Anda di halaman 1dari 5

Perkembangan Teologi Islam

Dalam sejarah perkembangan pemikiran islam, tercatat munculnya beberapa golongan yang
bercorak rasional, yakni memberi peran besar dan keistimewaan bagi akal. khsususnya tentang
kemunculan aliran al-mu’tazilah, golongan ini dipercaya menjadi salah satu pemicu kemajuan
peradaban ummat islam hingga mencapai puncak kejayaannya.

perkembangan pemikiran teologi dalam islam dapat dibagi dalam 5 periode, yakni periode rasulullah
saw., khulafa al-rasyidin, bani umayyah, bani ‘abbas, dan periode sesudah bani ‘abbas.

pada masa rasulullah saw. pemikiran teologi dalam islam merupakan pemikiran yang murni karena
mendasarkan hanya pada rasulullah saw. pada periode ini tidak ada perselisihan pendapat dalam dasar-
dasar ataupun kaidah-kaidah teologis.

pada masa khulafa al-rasyidin sebelum khalifah ‘utsman ibn ‘affan juga belum terjadi perbedaan
pendapat dalam teologi islam, hal ini disebabkan oleh praktek teologi islam langsung didasarkan pada
alqur’an dan hadis tanpa pentakwilan atas nash- nashnya. pada masa khalifah ‘utsman terjadi perpecahan
politik dalam tubuh umat islam, sehingga berdampak pada penafsiran alqur’an dan hadis menurut selera
masing- masing golongan, bahkan sebagian melakukan pemalsuan terhadap hadis untuk mendukung
keberadaan dan kebenaran kelompok tertentu.

pada masa bani umayah perluasan wilayah islam membawa konsekwensi penyerapan tradisi-tradisi
non islam dalam budaya dan peradaban islam. berbagai aliran yang muncul pada masa akhir khulafa al-
rasyidin semakin memuncak. pada masa ini segolongan umat islam telah berbeda pendapat tentang qadar
danisti ţâ‘ah. aliran-aliran yang muncul dalam periode ini antara lain:

1. qadariyah. ma’bad al-juhaniy (‫)ىنهجالدبعم‬, ghailân al-dimasyqiy, dan al-ja‘ad ibn dirhamdikenal
sebagai tokoh awal dari aliran qadariyah. salah satu pemikiran mereka yang sangat kontroversial
pada masa itu adalah bahwa alqur’an adalah makhluk1 serta kehidupan manusia dibentuk oleh
manusia itu sendiri dan terlepas dari ketentuan tuhan. aliran qadariyah ini mendapat tantangan
keras dari para sahabat nabi saw, seperti ‘abdullah ibn ‘umar, anas ibn malik, ibn ‘abbas dan abu
hurairah. para sahabat ini menganjurkan umat islam untuk menjauhkan diri dari golongan
qadariyah, tidak memberi salam kepada mereka
Pertumbuhan teologi islam

pada periode ini telah terjadi pembalikan sejarah antara islam dan barat. islam yang di era
klasik bisa mencapai kejayaan ilmu pengetahuan dan teologi berkat dialognya dengan dunia
barat, maka di era pertengahan ini islam justru mengalami era kegelapan (the darkness age).
setelah timur berhasil dihancur leburkan oleh kengiskhan dan hulaghu khan, maka hampir semua
literatur –literatur islam di bawa oleh para pem\njajah tersebut ke barat sementara sebagian yang
lain telah mereka bakar.

pada periode pertengahan juga di bagi dua. periode pertengahan i (1250-1500) adalah fase
kemunduran. pada fase ini bubut-bibit pepecahan dan disintegrasi antara umat islam mengalami
eskalasi. konflik antara sunni dan syai’ah semakin menajam. di sisi lain secara geofrafis dunia
islam hancur berkeping-keping mnejadi pecahan-pecahan kecil akibat kuatnya disintegrasi.
secara umum teritori islam terbagi dua yaitu bagian arab yang terdiri dari arabia, suria, iraq,
palestina, mesir dan afrika utara dengan mesir sebagai pusatnya. ke dua yaitu bagian persia yang
terdiri dari atas balkan, asia kecil, persia dan asia tengah dengan iran sebagai pusat.

