Anda di halaman 1dari 9

AL-QUR’AN KITA (STUDI ILMU, SEJARAH, DAN TAFSIR KALAMULLAH).

Nama: Zahrotufarhana Shofia.

NIM: 126301202106.

Kelas: IAT 2-C.

Identitas Buku:

 Pengarang: Tim Forum Karya Ilmiah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren)
Purna Siswa 2011 MHM Lirboyo Kota Kediri.
 Penerbit: LIRBOYO PRESS bekerja sama dengan TURATS Purna Siswa 2011
Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo Kediri.
 Tahun Terbit dan Cetakan: Oktober 2013, cetakan III.
 Tebal buku: 291 halaman.
 Harga buku: Rp. 50.000

Biografi Penulis

Buku ini ditulis oleh siswa kelas III Madrasah Aliyah Hidayatul Mubtadi-ien
tahun ajaran 2010-2011 Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri. Buku ini disusun sebagai
sebuah kewajiban akademik, yakni pembuatan karya tulis kelompok bagi siswa-siswa
yang akan mengakhiri masa belajarnya. Melalui buku ini, para penulis ingin menyelami
lebih dalam mengenai keindahan dan keagungan al-Qur’an.

Sinopsis Buku

Buku Al-Qur’an Kita ini berisi pembahasan dasar tentang konsep-konsep studi al-
Qur’an yang ringkas dan mudah difahami. Penulis mampu memberikan penjelasan
dengan baik dengan dalam jumlah halaman yang tidak terlalu banyak. Buku ini terdidi
dari beberapa bab diantaranya:

1. Bab 1: Ulum al-Qura’n.


2. Bab 2: Al-Qur’an.
3. Bab 3: Sekilas Sejarah Teks al-Qur’an.
4. Bab 4: Al-Qur’an :Antara Kitab Mukjizat dan Kitab Hidayah.
5. Bab 5: Al-Qur’an dan Orientalis.
6. Bab 6: Asbab al-Nuzul.
7. Bab 7: Makki-Madani.
8. Bab 8: Nasikh-Mansukh.
9. Bab 9: Tafsir, Takwil, Terjemah dan Ihwal Mufassir.
10. Bab 10: Sejarah Tafsir dan Pengembangannya.
11. Bab 11: Ragam Tafsir al-Qur’an.
12. Bab 12: Isra’iliyyat.

Isi Resensi

Dalam bab 1 yakni yang membahas Ulum al-Qur’an, penulis menjelaskan bahwa
Ulum al-Qur’an berasal dari dua kata yang diagbungkan yakni kata ‘ulum dan al-Qur’an.
Dalam bahasa Arab ‘ulum adalah bentuk plural dari kata al-‘ilm yang artinya pengetahuan,
paham atau yakin.Dari sisni dapat difahami bahwa ‘Ulum al-Qur’an adalah suatu ilmu
yang membahas tentang ilmu-ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan al-Qur’an.
Sebenarnya ‘Ulum al-Qur’an bukan displin ilmu yang berdiri sendiri. Pembahasan
seputar ‘Ulum al-Qur’an terpecah pada kitab yang berbeda-beda, belum terkumpul atau
terbukukan menjadi satu kesatuan. Benih ‘Ulum al-Qur’an mulai mucul saat masih
bersama Rasulullah. Namun karena para sahabat merasa sudah mampu untuk memahami
al-Qur’an yang berbahasa Arab dan juga kuat memori hafalannya, mereka belum merasa
perlu untuk menulis semua yang berkaitan dengan al-Qur’an. Kemudian saat Bani
Umayyah berkuasa, kebijakan pembukuan dan penulisan berbagai macam ilmu
pengetahuan juga berkembang pesat, dan hal ini semakin meramba luas ke se ua bidang
ilmu, termasuk penulisan ‘Ulum al-Qur’an. Perkembangan selanjutnya, beberapa ulama
mulai mulai mengumpulkan semua ilmu-ilmu tentang al-Qur’an dalam satu buku. Hal ini
terinpirasi dari ‘Ulum al-Hadits yang telah terkumpul menjadi satu buah buku. Beberapa
kitab tentang ‘Ulum al-Qr’an yang terkenal diantaranya adalah Funun al-Afnan fi ‘Ulum
al-Qur’an karya Ibn Jauzi (w. 597), al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an karya Jalal al-Din al-
Bulqini (w. 824 H), dan al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an karya Jalal al-Din al-Suyuthi (w.
911), dan lain-lain.

