JRTPPI Desember-2012
JRTPPI Desember-2012
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri adalah majalah ilmiah berkala yang
memuat karya tulis ilmiah di bidang pencegahan pencemaran industri, diterbitkan secara teratur
2 (dua) kali per tahun oleh Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, Semarang
(BBTPPI), Kementerian Perindustrian.
DEWAN REDAKSI
Dewan Redaksi : Ir. Sri Moertinah, M.Si (Teknologi Lingkungan), Ir. Nani Harihastuti, M.Si (Teknologi
Lingkungan), Dr. Aris Mukimin, S,Si, M.Si (Kimia Lingkungan), Cholid Syahroni, S.Si, M.Si (Kimia
Lingkungan), Silvy Djayanti, ST, M.Si (Ilmu Lingkungan), Ir. Ais Lestari Kusumawardhani (Simulasi dan
Kontrol Proses), Bekti Marlena, ST, M.Si (Ilmu Lingkungan), Dra. Muryati Apt. (Simulasi dan Kontrol
Proses), Ir. Marihati (Simulasi dan Kontrol Proses),
Ikha Rasti Julia Sari, ST, M.Si (Ilmu Lingkungan), Ir. Djarwanti (Teknologi Lingkungan)
Redaksi Pelaksana : Drs. M. Nasir, MA, Hanny Vistanty, ST, MT , Rustiana Yuliasni, ST
Sekretaris : Subandriyo, S.Si, M.Si, Aniek Yuniati Sisworo, ST.
Setting/Tata Naskah dan Tata Kelola Website : Nur Zen, ST, Arief Hidayat, S.Kom
Distribusi : Eko Widowati, SH, Santoso
PENGANTAR REDAKSI
Pada Kebijakan Industri Nasional ditegaskan bahwa pembangunan industri kedepan didasarkan
pada pengembangan industri yang berwawasan lingkungan (Green Industry) yang diantaranya dilakukan
dengan pencegahan dan pengendalian pencemaran. Dengan melaksanakan kebijakan ini, pemerintah terus
mendorong inovasi baru dalam pencegahan pencemaran yang dilakukan dalam proses industri maupun
teknologi pengolahan limbah.
Pada terbitan ini, redaksi menyajikan artikel-artikel hasil penelitian para peneliti mengenai :
1. Penanganan Dampak Lingkungan Unit Utilitas Pada Industri Pengolahan Tepung Tempurung Kelapa
2. Kajian Debit Maksimum Dalam Air Limbah Industri Gula Di Jawa Tengah
3. Evaluasi Implementasi Eko-Efisiensi di Salah Satu Usaha Kecil Menengah Batik di Kabupaten Pekalongan
4. Pengaruh Pengulangan Penggunaan Elektrolit Pada Proses Sintesa TiO2 Nanopartikel Secara Anodizing
Terhadap Kinerja Fotokatalitik
5. Dekolorisasi Pewarna Reaktif Pada Air Limbah Industri Tekstil Secara Elektrokimia
6. Perancangan Prototipe Alat Pengendalian Pencemaran SO2 dan NO2 Dengan Teknologi Non Thermal
Plasma
Pada kesemptan ini Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri mengucapkan terima
kasih kepada para penulis yang telah menyumbangkan karya tulis ilmiahnya untuk dipublikasikan dan kami
tetap mengharapkan sumbangan naskah karya tulis ilmiah dari semua pihak. Redaksi Jurnal Riset TPPI
menerima saran dan kritik dari pembaca untuk memperbaiki mutu dan penampilannya
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 i
JURNAL RISET
TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI
Vol. 2 No 2, Desember 2012
DAFTAR ISI
ii Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
JURNAL RISET
TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI
PETUNJUK UMUM
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI adalah publikasi ilmiah dibidang
teknologi pencegahan pencemaran industri. Jurnal ini diterbitkan oleh Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran
Industri
Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik dan benar. Naskah dapat
berupa hasil penelitian dan pengembangan, kajian ilmiah, analisis dan pemecahan masalah dibidang teknologi
pencegahan pencemaran industri. Naskah tersebut belum pernah dipublikasikan dalam publikasi ilmiah lainnya.
PETUNJUK PENULISAN
1. Setiap naskah harus diketik menggunakan program MS Word, fontasi Arial, 1,5 spasi, pada kertas HVS
ukuran A4 (kwarto) 70 g, maksimal 15 halaman, margin kiri 30 mm dan kanan 25 mm, margin bawah dan
atas masing masing 25 mm. Naskah dikirim rangkap 2 (dua) disertai soft copy dalam CD atau dikirimkan
lewat e-mail atau e-pesan.
2. Susunan naskah yang berasal dari hasil riset adalah sebagi berikut : Judul, Nama dan alamat institusi
penulis, Abstrak Berbahasa Indonesia, Kata Kunci Berbahasa Indonesia, Abstract Berbahasa Inggris,
Keywords, Pendahuluan, Metodologi, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, ucapan terima kasih (kalau ada)
dan Daftar Pustaka. Naskah yang bukan hasil riset disesuaikan dengan format ilmiah yang berlaku.
3. Judul : ditulis dengan huruf besar font 14 pt bold (format all caps), singkat, jelas, menggambarkan isi naskah/
naskah, maksimal 16 kata.
4. Nama Penulis : dengan font 12 pt bold ditulis nama lengkap, tanpa gelar akademik. Apostrop ditulis dibelakang
nama penulis dengan format superscript. Jarak antara judul dan nama penulis adalah 2 spasi.
5. Abstrak dan Abstract : abstrak memuat perumusan masalah, tujuan, metodologi, hasil utama, kesimpulan
dan implikasi hasil penelitian. Maksimal 250 kata. Judul abstrak dan abstract ditulis dengan font 11 pt bold.
Isinya ditulis dengan font 11 pt italic (huruf miring). Margin kiri 40 mm dan margin kanan 30 mm. Jarak nama
penulis dan abstrak adalah 2 spasi. Abstract berbahasa Inggris adalah terjemahan dari Abstrak.
6. Kata Kunci dan Key words : maksimal 8 kata. Key words adalah terjemahan bahasa Inggris kata kunci.
Judul Kata Kunci dan ditulis dengan font 11 pt bold. Isinya ditulis dengan font 11 pt italic. Margin disamakan
dengan abstrak. Jarak abstrak dan Kata Kunci dan Abstract dan Key words masing masing 2 spasi.
7. Isi Naskah : ditulis dengan font 12 pt.
8. Gambar dan Tabel : harus diberi urut. Judul tabel ditulis diatas tabel, sedangkan judul gambar ditulis
dibawahnya. Penempatan tabel dan gambar harus berdekatan dengan teks yang mengacunya. Gambar/
grafik hendaknya menggunakan format beresolusi tinggi dan kontras. Hindari gambar dan tabel ditulis pada
lampiran. Jumlah halaman gambar dan tabel tidak boleh lebih dari 30 % dari seluruh halaman.
9. Daftar Pustaka : disusun menurut abjad
• Buku : nama penulis, tahun penerbitan, judul, volume, edisi, nama penerbit, kota penerbit. Referensi
dari naskah yang tidak dipublikasikan dan komunikasi pribadi tidak dicantumkan dalam Daftar
Pustaka, tetapi ditulis dalam teks.
• Terbitan berkala : nama penulis, tahun penerbitan, judul naskah, nama terbitan, volume dan nomor
terbitan dan nomor halaman.
• Pustaka dari Proceeding : nama penulis, judul pustaka, nama proceeding, nama penerbit, tahun.
• Website/internet : nama penulis, judul, nama serial on line, tahun serial, tanggal dikutip, nama
website.
10. Naskah akan dievaluasi oleh dewan penyunting, dengan kriteria penilaian : kebenaran isi, orisinilitas, kejelasan
uraian dan kesesuaian dengan sasaran jurnal. Naskah yang tidak dapat dimuat akan diberitahukan kepada
penulisnya.
11. Pendapat atau pernyataan ilmiah merupakan tanggung jawab penulis.
12. Hal hal yang belum jelas dapat mengubungi redaksi.
Alamat Redaksi : REDAKSI JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang
Telepon : 024-8316315, Fax : 024-8414811, Email : jurnalrisettppi@kemenperin.go.id
Aktivitas industri memberikan dampak ke lingkungan baik positif maupun negatif. Tulisan ini merupakan kajian
ilmiah penggunaan mesin diesel bekas truck ditinjau dari sisi ekonomi dan lingkungan pada industri pengolahan
tepung tempurung kelapa. Metode penelitian adalah observasi partisipatif, dengan lokasi penelitian pada CV.
Putra Jaya Sahita Guna di Kabupaten Semarang. Penggunaan mesin diesel sebagai penggerak hammermill
merupakan sumber pencemar udara, hal ini dikarenakan ketidaksesuaian antara waktu perawatan dengan beban
kerja produksi. Langkah perbaikan yang yang dipilih adalah penggantian mesin diesel dengan menggunakan
motor listrik. Gambaran lingkungan dapat dihitung dari penggunaan bahan bakar solar untuk memproduksi 3,2
ton atau 3200 kg produk membutuhkan bahan bakar sebanyak 274 liter, dimana setara dengan emisi GHG
0,769934049 setara ton emisi CO2 . Adanya Penggunaan motor listrik sebesar 22 KW akan menurunkan emisi
GHG menjadi 0,13750213 setara ton emisi CO2.
KAJIAN DEBIT MAKSIMUM DALAM BAKU MUTU AIR LIMBAH INDUSTRI GULA DI JAWA TENGAH
Baku mutu air limbah industri gula di Jawa Tengah mengalami perubahan basis penentuan beban pencemar
dari ton produk gula menjadi ton tebu diolah perhari (TCD). Debit air limbah maksimum menjadi dasar utama
dalam setiap penghitungan beban pencemar. Penentuan debit maksimum harus dilakukan mengacu pada
ketentuan sebelumnya dan teknologi yang dimiliki industri untuk menggunakan kembali air limbahnya dalam
proses produksi. Penelitian ini akan mengkaji debit air limbah maksimum berdasar komparasi satuan produksi
antara ton produk gula dan ton tebu diolah perhari. Hasil penghitungan rasio antara jumlah tebu diolah dan ton
produk gula perhari menunjukkan angka 13,31 ton tebu/ton gula. Berdasar angka rasio, industri gula berkapasitas
kurang dari 2.500 TCD, debit air limbah proses dan air limbah kondensor dapat diketatkan menjadi 0,4 m3/TCD
dan 21 m 3/TCD. Pada kapasitas 2.500 hingga 10.000 TCD tidak mungkin diketatkan karena persyaratan debit
maksimum air limbah kondensor sudah tertalu ketat.
iv Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI
( RESEARCH JOURNAL OF INDUSTRIAL POLLUTION CONTROL TECHN0LOGY )
ISSN 2087-0965 Vol. 2, No. 2, Desember 2012
ABSTRAK
EVALUASI IMPLEMENTASI EKO-EFISIENSI DI SALAH SATU USAHA KECIL MENENGAH BATIK DI
KABUPATEN PEKALONGAN
Salah satu industri batik di Kelurahan Simbang Kulon, Kabupaten Pekalongan adalah industri skala kecil
menengah dengan kapasitas produksi rata-rata per bulan yaitu 300 kodi. Jumlah produksi yang cukup banyak
ini dapat berpengaruh negatif pada lingkungan jika tidak ada pengelolaan lingkungan yang baik. Penggunaan
konsep eko-efisiensi ditujukan pada perbaikan ekologi dan ekonomi dengan peningkatan kualitas kinerja UKM.
Tujuan evaluasi implementasi eko-efisiensi adalah menganalisis efisiensi pemakaian bahan baku, pendukung,
dan energi, jumlah keluaran bukan produk, jumlah emisi gas rumah kaca, serta rasio Eko-Efisiensi. Penelitian
ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan metode kuantitatif. Berdasarkan hasil analisis
per produk produksi batik kombinasi diperoleh efisiensi pemakaian air bersih proses pewarnaan dari 5,7 L
menjadi 1,1 L, penggunaan air bersih proses pelorodan sebanyak 22,5 L dan proses pencucian sebanyak 37,5
L, efisiensi konsumsi listrik dari 0,0125 KWh menjadi 0,00767 KWh (per produk), dan penggantian penggunaan
bahan bakar dari minyak tanah ke LPG. Jumlah emisi gas rumah kaca per produk untuk minyak tanah 0,0000372
ton GHG, kayu bakar 0,00000036 ton GHG, listrik 0,0000073 ton CO2 equiv (sebelum eko-efisiensi), dan LPG
0,0000013 ton GHG, kayu bakar 0,00000031 ton GHG, listrik 0,0000045 ton CO2equiv (sesudah eko-efisiensi).
Rasio eko-efisiensi per produk untuk konsumsi energi 0,000548 Gigajoule (sebelum eko-efisiensi), 0,000251
Gigajoule (sesudah eko-efisiensi), konsumsi bahan 0,00257 ton, dan emisi gas rumah kaca 0,000045 ton CO2
equiv (sebelum eko-efisiensi), 0,0000062 ton CO2 equiv (sesudah efisiensi). Rasio eko-efisiensi berdasarkan
nilai tambah ekonomi dan pengaruh lingkungan dari produk dan jasa yaitu Rp 1.400,- / 0,000045 ton CO2 equiv
(sebelum eko-efisiensi) dan Rp 1.600,- / 0,0000062 ton CO2 equiv. Pemakaian bahan dan jumlah emisi akan
semakin berkurang jika proses produksi batik dilakukan dengan efisien, dan diharapkan dapat merubah budaya
kerja yang diukur berdasarkan kebutuhan bukan karena kebiasaan.
