Polemik Dan Krisis Identitas Di Kepulangan Habib Rizieq Fixed

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

TNI turun tangan:

Polemik dan Krisis Identitas Ditengah Kepulangan Habib Rizieq

Dosen Pengampu: Johan Wahyudi

Kelompok 3

Ahmad Mikhail Samudra Usman/ 185120507111021

M. Ikhsan Syahputra/ 185120501111031

Nevi/ 185120500111045

Rino Syah Pahlevi 175120500111037

Program Studi Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Brawijaya

BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan instrumen pertahanan negara kesatuan


republic Indonesia yang integral sejak pembentukanya sebagai BKR pada 22 Agustus 1945.
Kemudian, seiring dengan berkembangnya republik Indonesia, ancaman-ancaman baru mulai
muncul, yang tidak hanya ekslisif datang secara eksternal.

Sepulangnya Rizieq Shihab di Indonesia pada Selasa, 10 November lalu, memang cukup
monumental, atau setidaknya memang begitu bagi para pengikut setianya. Organisasinya,
Front Pembela Islam (FPI) memang tak pernah luput dari kontroversi, baik dari gerak-gerik
mereka sebagai organisasi maupun pemikiranya. Bagi sebagian umat muslim, keberadaan
mereka merupakan keberkahan atau sebaliknya, karena memang terdapat berbagai perspektif
dalam memandang peran dari eksistensi FPI di Indonesia. Yang pasti, nama FPI sudah tidak
asing lagi di telinga kebanyakan masyarakat Indonesia karena memang FPI kerap menempati
kolom headline di media.

Khusus pada penelitian kali ini, kami selaku penulis berupaya untuk menjembatani dan
menemukan ketertarikan antara ‘ulah’ FPI yang semakin menempati headline tersebut di
Indonesia, yang juga mengakibatkan pada proses penurunan media propaganda FPI oleh TNI
yang, bagaimanapun juga merupakan langkah yang menarik mengingat asal-usul dan peran
TNI di publik.

Semenjak situasi di kancah internasional yang ter-eskalasi menjadi tahap sekarang ini
karena Covid, semakin lama, kemungkinan agitasi pada masyarakat pun terbuka, dan dari situ
dapat diasumsikan akan mengakibatkan kerentanan dari mob mentality mereka. Euforia yang
disebabkan kepulangan Rizieq Shihab misalnya, dapat menyebabka gelombang antusiasime
kian melupakan musuh bersama mereka, yaitu virus Covid-19.

Angkatan bersenjata dapat diumpamakan layaknya pisau bermata dua, disatu sisi, mereka
sangat integral dalam menjaga kedaulatan dan respek terjadap negara dihadapan masyarakat
global, namun di sisi lain bagaimana jika hak monopoli kekerasan dapat dicanangkan kepada
mereka yang seharusnya bukan target?. Untuk mengantisipasi ini, kebanyakan negara
berdemokrasi telah mengidentifikasi dengan jelas peran angkatan bersenjatanya untuk
membatasi peranya dalam kancah pemberantasan masalah eksternal. Namun, dewasa ini
kenyataan nampaknya terasa lebih dari ‘normal’.
Dalam penelitian yang akan dicanangkan berikut, para penulis akan mengkaji ulang
Metode Penelitian

Untuk penelitian ini, kami akan menyajikan data-data didalam penelitian kami menurut
metode penelitian Kuantitatif. Akan tetapi, karena keterbatasan waktu sebagai ranah
ekperimen, kami akan memfokuskan pemburuan data terhadap apa yang sudah didapat atau
ter-estabilished pada sumber-sumber literatur atau penelitian terdahulu sebagai pilar guna
menjustifikasi apa yang ditulis.

1.2 Studi Literatur

Dengan bertumpu pada studi literatur, peneliti tidak harus turun tangan dan bertemu
dengan responden. Penulis akan mengambil sumber daripada buku maupun makalah dan
penelitian tertentu. Pertama, penulis akan mengambil sumber yang ditulis oleh Anwar,
berjudul Dwi Fungsi ABRI : Melacak Sejarah Keterlibatan ABRI dalam Kehidupan sosial
Politik dan Perekonomian Indonesia (2018).

Menurut Anwar (2008), Keterlibatan militer secara langsung merupakan gejala politik
yang tidak disenangi dan selalu dicurigai oleh negara-egara yang menganut paham liberal.
Peran sosial politik yang dimainkan oleh militer dianggap dapat menggangu kehidupan
politik. Untuk memungkinkan penelaahan kembali apa itu dwi fungsi abri dan menentukan
relevansinya dengan apa yang terjadi sekarang.

Begitu pula yang akan kita dapatkan dari Dede Wahyu Firdaus (2016), dengan judul
Kebijakan Dwifungsi ABRI dalam Perluasan Peran Militer di Bidang Sosial-Poltik tahun
1966-1998 yang secara sistematis kembali menekankan bahwa pada perkembanganya,
kebijakan Dwifungsi ABRi dalam derajat tertentu dapat dianggap sebagai pembenaran bagi
pemerintahan Soeharto untuk mengangkat sjumlah besar anggota militer di MPR, DPR pada
posisi strategis dalam bidang non-militer dan dalam menentukan kebijakan nasional pada
tingkat yang paling tinggi, termasuk dalam bidang seperti keuangan negara, ekonomi dan
sebagainya1.

Dengan diakuisinya sejumlah sumber intelektual, penulis dapat menemukan jaminan


bahwa apa yang disampaikanya bersifat ilmiah, dan dengan begitu dapat menghindari mis-
informasi yang dapat berakibat fatal.

1
Dede Wahyu Firdaus. 2016. Kebijakan Dwifungsi ABRI dalam Perluasan Peran Militer Di Bidang Sosial-Politik
Tahun 1966-1998. Jurnal UPI : Bandung : 2.
1.3 Rumusan Masalah
Mengapa dampak serta kemungkinan dari apa yang akan terjadi didalam skenario
penurunan baliho FPI oleh elemen TNI dapat berimplikasi pada kestabilan dari tatanan
yang telah ditentukan.

1.4 Tujuan Penelitan


Penulis akan berupaya untuk menjustifkasi legalitas dan klausabilitas dari aksi ABRI
yang telah dilancarkan terhadap apa yang orang anggap sebagai elemen sipil, yaitu karena
baliho tersebut merupakan property dari FPI, sebuah organisasi massa yang otomatis
menjadikanya sebagai sebuah unit sipil.

1.5 Manfaat Penelitan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan seputar
tema yang berlaku serta dapat memungkinkan asumsi dari konsekuensi kejadian ini dengan
merujuk pada sumber-sumber terpercaya.

BAB II

Kajian Pustaka
2.1 Politik Identitas

Indonsia adalah negara yang menjadi wilayah jalur sutra, berbagai etnis hidup
didalam negeri khatulistiwa ini, baik etnis dari luar ataupun dalam negeri itu sendiri.
Pembentukan identitas dapat terbentuk baik secara parsial maupun secara interaksial. hal
inilah yang akan melahirkan perubahan sosial ekonomi, sosial politik, sosial itu sendiri dan
sosial budaya. Identitas etnis dan agama adalah dua hal yang menjadi elemen perubahan
sosial. Proses terjadinya politik identitas keagamaan akan melahirkan dampak langsung
maupun tidak langsung pada perubahan sosial begitupun sebaliknya 2. Sedangkan adanya
politik identitas etnisitas juga secara langsung atau tidak langsung, nyata atau tersamar
melahirkan perubahan sosial. Tidak terkecuali pembentukan, penamaan dan penggunaan
identitas melahirkan pula perubahan sosial.

Terjadinya interrelasi antara identitas dan perubahan sosial adalah sebagai sesuatu
yang bertentangan, baik secara tersembunyi atau terangterangan di antara warga, badan
publik dan pasar. Penerapan dan pengaktualisasian identitas pada seseorang dapat saja
mencerminkan atau mewakili dirinya sendiri maupun institusi dalam konteks etnisitas dapat
terbentuknya masyarakat Jawa, Madura, Bali, Tionghoa, Arab dan sebagainya; dalam konteks
agama terjadi dalam Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Tridharma atau Khong Hu
Chu. Identitas dalam diri seseorang dapat saja sekaligus mewakili institusi baik itu etnisitas,
agama dan nasionalitas.3

3 Tiga kekuatan besar inilah yang secara dominan mewarnai realitas kehidupan
sehari-hari; warga menunjuk kepada di satu pihak individu dan dilain pihak masyarakat,
namun lebih ditekankan yang tidak menyandang peran sebagai badan publik maupun pelaku
pasar; badan publik adalah representasi dari state yang dahulu bertugas untuk merealisasi
welfare state; pasar adalah pelaku pasar, konglomerasi, baik individu maupun badan-badan
usaha; yang menjadi soal justru terjadinya perselingkuhan di antara mereka dapat merusak
hubungan dua di antara ketiga kekuatan besar tersebut.

Proses demokrasi di Indonesia merupakan proses demokrasi yang tidak terlepas dari
orientasi identitas agama dan etnis. Hal ini dapat dilihat pada keikut sertaan partai-partai
politik yang mengikuti pemilu atau pilkada sebelumnya.

2
Sukamto, 2010. Politik Identitas (Suatu Kajian Awal dalam Kerangka dan interaksi“Lokalitas dan Globalisasi”).
Jurnal Sejarah dan Budaya Universitas Malang. Vol.2. Hlm13
3
Sukamto, 2010. Politik Identitas (Suatu Kajian Awal dalam Kerangka dan interaksi“Lokalitas dan Globalisasi”).
Jurnal Sejarah dan Budaya Universitas Malang. Vol.2. Hlm13
Secara teoritis menurut Lukmantoro politik identitas adalah politis untuk
mengedepankan kepentingankepentingan dari anggota-anggota suatu kelompok karena
memiliki kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, jender,
atau keagamaan. Politik identitas merupakan rumusan lain dari polit ik perbedaan. Politik
Identitas merupakan tidakan politis dengan upaya-upaya penyaluran aspirasi untuk
mempengaruhi kebijakan, penguasaan atas distribusi nilai- nilai yang dipandang berharga
hingga tuntutan yang paling fundamental, yakni penentuan nasib sendiri atas dasar
keprimordialan. Dalam format keetnisan, politik identitas tercermin mula dari upaya
memasukan nilai- nilai kedalam peraturan daerah, memisahkan wilayah pemerintahan,
keinginan mendaratkan otonomi khusus sampai dengan munculnya gerakan separa tis.
Sementara dalam konteks keagamaan politik identitas terefleksikan dari beragam upaya untuk
memasukan nilai-nilai keagamaan dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk
menggejalanya perda syariah, maupun upaya menjadikan sebuah kota identik dengan agama
tertentu

2.2 Kepulangan Habib Rizieq

Serangkaian agenda yang dilakukan pasca kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS)
sejak 10 November lalu, kini menimbulkan konsekuensi yang tampaknya cukup meluas.
Kerumunan massa besar yang mengiringi agenda tersebut dan tak mengindahkan protokol
kesehatan di tengah pandemi, membuat pemerintah pusat meradang. Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, melayangkan
ultimatum kepada kepala daerah dan aparat untuk menindak tegas pelanggaran berupa
kerumunan selama pandemi Covid-19.

Tak sampai di situ, Mahfud juga mengatakan  bahwa pemerintah akan memberikan


sanksi kepada aparat yang tidak mampu bertindak tegas dalam memastikan terlaksananya
upaya tersebut. disamping itu, Pemerintah diminta memanfaatkan kepulangan pimpinan Front
Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab momentum meningkatkan komitmen berkeumatan,
berbangsa, dan bernegara. Pertemuan antara perwakilan pemerintah dengan Rizieq dirasa
perlu dilakukan. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam)
Mahfud MD dapat menjadi perwakilan pemerintah yang membuka dialog dengan Rizieq.
Apalagi, kepulangan Rizieq bertepatan dengan Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November.
Jika silaturahim dilakukan, bisa jadi momen menyejukkan di tengah pandemi Covid-19.
Rizieq dinilainya sudah menyampaikan sinyal, kepulangannya ke Indonesia karena ia
tidak memusuhi negara. Juga tidak memusuhi TNI, melainkan untuk lakukan reformasi
akhlak.Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni menyebut, umat memang sudah begitu rindu
pada sosok Habib Rizieq Shihab. Ia mengatakan, Rizieq semestinya bisa menjadi sosok
pemersatu umat. Politikus Nasdem itu mengingatkan, sebagai warga negara, Rizieq
mempunyai hak dan kewajiban yang sama di mata hukum. Karenanya, apapun konsekuensi
hukum yang dihadapi, maka tidak boleh diwarnai oleh unsur politis.4

Kedatangan Rizieq di kediamannya di Petamburan disambut ribuan massa dengan


lantunan salawat dan tangisan. Ketika melintas, Rizieq tampak mengeluarkan setengah
badannya dari sunroof mobil tersebut. Ia melambaikan tangan kepada simpatisannya yang
sudah memadati Jalan KS Tubun dan Jalan Petamburan III. 

Sesekali ia mengepalkan tangan kanannya. Ia juga tampak mengacungkan dua


jempolnya ke arah massa di sisi kiri dan kanan jalan.Massa pun gegap gempita melihat sosok
Rizieq. Massa, yang sudah hadir di sana sejak Selasa pagi, melantunkan salawat dan
meneriakkan takbir. Bunyi gendang semakin menyemarakkan penyambutan Rizieq. Bahkan,
tak sedikit pula yang meneteskan air mata. Sejumlah simpatisan tampak menyeka air
matanya. Sedangkan sejumlah anggota LPI tampak menahan air mata yang sudah menumpuk
di pelupuk mata. Massa larut ketika melihat sosok yang begitu mereka rindukan.  Sebelum
masuk ke kediamannya, Rizieq menyapa sekaligus mendoakan bangsa bersama
pendukungnya. Ia menyerukan Revolusi Aklakh pada kepulangannya ini.

4
Dikutip dari laman Republika.co.id
BAB III

Pembahasan

3.1 Pro & Kontra Kepulangan Habib Rizieq

Setelah berkali – kali batal pulang setelah umroh pada tahun 2017 yang lalu, akhirnya
Rizieq Shihab kembali ke Indonesia setelah tiga tahun berada di Arab Saudi. Sebelum pergi
ke Arab Saudi pada 2017 lalu, Rizieq memainkan peran penting dalam konstelasi politik
Indonesia ketika isu agama kerap digunakan untuk memobilisasi politik.

Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan dirinya memiliki dokumen


yang menunjukkan data Rizieq Shihab melanggar ketentuan imigrasi, atau overstay di Arab
Saudi. Menurutnya, ini yang membuat Rizieq urung pulang karena harus membayar denda.5

Ini adalah kali keenam Rizieq dikabarkan pulang ke Indonesia sejak ia memutuskan
tidak pulang ke Indonesia usai umrah April 2017 ketika ia dipanggil polisi untuk menjalani
pemeriksaaan terkait kasus dugaan pelanggaran UU Pornografi yang melibatkannya, dan
sejumlah kasus hukum lain. Setidaknya ada tujuh perkara yang membelit Rizieq Shihab, tiga
di antaranya ditangani Kepolisian Daerah Jawa Barat. Sementara itu, hingga kini belum jelas
status status hukum perkara-perkara lain yang menetapkan Rizieq menjadi saksi. Kasus-kasus
itu antara lain kasus dugaan penodaan agama yang dilakukan Rizieq terkait ceramahnya yang
dianggap menyinggung keyakinan umat Kristiani.

Sebelum kepergiannya ke Arab Saudi 3,5 tahun silam, Rizieq Shihab memainkan
peran penting dalam politik Indonesia ketika isu agama kerap digunakan untuk memobilisasi
politik. Dengan kendaraan ormasnya, Rizieq Shihab dikenal sebagai sosok vokal menentang
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam pemilihan gubernur DKI pada 2017 lalu, terlebih
terkait dengan kasus penistaan agama hingga Ahok kalah dalam pemilihan.

5
Dikuti dari laman bbc.com
Kepulangan Habib Rizieq menuai berbagai pro & kontra dari masyarakat Indonesia.
Para anggota FPI tentu saja sangat menyambut kepulangan Habib Rizieq dengan penuh suka
cita, namun sebaliknya masyarakat umum lebih banyak kontra terhadap kepulangan Habib
Rizieq saat ini.

Beberapa masyarakat yang kontra terhadap kepulangan Rizieq Shihab berpendapat


bahwa kumpulan masa FPI yang berkumpul untuk menyambut Rizieq Shihab hanya akan
merusak lingkungan seperti menyebabkan sampah berserakan dimana – mana. Selanjutnya
masyarakat juga mempertanyakan isu lama Habib Rizieq dengan Firzha Husein sebelum ia
bertolak ke Arab Saudi 3 tahun silam. Tidak hanya itu, masyarakat juga meminta untuk
jajaran Polri untuk mengusut kasus – kasus lama Rizieq Shihab. Pendapat kontra masyarakat
ini begitu banyak dapat dilihat di social media melalu beberapa tagar seperti
#apakabarfirzahusein, #kawalpolriusutrizieq, dan lain – lain.

Selain masyarakat umum yang kontra terhadap kepulangan Habib Rizieq Shihab,
terjadi sebuah masalah antara Habib Rizieq dan FPI dengan TNI. Masalah ini terjadi karena
beberapa anggota TNI diperintah untuk menurunkan baliho ormas FPI dengan foto Habib
Rizieq yang illegal.

3.2 Kronologi Penurunan Baliho FPI

Kehadiran imam besar Front pembela islam di Indonesia setelah pulang dari Arab Saudi telah
menyita banyak perhatian dari masyarakat. Pada tanggal 10 November 2020 para
pendukungkungnya menyambut kedatangan HRS dengan antusiasme yang sangat tinggi.
Selain itu juga menjadi semakin ramai tatkala terdapat baliho-baliho yang terpasang di
berbagai wilayah indonesia. Seperti halnya di kota semarang, Solo, Palembang dan Jakarta.
Terkait hal tersebut, dengan alasan tertentu terjadi pencopotan baliho yang bergambar imam
besar FPI Habib Rizieq Shihab oleh TNI atas perintah Panglima Kodam Jaya Mayjen TNI
Dudung Abdurrachman. Insiden yang sempat viral tersebut terjadi di dekat markas pusat
front pembela Islam (FPI) di kawasan petamburan Jakarta pusat yang terjadi pada hari Jum'at
20 November 2020. kendatipun demikian nyatanya pencopotan baliho dan spanduk juga
terjadi di wilayah luar Jakarta6.

Dalam insiden tersebut sempat mengalami kericuhan lantaran massa yang marah dan tidak
terima terhadap penurunan baliho HRS yang dilakukan oleh TNI. Kericuhan bermula ketika
6
https://jambi.tribunnews.com/2020/11/20/kronologi-panglima-kodam-jaya-perintahkan-pencopotan-baliho-
habib-rizieq-shihab?page=3 diakses pada 25 November 2020
ada beberapa orang yang menghadabg penurunan baliho dan berusaha untuk mengambil
kembali material baliho yang akan dibawa oleh aparat. Meskipun tak terjadi bentrok fisik,
sejumlah petugas polisi dikerahkan untuk meredam kericuhan.

Pangdam Jaya Mayjen TNi Dudung mengatakan bahwasannya ia memerintahkan penurunan


lantaran baliho-baliho tersebut lantaran tidak melalui proses hukum dan aturan yang berlaku,
dimana dalam pemasangan baliho harus mendapat izin, membayar pajak dan berada tempat
yang ditentukan. Dengan alasan tersebut TNI turun tangan mengatasi persoalan tersebut.
Terlebih lagi terkait penurunan baliho, ia menyatakan bahwa Satpol PP juga telah beberapa
kali menurinkan baliho namun setelah itu oleh pendukung HRS dinaikkan kembaliIa.
Pemdam Jaya juga menambahkan bahwasannya akan menindak tegas pihak yang
mengganggu persatuan dan kesatuan7.

3.3 Urgensi Penurunan Baliho FPI Oleh TNI

Dua hari belakangan, publik dihebohkan dengan beredarnya sejumlah video yang
memperlihatkan sekelompok pria berbaju loreng tengah menurunkan baliho bergambar
Rizieq Shihab. Dugaan masyarakat pun datang bahwa yang menurunkannya adalah TNI.

Kemudian pada hari Jumat (20/11/2020), Pangdam Mayjan TNI Dudung


Abdurachman mengakui bahwa ia memerintahkan jajarannya untuk mencopot spanduk dan
baliho pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. Ia menjelaskan alasan mengapa
jajarannya ikut turun tangan mencopot spanduk dan baliho tersebut, karena persoalan
pemasangan baliho yang tanpa izin dan tidak membayar pajak. Selain karena alasan tersebut,
baliho tersebut juga berpotensi untuk memecah bangsa. Adanya ajakan revolusi tidak bisa
dibenarkan.

Tindakan TNI yang dianggap telah melangkahi kewenangan Satpol PP ini memercik
reaksi keras. Tak hanya dari kalangan simpatisan FPI dan Rizieq, namun juga dari kalangan
masyarakat sipil. Mereka menilai TNI sudah mulai melewati batas teritorialnya. Urusan
menurunkan baliho, disebut bukan merupakan ranah TNI yang dasarnya merupakan
pertahanan

Wakil Koordinator I Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(KontraS), Feri Kusuma, mengatakan penurunan spanduk sebenarnya cukup dilakukan oleh

7
https://news.detik.com/detiktv/d-5263136/pencopotan-baliho-habib-rizieq-oleh-tni-di-petamburan-ricuh.
Diakses pada 25 November 2020
Satpol PP saja. Tak ada urgensi tentara ikut turun tangan dalam urusan seperti ini. Ia
menyebut tindakan itu membuat kekacauan dalam proses penegakan hukum.8

kemunculan TNI dalam hal seperti ini justru menegaskan tak adanya penegakkan
hukum yang tegas dari aparat kepolisian, sebagai pemegang otoritas utama. Penegakan
hukum adalah fungsi yang dimiliki oleh polisi.

TNI dianggap beberapa pihak telah melebihi kewenangannya, sebagaimana yang


dijelaskan pada undang – undang no 34 tahun 2004 tentang TNI yang mempunyai
kewenangan sebagai alat pertahanan Negara. Sedangkan pencopotan balliho adalah
kewengan dari Satpol PP atau Polri. Sehingga dalam hal ini TNI dianggap terlalu ikut campur
dalam kehidupan sipil.

3.4 Dampak Penurunan Baliho FPI

Kepulangan habib rizieq Shihab diwarnai dengan dengan peristiwa peristiwa yang menjadi
sorotan masyarakat . salah satu hal yang cukup kontroversial ialah terkait penurunan baliho
Riziq Shihab yang dilakukan oleh TNI. Hal ini pun menimbulkan pro kontra dalam
masyarakat sebagai respon akibat peristiwa tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwasannya hal
tersebut membawa dampak yang cukup berpengaruh bagi Indonesia. Menanggapi hal
tersebut, Rektor Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Musni Umar menyatakan ada lima dampak
yang ditimbulkan akibat pencopotan baliho mam Besar FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) oleh
TNI atas instruksi Pangdam Jaya. Yang pertama ia menyebutkan ada 2 pandangan
masyarakat terkait hal tersebut, di satu sisi ada yang memberi apresiasi kepada TNI, tetapi
lebih banyak lagi yang mengeritik karena bukan tupoksi TNI menurunkan baliho. Kedua,
TNI dianggap melakukan politik praktis dan tidak netral. Yang mana pada dasarnya TNI
harus menjadi kekuatan bangsa dan negara yang netral dan mempersatukan. Hal ini didasari
adanya campur tangan TNI dalam hal politik dan sipil yang bukan merupakan wilayah
kewenangan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Yang ketiga, TNI dianggap
menurunkan marwahnya sebagai kekuatan bangsa dan negara karena telah ikut terlibat
langsung menurunkan baliho Habib Rizieq Shihab. Keempat, adanya pencopotan baliho HRS
oleh TNI dapat menimbulkan semakin terpecah- belah masyarakat karena meningkatkan
polarisasi masyarakat antara yang pro pemerintah dan kontra pemerintah. Dan yang terakhir
munculnya anggapan bahwa TNI memandang HRS dan juga para pendukungnya sebagai

8
Dikutip dari laman focus.tempo.co
musuh politik yang harus dihabisi. Ia juga menambahkan bahwasannya dalam demokrasi,
wajar apabila ada kelompok oposisi yang mengeritik pemerintah9.

Dalam pembahasan lebih lanjut, dari uaraian diatas bisa dilihat bahwasannya terdapat dilema.
Di satu sisi dalam penurunan baliho HRS oleh TNI bisa dikatakan bukan ranah TNI.
Diketahui bahwasannya TNI diberi wewenang terkait bidang militer dan pertahan Indonesia.
Sedangkan jika melihat peristiwa tersebut, maka dalam beberapa anggapan pihak tertentu,
TNI masuk pada ranah politik dan sipil. Hal tersebut menjadi kritik bagi TNI disamping
banyaknya pujian yang diterima. Hal yang menjadi sorotan ialah para personil TNI yang
turun langsung dalam pelepasan baliho. Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Moch Nurhasim, menilai bahwasannya TNI sudah keluar
koridor saat ikut turun tangan menghadapi FPI, yang mana sejak era Reformasi, TNI dibatasi
perannya di ranah sipil10. Hal yang serupa juga hdiutarakan oleh politikus partai Gerindra
Fadli zon, ia memandang bahwasannya baliho-baliho yang terpasang tidak memuat substansi
yang provokatif sehingga tidak bisa dikatakan membahayakan kedaulatan RI, sehingga hal
tersebut bukanlah bagian dari ranah TNI. Ia juga menghimbau bahwasannya TNI harus
kembali kepada tugas pokok dan fungsinya yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak
ikut campur terkait masalah politik praktis11. Namun jika dilihat dari sudut pandang yang lain,
alasan pencopotan baliho oleh TNI ialah untuk membantu pemerintah daerah di DKI Jakarta
dalam menertibkan spanduk dan baliho yang melanggar aturan, hal ini dituturkan Wakil
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Lestari Moerdijat.

Dalam menanggapi permasalahn tersebut, tidak lepas dari stereotype yang terbentuk yang
banyak menyatakan bahwasannya FPI yang berslogan amar ma’ruf nahi munkar adalah
kelompok islam yang dianggap radikal dan anarkis. Sehingga tidak mengherankan
bahwasannya tak sedikit masyarakat yang mengkkhawatirkan hal tersebut terlebih lagi
dengan adanya kepulangan habib rizieq shihab ke tanah air. Ini menjadi problematika Ketika
memandang peristiwa-peristiwa yang mewarnai kepulangan HRS tanpa didasari rasionalitas.
Sehingga dalam menanggapi turunnya TNI dalam pelepasan baliho aka nada banyak factor-
faktor yang ikut memengaruhi pandangan masyarakat.

9
https://www.wartaekonomi.co.id/read315393/wagelaseh-rektor-ini-berani-banget-ada-5-dampak-
pencopotan-baliho-habib-rizieq/0. Diakses pada 25 November 2020
10
Kudus Purnomo. (2020). Pro-Kontra TNI Copot Baliho Rizieq. https://www.alinea.id/infografis/pro-kontra-tni-
copot-baliho-rizieq-b1ZWY9yLI diakses pada 25 November 2020
11
Rika Fatrisa.(2020). https://bekasi.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-12997526/kritik-tni-yang-copot-baliho-
hrs-fadli-zon-isi-balihonya-bagus-kenapa-banyak-yang-kepanasan. Diakses pada 25 Noovember 2020
Pada dasarnya isu terkait agama sering kali menjadi persoalan yang sangat disorot oleh
masyarakat.
BAB IV

Penutup

4.1 Kesimpulan

Negara kesatuan republic Indonesia sesungguhnya mempunyai tantangan yang tak dapat
disamakan dengan setiap Negara di dunia, yakni karena didalam Indonesia tertata
penempatan masyarakat secara pluralis yang, jika disinggung dari segi negative akan
menimbulkan kerentanan dari pengaruh chauvinis lingkup budaya baik dari dalam maupun
luar.

Ancaman tersebut, terlahir kembali, seperti yang sudah-sudah didalam wujud pergerakan
politik identitas baik yang mengarah pada budaya maupun yang sifatnya agamis. FPI disini,
bagaimanapun juga kita melihatnya, merupakan organisasi sipil yang tak pernah luput dari
kontroversi, baik dari pemikiran maupun aktivitasnya.

Di sisi yang lain, TNI yang sejak 1945 sudah berperan sebagai tulang punggung pertahanan
bangsa dari masa ke masa memposisikan dirinya seperti ‘keluar-masuk’
Daftar Pustaka

Anwar, D. F. 2002. Gus Dur Versus Militer: Studi Tentang Hubungan Sipil-Militer di
Era Transisi. Jakarta: PT. Grasindo

Crouch, H. 1999. Militer & Politik di Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.

Yahya, Achmad Nasrudin. 2020. "Urgensinya Apa Sih TNI Terlibat Urusan
Penurunan Spanduk?". https://nasional.kompas.com/read/2020/11/20/21190861/urgensinya-
apa-sih-tni-terlibat-urusan-penurunan-spanduk?page=all. Diakses pada 25 November 2020
pukul 06.33.

Soebijono. 1997. Dwifungsi ABRI Perkembangan dan peranannya dalam Kehidupan


Politik di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai