Anda di halaman 1dari 16

BAB XIV

MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP)

Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan Bab ini, peserta pelatihan diharapkan mampu

menerapkan Model Praktik Keperawatan Profesional.

Tujuan Instruksional Khusus

 Peserta pelatihan dapat menjelaskan konsep MPKP

 Peserta pelatihan dapat menjelaskan pelaksanaan MPKP

 Peserta pelatihan dapat mendemostrasikan rancangan MPKP

A. Pengertian

Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu sistem

(struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat

profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan,

yang dapat menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).

B. Tujuan dari MPKP

1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan

2. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan

keperawatan oleh tim keperawatan

3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan

4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan

5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan

bagi setiap tim keperawatan

C. Karakteristik MPKP

1
1. Penetapan jumlah tenaga keperawatan. Penetapan jumlah tenaga

keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat

ketergantungan klien

2. Penetapan jenis tenaga keperawatan. Pada suatu ruang rawat MPKP,

terdapat beberapa jenis tenaga yang memberikan asuhan keperawatan

yaitu Clinical Care Manager (CCM), Perawat Primer (PP), dan Perawat

Asosiet (PA). Selain jenis tenaga tersebut terdapat juga seorang kepala

ruang rawat yang bertanggung jawab terhadap manajemen pelayanan

keperawatan di ruang rawat tersebut. Peran dan fungsi masing-masing

tenaga sesuai dengan kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang

jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan

3. Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra). Standar renpra

perlu ditetapkan, karena berdasarkan hasil obsevasi, penulisan renpra

sangat menyita waktu karena fenomena keperawatan mencakup 14

kebutuhan dasar manusia (Potter & Perry, 1997

4. Penggunaan metode modifikasi keperwatan primer. Pada MPKP digunakan

metode modifikasi keperawatn primer, sehingga terdapat satu orang

perawat profesional yang disebut perawat primer yang bertanggung jawab

dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan.

Disamping itu, terdapat Clinical Care Manager (CCM) yang mengarahkan

dan membimbing PP dalam memberikan asuhan keperawatan. CCM

diharapkan akan menjadi peran ners spesialis pada masa yang akan

datang

D. Komponen dari MPKP

Berdasarkan MPKP ysng sudah dikembangkan diberbagai rumah sakit Hoffart

dan Woods menyimpulkan bahwa MPKP terdiri dari lima komponen, yaitu:

1. Nilai-nilai professional

2
Nilai-nilai profesional menjadi komponen utama pada suatu praktik

keperawatan profesional. Nilai-nilai profesional ini merupakan inti dari

MPKP. Nilai-nilai seperti penghargaan atas otonomi klien, menghargai

klien, dan melakukan yang terbaik untuk klien harus tetap ditingkatkan

dalam suatu proses keperawatan

2. Pendekatan manajemen

Dalam melakukan asuhan keperawatan adalah untuk memenuhi

kebutuhan dasar manusia, yang bilamana ingin memenuhi kebutuhan

daperawat harus melakukan pendekatan penyelesaian masalah, sehingga

dapat diidentifikasi masalah klien, dan nantinya dapat diterapkan terapi

keperawatan yang tepat untuk masalah klientersebut seora

Dalam perkembangan keperawatan menuju layanan yang

profesional, digunakan beberapa metode pemberian asuhan keperawatan,

misalnya metode kasus, fungsional, tim, dan keperawatan primer, serta

manajemen kasus. Dalam praktik keperawatan profesional, metode yang

paling memungkinkan pemberian asuhan keperawatan profesional adalah

metode yang menggunakan keperawatan primer

3. Hubungan professional

Pemberian asuhan kesehatan kepada klien diberikan oleh beberapa

anggota tim kesehatan. Namun, fokus pemberian asuhan kesehatan

adalah klien. Karena banyaknya anggota tim kesehatan yang terlibat,

maka dari itu perlu kesepakatan tentang cara melakukan hubungan

kolaborasi tersebut

4. Sistem kompensasi dan penghargaan

Pada suatu layanan profesional, seorang profesional mempunyai hak atas

kompensasi dan penghargaan. Pada suatu profesi, kompensasi yang

didapat merupakan imbalan dan kewajiban profesi yang terlebih dahulu

dipenuhi. Kompensasi dan penghargaan yang diberikan pada MPKP dapat

3
disepakati di setiap institusi dengan mengacu pada kesepakatan bahwa

layanan keperawatan adalah pelayanan professional

5. Metode pemberian asuhan keperawatan

Metode penugasan keperawatan berkembang seiring dengan

perkembangan ilmu dan teknologi keperawatan:

E. Metode Kasus

Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang pertama

kali digunakan. Sampai perang dunia II metode tersebut merupakan metode

pemberian asuhan keperawatan yang paling banyak digunakan. Pada metode

ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang

klien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh

satu perawat bergantung pada kemampuan perawat tersebut dan

kompleksnya kebutuhan klien.

Setelah perang dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari

berbagai jenis program meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah

sakit. Agar pemanfaatan tenaga yang bervariasi tersebut dapat maksimal

dan juga tuntutan peran yang diharapkan dari perawat sesuai dengan

perkembangan ilmu kedokteran, kemudian dikembangkan metode fungsional.

F. Metode fungsional

Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan

ditekankan pada penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat diberi

satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua klien di satu

ruangan. Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat

dalam satu ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya

kepada kepala ruangan dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab

dalam pembuatan laporan klien. Metode fungsional mungkin efisien dalam

menyelesaikan tugas-tugas apabila jumlah perawat sedikit, tetapi klien tidak

mendapatkan kepuasan asuhan yang diterimanya.

4
Metode ini kurang efektif karena:

1. Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang

menekankan pada pemenuhan kebutuhan holistik) :

2. Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan

keperawatan terfragmentasi

3. Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu

perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali

mungkin kepala ruang

4. Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap

pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali klien tidak

mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan

5. Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan

perawat

6. Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional beberapa

perawat pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan keefektifan

metode tersebut dalam memberikan asuhan keperawatan profesional

kemudian pada tahun 1950 metode tim digunakan untuk menjawab hal

tersebut.

G. Metode tim

Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan,

yaitu seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga

keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien

melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1992). Metode tim

didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai

kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan

sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi.

Pelaksanaan Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu

menggunakan berbagai teknik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat

5
membuat keputusan tentang prioritas perencanaan, supervisi, dan evaluasi

asuhan keperawatan.

Tanggung jawab ketua tim adalah metode tim :

1. Mengkaji setiap klien dan menetapkan re

2. Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis

3. Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok

dan memberikan bimbingan melalui konferensi

4. Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta

mendokumentasikannya

5. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin.

Komunikasi yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama

melalui renpra tertulis yang merupakan pedoman pelaksanaan asuhan,

supervisi, dan evaluasi

6. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim

7. Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan

berhasil baik apabila didukung oleh kepala ruang untuk itu kepala ruang

diharapkan telah:

8. Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf

9. Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan

10. Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan kepemimp

11. Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim kepera

12. Menjadi narasumber bagi ketua tim

13. Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset kep

14. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka

Hasil penelitian Lambertson dalam Douglas (1992) menunjukkan bahwa

metode tim jika dilakukan dengan benar adalah metode pemberian asuhan

yang tepat untuk meningkatkan kemanfaatan tenaga keperawatan yang

bervariasi kemampuannya. (Sitorus, 2006 Kekurangan metode ini,

6
kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal sehingga pakar

mengembangkan metode keperawatan primer.

H. Metode Keperawatan Primer

Metode perawatan Prime Menurrut Gillies (1989) “Keperawatan primer

merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan, dimana terdapat

hubungan yang dekat dan berkesinambungan antara klien dan seorang

perawat tertentu yang bertanggungjawab dalam perencanaan, pemberian,

dan koordinasi asuha keperawatan klien, selama klien dirawat.”

Pada Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu

akuntabilitas, otonomi, otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu

kontinuitas, komunikasi, kolaborasi, koordinasi, dan komitmen. Pada metode

keperawatan primer perawat yang bertanggung jawab terhadap pemberian

asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse) disingkat

dengan PP.

Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien dan bertanggungjawab

selama 24 jam selama klien tersebut dirawat dirumah sakit atau di suatu

unit. Perawat akan melakukan wawancara mengkaji secara komprehensif, dan

merencanakan asuhan keperawatan. Perawat yang peling mengetahui

keadaaan klien. Jika PP tidak sedang bertugas, kelanjutan asuhan akan di

delegasikan kepada perawat lain (associated nurse). PP bertanggungjawab

terhadap asuhan keperawatan klien dan menginformasikan keadaan klien

kepada kepala ruangan, dokter, dan staff keperawatan.

Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan

asuhan keperawatan, tetapi juga mempunyai kewengangan untuk melakukan

rujukan kepada pekerja sosial, kontrak dengan lembaga sosial di

masyarakat, membuat jadwal perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah

dan lain lain. Dengan diberikannya kewenangan, dituntut akuntabilitas

perawat yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Metode

7
keperawatan primer memberikan beberapa keuntungan terhadap klien,

perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989). 20

Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih dihargai

sebagai manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan

keperawatan yang bermutu tinggi dan tercapainya layanan yang efektif

terhadap pengobatan, dukungan proteksi, informasi, dan advokasi. Metode

itu dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena:

 Hanya ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan

koordinasi asuhan keperawatan

 Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien

 PP bertanggung jawab selama 24 jam

 Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal

 Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan parallel

Keuntungan yang dirasakan oleh PP adalah memungkinkan bagi PP untuk

pengembangan diri melalui implementasi ilmu pengetahuan. Hal ini

dimungkinkan karena adanya otonomi dalam membuat keputusan tentang

asuhan keperawatan klien. Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan

metode ini karena senantiasa mendapat informasi tentang kondisi klien yang

mutakhir dan komprehensif.

Informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar

mengetahui keadaan klien. Keuntungan yang diperoleh oleh rumah sakit

adalah rumah sakit tidak harus memperkerjakan terlalu banyak tenaga

keperawatan, tetapi harus merupakan perawat yang bermutu tinggi.

Huber (1996) menjelaskan bahwa pada keperawatan primer dengan

asuhan berfoukus pada kebutuhan klien, terdapat otonomi perawat dan

kesinambungan asuhan yang tinggi. Hasil penelitian Gardner (1991) dan Lee

(1993) dalam Huber (1996) mengatakan bahwa mutu asuhan keperawatan

lebih tinggi dengan keperawatan primer daripada dengan metode tim.

8
Dalam menetapkan seseorang menjadi PP perlu berhati-hati karena

memerlukan beberapa kriteria, yaitu perawat yang menunjukkan kemampuan

asertif, perawat yang mandiri, kemampuan menmgambil keputusan yang

tepat, menguasai keperawatan klini, akuntabel, bertanggung jawab serta

mampu berkolaborasi dengan baik dengan berbagai disiplinDi negara maju

pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai PP adalah seorang spesialis

perawat klinis (clinical nurse specialist) dengan kualifikasi master

keperawatan. Menurut Ellis dan Hartley (1995), Kozier et al (1997) seorang

PP bertanggung jawab untuk membuat keputusan yang terkait dengan

asuhan keperawatan klien oleh karena itu kualifikasi kemampuan PP minimal

adalah sarjana keperawatan/Ners.

I. Differentiated practice

National League for Nursing (NLN) dalam kozier et al (1995)

menjelaskan bahwa differentiated practice adalah suatu pendekatan yang

bertujuan menjamin mutu asuhan melalui pemanfaatan sumber-sumber

keperawatan yang tepat. Terdapat dua model yaitu model kompetensi dan

model pendidikan. Pada model kompetensi, perawat terdaftar (registered

nurse) diberi tugas berdasarkan tanggung jawab dan struktur peran yang

sesuai dengan kemampuannya. Pada model pendidikan, penetapan tugas

keperawatan didasarkan pada tingkat pendidikan. Bedasarkan pendidikan,

perawat akan ditetapkan apa yang menjadi tn ggung jawab setiap perawat

dan bagaimana hubungan antar tenaga tersebut diatur

J. Manajemen Kasus

Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan

secara multi disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi

berbagai anggota tim kesehatan dan sumber-sumber yang ada sehingga

dapat dicapai hasil akhir asuhan kesehatan yang optimal. ANA dalam

Marquis dan Hutson (2000) mengatakan bahwa manajemen kasus merupakan

proses pemberian asuhan kesehatan yang bertujuan mengurangi fragmentasi,

9
meningkatkan kualitas hidup, dan efisiensi pembiayaan. Focus pertama

manajemen kasus adalah integrasi, koordinasi dan advokasi klien, keluarga

serta masyarakat yang memerlukan pelayanan yang ektensif. Metode

manajemen kasus meliputi beberapa elemen utama yaitu, pendekatan

berfokus pada klien, koordinasi asuhan dan pelayanan antar institusi,

berorientasi pada hasil, efisiensi sumber dan kolaborasi

K. Langkah-langkah dalam pengembangan MPKP

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang harus

dilakukan,

a. Pembentukan Tim

 Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang digunakan

sebagai tempat proses belajar bagi mahasiswa keperawatan,

sebaiknya kelompok kerja ini melibatkan staf dari institusi yang

berkaitan. Sehingga kegiatan ini merupakan kegiatan kolaborasi

antara pelayanan/rumah saklit dan institusi pendidikan. Tim ini bisa

terdiri dari seorang koordinator departemen, seorang penyelia, dan

kepala ruang rawat serta tenaga dari institusi pendidikan.

b. Rancangan Penilaian Mutu

 Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan klien/keluarga

kepatuhan perawat terhadap standar yang diniali dari dokumentasi

keperawatan, lama hari rawat dan angka infeksi noksomial. (Sitorus,

c. Presentasi MPKP

 Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil penilaian

mutu asuhan kepada pimpinan rumah sakit, departemen,staf

keperawtan, dan staf lain yang terlibat. Pada presentasi ini juga,

sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat implementasi MPKP akan

dilaksanakan.

d. Penempatan Tempat Implementasi MPKP

10
 Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan tempat

implementasi MPKP, antara lain mayoritas tenaga perawat merupakan

staf baru di ruang tersebut. Hal ini diperlukan sehingga dari awal

tenaga perawat tersebut akan mendapat pembinaan tentang

kerangka kerja MPKP. Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang

rawat tersebut terdiri dari 1 swasta dan 1 ruang rawat yang nantinya

akan dikembangkan sebagai pusat pelatihan bagi perawat dari ruang

rawat lain

e. Penetapan Tenaga Keperawatan

 Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat

ditetapkan dari klasifikasi klien berdasarkan derajat ketergantungan.

Untuk menetapkan jumlah tenaga keperawtan di suatu ruangrawat

didahului dengan menghitung jumlah klien berdasarkan derajat

ketergantungan dalam waktu tertentu, minimal selama 7 hari

berturut-turut

f. Penetapan Jenis Tenaga

 Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan

adalah metode modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian,

dalam suatu ruang rawat terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi

Kepala ruang rawat. Clinical care manager. Perawat primer, Perawat

asosiet

g. Pengembangan Standar rencana asuhan Keperawatan

Pengembangan standar renpra bertujuan untuk mengurangi waktu

perawat menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih banyak dilakukan

untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan klien. Adanya standar

renpra menunjukan asuhan keperawtan yang diberikan berdasarkan

konsep dan teori keperwatan yang kukuh, yang merupakan salah satu

karakteristik pelayanan professional. Format standar renpra yang

digunakan biasanya terdiri dari bagian-bagian tindakan keperawatan:

11
diagnose keperawatan dan data penunjang, tujuan, tindakan keperawatan

dan kolom keterangan.

h. Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan

Selain standar renpra, format dokumentasi keperawatan lain yang

diperlukan adalah (Sitorus, 2006)

 Format pengkajian awal keperawatan

 Format implementasi tindakan keperawatan

 Format catatan perkembangan

 Resume perawatan dll

i. Identifikasi Fasilitas

 Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama dengan

fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun fasilitas

tambahan yang di perlukan adalah Badge atau kartu nama tim dan

Papan MPKP.

L. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini:

 Pelatihan tentang MPKP

Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di ruang

yang sudah ditentukan

 Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan

konferensi

Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari.

Konferensi dilakukan setelah melaukan operan dinas, sore atau malam

sesuai dengan jadwal dinas PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat

tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar. 3. Memberi

bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde dengan

porawat asosiet (PA).

12
 Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan setiap

hari. Ronde ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga sarana

bagi PP untuk memperoleh tambahan data tentang kondisi klien. (Sitorus,

2006)

 Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar renpra

Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam melaksanakan asuhan

keperawatan. Semua masalah dan tindakan yang direncenakan mengacu

pada standar tersebut. (Sitorus, 2006).

 Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan

klien/keluarga

Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan kesepakatan antara

perawat dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan keperawatan.

Kontrak ini diperlukan agar hubungan saling percaya antara perawat dan

klien dapat terbina. Kontrak diawali dengan pemberian orientasibagi klien

dan keluarganya

 Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus dalam

tim

PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien

yang dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih mempelajari

kasus yang ditanganinya secara mendalam.

 Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan implementasi MPKP

dilakukan melalui supervisi secara berkala.

Agar terdapat kesinambungan bimbingan, diperlukan buku komunikasi

CCM. Buku ini menjadi sangat diperlukan karena CCM terdiri dari

beberapa orang yaitu anggota tim/panitia yang diatur gilirannya untuk

memberikan bimbingan kepada PP dan PA. Bila sudah ada CCM tertentu

untuk setiap ruangan, buku komunikasi CCM tidak diperlukan lagi. (Sitorus,

2006

 Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi keperawatan.

13
 Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab perawat kepada

klien. Oleh karena itu, pengisisan dokumentasi secara tepat menjadi

penting Manager (CCM

E. Tahap Evaluasi m

Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen evaluasi

MPKP oleh CCM. Evaluasi proses dilakukan oleh CCM dua kali dalam

seminggu. Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini masalah-

masalah yang ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik atau

bimbingan. Evluasi hasil (outcome) dapat dilakukan dengan memberikan

instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk setiap klien pulang,

mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai berdasarkan

dokumentas penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang

rawat, penilaian rata-rata lama hari rawat

F. Tahap Lanjut

MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem) pemberian asuhan

keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang lebih

optimal, perlu disertai dengan implementasi substansi keilmuan keperawatan.

Pada ruang MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan karena sudah

ada sistem yang tepat untuk menerapkannya (Sitorus, 2006).

MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat ini, PP

pemula diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai

kemampuan sebagai SKp/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan

tersebut berperan sebagai PP (bukan PP pemula).

MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada MPKP tingkat I, PP

adalah SKp/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan keperawatan

berdasarkan ilmu dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang

Ners sepeialis yang akan berperan sebagai CCM. Oleh karena itu,

kemampuan perawat SKp/ Ners ditingkatkan menjadi ners spesialis

14
MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada tingkat ini perawat

denga kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor

keperawatan. Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian

keperawatan eksperimen yang dapat meningkatkan asuhan keperwatan

sekaligus mengembangkan ilmu keperawatan.

Tingkatan MPKP Menurut Sudarsono (2000), berdasarkan pengalaman

mengembangkan model PKP dan masukan dari berbagai pihak perlu

dipikirkan untuk mengembangkan suatu model PKP yang disebut Model

Praktek Keperawatan Profesional Pemula (PKPP). Ada beberapa jenis model

PKP yaitu:

 Model Praktek Keperawatan Profesional III Melalui pengembangan model

PKP III dapat berikan asuhan keperawatan profesional tingkat III. Pada

ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam

keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing

para perawat melakukan riset sera memanfaatkan hasil-hasil riset dalam

memberikan asuhan keperawatan.

 Model Praktek Keperawatan Profesional II Pada model ini akan mampu

memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada ketenagaan

terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang

spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk

memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat

primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan

memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.

Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat

primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan

memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.

Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat

primer

15
 Model Praktek Keperawatan Profesional I. Pada model ini perawat mampu

memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I dan untuk itu

diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan,

metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan pada model ini

adalah kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim

primer.

 Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula Model Praktek

Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap awal untuk

menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan

profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama

yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan

dan dokumentasi asuhan keperawatan

16

Anda mungkin juga menyukai