Titanium oksida nanotube mempunyai sifat katalitis bila dipapari sinar ultra violet. Sifat katalis ini dapat digunakan
untuk degradasi cemaran limbah industri. Sintesa TiO2 nanotube dapat dibuat dengan proses anodizing
menggunakan elektrolit organik grade teknis, seperti etilene glikol mengandung Ammonium floride dan H2O.
Elektrolit tersebut dapat digunakan secara berulang ulang. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
elektrolit ini dapat digunakan secara berulang ulang sampai 20x tanpa penurunan kinerja sifat katalitiknya.
Pengukuran kinerja dilakukan secara Linear Swep Voltametri.
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 v
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI
( RESEARCH JOURNAL OF INDUSTRIAL POLLUTION CONTROL TECHN0LOGY )
ISSN 2087-0965 Vol. 2, No. 2, Desember 2012
ABSTRAK
DEKOLORISASI PEWARNA REAKTIF PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL SECARA ELEKTROKIMIA
Telah dilakukan penelitian mengenai dekolorisasi pewarna reaktif pada air limbah sintetik dari pewarna dan air
limbah industri tekstil secara elektrokimia. Air limbah sintetik yang digunakan untuk mencari kondisi operasi
optimum terbuat dari pewarna reaktif Rayon Blue. Dekolorisasi dilakukan pada reaktor satu sel dengan
menggunakan elektroda yang tergolong bersifat stabil berupa anoda Ti/PbO2 dan katoda stainless steel.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dengan meningkatnya tegangan listrik akan mampu menurunkan intensitas
warna dan Chemical Oxygen Demand (COD), pada tegangan 7 Volt akan menurunkan COD sebesar 66,18%.
Kondisi pH awal yang bersifat asam juga mempengaruhi proses dekolorisasi, dimana penurunan COD tertinggi
pada pH 5 yaitu sebesar 73,38 %.
Pada aplikasi dengan menggunakan air limbah industri tekstil pewarnaan, terjadi penurunan COD sebesar
46,48%.
Silvy Djayanti
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang
Email : silvy_bbtppi@yahoo.com
Perancangan prototipe pembangkit plasma Corona Discharge bertujuan untuk mereduksi emisi gas SO2 dan
NO2 yang berasal dari emisi pembakaran batubara. Plasma dibangkitkan dengan dua reactor plasma dengan
daya 2 x 60 Watt. Tegangan yang dibutuhkan untuk mereduksi gas emisi minimal 6000 volt. Reaktor plasma
terdiri dari elektroda dengan bahan aluminium berbentuk tabung yang dipasang secara horizontal bertingkat
dan tabung casing isolator luar terbuat dari PVC. Kedua reaktor tersebut dipasang secara bertingkat. Tabung
aluminium tersebut dihubungkan dengan arus listrik tegangan tinggi. Pada penelitian ini hasil reduksi single
reaktor dibandingkan dengan double reactor untuk mencegah adanya gas emisi yang lolos saat masuk ke
dalam reactor. Efisiensi reduksi SO2 dan NO2 terbesar yang diperoleh 90%,menggunakan double reaktor pada
debit minimum gas buang 11,7 L/ detik.
Kata kunci : Plasma corona discharge, double reactor, reduksi SO2 dan NO2
vi Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI
( RESEARCH JOURNAL OF INDUSTRIAL POLLUTION CONTROL TECHN0LOGY )
ISSN 2087-0965 Vol. 2, No. 2, Desember 2012
ABSTRACT
Industrial activities cause environmental impacts, both positive and negative. This paper is a scientific study of
secondhand trucks using diesel engines in terms of the economy and the environment in the manufacturing of
coconutshell flour. The research method is participant observation, the research site on the CV. Putra Jaya
Sahita Guna district of Semarang. The use of diesel engines as the driving hammermillis a source of air pollutants,
this is due to a mismatch between the treatment time with the production workload. Corrective measures chosen
are replacing diesel engines with electric motors. The environment condition can be calculated from the use of
diesel fuel to produce 3.2 tons or 3200 kg of fuel products requireas much as 274 liters, which is equivalent to
0.769934049 GHGemissions equivalent tons of CO2 emissions. The usage of a 22 KW electric motor will reduce
GHG emissions equivalent to 0.13750213 tons of CO2 emissions.
Key words: Coconut shell flour processing industry, Utility, Environmental impact
Waste water quality standard in Central Java changed the determination of basis of pollution load from tons of
sugar products into ton cane per day (TCD). The maximum flow discharge of waste water into the main base
calculation of pollutant loads in the water. Determination of the maximum discharge should be based on the
regulation previously and technology owned by the industry for wastewater reuse in the production process. This
study will assess the maximum wastewater discharge based on the comparison between the sugar production
and tons cane processed per day. The ratio between tons of sugar products and ton can per day is 13,3. Based
on the ratio, at the sugar industry less than 2.500 TCD and 2.500 to 10.000 TCD, maximum flow discharge
process waste water and waste water condenser can be reduce to 0,4 m3/TCD and 21 m3/TCD. In the sugar
industry maximum flow discharge of waste water condenser cannot be reduced because it was too tight.
Key words: Maximum flow discharge, Waste water quality standard, Sugar industry
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 vii
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI
( RESEARCH JOURNAL OF INDUSTRIAL POLLUTION CONTROL TECHN0LOGY )
ISSN 2087-0965 Vol. 2, No. 2 Desember 2012
ABSTRACT
EVALUATION ON ECO-EFFICIENCY IMPLEMENTATION IN ONE OF SMALL SCALE ENTERPRISES IN
PEKALONGAN REGENCY
One of batik industry located at Simbang Kulon, Buaran District, Pekalongan is small and middle scale industry
which has its capacity approximately 300 kodies / month. Its production influenced the negative effect for the
environment if there is not good enough handling. Implementation of eco-efficiency concept is aimed to improve
economy and ecology with increasing the quality performance of its UKM. This research used descriptive-
quantitative analyses. The purpose is analyze the eco-efficiency implementation evaluation of the efficiency
using raw and supporting materials, energy, non product output total, green house gases total and ratio eco-
efficiency. Based on the analysis result per product of combination batik got clean water efficiency coloring
process from 76 L reduced to 20 L; clean water for paraffin removal 900 L and washing 1500 L; energy consumption
efficiency from 0.5 KWh reduced to 0.307 KWh; and kerosene fuel replaced to LPG. GHG emission / product for
kerosene 0.0000372 ton GHG, wood 0.00000036 ton GHG, electricity 0.0000073 ton CO2 equiv (before eco-
efficiency), and LPG 0.0000013 ton GHG, wood 0.00000031 ton GHG, electricity 0.0000045 ton CO2 equiv (after
eco-efficiency). Eco-efficiency ratio / product for energy consumption 0.000548 Gigajoule (before eco-efficiency),
0.000251 Gigajoule (after eco-efficiency), materials consumption 0.00257 ton, and GHG 0.000045 ton CO2 equiv
(before eco-efficiency), 0.0000062 ton CO2 (after eco-efficiency). Eco-efficiency ratio based on economic added
value and environment influence from product and service is Rp 1,400,- / 0.000045 ton CO2 equiv (before eco-
efficiency) and Rp 1,600,- / 0.0000062 ton CO2 equiv (after eco-efficiency). The use of material and total emission
will be less whenever the batik production process is efficient, and expected can change the working culture that
measure the need but not their own habit.
Key words : Eco-Effiency, Non Product Output, Ratio, Small and Middle Scale Batik Industry
Titanium oxide nanotube has catalytic property under Ultra violet exposure. The catalytic property can be used
for organic degradation of industrial waste water. TiO2 nanotube can be synthesed by anodizing method using
organic electrolyte technical grade, i.e. ethylene glycol containing Ammonium fluoride and H2O. The electrolyte
can be used for many times. The research shows that the electrolyte can be used up to 20 times without decreasing
its catalytic performance. The catalytic performance was measured by Linear Sweep Volta metric methode .
Key words: TiO2 nanotube, Anodising, Electrolyte, Ethylen glikol, Flouride, LSV.
viii Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI
( RESEARCH JOURNAL OF INDUSTRIAL POLLUTION CONTROL TECHN0LOGY )
ISSN 2087-0965 Vol. 2, No. 2 Desember 2012
ABSTRACT
DECOLORIZATION OF REACTIVE DYE IN TEXTILE INDUSTRY’S
WASTE WATER BY ELECTRO CHEMISTRY
The decolorization of reactive dye synthetic wastewater and textile industry wastewater by electrochemical were
investigated. Synthetic wastewater consisting of Rayon Blue was used as a model compound to look for optimum
operation. Decolorization was performed in a single cell reactor using dimensionally stable anode Ti/PbO2 as an
anode and Stainless Steel as a cathode.
The results shows that the increase of voltage will decrease of color intensity and Chemycal Oxigen Demand
(COD). The amount of percentage removal of COD was 66,18% at 7 Volt. Initial pH will also affect decolorization,
the highest COD removal was 73,38% at pH 5.
The application of decolorization using dye textile industry wastewater showed that COD removal was46,48%.
Silvy Djayanti
Center of Industrial Pollution Control Technology of Semarang
Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang
Email : silvy_bbtppi@yahoo.com
Designing prototype of plasma Corona Discharge was to reduce SO2 and NO2 emissions gas comes from burning
coal. Plasma generated by two reactors powered with 60 Watts each. The voltage required to reduce gas emissions
is at least 6000 volts. The reactor consists of electrodes made of aluminium sheets in form of tubes and are
mounted in two stages horizontally and accord to outer insulator casing made from PVC. Aluminum tubes
connected to high-voltage electrical current. In this study, the SO2 and NO2 reduction efficiency was compared
between using single and double reactor. The best efficiency was 90% using double reactor at a minimum
exhaust gas discharge 11.7 L/s.
Key words : Plasma corona discharge, Double reactor, SO2 and NO2 reduction
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 ix
x Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
Penanganan Dampak Lingkungan Unit Utilitas Pada Industri Pengolahan Tepung Tepurung Kelapa
ABSTRAK
Aktivitas industri memberikan dampak ke lingkungan baik positif maupun negatif. Tulisan ini merupakan
kajian ilmiah penggunaan mesin diesel bekas truck ditinjau dari sisi ekonomi dan lingkungan pada industri
pengolahan tepung tempurung kelapa. Metode penelitian adalah observasi partisipatif, dengan lokasi
penelitian pada CV. Putra Jaya Sahita Guna di Kabupaten Semarang. Penggunaan mesin diesel sebagai
penggerak hammermill merupakan sumber pencemar udara, hal ini dikarenakan ketidaksesuaian antara
waktu perawatan dengan beban kerja produksi. Langkah perbaikan yang yang dipilih adalah penggantian
mesin diesel dengan menggunakan motor listrik. Gambaran lingkungan dapat dihitung dari penggunaan
bahan bakar solar untuk memproduksi 3,2 ton atau 3200 kg produk membutuhkan bahan bakar sebanyak
274 liter, dimana setara dengan emisi GHG 0,769934049 setara ton emisi CO2 . Adanya Penggunaan motor
listrik sebesar 22 KW akan menurunkan emisi GHG menjadi 0,13750213 setara ton emisi CO2.
Kata kunci : Industri pengolahan tepung tempurung kelapa, Utilitas, Dampak lingkungan
ABTRACT
Industrial activities cause environmental impacts, both positive and negative. This paper is a scientific
study of secondhand trucks using diesel engines in terms of the economy and the environment in the
manufacturing of coconutshell flour. The research method is participant observation, the research site on
the CV. Putra Jaya Sahita Guna district of Semarang. The use of diesel engines as the driving hammermillis
a source of air pollutants, this is due to a mismatch between the treatment time with the production workload.
Corrective measures chosen are replacing diesel engines with electric motors. The environment condition
can be calculated from the use of diesel fuel to produce 3.2 tons or 3200 kg of fuel products requireas much
as 274 liters, which is equivalent to 0.769934049 GHGemissions equivalent tons of CO2 emissions. The
usage of a 22KW electric motor will reduce GHG emissions equivalent to 0.13750213 tons of CO2 emissions.
Key words: Coconut shell flour processing industry, Utility, Environmental impact
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 68
Penanganan Dampak Lingkungan Unit Utilitas Pada Industri Pengolahan Tepung Tepurung Kelapa
69 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
Penanganan Dampak Lingkungan Unit Utilitas Pada Industri Pengolahan Tepung Tepurung Kelapa
tetapi masih mengeluarkan asap dan partikel debu seharusnya dilakukan. Kajian lingkungan
hitam yang sudah meresahkan masyarakat yang menggunakan perhitungan emisi gas rumah kaca
tinggal di sekitar industri. Untuk itu dilakukan suatu melalui pendekatan penggunaan faktor emisi.
kajian ilm iah mengenai kelayakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
penggunaanmesin diesel bekas truck sebagai
tenaga pengerak pada mesin hammer mill apabila 1. Proses Produksi pada CV. Putra Jaya Sahita
ditinjau dari segi kelayakan ekonomi dan Guna
lingkungan pada industri pengolahan tepung Proses produksi di CV. Putra Jaya Sahita
tempurung kelapa. Guna cukup sederhana yaitu dengan mengubah
METODOLOGI tempurung kelapa secara fisika menjadi tepung
tempurung kelapa ukuran 80 mesh dengan
Tipe Penelitian
kapasitas produksinya 400 kg/ jam. Tahapan
Penelitian ini merupakan penelitian proses produksinya seperti yang terlihat pada
observatoryparticipant (observasi partisipatif). Gambar 1.
Observasi partisipatif dimaksudkan untuk
mengamati, mendengarkan dan menelaah Bahan Ba ku :
Te mpurung Kelapa
sebanyak mungkin aktivitas pada obyek penelitian.
Dimana obyek penelitian yang diamati adalah Pe milahan
Sahita Guna, yang beralamat di Jl. Raya PTP XVIII Prod uk:
Tep ung 8 0 mesh
Ngobo Dusun Gebogan, RT. 08/RW. IV, Kelurahan
Karangjati, Kecamatan Bergas, Kabupaten
Semarang. Pemilik Perusahaan bernama Bapak Gambar 1. Tahapan Proses Produksi Tepung
Fathoni. Tempurung Kelapa
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini Dalam proses ini tempurung kelapa
adalah Absorben gas SO2 dan NO2, Filter Silica dipisahkan secara manual dari kotoran yang terikut
Whatman. terbawa dalam kemasan bahan baku baik berupa
serabut kelapa, sampah plastik, rafia ataupun
Peralatan yang digunakan dalam kajian ini
sampah jenis lainnya. Tempurung kelapa yang akan
adalah Analitical Balance, Tachometer Pompa
diproses adalah tempurung kelapa pilihan yang
Vakum, Opasitimeter Riengelman, Infrared
dengan karakteristik tidak terlalu kering dan tidak
Thermometer
terlalu basah, untuk mengoptimalkan tepung yang
Teknik Analisis Data dihasilkan. Kadar air yang baik dalam tempurung
kelapa maksimal adalah 1%. Hal ini dikarenakan
Analisis data menggunakan metode
semakin kering atau basah tempurung kelapa
kuantitatif. Hasil analisa gas buang emisi mesin
maka jumlah tepung yang dihasilkan akan semakin
diesel dibandingkan dengan baku mutu yang
sedikit.
berlaku di propinsi Jawa Tengah yaitu berdasarkan
Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 10 tahun b. Proses Penghancuran
2000 untuk Genset.
Pada proses penghancuran tempurung
Analisis kinerja mesin diesel truck kelapa digunakkan mesin Hammer mill atau sering
dilakukan dengan pengukuran tachometer serta disebut dengan mesin crusher. Mesin hammer mill
mem bandingkan biaya perawatan yang ini digerakkan oleh 4 (empat) puli, dimana supply
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 70
Penanganan Dampak Lingkungan Unit Utilitas Pada Industri Pengolahan Tepung Tepurung Kelapa
energinya berasal dari mesin diesel. Input pada 2. Identifikasi Emisi Gas Buang
proses pengahancuran berasal dari feeder bahan
Limbah udara berupa gas buang berasal dari
baku dan proses pengumpulan ke 2 yaitu bahan
pemakaian bahan bakar solar untuk mesin diesel
baku yang tidak masuk spesifikasi.
dan genset. Pemeriksaan awal terhadap kualitas
Pukulan dan sisir merupakan indikator awal gas buang pada mesin diesel dilakukan tanggal 26
untuk dilakukan pengecekan apabila tepung yang Desember 2011 oleh Laboratorium Pengujian Balai
diproduksi tidak sesuai dengan target. Jadual Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
penggantian pukulan dan sisir biasanya dilakukan (BTPPI) Semarang. Emisi gas buang merupakan
setiap 3 hari sekali atau 6 shift, untuk indikator output dan merupakan bagian dari
mengoptimalkan hasil tepung yang didapat. indikator kinerja lingkungan. Hasil pemeriksaan
emisi gas buang dapat dilihat pada tabel 1.
c. Proses Penyaringan
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Emisi Sumber Tidak
Tempurung kelapa yang berasal dari hasil
Bergerak
proses penghancuran dipompakan untuk masuk
Hasil Uji
ke dalam proses penyaringan. Pada proses No. Parameter Satuan Bak u Mutu *)
I II
penyaringan terdapat saringan dan sikat, dimana 1. Sulfur Dioksida (SO2 ) mg/m
3
235,0 115,0 800
saringannya sesuai dengan ukuran tepung yang 2. Nitrogen Dioksida (NO x) mg/m 3 70,83 106,3 1000
hendak diproduksi. Sikat pada proses penyaringan 3. Total Partikel (TSP) mg/m 3 371,9 256,4 230
4. Opasitas % 40 35 20
berfungsi untuk membersihkan dan menghilangkan Kondisi Fisik
tepung yang menempel pada saringan sehingga 1. Suhu Gas Buang °C 67 60
tidak terjadi penyumbatan. Pengecekan berkala
dilakukan pada saringan, karena merupakan Catt : *) Kep.Gub. Jateng No. 10 Tahun 2000 tentang emisi
sum ber tidak bergerak untuk pembangkit listrik
bagian dari komponen utama yang mempengaruhi
(generator set)
jumlah produk yang dihasilkan. Periode
penggantian saringan dilakukan dengan periode
waktu 4 (empat) hari sekali, sedangkan sikat
Dari hasil pemeriksaan kualitas emisi
berkisar 3- 4 bulan sekali.
