bangsa Indonesia senantiasa
memegang teguh jati diri sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara
nasional berperan serta mewujudkan keadaan aman dan rasa aman masyarakat,
sesuai perannya sebagai alat petahanan NKRI. TNI sebagai bagian dari rakyat
berjuang bersama rakyat, senantiasa menggugah kepedulian TNI untuk mendorong
terwujudnya kehidupan demokrasi, juga terwujudnya hubungan sipil militer yang
sehat dan persatuan kesatuan bangsa melalui pemikiran, pandangan, dan langkah-
langkah reformasi internal ini.

11
BAB III
PENUTUP

 3.1    Kesimpulan.

Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia ternyata

mampu mengikuti perkembangan zaman. Hal bisa kita lihat dari nilai-nilai yang

terkandung di dalam Pancasila. karena ideologi Pancasila bukanlah merupakan

doktrin belaka yang bersifat tertutup yang merupakan norma-norma yang beku,

melainkan disamping memiliki idealisme, Pancasila juga bersifat nyata dan reformasi

yang mampu melakukan perubahan. Pancasila sebagai paradigma juga berada

pada posisi pembangunan nasional yang meliputi segenap bidang kehidupan,

seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya, dan pertahanan dan keamanan, juga di

bidang ilmu pengetahuan  dan teknologi serta hukum dan HAM.

3.2    Saran

Kerena Pancasila adalah dasar negara dan dasar hukum, sebaiknya nilai-nilai

ideologi Pancasila terus disosialisasikan melalui Penataran P4 secara mendasar.

Mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Pancasila harus

dijaga, diterapkan, dipertahankan dan dilaksanakan sesuai dengan makna dan isi

yang terkandung di dalamnya. Jangan nilai-nilai ideologi Pancasila tersebut hilang

atau lapuk dimakan zaman.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kailan. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma, 2004.

Kirdi Dipoyudo. Pancasila  arti dan pelaksanaannya. Jakarta : CSIS,1978.

Koendjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta, 1990.

Sunarto. Diktat Pancasila. Jakarta : STIA-LAN.

UUD 1945, Hasil dan Proses Amandemen Pertama-Keempat (1999-2002),Eska

Media, Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai