Anda di halaman 1dari 10

Review Buku : The Indonesian Conflict of Incidents

Oleh Dr. Sholih Mu’adi, SHI.MSi


Review disusun oleh : Ahmad Mikhail Samudra Usman (185120507111021)

Definisi konflik. Komunitas seperti yang disugestikan oleh Dahrendorf )Ritzer & Goodman,
2008) mempunyai dua sisi, yakni konflik dan consensus. Maka dari itu, Dahrendorf
menyinggung bahwa sosiologi harsulah dibagi menjadi menjadi dua pula, yakni teori konflik
dan teori konsensus. Teori konsesnus akan memeriksa integrasi daripada nilai-nilai didalam
masyarakat. Sementara itu, teori konflik haruslah menyaipkan Analisa konflik kepentingan
dan koersi yang menyatukan peradaban dari perseteruan ini.

Didalam perspektif Lensi, (Poloma, 2007) konflik dan konsensus adalah konsekuensi
daripada sifat manusia yang semenena mena egois. Lenski membuktikan ini dengan
memformulasikan empat poin yang berhubungan dengan sifat manusia.

1. Manusia adalah mahluk sosial yang harus hidup dalam sebuah ;ingkungan
kemasyarakatan

2. Lazimnya, manusia meletakan kepentingan elmpok mereka diatas kepentingan orang


atau kelompok lain.

3. Manusia mempunyai selera tak terhingga untuk barang dan jasa yang tersedia di
masyarakat (konsumsi).

4. Para individu, yakni kita sendiri cenderung mewarisi perbedaan pada kemampuan kita
untuk mendapatkan barang dan jasa yang memang langka.

Fokus terpenting pada riset ini, seperti yang tadi disebutkan, adalah konflik agricultural yang
mencakup dua kelompok manusia yakni pada komunitas Dalong dan komunitas Tanah
Dereng. Berhubungan dengan nilai sosilogis konflik, Adam Kuper & Jessica Kuper (2000)
berargumen bahwa para ilmuan sosial selama ini telah mencoba untuk menjelaskan asal
muasal konflik tersebut dan usaha yang digunakan untuk menyikapinya.
Pertama, perspektif daripada karakteristik pihak yang berseteru dalam konflik dapat dilihat
berdasarkan level organisasi dan kohesivitas. Dalam hubungan ini, Coser (Poloma, 2007)
beargumen bahwa konflik sangat instrumental dalam prosesnya untuk membentuk formasi,
organisasi dan kepengurusan sehari-hari struktur sosial.
Konflik dapat mendefinisikan dan menyikapi dan menjaga batas antara dua atau lebih
kelompok identitas dan menjaga itu semua dari pembubaran karena dunia sosial diantaranya.

Kedua, berhubungan dengan kausal daripada konflik. Konflik biasanya terjadi karena tujuan
yang berkontradiksi, dan tujuan daripada hal yang ditujupun juga bervariasi dari perihal
kuasa tanah, pergelutan uang, atau hanya persetruan sederhana yang walaupun begitu,
dianggap berkonsekuensi tinggi bagi pihak yang terlibat.
Konflik yan terjadi akibat perseteruan akibat alas an materialistis dinamakan konflik
konsensual, sementara memperebutkan sesuatu yang dianggap berharga disebut konflik
dissensual.
Hampir semua konflik dapat disebut konflik konsensual. Karena setiap tujuan atau kemauan
orang yangterlibat mempunyai arti berbeda daripada masing-masing pihak, berkisar dari
urusan trivial sampai mempermasalakan kebutuhan dasar manusia.
Tantangan daripada sektor ini adalah, apakah kelompok orang yang terlibat didalam konflik
tinggal dalam sistem sosio-ekonomik yang sama? Komunitas yang terlibat didalam sebuah
konflik yang menjadi target daripada studi ini berasal dari kelompok yang secara sosiologis
merdeka atau independent, yang secara praktisnya berarti tidak ada satu kelompok yang
menguasai dan dikuasai antar satu sama lainya.

Kedua kelompok ini berseteru atas sumber daya yang diklaim mempunyai hak ekslusif
daripadanya. Walaupun riset ini berkaitan dengan konflik, konflik yang dipertanyakan disini
bukanlah konflik antar kelas. Ini dikarenakan antara dua kelompok, seperti komunitas
Dalong dan Tandah Dereng, tidak ada produksi hubungan diantara mereka, seperti yang
diasumsikan oleh Marx.

Marx menyinggung konflik antar kelas dimana satu kelas mengontrol sumber daya dan yang
satunya lagi hanya mempunyai kuasa untuk mengerjakanya (proletariat). Maka dari itu,
pendekatan kelas untuk menganalisa kondlik antara komunitas Dalong dan Tanah Dereng
tidaklah relevan. Konflik dan perubahan sosial juga sekiranya menarik untuk menaikan opini
Moore menurut Turner.
Moore melihat bahwa terdapat tiga fase transisi dari masyarakat agrarian menjadi masyarakat
industri. Ketiga fase tersebut adalah pertama, disaat para pemilik tanah feudal menjadi
kapitalis yang menggantukan petani yang tinggal dan menggarap tanah dengan posisi
‘dipinjamkan’ tanahnya, lalu menjualkan produk mereka yang dimana para buruh ini
menolak untuk meminjamkan barangnya untuk dijual kepasar demi laba.

Kedua, fase berikutnya dimana paa pemilik tanah memasuki pasar kapitalis untuk menjual
produk mereka akan tetapi mereka menahan petani mereka untuk tetap terikat pada lahanya,
dan dengan begitu memaksa mereka untuk meningkatkan produktivitas melalui kontrol
tenansi dan patronase inheren didalam sistem feudal. Dibawah keadaan ini para pemilik
tanah mengintegrasikan diri mereka dengan birokrasi negara untuk mengontril para petani.

Yang ketiga, adalah dimana pemilik tanah mengumpulkan uang sewa dari para petani yang
memproduksi langsung untuk pasar dengan harga banyak yang secara tunai dibayar ke
pemilik tanahnya. Harga yang direduksi dijual dipasar membuat par apetani sadar akan
kondisi mereka yang sifatnya eksploitatif. Kesadaran dan emosi ini bangkit menyebabkan
para petani untuk berevolusi, dengan memobilisasi massa.

Penjelasan Moore tentang transisi dari masyarakat agrarian kedalam masyarkat industry akan
menjadi sangat membantu dalam menjelaskan mengapa konflik antara dua komunitas yang
menjadi target riset ini terjadi pada kisaran tahun 1999-2001?
Mengapa konflik tidak terjadi pada periode sebelumnya? Dalam konteksi ini, fenomena
industrialisasi agrkultur membentuk basis daripada asumsi bahwa konflik terjadi karena
perubahan pada pila agricultural yang tadinya bersifat agraris tradisionalis menjadi
industrialis.

Komunitas virtual heterogeny biasanya mengalami kesulitan untuk menyatukan persepsi


anggotanya. Riset dapat menyediakan buktu ke-heterogenitas komunitas virtual seperti
alumni virtual (yang terdiri dari satu alma mater, tetapi mempunyai banyak etnisitas, kultur
dan unsur religious didalamnya) dll.
Akan tetapi berdasarkan para periset, akan mendapat kesulitan yang signifikan apabila kita
berupaya untuk mendeteksi komunitas virtual yang sangat homogen secara totalitas. Ini
terjadi dikarenakan homogenitas dan heterogenitas seringkali melangkahi satu sama lain.
Didalam konteks sensivitas linguistic, standar homogenitas berada pada Bahasa. Kedua,
sensivitas timing.
Sensivitas ini dimaksud oleh para peneliti sebagai kemampuan seseorang untukmerespon
secara negative kepada waktu beraktivitas dlam komunitas-komunitas virtual. Akibat dari
kurannya klaritas dari aturan standar dalam komunitas virtual berujung pada setiap
anggotanya bebas untuk mengirimi informasi atau berinteraksi kapan saja didalam komunitas
virtual. Tidak terikat dengan waktu untuk melakukan aktivitas didalam komunitas virtual ini
berujung pada sensivitas anggota lainya.
Dengan mendapati sikap seperti ini, tidak jarang akan timbul respon balik yang
menyikapinya dengan peringatan yang pada akhirnya berakhir pada kesalahpahaman dan
konflik antar dua kelompok.

Cyberbullying. Komunitas virtual tidak digunakan semata-mata hanya untuk berkomuikasi


saja, tetapi juga telah digunakan untuk kepentingan yang tidak serius seperti bertukar candaan
antar anggota. Secara umum, media sosial adalah tempat yang seringkali digunakan untuk
menyebarkan virus bullying menurut riset Whittaker dan Robun M. Kowalski (2015).
Menurut Hertz (2008), Cyberbullying adalah bentuk dari bullying yang mengejek satu sama
lain, menyebarkan kebohonngan mengatakan kata” kasar, menyebarkan rumor atau membuat
ancaman berupa komentar agresif yang dicanangkan melalui email, ruang chat, pesan instant,
dan website. Perilaku dalam ruang virtual ini disebut cyberbullying menurut Hertz (2008).

Konflik diantara komunitas virtual seringkali menjadi perang ideologis atau argument
berkepanjangan, sementara konflik dalam ruang nyata dapat berujung pada perang secara
fisik. Lauer (2001) menyebutnya sebagai konflik konstruktif maksudnya konflik yang
fungsional. Konflik ini naik karena perbedaan pendapat dari kelompok yang menjalani
masalahnya dan itupun seringkali berujung pada masalah yang melanda keduanya.
Imbas daripada konflik komunitas virtual,seperti imbasnya konflik secara umum aka nada
dua konsekuensi, yakni dari hal positif dan negatifnya. Akibat negative berdasarkan konflik
dapat terjadi diadalam komunitas virtual termasuk konflik actor yang tidak menyapa satu
sama lain didalam grup onlinya ataupun di ruang nyata. Pelaku ini lazimnya akan berkurang
kepercayaan diri didalam komunitas virtualnya.
Resolusi konflik dengan usaha konsiliasi didalam komunitas virtual dilakukan dengan
mengadakan meeting sungguhan antara pihak yang berseteru dengan asistensi konsiliator,
yang dimana dalam konteks ini bisa berupa senior, admin atau orang yang berpengaruh.
Selain itu, metode resolusi yang menjadi preferensi diantara komunitas virtual adalah dengan
mediasi.

Banyak dari dampak negative yang dirasakan oleh lingkungan diakibatkan oleh managemen
dan penggunaan sumber daya alam dengan tidak pantas, akan mengorbankan lingkungan, dan
sumber daya alamiah yang lainya. Apa yang dikorbankan oleh lingkungan bukanya
bermanfaat bagi komunitas yang ada, akan tetapi malah mengorbankan komunitas
sekelilingnya.
Apabila terjadi hal tersebut, maka ini tidak sejalan denga napa yang tertulis pada Artikel 33
paragraf (3) dari konstituis 1945 Indonesia yang menstipulasikan bahwa tanah, air dan
sumber alam mengandung didalamnya unsur dikontrol oleh negara dan digunakan untuk
kebaikan masyarakat banyak.
Mengetahui itu, manajemen sumber daya alam haruslah berorientasi kearah konservasi
sumber daya alamiah untuk memungkinkan preservasi dan pelaksanaan sustanabilitas
daripada fungsional sumber daya alam, menggunakan pendekatan yang komprehensif dan
terintegrasi.
Sejalan dengan artikel 33 paragraf (4) dari konstitusi 1945 tentang perekonomian nasional
yang terorganisir berdasarkan demokrasi perekonomian denagn prinsip kebersamaan,
efisiensi yang dapat diandalkan, keberlangsungan, pendalaman isu lingkungan, kemerdekaan
dan dengan mempertahankan stabilitas progress dan kesatuan perekonomian nasional.
Teori Marx atas konflik sosial. Konflik disini menekankan sikap pluraslistik daripada
masyarakat dan ketidakadilandari distribusi kekuasaan yang terjadi antara grup yang ada
sekian banyak, karena kekuatan berada di tangan kelompok elit, kelompok ini juga
mempunyai kekuasaan untuk menciptakan regulasi, terutama pada hukum yang dapat
menjaga kepentingan mereka.
Konflik dimotivasi dengan karakteristik berbeda tetapi sama-sama memperlihatkan apa yang
individu-individu bawa pada setiap interaksinya.perbedaan ini termasuk;

a. Kecerdasan

b. Pengetahuan
c. Kebiasaan

d. Kepercayaan dll.

Karl Marx mengedepankan pandanganya tentang kehidupan sosial (Poloma, Margaret,


Sosiologi Kontemporer, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010), 258) yakni :

1. Masyarakat merupakan arena dimana didalamnya terjadi sekian banyak bentuk


konfllik.

2. Negara dilihat sebagai pihak yang secara aktif terlibat didalam konflik dengan
menempatkan diri disisi kekuasaan dominan

3. Koersi dalam bentuk hukum dilihat sebagai factor utama dalam mempertahankan
institusi sosial, seperti property probadi, perbudakan, dan kapital yang menciptakan
ketidakadilan dari hak dan kesempatan.

4. Negara dan hukum dilihat sebagai alat opersi yang digunakan oleh kelompok apapun
yang berkuasa untuk mendapat keuntungan bagi mereka sendiri.

5. Kelas yang dianggap sebagai kelompok sosial yang memounyai keinginan masing-
masing, yang terkonfliksi dengan satu sama lain, sehingga konflik tidak dapat
terhindar lagi.

Alasan terjadinya konflik menurut Marx adalah dikarenakan sejarah kehidupan orang-orang
ditentukan dengan materi atau suatu bentuk alat produksi, dan ini berarti usaha produksi
berguna untuk mendominasi kehidupan manusia. Alat produksi adalah semua hal yang
diproduksi yang akan memproduksi komoditas dan komditas ini diperlukan komunitas secara
sukarela.
Bagi Marx, fakta terpenting adalah materi ekonomi karena konflik ini dapat terjadi disaat
factor perekonomian digunakan sebagai kontrol daripada alat produksi. Berdasarkan alat
produksi, Marx membagi perkembangan masyarakat kedalam lima tahapan (George Ritzer
dan Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory, (Jakarta : Kencana, 2003) 185),
yakni :

1. Tahap I : Masyarakat Primitif Agrikultural I. didalam masyarakat agricultural, alat


produksinya adalah lahan. Didalam struktur masyarakat seperti ini opresi akan terjadi
antara antara para pemilik tanah alat poduksi dengan para penggarap tanah.

2. Tahap II : Masyarakat Budak. Didalam tatanan masyarakat ini, budak menjadi


mendapat porsi besar dalam peranya sebagai alat produksi, sementara para budak
sendiri tidak mempunyai alat usaha produksi. Opresi kerap terjadi antara budak dan
tuanya.

3. Tahap III : Didalam masyarakat feudal, dimana status ditentukan oleh kepemilikan
lahan.

4. Tahap IV : Masyarakat Burjois (Bourgeois. Produksi alat sebagai indsustri. Konflik


terjadi antara para burjois dengan kelas proletariat.

5. Tahap V : Masyarakat Komunis. Didalamnya, proletariat akan menang. Berdasarkan


Mitchell, et al (2000) (Mitchell, Bruce, B. Setiawan, Dwita H. Rahmi 2000).
Recource and Envirombental Management. Dan Hendricks (2004)

Bekerja di pertambangan merupakan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia, hal yang sama
dapat diaplikasikan dengan masyarakat di distrik Selatan Tengah Timor (TTS) dari provinsi
NTT (Nusa Tenggara Timur), dimana sejak lamanya mereka telah bekerja pada sektor
agrikultur. Arti dari agrikultur adalah untuk bercocok tanam dan mengambil hasil dari apa
yang ditanam tersebut.

Akan tetapi, berhubungan dengan penemuan bahwa daerah tersebut (pulau Timor) kaya akan
mangan setelah Afrika selatan, banyak investor asing berbondong-bondong dating dan
berinvestasi di sektor mangan. Hasilnya, banuak orang local disitu beralih profesi untuk
menjadi penambang manga, atau berpenghasilan sampingan sebagai kolektor manga.
Ekspoitasi manga oleh PT SMR telah dihentikan diawal tahun 2014, akan tetapi pada
Agustus 2014 perusahaan itu Kembali melanjutkan aktivitas penambangan. Eksploitasi ini
telah dilakukan diluar area perjanjian bersama atara pemerintah dan pemilik lahan dan maka
dari itu, komunitas yang memiliki hak lahan menanggap PT. SMR telah mengambil lahan
yang tidak merupakan lokaso penambangan karena berada diluar daerah konsesi. Hal itu
menyebabkan protes dari komunitas atas [resensi PT.SMR yang menuntut agar usaha
penambanganya ditutup.

Dewasa ini, terbentuk populasi yang signifikan daripada masyarakat Indonesia yang
semuanya ini tergabung dalam fakta bahwa mereka telah mengalami apa yang Namanya
konflik kekerasan. Isu kekerasan tersebut telah membawa dirinya kedalam headline karena
dianggap sebagai topik hangat dewasa ini.

Konflik yang memakan banyak korban ini telah menancapkan presensinya pada media massa
maupun media elektronik. Konflik ini seakan jauh dari kondisi surut. Hal ini sedikit
berkontradiksi jika mengingat warga Indonesia sebanarnya lebih akrab dengan gambaran
orang ramah yang menerima sesamanya tapi dalam hal ini tidak tercerminkan oleh beberapa
contoh yang terjadi sayangnya.

Jika menilik sejarah, sesungguhnya relatif dapat mudah kita temukan fakta bahwa hamper
semua jenis konflikpernah terjadi di Indonesia. Konflik agama dan suku sekiranya telah
mendominasi wajah media dan perbincangan misalnya, semenjak era reformasi 98. Konflik
ini sekiranya berdampak serius yang berakibat pada berkurangnya ketentraman dan
kenyamana daripada pluratitasa bangsa.

Adapun beberapa konflik susku dan agama besara yang pernah terjadi di Indonesia antara
lain (1999-2001) :

1. Bentrok (yang berujung perang saudara) antara suku Dayak dengan imigran Madura
di Sambas, Kalimantan Barat pada 1999.

2. Suku Dayak yang melawan imigran Madura di Kalimantan Tengah pada 2001

3. Penganut agama Kristen di Timor yang berhimpun untuk melawan BBM (Butan,
Bugis, di Makassar) yang terjadi di wilayah Kota Kupang pada 1999 yang dimana
akar daripada konflik tersebut adalah akibat komplikasi yan ditimbulkan oleh konflik
agama.
4. Umat Kristen Ambon melawan BBM di Ambon pada tahun1999 pula, yang dimana
juga berakhir dengan konflik agama.

5. Konflik antar berbagai etnis di maluku utara pada awal milenia, tahun 2000. Berakhir
dengan konflik agama.

Sementara itu, dari sisi pemerintah, dipercaya bahwa mereka mempunyai peran yang integral
dalam memadamkan kerusuhan ras seperti yang terjadi di Surakarta misalnya. Disana,
Pemerintah melalui perwakilan pemerintah kota Surakarta sendiri sampai pemerintah
gubernur jawa tengah telah berkontribusi dengan menyediakan sikap tegas dan membantu
untuk menenangkan warga yang ketakutan dan cemas akan konfisi kota Surakarta dan
sekitarnya yang telah hancur akibat kerusuhan ras di tahun 1980 dan 1998.

Satu contoh pada tahun 1980 misalnya, waktu itu Walikota Sukatmo, SH, melalui usahanya
menjangkau rakyat local menghimbau kepada masyarakatnya untuk tidak secara mudah dapat
terprovokasi dengan isu yang mungkin tidak benar. Beliau juga mengatakan otoritas akan
melakukan usaha melawan mereka yang secara jelas sudah ditentukan sebagai bersalah dan
yang telah memprakarsai dan me-mastermind kan kerusuhan/insiden di tahun 1980.

Baik gubernur Jawa tengah maupun Walikota Surakarta, sama-sama menyerukan kesudahan
dan mengutuk perbuatan semena-mena para agitator kerusuhan yang tidak bertanggungjawab.
Gubernur Sowandi mengatakan bahwa kerusuhan telah melumpuhkan nadi perekonomian
dan menyiksa rakyat kota-kota.

Karena itu, partainya mengundang semua masyarakat untuk menangani imbasan yang timbul
dari kerusuhan bersama-sama. Mereka menginginkan apparat untuk bersikap tegas terhadap
para pelaku dan oknum katanya.

Dari apa yang penulis telah paparkan, sesungguhnya didapat dari usaha untuk mengambil
intisari dari buku ini yang diparalelkan dengan usaha untuk me-review buku berjudul “ The
Indonesian Conflict of Incidents” oleh Dr. Sholih Mu’adi SHi. M.Si.

Sesungguhnya konten daripada buku ini sangat konkrit dan cukup jelas bagi konsumsi
kalangan luas. Terlebih lagi, penggunaan kata Bahasa Inggrisnya atau tepatnya, pemilihan
kosa kata dalam Bahasa Inggris penulis kira cukup sederhana tanpa mengurangi
komprehensivitasnya sehingga tetap dapat dinikmati orang yang berkemampuan Bahasa
Inggris terbatas.

Indonesia sendiri merupakan salah satu wilayah yang mempunyai sejarah Panjang akan
konflik antar bangsa atau kelompok yang tidak selalu masih eksis hingga kini. Kemampuan
buku ini dalam mengkondensasi informasi-informasi yang menurut penulis integral dalam
pembahasan yang terkait sekiranya patut diacungi jempol karena data-data yang dipilih telah
dipilah sedemikan rupa sepertinya sehingga terjaga relevansinya dan intisari yang itu semua
diambil dari sejarah konflik Indonesia yang Panjang akan drama, ketidak adilan dan
kesengsaraan lainya.

Anda mungkin juga menyukai