Oleh :
Kelompok 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sastra Arab sudah tentu mencerminkan pikiran dan perasaan bangsa Arab
dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dalam konteks kelebihan bangsa Arab,
maka tidak ada pencapaian kebudayaan dan peradaban manusia yang mampu
menunjukan nilai-nilainya yang paling otentik dan khas kecuali apa yang telah di
capai oleh kesuastraan Arab. Para penulis Arab telah banyak mewarnai peradaban
manusia dengan keahlian dan kecakapan khas mereka dalam bersastra. Masyarakat
Arab mampu mengkreasi Budaya sehingga dapat mencapai tingkat peradaban yang
tinggi, yang tercermin pada produk budayanya yang berwujud karya sastra berbentuk
puisi, prosa, dan drama.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian sastra?
2. Apa keunikan sastra arab?
3. Bagaimana resepsi sastra arab dalam sastra barat?
4. Bagaimana kemunduran sastra arab?
C. TUJUAN PEMABAHASAN
1. Untuk mengetahui pengertian sastra
2. Untuk mengetahui apa keunikan sastra arab
3. Untuk mengetahui resepsi sastra arab dalam sastra barat
4. Untuk mengatahui kemunduran sastra arab
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDAHULUAN
Sastra adalah bagian dari entitas budaya yang praktiknya tercennin dalam
karya-karya sastra. Semua kebudayaan dan peradaban di dunia mengalami suatu
periode perubahan yang mendalam (Peursen, 1990:72), tennasuk kebudayaan dan
peradaban bangsa Arab dengan segala totalitasnya. Para penulis Arab telah banyak
mewamai peradaban manusia dengan keahlian dan kecakapan khas mereka dalam
bersastra. Peradaban itu berkaitan dengan term kolektif untuk menunjukkan kondisi
suatu masyarakat yang beradab (Weintraub, 1969:27). Di antara ciri masyarakat
beradab itu adalah kemampuan mengkreasi budaya dan mewujudkannya dalam entitas
budaya yang adiluhung. Dalam perjalanan sejarahnya, masyarakat Arab mampu
mengkreasi budaya sehingga dapat mencapai tingkat peradaban yang tinggi, yang
tercermin, antara lain, pada produk budayanya yang berwujud karya sastra berbentuk
puisi, prosa, dan drama.
Sastra Arab, sebagai entitas budaya, sudah tentu mencenninkan pikiran dan
perasaan bangsa Arab dengan segala kelebihan dan kekurangarmya. Dalam konteks
kelebihan bangsa Arab, maka tidak ada pencapaian kebudayaan dan peradaban
manusia yang mampu menunjukkan nilai-nilainya yang paling otentik dan khas
kecuali apa yang telah dicapai oleh kesusastraan Arab. Puisi adalah diantara
bentukbentuk dominan karya bangsa Arab dan secara spesifik yang membedakarmya
dengan bangsa lain. Pembicaraan ini mendapatkan pembenararmya dengan adanya
fakta tentang pengaruh besar sastra Arab - dalam struktur maupun fungsi - atas sastra
lain yang secara langsung bersentuhan dengannya, seperti, sastra Persia, Turki,
Indostanik, dan yang secara tidak langsung di antaranya adalah sastra (puisi)
Gregorian, sastra Ibrani Abad Pertengahan, dan bahkan sastra Barat sekalipun. Sastra
Arab meninggalkan jejaknya sampai menjelang permulaan era puisi-puisi tradisi
Romawi (Cantarino, 1975).
B. KEUNIKAN SASTRA ARAB
Sastra Arab (bahasa Arab: الع;ربي األ;دب/ ALA-LC: al-Adab al-‘Arabī) adalah
penulisan, baik itu frosa dan puisi, yang dihasilkan oleh para penulis dalam bahasa
Arab. Sastra Arab muncul pada abad ke-5.
Keunikan puisi Arab dapat dilihat melalui perspektif resepsi karena berkaitan
dengan aspek historis dan estetis. Aspek historis berhubungan dengan kelahiran puisi
Ara pra-Islam dan perkembangannya sampai masa modern. Aspek estetis berkaitan
dengan keindahan bahasa Arab yang digunakan dalam puisi-puisi Arab itu.
Perbedaan antara pertimbangan-pertimbangan historis dan estetis dalam
kesustraan tidak cukup terbahas dalam teori-teori sastra yang ada. Oleh karena itu,
menurut Bendetto Croce’s, persoalan puisi dan prosaharus dibawa ke dalam wilayah
antagonism antara kesusastraan sinkronis dan kesusastraan diakronis yang solusinya
hanya dapat diselesaikan melalui pemahaman tentang estetika dasarnya (Jauss,
1983). Estetika dasar dalam memahami perkembangan puisi Arab dari masa pra-
Islam sampai masa modern adalah memalui teori resepsi, artinya melalui sastra
diakronis. Model sastra ini berfokus pada persoalan bagaimana fakta sastra Arab
menjadi otonom dalam dunianya. Secara ideal, sastra singkronis dan sastra diakronis
dapat dipadukan dalam suatu koherensi historis sastra, dan selanjutnya dipahami
secara produktid sebagai proses sosial atau sebagai momen perkembangan sastra
Arab.
Dalam aspek historisitas sastra, R.G. Collingwood (dalam Jauss, 1983), dalam
kritiknya tentang ideology objektivitas yang berlaku dalam sejarah, mengata-kan
bahwa sejarah tidak lain adalah pemberlakuan kembali gagasan-gagasan masa lalu
dalam pikiran seorang sejarawan. Dalam konteks ini, sejarawan sastra Arab bertugas
mengkomunikasikan gagasan-gagasan orang Arab masa lampau ke dalam masa kini
sebagai dasar pijakan bagi lahirnya gagasan-gagasan baru untuk masa yang akan
datang
Oleh karena itu, dalam prespektif teori resepsi, aspek interteks antara sastra
(puisi)Arab dengan sastra lain tidak dapat terhindarkan. Gagasan-gagasan dalam
puisi Arab, misalnya, terinspirasi dari gagasan-gagasan yang ada di dalam puisi-puisi
Yunani. Maka dari itu wajarlah karena apabila puisi Arab bersentuhan dengan puisi-
pusi Yunani karena banyak penulis arab yang membaca karya-karya filosof Yunani.
Puisi-puisi Yunani lebih bernuansa sastra keagamaan karena didalamnya tergambar
pengalaman keagamaan para oenulisanya, ia juga berfungsi menjembatani antara
sastra keagamaan itu dengan realitas kehidupan masyarakat Yunani (Harrison,
2007;374).
Jika diperhatikan menurut klasifikasi puisi formal Yunani, maka puisi Arab
tampak sangat lyrical bila disbanding dengan puisi Yunani yang lebih naratif dan
cenderung dramatic. Puisi Arab lebih memiliki fungsi sosial daripada fungsi
individual karena kehadiran audiens dipertimbangkan di dalamnya, terlebih suku
atau kabilah yang menjadi tempat asal sang penyair. Puisi Arab walaupun pada
hakikatnya bukan sebuah epic. Terlebih dari gaya dan tema yang dikandungnya.
Kisah-kisah tentang kepahlawanan dan keberanian anggota kabilah dalam menantang
relaitas kehidupan gurun yang keras banyak dijadikan tema – tema puisi Arab.
Adapun tema-tema kematian banyak mendapatkan perhatian dan diekspresikan
dalam puisi religi. Tema-tema kesenangan hidup duniawi: cinta, anggur, judi,
perburuan, dan ketangkasan berkuda juga menjadi tema-tema yang banyak
dieksplorasi oleh para penyair Arab (Badawi, 1975:2)
Tema-terna puisi yang ditulis berhubungan erat dengan model metrurn yang
dipakai, yang pada umurnnya sangat rurnit. Seperti halnya konsep formula dalarn
tradisi lisan (puisi) Yugoslavia, dalam puisi Arab dikenal juga formula, yaitu
kumpulan kata yang sering digunakan pada kondisi metrurn yang sarna untuk
menyatakan sebuah gagasan esensial (Lord, 1981).
Formula dalam puisi Arab dapat dilihat pada penggunaan satu metrurn dan
satu rima. Hal ini menjadi bukti yang jelas betapa penting pola bunyi dalam puisi
Arab, apalagi bahasa yang digunakan dalarn puisi adalah bahasa khusus yang
berbeda dengan bahasa sehari-hari (Scholes, 1977:22) yang tentu saja diperlukan
pemahaman yang khusus pula karena bunyi kata dalam tradisi lisan mempunyai arti
yang berbeda-beda.
Keunikan puisi Arab terlihat pula apabila puisi panjang (kasidah) yang sering
kali menjadi tampak pendek bila dibandingkan dengan puisi-puisi Eropa. Satu baris
dalam puisi Arab, biasanya dibagi menjadi dua, dengan pembagian metrurn yang
sarna, dan secara umum dengan pola rima di permulaan puisi, khususnya dalam
kasidah. Kasidah tidak seperti potongan qith 'a yang sangat panjang dengan struktur
yang terbagi-bagi. Pada zaman pra-Islam, puisi, yang disebut mu 'allaqdt, sebagian
besar ditulis dalam model kasidah.
Oleh karena itu, Barat tetaplah Barat dan Timur tetaplah Timur. Sehingga
keduanya memiliki karakteristik dan aroma tersendiri.