fase ii adalah fase tiga kerajaan besar (1500-1800) yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-
1700) dan zaman kemunduran (1700-1800). tiga kerajaan besar itu adalah kerajaan turki utsmani
(ottoman empire) yang berpusat di turki, kerajaan safawi di persia dan kerajaan mughal di india.
di masa kemajuan ini masing-masing kerajaan mempunyai keunggulan masing-masing
khsususnya di bidang literatur dan seni arsitektur. namun, bila dibandingkan dengan kemajuan di
era klasik, kemajuan di era ini sumgguh jauh. karena pada era pertengahan ini perhatian umat
islam terhadap ilmu pengetahuan masih merosost tajam alais masih sangat rendah.

dalam sejarah pertumbuhan teologi islam di katakana bahwa ciri ciri teologi yang mengalami
pertumbuhan pada saat itu memiliki ciri ciri seperti di bawah ini:

kedudukan akal rendah

ketidakbebasan dalam kemauan dan perbuatan

kebebasan berpikir yang diikat oleh banyak dogma

ketidakpercayaan kepada sunnatullah dan kausalitas

terikat pada arti literal al-qur’an dan hadits

statis dalam sikap dan berpikir


Sejarah timbulnya teologi islam

pada zaman rasulullah, teologi sebagai ilmu belum dikenal orang, teologi masih dalam kontek
ajaran sekalipun para ulama sependapat bahwa teologi adalah dasar utama dan pertama dalam
ajaran islam. karena keimanan pada zaman nabi ditanamkan oleh beliau melalui sikap dan
tingkah laku bertauhid yang benar dan bila muncul suatu masalah dapat ditanyakan langsung
kepada nabi sendiri. sehingga

pertumbuhan pemikiran teologi islam pada masa rasulullah saw belum timbul yang pada masa
itu beliau sebagai nabi yang senantiasa dibimbing oleh wahyu allah swt, sehingga semua
persoalan/ masalah yang ada dapat terselesaikan secara tuntas

munculnya aliran-aliran teologi islam tidak terlepas dari fitnah-fitnah yang beredar setelah
wafatnya rasulullah saw, dimana setelah rasulullah saw wafat peran sebagai kepala negara
digantikan oleh para sahabat-sahabatnya, yang disebut khulafaur rasyidin yakni abu bakar, umar
bin khatab, utsman bin affan, dan ali bin abi thalib. namun, ketika pada masa utsman bin affan
mulai timbul adanya perpecahan antara umat islam yang disebabkan oleh banyaknya fitnah yang
timbul pada masa itu. sejarah mencatat, akibat dari banyaknya fitnah yang timbulkan pada masa
itu menyebabkan perpecahan pada umat islam, dari masalah politik sampai pada masalah
teologis.

setelah usman wafat, ali sebagai calon terkuat menjadi khalifah keempat. tetapi segera ia
mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi khalifah, terutama talhah dan
zubeir dari mekkah yang mendapat sokongan dari aisyah. tantangan ini dapat dipatahkan ali
dalam pertempuran yang terjadi di irak tahun 656 m. talhah dan zubeir mati terbunuh dan aisyah
dikirim kembali ke mekkah.

tantangan kedua datang dari mu’awiyah, gubernur damaskus dan keluarga dekat usman. ia
menuntut ali supaya menghukum pembunuh- pembunuh usman, bahkan ia menuduh bahwa ali
turut campur dalam soal pembunuhan itu. dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan
ini di siffin (irak), yang terkenal dengan perang siffin pada 1 shafar 37 h. tentara ali dapat
memdesak tentara mu’awiyah, tetapi tangan kanan mu’awiyah yaitu amr ibn ash yang terkenal
sebagai orang yang licik minta berdamai dengan mengangkatkan al-quran ke atas. imam-imam
yang ada dipihak ali mendesak ali supaya menerima tawaran itu dan dengan demikian dicarilah
perdamaian dengan mengadakan rapat umum/hakam (arbitrase) pada bulan januari 659 m di
adhruh, tentara ali mendesak tentara mu’awiya sehingga yang tersebut akhir ini bersiap-siap
untuk lari. dalam pertemuan mereka, kelicikan amr mengalahkan perasaan takwa abu musa.

sejarah mengatakan bahwa keduanya terdapat pemufakatan untuk menjatuhkan kedua pemuka
yang bertentangan, ali dan mu’awiyah.tradisi menyebutkan bahwa abu musa terlebih dahulu
mengumumkan kepada orang ramai putusan menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan itu.
berlainan dengan apa yang telah disetujui, amr mengumumkan hanya menyutujui penjatuhan ali
yang telah di umumkan abu musa, tetapi menolak penjatuhan mu’awiyah. peritiwa ini merugikan
bagi ali dan menguntungkan bagi mu’awiyah. khalifah yang sebenarnya adalah ali, sedangkan
mu’awiyah kedudukannya tak lebih dari gubernur daerah yang tak mau tunduk kepada ali
sebagai khalifah.

dengan adanya arbitase ini kedudukannya telah naik menjadi khalifah yang tidak resmi. sikap
ali yang menerima dan mengadakan arbitase ini, sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak
disetujui oleh sebagian tentaranya. mereka berpendapat bahwa hal serupa itu tidak dapat
diputuskan oleh arbitase manusia.

putusan hanya datang dari allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam al-
quran.la hukma illa lillah (tidak ada hukum selain hukum dari allah) atau la hakama illa allah
(tidak ada pengantar selain dari hukum allah), menjadi semboyan mereka. mereka memandang
ali telah berbuat salah , oleh karena itu mereka meninggalkan barisannya. golongan mereka
inilah dalam sejarah islam terkenal dengan nama al-khawarij, yaitu orang yang keluar dan
memisahkan diri. karena memandang ali bersalah dan berbuat dosa, mereka melawan ali. ali
sekarang menghadapi dua musuh, yaitu mu’awiyah dan khawarij.karena selalu mendapat
serangan dari kedua pihak ini ali terlebih dahulu memusatkan usahanya untuk menghancurkan
khawarij.

setelah khawarij kalah ali terlalu lelah untuk meneruskan pertempuran dengan mu’awiyah.
mu’awiyah tetap berkuasa di damaskus dan setelah ali wafat ia dengan mudah dapat memperoleh
pengakuan sebagai khalifah umat islam pada tahun 661 m.

persoalan-persoalan politik yang terjadi ini akhirnya menimbulkan persoalan teologi. timbullah
persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. khawarij menganggap ali, mu’awiyah,
amr ibn al-‘as, abu musa al- asy’ari dan lain-lain yang telah menerima arbitase adalah kafir.
karena keempat seperti dijelaskan pada pembahasan terdahulu bahwa dalam islam persoalan
yang pertama-tama timbul adalah dalam bidang politik dan bukan dalam bidang teologi, tetapi
persoalan politik ini segera meningkat menjadi persoalan teologi. persoalan orang berbuat dosa
mempunyai pengaruh besar dalam pertumbuhan teologi islam. persoalan ini menimbulkan aliran-
aliran pertama aliran khawarij yang mengatakan bahwa orang berdosa besar adalah kafir, dalam
arti keluar dari islam atau tegasnya murtad dan oleh karena itu wajib dibunuh.

khawarij berpendapat, tahkim adalah penyelesaian masalah yang tidak didasarkan kepada al
qur’an, tapi ditentukan oleh manusia sendiri, dan orang yang tidak memutuskan hukum dengan
al qur’an adalah kafir. dengan demikian orang yang melakukan tahkim dan menerimanya adalah
kafir. argumen mereka sebenarnya sangat sederhana, ali, mu’awiyah dan pendukung-pendukung
mereka semuanya kafir karena mereka murtakib al kabirah atau “ pendosa besar ”.

kemudian muncul aliran baru yang dikenal dengan namamurji’ah. menurut pendapat aliran ini,
muslim yang berbuat dosa besar tidak kafir, ia tetap mukmin. masalah dosa besar yang
dilakukannya terserah allah, diampuni atau tidak. belakangan lahir aliran baru
lagi,mu’tazilahyang berpendapat muslim yang berdosa besar tidak mukmin dan tidak pula kafir,
tapi menempati posisi di antara keduanya (al manzilah bain al manzilatain). masuknya filsafat
yunani dan pemikiran rasional ke dunia islam pada abad kedua hijriah membawa pengaruh besar
terhadap perkembangan pemikiran teologis di kalangan umat islam. mu’tazilah mengembangkan
pemikirannya secara rasional dengan menempatkan akal di tempat yang tinggi sehingga banyak
produk pemikirannya tidak sejalan dengan pendapat kaum tradisional.

perkembangan pemikiran teologi dalam islam dapat dibagi dalam 5 periode, yakni periode
rasulullah saw., khulafa al-rasyidin, bani umayyah, bani ‘abbas, dan periode sesudah bani ‘abbas.

Anda mungkin juga menyukai