Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Appendiks merupakan suatu bagian seperti kantong yang non fungsional

dan terletak di bagian inferior seikum (smeltzer, 2002).

Berdasarkan data WHO tahun 2005 didapatkan bahwa jumlah penderita

apendiksitis berjumlah sekitar 50 %. Adapun jumlah penderita penyakit

apendiksitis pada tahun 2009 di Indonesia berjumlah sekitar 27% dari jumlah

penduduk Indonesia, di Kalimantan Timur berjumlah 26% dari jumlah

penduduk di Kalimantan Timur, di Samarinda berjumlah 25% dari jumlah

penduduk Samarinda.

Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri,

namun faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang

belum dapat diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan

(obstruksi) pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces

yang keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, penyakit

cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Diantara

beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat

dugaannya sebagai penyabab adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan

hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang

menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa

dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh

1
bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan

infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.

Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali

tak tercerna dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda

asin, Begitu pula terjadinya pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu

lama sangat mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks

yang pada akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang

biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu tersebut.

Pembedahan segera dilakukan, untuk mencegah terjadinya ruptur (peca),

terbentuknya abses atau peradangan pada selaput rongga perut

(peritonitis).Pada hampir 15% pembedahan usus buntu, usus buntunya

ditemukan normal. Tetapi penundaan pembedahan sampai ditemukan

penyebab nyeri perutnya, dapat berakibat fatal. Usus buntu yang terinfeksi

bisa pecah dalam waktu kurang dari 24 jam setelah gejalanya timbul. Bahkan

meskipun apendisitis bukan penyebabnya, usus buntu tetap diangkat. Lalu

dokter bedah akan memeriksa perut dan mencoba menentukan penyebab

nyeri yang sebenarnya. Pembedahan yang segera dilakukan bisa mengurangi

angka kematian pada apendisitis. Penderita dapat pulang dari rumah sakit

dalam waktu 2-3 hari dan penyembuhan biasanya cepat dan sempurna. Usus

buntu yang pecah, prognosisnya lebih serius. 50 tahun yang lalu, kasus yang

ruptur sering berakhir fatal. Dengan pemberian antibiotik, angka kematian

mendekati nol.(medicastore)

2
B. Tujuan Umpum

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang pelaksananaan asuhan

keperawatan pada klien Tn “A” post operasi

C. Tujuan Khusus

1. Mengetahui tentang pengkajian, diagnosa keperawatan dalam memenuhi

kebutuhan klien post operasi Appendicitis dengan indikasi gangguan

pemenuhan kebutuhan nyeri.

2. Untuk pengetahuan tentang perencanaan keperawatan klien post operasi

appendicitis dengan masalah gangguan pemenuhan kebutuhan Nyeri.

3. Untuk mengetahui tentang implementasi keperawatan klien post operasi

appendicitis dengan masalah gangguan pemenuhan kebutuhan Nyeri.

4. Untuk mengetahui evaluasi klien post operasi appendicitis

5. Untuk mengetahui pendokumentasian klien post operasi appendicitis

dengan masalah gangguan pemenuhan kebutuhan Nyeri.

D. Manfaat Penulisan

1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengusulan kenaikan

pangkat reguler.

2. Bagi mahasiswa dapat menambah ilmu pengetahuan, kemampuan serta

keterampilan dalam memberikan perawatan pada klien dengan dengan

post operasi appendicitis dengan masalah gangguan pemenuhan

kebutuhan nyeri.

3. Bagi institusi pendidikan dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam

rangka meningkatkan mutu pada masa yang akan datang.

3
4. Bagi Klien / Keluarga, dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman

bagi klien / keluarga klien tentang tindakan appendicitis dengan masalah

gangguan pemenuhan kebutuhan Nyeri.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP MEDIS

A. Definisi

Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendiks, yang merupakan

saluran tersembunyi yang memanjang dari bagian depan sekum (Lewis, 2000,

hal 1150).

Appendicitis adalah inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga

abdomen (Brunner and Suddarth, 2002, hal 1997).

Appendicitis adalah peradangan pada appendiks vermiformis yang

letaknya dekat katup sfingter diantara ileum (usus halus) dan sekum (usus

besar). (Barbara, hal 1091).

B. Klasifikasi

Appendicitis dibagi atas 2 yaitu:

1) Appendicitis akut

a. Appendicitis akut focalis atau segmentalis

Biasanya hanya bagian distal yang meradang, tetapi seluruh

anggota appendiks 1/3 distal berisi nanah. Untuk diagnosis yang

penting ialah ditemukannya nanah dalam lumen bagian itu. Kalau

radangnya menjalar maka dapat terjadi appendiks purulenta.

b. Appendicitis akut purulenta (suppurativa) diffusa

Disertai pembentukan nanah yang berlebihan. Jika radangnya

lebih mengeras, dapat terjadi nekrosis dan pembusukan disebut

5
appendicitis gangrenosa atau pheegmonosa. Pada appendicitis

gangrenosa dapat terjadi perforasi akibat nekrosis ke dalam rongga

perut dengan akibat peritonitis.

2) Appendicitis kronik

a. Appendicitis kronik focalis

Secara mikroskopi tampak fibrosis setempat yang melingkar

sehingga dapat menyebabkan stenosis.

b. Appendicitis kronik obliterativa

Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendik pada jaringan

submukosa dan subserosa, hingga terjadi obliterasi (hilangnya lumen),

terutama di bagian distal dengan menghilangnya selaput lendir pada

bagian itu.

C. Anatomi Fisiologi

Appendiks merupakan organ berbentuk tabung yang buntu, panjangnya

kira-kira 10 cm (beranjak 3-15 cm) atau berukuran sekitar jari kelingking dan

berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di

bagian distal. Tonjolan appendiks pada neonatus berbentuk kerucut yang

menonjol dari apeks sekum sepanjang 4,5 cm. Pada masa kanak-kanak, batas

appendiks dari sekum semakin jelas dan bergeser ke arah dorsal kiri. Pada

orang dewasa panjang appendiks rata-rata 9-10 cm, terletak posteriomedial

sekum kira-kira 3 cm inferior dari valvula ileosekalis. Posisi appendiks bisa

retrosekal, retroileal, subileal atau di pelvis, memberikan gambaran klinis yang

tidak sama. Pada posisi normalnya appendiks terletak pada dinding abdomen,

6
di bawah titik Mc. Burney, dicari dengan menarik garis dari spina iliaka

superior kanan ke umbilikalis, titik tengah garis itu merupakan pangkal

appendiks.

Fungsi appendiks tidak diketahui, kadang-kadang appendik disebut “tonsil

abdomen” karena ditemukan banyak jaringan limfoid sejak intra uterin akhir

kehamilan dan mencapai puncaknya pada kira-kira umur 15 tahun, yang

kemudian mengalami atrofi serta praktis menghilang pada usia 60 tahun.

Dengan berkurangnya jaringan limfoid, terjadi fibrosis dan pada kebanyakan

kasus timbul konstriksi lumen atau obliterasi. Appendiks menghasilkan lendir

1-2 ml per hari. Lendir ini secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan

selanjutnya mengalir ke sekum. Diperkirakan appendiks mempunyai peranan

dalam mekanisme imunologik, yang terdapat di sepanjang saluran cerna

termasuk appendiks ialah Ig A Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai

pelindung terhadap infeksi. Appendiks mengeluarkan cairan yang bersifat basa

mengandung amilase, erepsin, dan musin.

D. Etiologi

Penyebab utamanya adalah obstruksi atau penyumbatan yang disebabkan

oleh:

- Fekalit (massa faeses yang padat) akibat konsumsi makanan rendah

serat.

- Cacing/parasit

- Infeksi virus: E. coli, streptococcus

- Sebab lain: misal: tumor, batu

7
- Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya

- Hiperplasia limfoid.

E. Patofisiologi

Appendicitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks

oleh fekalit, benda asing, tumor, infeksi virus, hiperplasia limfoid dan striktur

karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya. Appendik mengeluarkan cairan

yang berupa sekret mukus, akibat obstruksi/penyumbatan lumen tersebut

menyebabkan mukus akan terhambat. Makin lama mukus tersebut makin

banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga

mengakibatkan pelebaran appendiks, resistensi selaput lendir berkurang

sehingga mengakibatkan mudah infeksi dan dari penyumbatan ini lama

kelamaan akan menyebabkan terjadinya peradangan pada appendik dengan

tanda dan gejala nyeri pada titik Mc. Burney, spasme otot, mual, muntah dan

menyebabkan nafsu makan menurun, hipertermi dan leukositosis. Bila sekresi

mukus terus berlanjut, akan menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal,

tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah

terjadi appendicitis akut focalis yang ditandai oleh nyeri epigastrik. Hal ini juga

bila berlangsung terus akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah

dan bakteri akan menembus dinding.

Peningkatan tekanan intraluminal akan mengakibatkan oklusi end arteri

appendikularis sehingga aliran darah tidak dapat mencapai appendik

menjadi hipoksia lama kelamaan menjadi iskemia akibat trombosis vena

8
intramural, lama kelamaan menjadi nekrosis yang akhirnya menjadi gangren

dimana mukosa edema dan terlepas sehingga berbentuk tukak. Dinding

appendik ini akan menipis, rapuh dan pecah akan terjadi appendicitis perforasi.

Bila semua proses di atas hingga timbul masa lokal yang disebut infiltrat

appendikularis.

Peradangan appendiks tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang

menurun memudahkan terjadinya perforasi. Seringkali perforasi ini terjadi

dalam 24-36 jam. Bila proses ini berjalan lambat organ-organ di sekitar ileum

terminalis, sekum dan omentum akan membentuk dinding mengitari appendiks

sehingga berbentuk abses yang terlokalisasi.

F. Tanda dan Gejala

a. Tahap awal

1. Nyeri abdomen (nyeri epigastrik ataupun pada daerah umbilikus) hal ini

terjadi hilang timbul.

2. Mual dan muntah

3. Demam

b. Tahap pertengahan

1. Rasa sakit menjalar dari daerah epigastrik ke arah titik Mc. Burney.

2. Anoreksia

3. Kelesuan, badan terasa lemah

4. Terkadang kekakuan otot

5. Suhu subfebris

9
c. Tahap akut yang disertai perforasi.

1. Terjadi peningkatan rasa sakit di daerah titik Mc. Burney.

2. Muntah

3. Peningkatan temperatur suhu hingga > 38,5oC

4. Kekakuan abdomen

5. Tungkai kanan tidak dapat diluruskan

6. Leukositosis

7. Takikardia.

G. Test Diagnostik

a. Hematologi: leukositosis di atas 10.000 /ul, peningkatan neutrofil sampai

75%.

b. CT scan abdomen: dapat menunjukkan terjadinya abses appendikal atau

appendicitis akut.

c. Foto abdomen: gambaran fekalit, jika perforasi terjadi, gambaran udara,

bebas dapat dilihat dari hasil foto.

d. USG: ditemukan gambaran appendicitis.

e. Urinalisis: normal, tetap leukosit dan eritrosit mungkin ada dalam jumlah

sedikit.

H. Komplikasi

1. Perforasi

Perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama tetapi meningkat sesudah

24 jam. Perforasi dapat diketahui pre operatif dengan gambaran klinis yang

timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5oC tampak toksik,

10
nyeri tekan di seluruh perut dan leukositosis akibat perforasi dan

pembentukan abses.

2. Peritonitis

Merupakan peradangan peritoneum yang berbahaya yang sering terjadi

akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen misalnya appendicitis.

Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup di dalam

kolon yaitu pada kasus ruptura appendiks. Reaksi awal peritoneum

terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, kantong-

kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang

menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi

infeksi.

3. Obstruksi usus

Dapat didefinisikan sebagai gangguan aliran normal isi usus sepanjang

saluran usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total.

Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat dari

karsinoma. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang

memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita

ingin tetap hidup.

I. Terapi dan Pengelolaan Medik

o Observasi TTV à terjadinya perdarahan, syok, hipertermia atau gangguan

pernafasan.

o Pasien dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal.

11
o Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan

menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari

berikutnya lunak.

o Aktivitas: satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di

tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan

duduk di luar kamar.

o Antibiotik dan analgesik setelah post op diberikan.

o Jahitan diangkat hari ke tujuh.

II. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.

- Pengetahuan tentang penyebab dan proses penyakit.

- Riwayat operasi, riwayat sakit berat: obstruksi tumor.

- Kebiasaan makan rendah serat, makan pedas, makanan yang sulit

dicerna (biji-bijian).

2. Pola nutrisi metabolik

- Mual

- Muntah

- Anoreksia

- Demam

12
3. Pola eliminasi

- Konstipasi/diare

- Penurunan bising usus

- Perut kembung/tidak ada flatus

4. Pola aktivitas dan latihan

- Malaise

- Takikardi, takipnea

- Imobilisasi

5. Pola tidur dan istirahat

- Kebiasaan tidur (berapa lama)

- Gangguan tidur karena ketidaknyamanan: nyeri

6. Pola persepsi dan kognitif

- Keluhan nyeri pada titik Mc. Burney, nyeri tekan pada titik Mc.

Burney, nyeri daerah luka operasi

7. Pola persepsi dan konsep diri

- Cemas akan tindakan appendiktomi

- Gangguan harga diri

8. Pola koping terhadap stres

- Persepsi penerimaan sakit

- Takut/cemas akan tindakan dan perawatan

13
B. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

2) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan pasca operasi (puasa), intake kurang.

3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan.

C. Rencana Keperawatan

DP.1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah.

HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang, wajah tampak

rileks.

Intervensi:

1) Kaji nyeri, intensitas, lokasi dan lamanya.

R/ Berguna dalam pengawasan keefektifan pengobatan.

1) Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.

R/ Gravitasi melokalisasi eksudat ke dalam abdomen bawah

untuk mengurangi ketegangan abdomen yang bertambah jika

posisi terlentang.

2) Dorong ambulasi dini.

R/ Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh:

merangsang peristaltik dan kelancaran flatus.

3) Kaji ketidaknyamanan yang disebabkan post prosedur operasi.

R/ Ketidaknyamanan mungkin oleh insisi akibat operasi.

4) Dorong penggunaan teknik relaksasi.

14
R/ Melepaskan tegangan emosional dan otot, tingkatkan

perasaan kontrol.

5) Kolaborasi dengan medik untuk mempertahankan puasa.

R/ Menurunkan ketidaknyamanan pasien pada peristaltik usus

dini dan irigasi gaster.

6) Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgetik.

R/ Menghilangkan rasa nyeri.

DP.2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan

dengan pembatasan pasca operasi (puasa), intake kurang).

HYD: Tidak terjadi kekurangan volume cairan yang ditandai

dengan: tanda-tanda vital dalam batas normal, turgor kulit elastis,

membran mukosa lembab, intake dan output seimbang.

Intervensi:

1. Observasi tanda-tanda vital (TD, N, HR, S, P).

R/ Hipotensi, takikardi, peningkatan pernafasan,

mengidentifikasikan kekurangan volume cairan.

2. Pantau intake dan output cairan, dan catat warna urine.

R/ Penurunan output urine atau konsentrasi urine pekat

mengidentifikasikan dehidrasi membutuhkan peningkatan

cairan.

15
3. Catat mual dan muntah.

R/ Mual yang terjadi selama 12-24 jam pasca operasi

umumnya karena efek anastesi.

4. Observasi membran mukosa, turgor kulit, suhu kulit dan

palpasi perifer, capillary refill time.

R/ Kulit dingin/lembab, denyut perifer lemah mengindikasikan

penurunan sirkulasi perifer.

5. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian cairan parenteral.

R/ Cairan parenteral dapat membantu kebutuhan cairan yang

dibutuhkan tubuh.

DP.3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan

pembedahan.

HYD: Luka jahitan bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi.

Intervensi:

1. Kaji daerah sekitar luka, apakah ada pus, atau jahitan basah.

R/ Deteksi awal jika terjadi gangguan dalam proses

penyembuhan.

2. Jaga luka jahitan tetap kering dan bersih.

R/ Mengurangi resiko infeksi.

3. Gunakan teknik aseptik saat merawat luka/jahitan.

R/ Mencegah cross infeksi dan mencegah transmisi infeksi

bakterial pada luka jahitan.

4. Perhatikan intake nutrisi klien.

16
R/ Penting untuk mempercepat penyembuhan luka.

D. Perencanaan Pulang

1) Mobilisasi bertahap sesuai kemampuan.

2) Jaga luka operasi tetap bersih dan kering.

3) Perhatikan pola makan sehari-hari, makan tinggi serat sangat baik

dikonsumsi, kurangi makanan pedas, diit ditingkatkan bertahap: bubur

saring, bubur biasa, nasi tim/lunak.

4) Minum obat sesuai instruksi, kontrol ke dokter.

5) Segera ke RS bila ada tanda-tanda infeksi: panas, merah, nyeri.

III. KEBUTUHAN NYERI

A. Pengertian

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang

dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri,

2007).

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah

sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat

terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau

menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan

Konsep Dasar Nyeri

Nyeri merupakan tanda terhadap adanya gangguan fisiologis atau jaringan.

Dimana seseorang dalam hal penanganannya disesuaikan pasien dan

patologinya. Oleh karena itu pengertian nyeri meliput;

17
Secara khusus

 Menurut Mc. Coffery (1979)

Nyeri adalah suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dimana

eksistensinya diketahui jika seseorang pernah mengalaminya.

 Menurut Wolf, Firest (1974)

Nyeri adalah suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau

perasaan nyeri yang bisda menimbulkan ketegangan.

 Menurut Arthur C. Cuvton (1983)

Nyeri adalah suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul bila

mana jaringan yang sedang dirusak dean menyebabkan individu

tersebut bereaksi atau menghilangkan rangsang nyeri.

B. Fisiologi Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah

ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat

yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut

juga nosireceptor,secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang

bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa

bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan

pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang

timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.

18
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal

dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor

jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

a. Reseptor A delta.

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang

memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila

penyebab nyeri dihilangkan

b. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det)

yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat

tumpul dan sulit dilokalisasi

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang

terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan

penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang

timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini

meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan

sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif

terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan,

iskemia dan inflamasi.

19
C. Etiologi Nyeri

Adapun Etiologi Nyeri yaitu:

1) Stimulasi Kimia (Histamin, bradikirun, prostaglandin, bermacam-

macam asam)

2) Pembengkakan Jaringan

3) Spasmus Otot

4) Kehamilan

5) Inflamasi

6) Keletihan

7) Kanker

D. Manifestasi klinis

1) Gangguam Tidur

2) Posisi Menghindari Nyeri

3) Gerakan Menghindari Nyeri

4) Pucat

5) Perubahan Nafsu Makan

E. Komplikasi

1) Edema Pulmonal

2) Kejang

3) Masalah Mobilisasi

4) Hipertensi

5) Hipovolemik

6) Hipertermia

20
F. Respon Psikologis

Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap

nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.

a) Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :

1. Bahaya atau merusak

2. Komplikasi seperti infeksi

3. Penyakit yang berulang

4. Penyakit baru

5. Penyakit yang fatal

6. Peningkatan ketidakmampuan

7. Kehilangan mobilitas

8. Menjadi tua

9. Sembuh

10. Perlu untuk penyembuhan

11. Hukuman untuk berdosa

12. Tantangan

13. Penghargaan terhadap penderitaan orang lain

14. Sesuatu yang harus ditoleransi

15. Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki

16. Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat

pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor

sosial budaya

21
b) Respon tingkah laku terhadap nyeri

1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas,

Mendengkur)

3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)

4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan

gerakan jari & tangan

5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari

percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang

perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)

Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi

sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau

menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu

terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan

nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena

menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

G. fase pengalaman nyeri:

1. Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)

Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena

fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan

seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri

tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam

memberikan informasi pada klien.

22
2. Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)

Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu

bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-

beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang

dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi

terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil,

sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah

merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi

tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya

orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya

mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.

3. Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)

Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase

ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat

krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri.

Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon

akibat (aftermath)dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat

berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan

rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

H. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

1. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus

mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan

23
nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia

cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap

nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau

mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

2. Jenis kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara

signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya

(ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh

nyeri).

3. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka

berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut

kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka

melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

4. Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap

nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.

5. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang

meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya

distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik

relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.

24
6. Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa

menyebabkan seseorang cemas.

7. Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan

saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi

nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung

pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

8. Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri

dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang

mengatasi nyeri.

9. Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan

I. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh

dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri

dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan

respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran

25
dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri

itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

Keterangan :

 0 :Tidak nyeri

26
 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasivdengan

baik.

 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik.

 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi

nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih

posisi nafas panjang dan distraksi

 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagiberkomunikasi,

memukul.

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau

intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan

nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah

ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis

ini juga sulit untuk dipastikan.

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang

lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi

yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini

diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.

Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih

intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa

27
jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling

tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah

kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical

rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata.

Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala

paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah

intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka

direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi.

VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus

menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi

klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat

merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu

kata atau satu angka (Potter, 2005).

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan

tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien

dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat.

Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat

keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat

dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk

atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter,

2005).

28
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Fokus Pengkajian

1. Riwayat Keperawatan

o Keluhan Utama : Pasien mengatakan Nyeri

o Riwayat Kesehatan sekarang : Mulai kapan dimulai nyeri

(Akut/kronis) Pola Nyeri, Skala Nyeri

o Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

o Riwayat Penyakit Dahulu melalui kemungkinan pernah nyeri, atau

pengalaman nyeri dimasa lalu, penyakit penyebab Nyeri

o Riwayat Penyakit keluarga : meliputi penyakit menular atau

menahun yang mengakibatkan Nyeri.

2. Hal Pemenuhan KDM Menurut

o Pola Oksigenasi : Keluhan sesak (nyeri), pola nafas ,bersihan jalan

nafas.

o Pola Nutrisi: Asupan Nutrisi, pola makanan,kecukupan gizi,

pantangan makanan.

o Pola Eliminasi : Pola BAB dan BAK, konsistensi fases, warna urin,

volume out put, frekuensi BAB dan BAK sebagai identifikasi

nyeri.

o Pola Aktivitas meliputi gerakan (mobilitas) pasien, aktivitas/

pekerjaan pasien yang dapat menimbulkan nyeri/ mengurangi

nyeri.

29
o Pola Istirahat: Meliputi Kebiasaan tidur/ istirahat pasien, kebiasaan

dalam istirahat.

o Pola Berpakaian: Meliputi  baju yang sesuai berpakaian dan

melepas pakaian.

o Pola Mempertahankan temperatur tubuh dan lingkungan : meliputi

suhu tubuh, akral (dingin / hangat) warna (kaji adanya sianosis,

kemerahan)

o Pola Personal Hygiene

o Meliputi : kebiasaan menjaga kebersihan tubuh dari penampilan

yang baik serta melindungi kulit, kebiasaan mandi, gosok gigi dll

untuk menjaga kebersihan.

o Pola menghindari bahaya lingkungan dan rasa Nyaman.

o Pola komunikas : bagaimana berinteraksi dengan orang lain

o Pola beribadah

o Pola bekerja : Meliputi waktu bekerja

3. Pemeriksaan Umum

o Keadaan Umum

o Kesadaran

o TD

o N

o S

o RR

30
o Skala Nyeri : meliputi P,Q,R,S,T

4. Pemeriksaan Fisik

 Kepala: bentuk mesochepal/ tidak, rambut lurus beruban, rambut

agak kotor, tidak ada lesi.

 Mata: Bentuk simetris/tidak, konjungtiva tidak anemis, tidak /ada

nyeri tekan pada kelopak mata, warna bola mata hitam. Reflek

berkedip kurang, penglihatan agak berkurang.

 Hidung: Bentuk simetris/tidak, tidak/ ada polip, tidak /ada nyeri

tekan, tidak/ ada sekret.

 Telinga Bentuk, tidak/ ada sirumen berlebih, tidak\menggunakan

menggunakan alat bantu pernafasan, tidak ada infeksi, selama sakit

belum pernah dibersihkan.

 Mulut Bibir kering/tidak, gigi agak kotor/ bersih, dan terdapat

karies tidak/ada nyeri tekan pada langit-langit mulut, tidak/ada

pendarahan gusi.

 Leher : Tidak/ada pembesaran kelenjar tyroid, kaku leher/ tidak,

tidak/ada pembesaran venajugularis.

 Dada : Bentuk, terdengar bunyi wheezing/tidak, tidak/ada nyeri

tekan, bunyi jantung normal terdapat kontraksi inspirasi.

 Abdomen : Tidak/ada lesi, suara bising usus lemah/ kuat, tidak/ada

nyeri tekan,tympani

 Inguina : Terpasang kateter/ tidak, tidak/bisa kencing

31
 Integumen : Warna kulit , jumlah rambut banyak/ sedikit, lembab

atau tidaknya, tidak ada lesi/ tidak

 Extermitas

 Akral dingin, edema -/- atau tidak, kekuatan 2/2, gerak yang tidak

disadari atropi . Perifer tampak pucat. Tulang belakang.

(ada/tidaknya) Tidak ada lordosis, kifosis atau scoliosis.(tidak/

adanya)

 Genetalia : bentuk apa, tidak/ ada lesi, kulit skrotum

kemerahan atau tidak,, tidaka/ada nyeri tekan, tidak/ada benjolan.

5. Pengkajian Nyeri

a. Meliputi : titik nyeri berasal :

 Pada bagian nyeri mulai terasa

 Kapan Rasa Nyeri Terasa

 Apa yang dikerjakan pada saat nyeri mulai terasa

 Apakah rasa nyeri mulai menyebar

b. Faktor- factor yang mempengaruhi

 Apa yang dapat membuatnya lebih baik

 Apa yang membuatnya semakin terasa nyeri

 Obat-obatan penghilang

 Intensitas Nyeri

 Sifat Nyeri

32
 Gambaran rasa nyeri tidak nyaman, rasa terbakar, tegang,

patah, kram.

B. Fokus Intervensi

Intervensi Preoritas NIC

a. Penatalaksanaan Nyeri : Meringankan dan mengurangi nyeri sampai

pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.

b. Pemberian Analgetik : penggunaan agen-agen farmakologi untuk

mengurangi dan menghilanngkan nyeri.

C. Diagnosa Keperawatan

Nyeri berhubungan dengan iskemik miocard

D. Intervensi

1. Ukur Tanda-tanda vital

Rasional : tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui

keadaan umum pasien.

2. Kaji saat timbulnya nyeri dan intensitas nyeri

Rasional : untuk mengetahui pola nyeri dan penanganan yang tepat.

3. Kaji pola Istirahat pasien

Rasional : Untuk mengurangi nyeri

4. Berikut relaksasi / distraksi

Rasional : Pemberian distraksi relaksasi dapat mengurangi nyeri.

5. Kolaborasi Pemberian Analgetik

33
Rasional : Analgetik digunakan untuk mengurangi nyeri yaitu dengan

menghambat Sintesis prostaglandin

6. Anjurkan Pasien untuk berfikir positif dan tenang untuk mengurangi

nyeri.

7. Beri penjelasan mengenai penanganan nyeri kepada klien dan keluarga

34
A S U H A N K E P E R A W A T A N P A D A Tn “A”

DENGAN MASALAH N GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN

NYERI DENGAN DIAGNOSA MEDIS “APPENDICITIS”

DI RUANGAN MELATI I

RSUD LASINRANG

PINRANG

No. RM : 138070

Diagnosa Medis : appendicitis

Ruangan : melati I

Tgl masuk : 24 Juli 2019

Tgl pengkajian : 26 Juli 2019

I. DATA BIOGRAFI

A. Biodata Klien

Nama : Tn. “ A ”

Alamat : dolangan

Umur : 70 Tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Suku / Bangsa : Bugis / Indonesia

Status Perkawinan : Duda

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

35
B. Biodata Penanggung Jawab

Nama : Ny. “ S“

Alamat : dolangan

Umur : 50 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Hubungan dengan klien : Keluarga dari klien

II. RIWAYAT KESEHATAN

A. Keluhan Utama : Nyeri post op

Riwayat keluhan utama

Klien masuk rumah sakit umum lasinrang pinrang pada tanggal 24

juli 2019 dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah tembus

kebelakan dan pada tanggal 25 juli 2019 dilakukan operasi dan di lakukan

pengkajian pada tanggal 26 juli 2019, pada saat pengkajian klien

mengatakan nyeri pada luka bekas operasi appendicitis pada daerah

abdomen kuadran kanan bawah, nyeri yang dirasakan klien itu berada pada

sklala 5 yaitu nyeri sedang, dari skala 1-10, Nyeri yang dirasakan klien

hilang timbul hal-hal yang memperberat nyeri yaitu pada saat klien

beraktifitas dan berkurang jika klien beristirahat.

B. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Klien mengatakan tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya

klien juga mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan. Klien

mengatakan sebelumnya tidak pernah dioperasi. Klien mengatakan tidak

36
pernah diimunisasi. Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi. Klien

juga mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.

C. Informasi Kesehatan Sekarang

Pada saat dikaji pada tanggal 26 juli 2013 klien mengatakan sakit

atau nyeri pada daerah bekas operasi di daerah abdomen kuadran kanan

bawah, dan yeri yang dirasakan klien hilang timbul dan yang

memperberat nyeri pada saat beraktifitas dan yang meringankan nyeri

pada saat beristirahat.

D. Riwayat Kesehatan kelurga

GI

GII

GIII
? 50

70

GIV
32

37
Keterangan

= Meninggal = Garis perkawinan


= Perempuan = Garis Keturunan
= laki laki -------- = tinggal serumah
= klien ? = umur tidak diketahui

GI : Nenek pasien meninggal karena faktor usia

GII : Saudara bapak saudara ibu klien meninggal karena faktor usia

GIII : Saudara klien tidak pernah mengalami penyakit yang sama dengan klien

GIV : Anak Klien

Kesimpulan : Tidak ada salah satu anggota keluarga klien yang mengalami

penyakit yang sama dengan klien

III. KEADAAN KESEHATAN UMUM

Klien nampak sakit sedang dengan kesadaran composmentis dimana

GCS : 15, E : 4, V : 5, M : 6

TB : 150

BB : -

TTV :

TD : 110 / 60 mmhg
S : 36 ° C
N : 74 x / menit
P : 24 x / menit

38
IV. PEMERIKSAAN FISIK

a. Kulit

1. Inspeksi

a) Warna kulit dan sekitarnya sama.

b) Nampak adanya luka hacting pada kuadran kanan bawah dengan

panjang + 8cm

c) Tidak Nampak adanya pikmentasi.

d) Klien tidak Nampak di amputasi.

e) Nampak terpasang verban.

2. Palpasi

a) Turgor kulit tidak elastis

b) Tidak ada uedema

c) Tidak ada nyeri tekan

b. Kepala

1. Inspeksi

a) Bentuk kepala normal ( mensochepal )

b) Distribusi pertumbuhan rambut merata keseluruh bagian

c) Tidak nampak adanya kutu, ketombe, lesi / luka, alopesia dan

benjolan

d) Nampak adanya sedikit uban.

2. Palpasi

a) Tidak teraba adanhya massa atau benjolan

b) Tidak teraba adanya nyeri tekan

39
c) Rambut tidak mudah patah dan rontok

c. Wajah

1. Inspeksi

a) Bentuk muka simetris

b) Warna kulit wajah dan sekitarnya sama

c) Tidak nampak adanya massa dan benjolan

d) Tidak nampak adanya lesi

e) Ekspresi wajah klien nampak meringiss

2. Palpasi

a) Tidak teraba adanya massa dan benjolan

b) Tidak teraba adanya nyeri tekan

d. Mata

1. Inspeksi

a) Kedua mata simetris kiri dan kanan

b) Kelopak mata tidak nampak odema

c) Konjungtiva tidak nampak pucat

d) Tidak nampak adanya strabismus konvergen dan divergen

e) Sclera tidak nampak ichterus

f) Pupil kiri dan kanan isokor terhadap cahaya

g) Lapang pandang klien 5 cm

h) Klien mampu menggerakkan bola mata ke 8 arah pandang

i) Klien dapat membaca

40
2. Palpasi

a) Tidak teraba adanya massa dan benjolan

b) Tidak teraba adanya nyeri tekan

c) Tekanan intra okuler tidak meningkat

e. Telinga

1. Inspeksi

a) Kedua telinga simetris kiri dan kanan

b) Warna kulit dan sekitarnya sama

c) Tidak nampak adanya puss, perdarahan dan sekret

d) Klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran

2. Palpasi

a) Tidak teraba adanya nyeri tekan pada tulang mastoideus

b) Tidak teraba adanya massa / tumor

c) Kartilago teraba lunak

f. Hidung

1. Inspeksi

a) Bentuk kedua lubang hidung simetris kiri kanan

b) Warna kulit dan sekitarnya sama

c) Mukosa hidung nampak lembab

d) Tidak nampak adanya sekret dan perdarahadn

e) Tidak nampak adanya massa atau benjolan

f) Tidak nampak adanya polip

g) Tidak nampak adanya deviasi septum nasi

41
2. Palpasi

a) Tidak ada nyeri tekan

b) Tidak teraba adanya massa pada sinus

 Etmoidalis

 Frontalis

 Spenoidalis

 Maxillaris

g. Mulut dan Faring

1. Inspeksi

c) Bentuk kedua bibir simetris

d) Warna bibir nampak kemerahan dan lembab

e) Tidak nampak adanya pembengkakan, lesi dan ulkus

f) Tonsil tidak memebesar

g) Posisin ovula berada ditengah

h) Jumlah gigi lengkap

i) Tidak nampak adanya karies

j) Lidah tidak Nampak kotor

2. Palpasi

Tidak dilakuklan pengkajian karena pasien menolak

h. Leher

1. Inspeksi

a) Bentuk leher simetris

b) Warna kulit dan sekitarnya sama

42
c) Tidak nampak adanya pembengkakan, lesi dan ulkus

d) Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar tirod

e) Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar limpe

f) Tidak nampak adanya distensi vena jugularis

2. Palpasi

a) Tidak teraba adanya massa dan nyeri tekan

b) Tidak teraba adanya pembesaran pada kelenjar tiroid

c) Tidak teraba adanya pembesaran pada kelenjar limpe

d) Klien dapat menggerakkan leher kedelapan arah

i. Dada dan Paru

1. Inspeksi

a) Bentuk dada normal chest dengan ukuran diameter anterior,

posterior dan transversum 1 : 2

b) Warna kulit dan sekitarnya sama

c) Tidak Nampak adanya massa atau lesi

d) Tidak nampak adnya tarikan interkosta

e) Tidak nampak adanya fraktur pada klavikula, skapula dan sternum

f) Irama pernafasan teratur

2. Palpaasi

a) Tidak Teraba adanya nyeri tekan pada dada

b) Tidak teraba adanya massa dan benjolan

Ekspansi dada

c) Pengembangan dada seimbang kiri dan kanan

43
Taktil premitus

d) Getaran pada depan belakang seimbang kiri dan kanan

3. Perkusi

a) Bunyi resonan didapatkan disemua lapang paru

b) Bunyi sonor didapatkan pada ICS 2 – 6

c) Bunyi pekak didapatkan pada ICS 7 – 8 karena adanya massa hepar

4. Aulkustasi

a) Bunyi vesikuler dimana inspirasi lebih panjang dari ekspirasi

terdengar pada semua lapang paru

b) Bunyi bronkovesikuler dimana inspirasi sama dengan ekspirasi

terdengar pada percabangan trakea dan bronkus

c) Bunyi brongheal dimana ekspirassi lebih panjang dari inspirassi

terdengar pada manubrium sterni

d) Tidak terdengar adanya bunyi nafas tambahan

j. Payudara dan Ketiak

1. Inspeksi

a) Payudara simetris kiri dan kanan

b) Warna kulit dan sekitarnya sama

c) Tidak nampak adanya massa dan benjolan

d) Tidak nampak adanya edema dan pembengkakan

e) Tidak naampak adanya pembesaran kelenjar limpe

f) Ketiak tidak nampak kemerahan

44
2. Palpasi

a) Tidak teraba adany nyeri tekan

b) Tidak teraba adanya masssa dan pembengkakan

c) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limpe

k. Jantung

1. Inspeksi

a) Poin maximum input tidak nampak pada ICS 5 midklavikularis

sinistra

2. Palpasi

a) Denyut apeks jantung teraba pada ICS 5 midklavikularis sinistra

dengan irama teratur.

3. Perkusi

b) Bunyi redup didapatkan pada ICS 3 – 5

c) Bunyi pekak didapatkan pada ICS 7 – 8 karena adanya limpa

4. Auskultasi

a) Bunyi jantung 1 mitral ( lup ) didapatkan pada ICS 4 lineaa pars

sterna kiri

b) Bunyi jantrung 2 Pulmonal ( dup ) didapatkan pada ICS 2 line pars

sterna kanan

c) Bunyi jantung 2 Aorta ( dup ) didapaatkan pada ICS 2 line pars

sterna kiri

d) Bunyi apeks jantung didapatkaa pada ICS 5 midklavikularis kiri

e) Tidak terdengar adanya bunyi tambahan

45
l. Abdomen

1. Inspeksi

a) Bentuk perut datar

b) Warna kulit dan sekitarnya sama

c) Tidak nampak adanya massa dan benjolan

d) Tidak nampak adanya luka / lesi

e) Tidak nampak adnya pembesaran limpa

f) Tidak nampak adanya distensi vesika urinaria

2. Auskultasi

a) Bunyi peristaltik usus terdengan 5x / menit

3. Perkusi

a) Bunyi timpani terdengar pada daerah epigastrium

b) Bunyi pekak pada kuadran kanan dan kiri atas

c) Bunyi pekak didapatkan pada dareah hipogastrium

4. Palpasi

a) Tidak teraba adanya pembesaran hepar pada kuadran kanan atas

b) Tidak teraba adanya pembesaran limpa pada kuadran kiri atas

c) Ginjal tidak teraba

d) Tidak teraba adanya distensi vesika urinaria

e) Tidak teraba adanya nyeri tekan

m. Genitalia dan Anus

 Nampak terpasang kateter

n. Ekstremitas

46
1. Otot

d) Inspeksi

1) Keempat alat gerak simetris

2) Tidak nampak adany atropi dan hipertropi

3) Tidak nampak adanya edema massa dan tumor

4) Klien nampak terpasang infus RL 20 tetes / menit di tangan

kanan

e) Palpasi

1) Tidak teraba adanya nyeri tekan

2) Tidak teraba adany mass dan benjolan

Uji kekuatan otot

Skala

1 = tidak ada kontraksi ( lumpuh total )

2 = tidak ada gerakan tapi ada kontraksi

3 = gerakan otot penuh menentang gravitasi dengan sedikit

sokongan

4 = gerakan normal menentang gravitasi

5 = gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedikit

tekanan

6 = gerakan normal penuh dengan tekanan penuh

47
5 5 atas

5 5 bawah

2. Tulang dan persendian

1. Inspeksi

1) Klien tidak mengalami kelainan bentuk (deformitus)

2) Tidak nampak adanya fraktur

2. Palpasi

1) Tidak teraba adanya nyeri tekan

2) Tidak teraba adanya massa dan benjolan

3) Tidak teraba adanya krepitasi

Uji refleks kanan kiri

2. Refleks fisiologi

 Refleks bisep + +

 Refleks trisep + +

 Refleks patella + +

 Refleks achilles + +

3. Refleks patologi

 Refleks babynski - -

48
3. Kuku

1. Inspeksi

1) Tidak nampak adanya sianosis pada ujung kuku

2) Warna kuku nampak kemerahan

3) Kuku nampak bersih

4) Kuku nampak tebal

5) Tidak nampak adanya clubbing of finger

2. Palpasi

1) CRT kurang dari 2 detik

4. Status Neurologi

a. Tingkat kesadaran : Pasien masuk rumah sakit dengan tingkat

kesadaran penuh dimana GCS = 15, ( E = 4, V = 6, M = 5 )

b. Orientasi ; klien mengetahui bahwa dirinya berada di rumah sakit

c. Memori ; Pasien mampu mengingat kejadian yang terjadi pada

dirinya dengan baik

d. Gangguan Sensori : Pasien mampu mengenal lingkuganm

sekitar, mengetahui rasa nyeri, panas dan dingin

49
V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

TEST HASIL NORMAL


SGOT 14 iu / l 0 – 37 iu / l
SGPT 20 iu / l 0 – 47 iu / l

VI. TERAPI PENGOBATAN

A. Infus RL 20 tetes / menit

B. Injeksi :

- As Traneksamat 1 amp / 8 jam / IV / hari

- Cefotaxime 1 g / 12 jam / IV / hari

- Sotatic 1 amp / 8 jam / IV / hari

- Ranitidin 1 amp / 8 jam / IV / hari

- Norages 1 amp / 8 jam / IV / hari

PENGKAJIAN KEBUTUHAN NYERI

A. Sebelum Sakit

Klien mengatakan tidak pernah dirawat drawat dirumah sakit

sebelumnya, tidak pernah menderita penyakit sebelumnya, klien juga

mengataklan tidak pernah di transfuse darah dan tidak mempunyai riwayat

alergi.

B. Sementara Sakit

50
Klien masuk rumah saklit umum lasinrang pinrang pada tanggal 24

juli 2019 dengan keluhan nyeri pada daerah perut kuadran kanan bawah

menjalar ke belakang dan p[ada tanggal 25 juli 2019 dilakukan tindakan

operasi. Pada saat pengkajian klien mengatakan nyeri pada daerah luka

bekas operasi pada abdomen kuadran kanan bawah , nyeri yang dirasakan

berada pada skala 5 yaitu nyeri sedang, nyeri yang dirasakan hilang

timbul, hal-hal yag memperberat nyeri yaitu ketika klien melakukan

aktifitas dan nyeri berkurang jika beristirahat.

CP I

51
Pengumpulan Data

Nama : Tn. “A” Diagnosa medis : Appendicitis

Umur : 70 tahun Ruangan : Melati I

Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal pengkajian : 26-07-2019

No DATA
1 Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi pada daerah abdomen

kuadran kanan bawah

2 Espresi wajah Nampak meringis

3 Klien mengatakan nyeri padasaat bergerak

4 Nampak terpasank infus RL pada streminas atas kanan 20 tetes/menit

5 Nampak terpasang verban pada daerah abdomen kuadran kanan bawah

6 Nampak terpasan kateter

7 Nyeri yang di rasakan berada pada skala 5 yaitu nyeri sedang

8 Klien mengatakan nyri yang dirasakan hilang timbul

9 Klien Nampak lemah

10 Napak adanya luka hacting + 8 cm pada daerah abdomen kuadran kanan

bawah

11 TTV :

TD : 110 / 60 mmHg
P : 24 x / menit
N : 74 x / menit
S : 36 C
CP II

Klasifikasi Data

52
Nama : Tn. “A” Diagnosa medis : Appendicitis

Umur : 70 tahun Ruangan : Melati I

Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal pengkajian : 26-07-2019

No Data Subjektif Data Objektif


1 1. Espresi wajah Nampak meringis.
Klien mengatakan nyeri pada
2. Nampak terpasank infus RL pada
luka bekas operasi pada daerah streminas atas kanan 20

abdomen kuadran kanan bawah. tetes/menit.


2 3. Nampak terpasang verban pada
klien mengatakan nyeri pada
daerah abdomen kuadran kanan
saat bergerak. bawah .
3
Nyeri yang di rasakan berada 4. Nampak terpasan kateter.
5. Klien Nampak lemah.
pada skala 5 yaitu nyeri sedang
6. Napak adanya luka hacting + 8
Klien mengatakan nyeri yang di cm pada daerah abdomen kuadran
4
rasakan hilang timbul. kanan bawah.
7. TTV :
TD : 110 / 60 mmHg
P : 24 x / menit
N : 74 x / menit
S : 36 C

CP III

Analisa Data

Nama : Tn. “A” Diagnosa medis : Appendicitis

53
Umur : 70 tahun Ruangan : Melati I

Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal pengkajian : 26-07-2019

No Data Etiologi Masalah


1 Ds : ( insisi bedah )

- Klien mengatakan appendicitis NYERI

nyeri pada luka bekas

operasi pada daerah

abdomen kuadran terputusnya kontinitas

kanan bawah. jaringan

- klien mengatakan

nyeri pada saat

bergerak. pelepasan mediator

- Nyeri yang di kimia

rasakan berada pada ( bradikinin, histamine,

skala 5 yaitu nyeri prostaklanding)

sedang

- Klien mengatakan

nyeri yang di rasakan merangsang

hilang timbul. nosiseptor

medulla spinalis melalui

Do : prose tranduksi dan

54
- Espresi wajah transmisi

Nampak meringis.

- Nampak terpasank

infus RL pada hipotalhamus

streminas atas kanan

20 tetes/menit.

- Nampak terpasang korteks serebri

verban pada daerah

abdomen kuadran

kanan bawah .

- Nampak terpasan presepsi nyeri

kateter.

- Klien Nampak

lemah.

- Napak adanya luka

hacting + 8 cm pada

daerah abdomen

kuadran kanan

bawah.

- TTV :

TD : 110 / 60 mmHg

P : 24 x / menit

N : 74 x / menit

55
S : 36 C

CP IV

Diagnosa Keperawatan

Nama : Tn. “A” Diagnosa medis : Appendicitis

Umur : 70 tahun Ruangan : Melati I

Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal pengkajian : 26-07-2019

No Tanggal
Diagnosa Tanggal Teratasi
Pengkajian

1 Nyeri berhubungan dengan 26 juli 2019

terputusnya kontinitas jaringan

post operasi

CP V

Rencana Keperawatan

Nama : Tn. “A” Diagnosa medis : Appendicitis

Umur : 70 tahun Ruangan : Melati I

Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal pengkajian : 26-07-2019

No Hari/tgl Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionaal

56
Keperawatan
1 Jum’at Nyeri Nyeri 1. kaji tingkat 1. Berguna dalam

26-07- berhubungan teratasi nyeri catat pngawasan

2019 dengan dengan lokasi keefektifan dan

terputusnya kreteria: karakteristik kemajuan

kontinitas jaringan -espresi dan beratnya penyembuhan pada

akibat post operasi wajah (skala 0-10) karakteristik nyeri

ditandai dengan Nampak menunjukkan

DS: rileks dan terjadinya abses

- Klien ceria peronitis memerlukan

mengatakan -klien tidak upaya evaluasi medik

nyeri pada mengeluh dan intervensi

lukabekas nyeri lagi 2. observasi 2. Adanya

operasi pada -klien tanda-tanda perubahanTTV

abdomen Nampak vital merupakan indikasi

kuadran kanan tenang nyeri

bawah 3. anjurkan 3. Dapat membantu

- Klien teknik dalam relaksasi otot-

mengatakan relaksasi otot dan mengurangi

nyeri pada saat (nafas rasa nyeri

bergerak dalam)

- Klien

mengatakan 4. Meningkatkan

57
nyeri yang 4. dorong relaksasi fungsi organ

dirasakan hilang mobilisasi merangsang

timbul diri peristaltic dan

DO: kelancaran flatus

- Klien nampak menurungkan ketidak

lemah nyamanan abdomen.

- Klien nampak

meringis 5. menghilangkan

5. pertahankan tegangan abdomen

istirahat yang bertambah

dengan dengan posisi

posisi semi terlentang

powler

6. focus perhatian

6. berikan kembali

aktivitas meningkatkan

hiburan relaksasi dan dapat

meningkatkan

kemampuan koping

7. -cefotaxime

7. penatalaksan (sebagai antibiotic)

aan dengan -asam tranesamat

pemberian (anti pendarahan)

58
obat injeksi -sotatic

-cefotaxime (anti emerik)

-asam -norages

traneksamat (sebagai anti analgetik)

-sotatic -ranitidin

-norages (penatralisir asam

-ranitidin lambung)

CP VI

Implementasi

Nama : Tn. “A” Diagnosa medis : Appendicitis

Umur : 70 tahun Ruangan : Melati I

Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal pengkajian : 26-07-2019

No Hari / tgl Jam Implementasi


1 Jum’at 26 08.20 1. Mengkaji tingkat nyeri dan intesitas nyeri

Juli 2019 Hasil : klien berada pada skala 4-6 (nyeri sedang)

59
09.12 2. Mempertahankan istirahat klien dengan posisi semi

fowler.

Hasil : klien berusaha tetap bertahan dengan posisi

semi fowler

09.32 3. Mendorong mobilisasi dini (miring kanan,miring

kiri)

Hasil ;klien berusaha melakukannya dengan hati-hati

09.34 4. Memberikan aktifitas hiburan

Hasil : klien mau melakukannya

10.45 5. Mengobservasi tanda-tanda vital

Hasil : TD; 110\60 mmhg

N; 74 x / menit

P; 24 x / menit

S; 36 C

12.15 6. Menganjurkan teknik relaksasi (nafas dalam)

Hasil :klien dapat mengerti dan mau melakukannya

7. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

Hasil:

- As Traneksamat 1 amp / 8 jam / IV / hari

13.26 - Cefotaxime 1 g / 12 jam / IV / hari

- Sotatic 1 amp / 8 jam / IV / hari

- Ranitidin 1 amp / 8 jam / IV / hari

- Norages 1 amp / 8 jam / IV / hari

60
CP VII

Evaluasi

Nama : Tn. “A” Diagnosa medis : Appendicitis


Umur : 70 tahun Ruangan : Melati I
Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal pengkajian : 26-07-2019
No Hari / tgl Jam Evaluasi
1 Jum’at 26 13.20 S : klien mengatakan masih nyeri pada luka bekas
operasi pada daerah abdomen kuadran kanan bawah
Juli 2019
O : Ekspresi wajah nampak meringis
A : masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

61
1. kaji tingkat nyeri catat lokasi karakteristik dan
beratnya (skala 0-10)
2. observasi tanda-tanda vital
3. anjurkan teknik relaksasi (nafas dalam)
4. dorong mobilisasi diri
5. pertahankan istirahat dengan posisi semi powler
6. berikan aktivitas hiburan
7. penatalaksanaan dengan pemberian obat injeksi
- As.Traneksamat 1 amp/8 jam / IV / hari
- Cefotaxime 1 g / 12 jam / IV / hari
- Sotatic 1 amp / 8 jam / IV / hari
- Ranitidin 1 amp / 8 jam / IV / hari
- Norages 1 amp / 8 jam / IV / hari

Implementasi

Catatan Perkembangan Hari Pertama

Nama : Tn. “A” Diagnosa medis : Appendicitis

Umur : 70 tahun Ruangan : Melati I

Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal pengkajian : 26-07-2019

No Hari / tgl Jam Implementasi


1 Sabtu 27 08.20 1. Mengkaji tingkat nyeri dan intesitas nyeri

Juli 2019 Hasil : klien berada pada skala 5 (nyeri sedang)

09.12 2. Mempertahankan istirahat klien dengan posisi

semi fowler.

62
Hasil : klien berusaha tetap bertahan dengan

posisi semi fowler

10.00 3. Mendorong ambulasi dini (miring kanan,miring

kiri)

Hasil ;klien berusaha melakukannya dengan

hati-hati

11,34 4. Memberikan aktifitas hiburan

Hasil : klien mau melakukannya

11.50 5. Mengobservasi tanda-tanda vital

Hasil : TD; 110\70 mmhg


N; 74 x / menit
P; 24 x / menit
S; 36 C

6. Menganjurkan teknik relaksasi (nafas dalam)


12.40
Hasil :klien dapat mengerti dan mau

melakukannya

7. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

Hasil:

As Traneksamat 1 amp / 8 jam / IV / hari


13.20
Cefotaxime 1 g / 12 jam / IV / hari

Sotatic 1 amp / 8 jam / IV / hari

Ranitidin 1 amp / 8 jam / IV / hari

Norages 1 amp / 8 jam / IV / hari

63
Evaluasi

Catatan Perkembangan Hari Pertama

Nama : Tn. “A” Diagnosa medis : Appendicitis

Umur : 70 tahun Ruangan : Melati I

Jenis Kelamin : Laki-laki Tanggal pengkajian : 26-07-2019

No Hari / tgl Jam Evaluasi


1 Sabtu 27 13.50 S : klien mengatakan nyerinya sudah berkurang tapi
Juli 2019 nyeri yang dirasakan masih hilang timbul dan berada
pada skala 3 yaitu nyeri ringan.
O : klien masih Nampak lemah
A : masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

64
1. kaji tingkat nyeri catat lokasi karakteristik dan
beratnya (skala 0-10)
2. observasi tanda-tanda vital
3. anjurkan teknik relaksasi (nafas dalam)
4. dorong mobilisasi diri
5. pertahankan istirahat dengan posisi semi powler
6. berikan aktivitas hiburan
7. penatalaksanaan dengan pemberian obat injeksi
- As Traneksamat 1 amp/8 jam / IV / hari
- Cefotaxime 1 g / 12 jam / IV / hari
- Sotatic 1 amp / 8 jam / IV / hari
- Ranitidin 1 amp / 8 jam / IV / hari
- Norages 1 amp / 8 jam / IV / hari

BAB III

METODE PENULISAN

A. TEHNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam menyusun laporan ini dilakukan di RSUL Pinrang di Ruangan

MELATI I. Penulis dalam melakukan pengumpulan data menggunakan

tehnik wawancara dan observasi dengan klien dan petugas atau perawat

dalam ruangan tersebut.

B. SISTEMATIKA PENULISAN

65
Penulisan laporan studi kasus ini dibagi dalam Lima BAB dengan susunan

sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan berisi; Latar Belakang, Tujuan penulisan,

Manfaat penulisan

BAB II : Tinjauan pustaka yang berisi Tinjauan medis dan Konsep

Asuhan Keperawatan

BAB III : Metode Penulisan berisi cara pengumpulan data dan

sistematika penulisan

BAB IV : Pembahasan kasus yang meliputi pengkajian perencanaan,

pelaksanaan dan penilaian keperawatan

BAB V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pembahasan ditemukan kesenjangan yang ada di antara, teori

yang mendasar, tentang pelaksanaan kasus yang dilakukan pada tanggal 26

September 2019 pada Tn, “A” dengan post oprasi Appendicitis dengan gangguan

pemenuhan kebutuhan nyeri di RSUL Pinrang.

Untuk mempermudah masalah dalam memahami kesenjangan atau

persamaan yang ada maka dalam pelaksanaan asuhan keperawatan memiliki 4

tahap yaitu ;

66
A. Pengkajian

Dalam teori dikemukakan bahwa tahap pengkajian merupakan proses

keperawatan yang kegiatannya untuk mengumpulkan informasi mengenai

klien pada saat pengkajian di dapatkan nyeri pada post operasi di daerah

abdomen kuadran kanan bawah pada Tn, “A” karena ada luka bekas operasi

Dari hasil pengkajian dan analisa data studi kasus tidak banyak

ditemukan kesenjangan yang berarti antara teori dan kasus, karena pada teori

hanya ada nyeri pada abdomen kuadran kanan bawah yang disebabkan karena

adanya tindakan post operasi. Maka penulis hanya menitikberatkan pada

masalah gangguan pemenuhan kebutuhan yang dihadapi klien.

B. Diagnosa

Sedangkan pada kasus ini penulis hanya mengangkat 1 diagnosa

keperawatan yaitu Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinitas jaringan

post operasi.

C. Perencanaan

Perencanaan tindakan keperawatan penulis menggunakan format

pengkajian yang telah didokumentasikan yang dibuat untuk kasus post operasi

appendicitis dalam menentukan pencapaian atau tujuan yang diharapkan

dengan keadaan klien, juga urutan prioritas masalah mengacu pada kebutuhan

67
dasar manusia dan sesuai dengan kondisi klien Yang di dapatkan dalam kasus

ini sebagai berikut :

Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinitas jaringan post operasi.

Adapun rencana tindakannya adalah sebagai berikut ;

1) Kaji tingkat nyeri , lokasi, karakteristik dan beratnya.

2) Observasi tanda – tanda vital.

3) Anjurkan teknik relaksasi ( napas dalam )

4) Dorong mobilisasi dini

5) Pertahangkan istirahat dengan posisi semi fowler.

6) Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik dan antibiotic.

Pada diagnosa ini terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, karena apa

yang direncanakan pada kasus juga terdapat dalam teori.

D. Implementasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dalam

mengevaluasi kasus tersebut yang membutuhkan waktu yang panjang, maka

mengenai kesenjangan di dalam tahap praktek dan terhadap teori yang timbul

keadaan berupa masalah dapat diatasi dan masalah keseluruhan tidak dapat

diatasi.

- Evalusi pada hari pertama 27 september 2019 masalah belum teratasi,

nyeri yang dirasakan berada dalam skala 5 ( nyeri sedang)

68
- Evaluasi pada hari ke dua (28 september 2019) masalah belum teratasi

sepenuhnya, nyeri yang dirasakan sudah berkuran yaitu berada dalam

skala 3 ( nyeri ringan).

- Evaluasi pada hari ke tiga (29 september 2019) masalah sudah teratasi

dan pasien pulang.

BAB V

PENUTUP

Setelah penulis membahas asuhan keperawatan pada klien Tn “A” dengan

post operasi ‘’APPENDICITIS’’ dengan masalah gangguan pemenuhan

kebutuhan Nyeri, mencoba menyimpulkan beberapa bagian yang penting dan

harus diperhatikan. Maka penulis menarik kesimpulan dan saran-saran sebagai

berikut :

69
A. Kesimpulan

1. Pengkajian data yang dilakukukan secara sistematis yang akan

memudahkan perawat untuk mengenal masalah keperawatan yang

dihadapi oleh klien Tn “A” dengan menggunakan proses keperawatan

meliputi, pengkajian, perencanaan dan evaluasi.

2. Dalam penatalaksanaan perawat klien post operasi Appendicitis perlu

adanya kerja sama yang baik antara klien, keluarga klien perawat dan

kesehatan lainnya.

3. Memberikan penyuluhan agar klien mengerti tentang prosedur tindakan

yang dilakukan kepada klien dan agar klien lebih kooperatif.

4. Pelaksanaan proses keperawatan merupakan salah satu syarat untuk

mengembangkan dan membina karier tenaga keperawatan sehingga akan

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan

B. Saran –saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas maka penulis

menganjurkan saran yaitu :

1. Lebih meningkatkan mutu kesehatan dan keperawatan serta melibatkan

dan mengikutsertakan klien dan anggota keluarga dalam melakukan

pelaksanaan pelayanan keperawatan untuk menciptakan kemandirian

pada keluarga dan klien sendiri

70
2. Mengatasi masalah perawatan Tn “A” dengan post operasi Appendicitis

sesuai prioritas masalah dan mendahulukan masalah aktual

3. Perawat hendaknya mengenal lebih banyak prosedur yang telah

ditetapkan, sehingga dapat menentukan cara pemenuhan secara cepat

dan tepat untuk memperoleh asuhan keperawatan yang sempurna

4. Pelayanan keperawatan hendaknya dilaksanakan dengan prosedur yang

telah di tetapkan dengan memperhatikan tentang teori askep pada klien

post operasi Appendicitis.

71

Anda mungkin juga menyukai