Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

APENDIKSITIS

Diajukan
Untuk syarat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal I
Bedah yang dihampu oleh :
Tri Sunaryo, S.kep., M.Kep

Disusun Oleh :
NAMA : YESI ISDIATI
NIM : P27220019138
KELAS : 2AD4

PRODI D-IV KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2020
A. Pengertian Penyakit
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007). Apendiks adalah
ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm melekat pada saecum
tepat dibawah katup illeosaecal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri
secara teratur kedalam saecum, Karena pengosongannya tidak efektif dan
lumennya kecil appendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan
terhadap infeksi. Kondisi ketika usus buntu meradang dan penuh nanah,
menimbulkan nyeri. Usus buntu adalah sebuah kantong pada usus besar yang
manfaatnya tak diketahui.Radang usus buntu diawali dengan nyeri di dekat pusar,
kemudian menjalar ke sisi kanan. Kondisi ini sering disertai mual, muntah, nafsu
makan rendah, demam, dan menggigil.Apendisitis (radang usus buntu) biasanya
dirawat dengan operasi dan antibiotik. Jika tidak diobati, usus buntu bisa pecah
dan menyebabkan abses atau infeksi sistemik (sepsis).

Appendicitis, penyebab paling umum adalah inflamasi akut pada kuadran


bawah kanan dari rongga abdomen, kira-kira 7% dari populasi akan mengalami
apencitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka. Apendisitis
mengakibatkan nyeri akut. Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari tiga bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

B. Pathway
Infeksi akibat Bakteri, Virus, Jamur, Fases yang membatu, pola hidup,
benda asing

Apendiksitis

Inflamasi

Edema

(Berisi Pus)

Infeksi

Bakteri Flora Apendik Obs. usus


Usus Meningkat
(bawah kanan rongga
abdomen) Abses Sekunder
Konstipas
i
Rangsang syaraf reseptor Diafragma
Pelvis Hati

Nyeri
Jumlah leukosit
meningkat

Hipertermi

( sumber pathway : www.parawattegal.wordpress.com )

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
1) leukositosis
2) Infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala
klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak :
1) scoliosis ke kanan
2) psoas shadow tak tampak
3) bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
4) garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
5) 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
3.  USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.
a.  Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi
dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
b. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
c. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix
maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix
(appendectomy).

D. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah
(D.0039).
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh
(D.0142).
c. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus akibat inflamasi apendiks
(D.0076).

E. Interverensi
Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah
keperawatan.
a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan
muntah, ditandai dengan : kadang-kadang diare, distensi abdomen, tegang,
nafsu makan berkurang, ada rasa mual dan muntah.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan
Kriteria Hasil :
- Klien tidak diare.
- Nafsu makan baik.
- Klien tidak mual dan muntah.
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
2) Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkat
kepekatan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehirasi dan
membutuhkan peningkatan cairan.
3) Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : untuk memiimalkan hilangnya cairan.
b. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
tubuh, ditandai dengan : suhu tubuh di atas normal, frekuensi pernapasan
meningkat, distensi abdomen, nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco >
10.000/mm3.
Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi
panas, kemerahan).
Intervensi :
1) Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada
melalui prinsip-prinsip pencukupan.
Rasional : pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut
akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat
terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
2) Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : obat pencahar dapat merangsang paristaltik usus sehingga bab
dapat lancar. Sedangkan, klisma dapat merangsang paristaltik yang lebih
tinggi,sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
3) Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : kulit yang bersih mempunyai arti besar terhadap timbulnya
mikroorganisme.
4) HE tentang pentingya kebersihan diri klien.
Rasional : dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dengan
pelaksanaan tindakan.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus akibat
inflamasi apendiks, ditandai dengan : pernapasan tachipnea, sirkulasi
tachicardia, sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney, gelisah,
klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi
Kriteria Hasil : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karakteristik nyeri.
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan
indikator secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
2) Anjurkan pernapasan dalam.
Rasional : pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat
sehingga otot-oto menjadi relaksasi sehingga dapat menguragi rasa nyeri.
3) Lakukan gate control.
Rasional : dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang
saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan
ke hypothalams.
4) Beri analgetik.
Rasional : sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri
(apabila sudah mengetahui gejala pasti).

F. Evaluasi
Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah
dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan Hasil akhir intervensi
keperawatan yang terdiri dari indikator-indikator atau kriteria hasil pemulihan
masalah. Terdapat dua jenis luaran keperawatan yaitu luaran positif (perlu
ditingkatkan) dan luaran negatif (perlu diturunkan) (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2018) :
1. Defisit volume cairan tidak terjadi
2. Turgor kulit baik
3. Kelembapan membran mukosa baik
4. Tanda-tanda vital stabil dan keluaran urine adekuat
5. Tidak terjadi infeksi
6. Tidak dijumpai tanda-tanda infeksi seperti inflamasi, drainase purulenta,
eritema
7. Suhu badan normal
8. Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal
9. Berkurangnya nyeri
10. Tidak mengalami nyeri tekan yang disebabkan oleh infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson. Nancy R, Ahern. 2011.


BukuSakuDiagnosaKeperawatan. Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria
Hasil NOC.Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif, 2000, KapitaSelektaKedokteran, Media Aesculapius,


FKUI,Jakarta. Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media
Aesculapius, FKUI,Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah,


Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan


Indonesia (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (I). Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.innappni.or.id

Anda mungkin juga menyukai