Anda di halaman 1dari 3

LATAR BELAKANG PENERAPAN SYARI’AT ISLAM

Aqidah Islam, Kapitalis dan Sosialis


Aqidah secara istilah adalah pemikiran menyuluruh tentang manusia, alam
semesta dan kehidupan, tentang sebelum kehidupan dan sesudahnya dan hubungan
ketiganya (alam semesta, manusia dan kehidupan) dengan alam sebelum dan sesudahnya,
dan aqidah ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan mendasar yang ada pada diri
manusia (Uqdatul Qubro). Aqidah yang ada dan dianut oleh manusia di dunia ini terbagi
menjadi tiga yaitu Aqidah Islam, Aqidah Kapitalis dan Aqidah Sosialis.
Aqidah Islam adalah Aqidah yang memandang Allah SWT adalah Pencipta bagi
segala sesuatu, oleh karena itu aturan hidup dibuat atas kekuasaan Allah yang
disampaikan oleh Rasul-Nya, Muhammad saw kepada manusia. Untuk itu tolok ukur
perbuatan seorang muslim adalah halal dan haram, yaitu perintah-perintah Allah yang
harus dilaksanakan, dan larangan-larangan Allah yang harus ditinggalkannya.Prinsip ini
tidak akan mengalami perkembangan maupun perubahan. Tidak juga mengambil manfaat
sebagai tolak ukur, sebab Allah-lah yang telah menggariskan syari’at semata bagi
manusia.
Aqidah Kapitalis adalah aqidah yang mengharuskan adanya pemisahan agama
dari kehidupan (sekulerisasi). Aqidah ini mengakui adanya pencipta yang menciptakan
manusia dan alam semesta, dengan kata lain pada hakekatnya aqidah ini mengakui
keberadaan agama namun terbatas pada masalah-masalah ritual. Agama tidak boleh
berperan dalam masalah kehidupan manusia seperti masalah sosial. Akibatnya lahirlah
kehidupan ideologi sekuler yang memisahkan agama dengan negara. Peraturan-peraturan
hidupnya dibuat berdasarkan kehendak manusia karena manusia berhak sepenuhnya
untuk mengurusi urusan dunia.
Adapun aqidah Sosialis memandang bahwa segala sesuatu berasal dari materi,
sehingga peraturan-peraturan yang dibuatnya bergantung pada evolusi materi. Dalam
pandangannya materi ini bersifat azali (tak berawal dan tak berakhir), qodim (terdahulu)
dan tidak sesuatu pun yang mengadakannya, dengan kata lain materi itu bersifat wajibul
wujud (wajib adanya). Oleh karena itu, penganut ideologi mengingkari kalau alam ini
diciptakan oleh Dzat yang Maha Pencipta. Mereka mengingkari aspek keruhanian dalam
segala sesuatu, dan beranggapan bahwa pengakuan terhadap aspek ruhani merupakan
sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan. Agama dianggap sebagai candu yang meracuni
masyarakat dan menghambat aktivitas.

Pelaksanaan Syari’at Islam Sebagai Konsekuensi Aqidah Islam


Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa Islam adalah agama yang diturunkan
Allah kepada junjungan Nabi Muhammad saw, dimana ketika seseorang mengaku dirinya
seorang muslim maka ia meyakini bahwa segala sesuatu adalah makhluk Allah, yang
harus senantiasa mengikuti perintah dan menjauhi larangan-Nya. Hal ini karena apabila
dengan tinjauan yang mendalam tentang alam, manusia dan hidup serta apa-apa yang
berada di sekitarnya yang berkaitan dengannya, maka manusia akan dapat membuktikan
kekurangan, kelemahan dan ketergantungan dirinya.
Manusia dalam kehidupannya memerlukan suatu sistem yang mengatur naluri dan
kebutuhan jasmaninya. Tentu saja aturan itu tidak mungkin berasal dari manusia karena
ia lemah dan tidak mampu mengetahui segala sesuatu, juga karena pemahaman manusia
terhadap tata aturan sangat mungkin sekali terjadi perbedaan, perselisihan dan
pertentangan yang pada akhirnya membawa akibat kesengsaraan bagi manusia.
Kita sering menjumpai manusia melakukan perbuatan-perbuatan buruk yang
mereka sangka sebagai perbuatan terpuji, atua sebaliknya mereka meninggalkan
perbuatan-perbutan yang baik, karena menyangkanya sebagai perbuatan tercela.
Demikian pula ketika mereka berusaha membuat aturan dalam hidupnya, dimana mereka
menyangka apa yang dibuatnya berupa aturan merupakan sesitau yang baik, padahal apa
yang dikatakan sebagian manusia itu baik, belum tentu baik menurut sebagian yang lain.
Atau bisa saja suatu perkara dianggap terpuji pada suatu keadaan, tapi tercela pada
keadaan lain, karena akal manusia kadangkala memuji suatu perbuatan dimasa sekarang,
tapi esok hari dicelanya, belum lagi perbedaan pandangan karena tempat yang berbeda
(daerah satu dengan daerah lainnya, negeri satu dengan negeri lainnya), Maka tepatlah
firman Allah :
"….. Boleh jadi kamu membenci sesutau, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui". (QS. Al Baqarah: 216).
Sehingga sesuatu yang wajar apabila urusan pembuatan aturan bagi manusia diserahkan
kepada manusia akan menimbulkan kekacauan dan ketidakpastian, sesuai dengan sifat-
sifat yang dimiliki oleh manusia yaitu lemah, tergantung kepada yang lain dan terbatas
kemampuannya.
Oleh karena itu, peraturan tersebut haruslah berasal dari Allah SWT, karena
Dialah yang Maha Mengetahui hakekat manusia. Maka manusia harus menyesuaikan
seluruh amal perbuatannya dengan peraturan yang bersumber dari Allah SWT sebagai
konsekuensi aqidah Islam yang diyakini dan difahaminya, sehingga kepahaman seorang
muslim tentang posisi dirinya sebagai hamba, akan terlihat dari ketundukan dia kepada
seluruh aturan yang datang dari kholiqnya.

Anda mungkin juga menyukai