Pada bab kedua terdapat pembahasan seputar al-Qur’an, Jika difikir-fikir mengapa
al-Qur’an itu turun dalam bahasa Arab jika al-Qur’an ditujukan sebagai petunjuk semua
manusia. Padahal semua manusia berasal dari suku bangsa yang berbeda-beda, bahkan
ada yang tidak dapa memahami bahasa Arab. Dari sinilah pentingnya terjemah dan tafsir
al-Qur’an dalam mensukseskan keuniversalan al-Qur’an dan Islam agar mudah difahami.
Situasi dan kondisi bangsa Arab pra-Islam pada waktu itu adalah bangsa Arab yang
tinggal di Jazirah Arab, yakni sebuah daerah yang yang terletak di Asia bagian barat dan
dikelilingi oleh tiga lautan yaitu Samudra Hindia di bagian Selatan, Laut Amman dan
Teluk Arab di bagian Timur dan Laut Merah di bagian Barat. Karena hal ini pula wilayah
ini disebut dengan jazirah (pulau). Makkah yang berada di wilayah Hijaz memilki tanah
yang tandus, curah hujan yang rendah dan tidak ada sungai yang melintas. Kondisi yang
seperti ini tidak meungkinan penduduk Makkah untuk bercocok tanam, namun setiap
tahunnya kota Makkah selalu ramai dengan keberadaan Ka’bah yang setiap tahunnya
selalu didatangi orang Jahiliyah untuk menunaikan ibadah haji. Pada waktu Jazirah Arab
berada di tengah-tengah antara dua imperium besar, yakni Romawi di bagian Utara dan
Persia di bagian Timur. Namun meskipun begini, hanya Yaman yang memilki daya Tarik
dalam perebutan kekuasaaan dan juga penjajahan karena di Jazirah Arab hanya Yaman
yang tanahnya subur. Karena tanahnya tidak subur, kebanyakan penduduk Makkah
memilih untuk berniaga. Bagi yang menggantungkan roda ekonomi pada perniagaan,
mereka akan bepergina ke daerah Yaman pada musim dingin dan ke Syam saat musim
panas. Selain berniaga penduduk Makkah juga mengandalkan pendapatan dari musim
haji dan menjamu pedagang yang singgah.

Pada bab 3 terdapat pembahasan tentang sekilas sejarah tekas al-Quran. Dalam
bab ini terdapat sebuah pernyataan mengenai “ummi”. Ummi bermakna orang yang tidak
dapat membaca dan menulis. Menurut Jawwad ‘Ali, bangsa Arab pra Islam diberi julukan
ummi bukan karena tidak bisa baca tulis, namun karena mereka musyrik dan menyembah
berhala serta tidak memiliki kitab suci. Dan Nabi Muhammad diberi julukan ummi karena
berasal dari bangsa Arab tetapi tidak memilki kitab suci. Dan pendapat bahwa ummi
diartikan sebagai tidak bisa membaca dan menulis baru dimulai setelah agama Islam
muncul. Ke-ummi an Nabi Muhammad merupakan suatu mukjizat, karena seseorang
yang awalnya tidak tahu seputar baca tulis mampu memahami pesan-pesan Tuhan yang
sangat indah.
Masyarakat Arab pra Islam memang sudah akrab dengan dunia baca tulis,
meskipun masih minoritas. Daerah-daerah seperti Makkah, Madinah, Thaif, dan daerah
lain yang menjadi pusat peradaban termasuk kedalam kategori daerah yang sadar akan
pentingnya baca tulis. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya budaya baca tulis yang
berupa syair. Seorang penyair akan mulai menulis syair yang dia bat, lalu ketika telah
selesai ia akan mebukukannya dan mengoreksinya setelah itu baru akan dipublikasikan
agar semua orang mengetahui karyanya. Salah satu riwayat juga menyebutkan bahwa di
dalam suatu perkampungan terdapat para pengajar yang mengajarkan baca tulis kepada
anak-anak, yang diajarkan ada yang menggunakan bahasa Arab dan ada yang Persia.
Sedangkan untuk siapa yang pertama kali menciptakan tulisan Arab dan siapa yang
pertama kali mengajarkan dunia baca tulis kepada bangsa Arab juga masih ditutupi potret
buram yang belum dapat dipastikan. Dari sini sudah tampak bahwa masyarakat jahiliyyah
sudah akrab dengan dunia baca tulis. Penulisan al-Qur’an dimulai saat Rasulullah
mendaptkan wahyu, beliau langsung memanggil sahabat untuk menulisnya, demi
menjaga keotentikannya bahkan Rasulullah sampai melarang sahabat menulis selain al-
Qur’an. Menurut al-‘Asqalani larangan ini hanya berlaku ketika masa turunnya wahyu,
karena khawatir al-Qur’an akan bercampur dengan yang lainnya.

Terdapat penjelasan tentang Alquran antara kitab mukjizat dan kitab Hidayah.
Alquran sebagai kitab mukjizat hakikatnya nya menurut Sebagian ulama adalah
menetapkan kelemahan orang-orang Arab dan lainnya untuk membuat dan
menandingi Alquran baik seluruhnya ataupun sebagian sehingga kebenaran Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam dalam pengakuannya terhadap risalah
kenabian menjadi jelas dan tantangan tersebut tidak mampu dijawab oleh orang-orang
kafir yang pada masa itu terkenal dengan kemampuan ilmu sastra yang tinggi dan
kefasihan dalam berbicara. dan hal ini akan terus berlanjut sampai hari kiamat dan ini
berlaku untuk semua umat manusia yang masih ingin menandingi al-quran. Alquran
sebagai kitab Hidayah pengertiannya adalah bangsa Arab sebelum Alquran diturunkan
merupakan sekelompok masyarakat yang memiliki tata kehidupan yang amburadul
dan sangat kacau ini lah Kenapa mereka disebut dengan kaum jahiliyah karena mereka
sangat minus di dalam moral dan juga akhlak namun setelah Alquran turun kehidupan
bangsa Arab berevolusi menjadi kehidupan yang beradab dan berkebudayaan melalui
Hidayah dan petunjuk Alquran
Pada bab 5 terdapat pembahasan mengenai Alquran dan orientalis Awalnya
mereka sekedar menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa mereka dan membuat Tafsir
Alquran ala mereka. Orientalis yang dimaksud disini adalah yang ada di Barat dan
juga Eropa yang hampir berbarengan dengan kajian-kajian orientalis lainnya. Para
orientalis di dunia Barat dan Eropa secara garis besar melontarkan berbagai macam
tuduhan-tuduhan yang menyudutkan Islam khususnya Alquran karena mereka
beranggapan bahwa Alquran adalah pegangan utama dalam umat Islam dan mereka
berusaha mencari kesalahan-kesalahan dan sesuatu yang tidak benar dari dalam
Alquran. Mereka beranggapan bahwa Al-Quran adalah sebuah produk manusia yang
dibuat oleh Nabi Muhammad dengan cara menyalin dan mendaur ulang dari kitab-
kitab sebelumnya yakni Perjanjian Lama dan Injil. Padahal mereka sebenarnya salah
besar karena mereka menggunakan metode yang salah dan latar belakang mereka yang
kental dengan aroma fanatisme agama selain Islam. Hal ini mereka lakukan dengan
tujuan memunculkan Islamphpobia di berbagai tempat, khususnya Barat -Eropa.

Pada bab 6 terdapat penjelasan mengenai Asbabun Nuzul. Secara garis besar
pengertian asbabun nuzul menurut para ulama adalah suatu kejadian atau peristiwa
yang menjadi sebab turunnya suatu ayat atau beberapa ayat yang bercerita tentang
peristiwa tersebut atau sebagai penjelasan terhadap hukum dari peristiwa yang terjadi
saat itu. Dilihat dari ada dan tidaknya penyebab turunnya ayat itu terbagi menjadi dua
bagian:

1. Ayat-ayat Alquran yang tidak memiliki asbabun nuzul adalah ayat-ayat yang
berhubungan dengan tauhid dan keimanan kepada Allah dan hari akhir surga
dan neraka cerita tentang umat-umat terdahulu beserta para nabinya.
2. Ayat-ayat yang diturunkan setelah ada sebuah kejadian atau pertanyaan.
Bagian inilah yang menjadi fokus pembahasan dalam masalah Asbabun Nuzul.

Pada bab 7 terdapat pembahasan mengenai Makkiyah dan Madaniyah.


Terdapat tiga teori mengenai penjelasan Makkiyah dan Madaniyah:

1. Teori waktu: yakni Makkiyah adalah ayat atau surat yang turun sebelum Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam hijrah ke Madinah baik itu turun di
Mekkah ataupun di tempat lain. Sedangkan Madaniyah adalah ayat atau surat
yang turun setelah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam hijrah ke
Madinah meskipun turun di Mekah atau di daerah lainnya.
2. Teori tempat: setiap ayat yang turun di Makkah adalah golongan Makkiyah
baik sebelum atau sesudah hijrah. Dan ayat atau surat yang turun di Madinah
termasuk ke dalam golongan ayat-ayat dan surat-surat Madaniyah.

Pada bab 8 terdapat penjelasan mengenai nasikh dan mansukh. Ditinjau dari
segi bahasa nasikh memiliki makna “menghilangkan” dan “memindah”. Naskh
memiliki beberapa pembagian, diantaranya:

1. Naskh Al-Quran dengan Al-Quran: Ini dapat dilakukan karena adanya


kesetaraan dalam pengetahuan tentang Alquran dan kewajiban
mengamalkannya.
2. Naskh Al Sunnah atau hadits dengan Al-Quran: Hal ini dapat dilakukan
karena bahwa baik Al-Quran dan as-Sunnah keduanya merupakan wahyu dari
Allah subhanahu wa ta'ala yang membedakan keduanya adalah Al-Quran
dibaca sedangkan al-Sunnah tidak.
3. Naskh Al-Quran dengan as-Sunnah: hal ini diperbolehkan dengan dengan
memilah antara as- Sunnah Mutawatir atau hadis yang diriwayatkan oleh orang
banyak pada tiap tingkatannya dan al-Sunnah Al Ahad atau hadis yang
diriwayatkan oleh 1 orang.
4. Naskh al-Sunnah dengan al-Sunnah, terbagi menjdai 4: Naskh al-Sunnah al-
Mutawatirah dengan al-Sunnah al-Mutawatirah, naskh al-Sunnah al-Ahad
dengan al-Sunnah al-Abad, naskh al-Sunnah al-Ahad dengan al-Sunnah al-
Mutawatirah, naskh al-Sunnah al-Mutawatirah dengan al-Sunnah al-Abad.

Pada bab ini juga dijelaskan secara singkat cara mengetahui naskh dan
perjalanan diskursus naskh.

Pada bab 9 terdapat penjelasan mengenai tafsir, takwil, terjemah dan ihwal
mufassir. Menurut para ahli secara garis besar diartikan dengan suatu ilmu yang
digunakan untuk mengkaji Alquran secara komprehensif. Sedangkan menurut atas
sebuah perkataan dan menjelaskan maknanya baik itu sesuai dengan makna dari
perkataan tersebut maupun tidak, para ulama klasik menganggap sama antara Tafsir
dan takwil. Tapi menurut ulama modern takwil adalah upaya pengarahan lafadz dari
maknanya yang kuat ke makna lafadz yang lemah berdasarkan dalil yang ada dari sini
kita dapat mengambil kesimpulan bahwa menurut ulama modern Tafsir dan takwil itu
berbeda.

Terjemah memiliki dua pengertian yang pertama memindah kalimat atau


perkataan dari satu bahasa ke bahasa lain tanpa menjelaskan makna asli dari bahasa
yang dipindah. Pengertian yang kedua terjemah memindah kalimat dan menjelaskan
maknanya ke bahasa lain.

Sedangkan faktor eksternal yang harus dimiliki seorang mufassir adalah


dengan memiliki pengetahuan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menafsirkan
Alquran, diantaranya adalah:

1. Ilmu bahasa Arab.


2. Ilmu tentang ragam bacaan Al-Quran.
3. Ilmu aqidah.
4. Ilmu ushul Fiqih.
5. Ilmu tentang kronologi turunnya ayat atau Asbabun Nuzul.
6. Ilmu Nasikh Mansukh.
7. Ilmu Hadis.
8. Ilmu mauhibah atau ilmu yang diberikan Allah kepada orang-orang yang
mengamalkan ilmunya.

Pada bab 10 terdapat sejarah Tafsir dan perkembangannya. penulis


menguraikan tafsir pada masa sahabat nabi beserta para sahabat kemudian ada tafsir
pada masa sahabat atau pasca wafatnya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
Wasallam, kemudian ada tafsir pada masa tabiin, Tafsir periode kodifikasi dan tafsir
periode kelam keilmuan Islam periode modern. Model tafsir pada zaman Rasulullah
adalah beliau hanya menjelaskan hal-hal Yang masih sabar dan global menjelaskan
sesuatu yang masih umum dan menjelaskan lafadz dan hal-hal yang berkaitan
dengannya. Secara teknis penafsiran yang dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam selalu berdasarkan pada sebuah Ilham dari Allah subhanahu wa
ta'ala dan terkadang menafsirkannya dengan ayat Alquran yang lain bahkan juga
berdasarkan ijtihad beliau sendiri akan tetapi semua itu tetap kembali pada petunjuk
dari Allah subhanahu wa ta'ala. sedangkan bagi sahabat selain mereka izin akan
tidak yang ijtihad mereka Shallallahu Alaihi Wasallam untuk menanyakan pada
beliau dan juga tidak menemukan ayat Alquran yang bisa menafsiri nya.

Para sahabat dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran akan lebih dulu mencarinya
di dalam Alquran itu sendiri. jika jika di dalam tidak ditemukan ayat yang ayat-ayat
maka para sahabat akan beralih ke sunnah atau hadis-hadis Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi Wasallam. jika di dalam ayat Alquran dan hadis tidak ada
penafsirannya maka para sahabat akan melakukan ijtihad sendiri. Selain itu para para
sahabat juga bertanya pada orang mengenai ayat-ayat yang berkaitan dengan Taurat
ataupun Injil. Rujukan para sahabat terhadap hanya untuk mengambil nasehat dan
pelajaran yang ada di dalam ayat itu saja tidak lebih.

Pada masa tabiin adalah mufassir yang belajar tafsir kepada sahabat dengan
periwayatan periwayatan tafsir yang mereka warisi dari para pendahulunya. Tafsir
pada era kodifikasi masih menggunakan metode riwayat dari hadis Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi Wasallam sahabat maupun tabiin dan ulama-ulama setelahnya
lengkap dengan sanadnya.

Sedangkan tafsir periode kelam keilmuan Islam kebanyakan hanya meringkas


mengomentari dan mengulang dari warisan-warisan yang hampir punah Hal ini
dikarenakan pada pertengahan abad ke-7 Hijriyah atau 13 masehi terjadi penyerbuan
besar-besaran tentara Mongol ke wilayah Islam seperti Samarkand, Bukhara,
Khawarizm dan Baghdad. Tafsir pada masa modern mulai berubah arah dan metode
tafsir kemudian berlanjut ke arah kajian-kajian tematik dari segala sisi Alquran dan
ilmu ilmu nya.

Pada bab berikutnya terdapat pembahasan mengenai ragam tafsir al-Quran yang
meliputi metode dan sumber tafsir. Untuk metode tafsir meliputi tahlili, ijmali,
muqarran, dan maudhu’i. Sedangkan untuk sumber tafsirnya terdapat tafsir riwayat,
tafsir nalar-ijtihad, dan tafsir intuisi. Tafsir al Qur’an juga memiliki beberapa corak
diantaranya corak sufi, hukum atau fiqh, filsafat, sains, sosial kemasyarakatan, dan
sastra.

Pada penjelasan terakhir terdapat pembahasan mengenai Israiliyyat. Israiliyyat


mulai mewarnai dunia tafsir semenjak masa sahabat, Israiliyyat yang masuk ke dalam
kebudayaan Arab tidak hanya terdapat pada tafsir saja namun juga terdapat pada
beberapa bidang ilmu yang lain.

Kelebihan

Secara garis besar buku ini memiliki kelebihan dibagian isi yang ringkas.
Karena kebanyakan buku-buku yang membahas tentang ulumul Qur;an dasar itu
memilki jumlah halaman yang lumayan banyak. Namun di buku ini penulis berhasil
menyajikan dasar-dasar ulumul Qur’an dengan singkat dan padat.

Kekurangan

Sampul buku ini memilki warna yang cenderung gelap sehingga jika dilihat
akan kurang menarik perhatian. Selain itu kata-kata yang digunakan masih terlalu
ilmiah, ada juga yang merupakan adaptasi dati Bahasa Asing yang belum tentu mampu
difahami oleh semua pembaca. Karena jumlah halaman yang sedikit, isi dari buku ini
kurang luas dan kurang terperinci karena hanya menyajikan gambaran secara garis
besar saja.

Anda mungkin juga menyukai