sumber tidak bergerak untuk mesin diesel terdapat
d. Proses Pengumpulan 1 2 (dua) parameter yang melebihi Baku Mutu yang
Dari proses penyaringan tepung tempurung dipersyaratk an sesuai dengan Keputusan
kelapa masuk ke cyclone 1 atau proses Gubernur Jawa Tengah No. 10 tahun 2000 yaitu
total partikel dan opasitas. Asap hitam merupakan
pengumpulan 1 yang ditarik dengan menggunakan
motor lisitrik. Tepung tempurung kelapa yang gas yang mengandung partikel-partikel dari hasil
berukuran 80 mesh pada proses pengumpulan 1 pembakaran yang keluar melalui cerobong.Asap
hitam merupakan salah satu indikator tingginya
akan keluar sebagai produk, sedangkan tepung-
kandungan total partikel debu. Sedangkan opasitas
tepung yang halus atau tidak sesuai spesifikasi
akan ditarik dengan blower dan masuk ke proses diukur dengan membandingkan latar belakang
emisi gas buang dengan latar belakangnya yang
pengumpulan 2. Produk berupa tepung tempurung
dinyatakan dalam % skala Riengelmann (SNI 19-
kelapa ukuran 80 mesh ini dikemas dalam karung
dengan berat masing-masing yaitu 50 kg. 7117.11-2005)
71 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
Penanganan Dampak Lingkungan Unit Utilitas Pada Industri Pengolahan Tepung Tepurung Kelapa
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 72
Penanganan Dampak Lingkungan Unit Utilitas Pada Industri Pengolahan Tepung Tepurung Kelapa
Menurut standar perawatan dan segera dilakukan tindakan analisis dampak dan
maintenance dalam buletin Nissan Diesel (2008), dilanjutkan dengan alternatif langkah perbaikan,
penggantian oli mesin adalah dengan jarak tempuh guna m eningkatk an perform a mesin dan
5000 km. Sesuai hasil perhitungan kecepatan puli, menurunkan biaya produksi dari unit utilitas.
maka seharusnya penggantian oli mesin yaitu 4, 1
hari atau 4 hari. Hal ini berbeda dengan jadual 4. Langkah Perbaikan Unit Utilitas
perawatan rutin yang dilakukan oleh industri. Ada beberapa alternatif langkah perbaikan untuk
Data pemakaian bahan bakar per hari yaitu mesin diesel, yaitu :
232 liter, maka dapat dihitung dari konsumsi solar a. Perbaikan pada mesin diesel, dengan mengatur
per km : 2,6 km/ liter. Menurut customer voice di jadwal pem eliharaan rutin dengan waktu
dalam Bulletin Nissan Diesel, menyatakan operasional proses produksi, sehingga
konsumsi solar truk tronton dengan muatan penuh meminimalkan biaya overhaule.
adalah 6,3 -6,5 km/ liter. Hal ini terdapat selisih
Namun apabila akan dilakukan perbaikan
pemborosan pada unit mesin diesel lebih dari 2
diperlukkan pertimbangan yang matang, karena
kali lipat.
selain mesin sudah tua dan efisiensi pemakaian
Overhaule dengan periode 3 bulan sekali, bahan bakar cukup boros serta gas buang yang
merupakan pertanda bahwa mesin diesel ini dihasilkan memerlukan suatu alat pengendali
diindikasikan salah penggunaan (mis use) dan jika cemaran agar tidak mengganggu lingkungan
tidak ada mis-use maka mesin Diesel akan sangat sekitar. Penggunaan alat pengendali cemaran
awet sekali, karena secara konstruksi lebih selain memerlukan biaya investasi yang cukup
robust.Overhaule atau turun mesin biasanya tinggi, juga membutuhkan biaya operasional setiap
disebabkan antara lain, yaitu : bulannya.
- EGT (Exhaust Gas Temperature) terlalu tinggi,
b.Penggantian mesin diesel dengan motor listrik
akibat teknik tuning yang tidak tepat / modifikasi
ekstrem / AFR (Air Fuel Ratio) terlalu besar. Untuk menggantikan kinerja mesin diesel
- Proses pembersihan pada ruang bakar dengan diperlukan 2 motor listrik dengan kapasitas setara
menggunakan type obat yang salah. 22 KW. Biaya investasi yang diperlukkan untuk 2
motor listrik, yaitu :
Untuk mengetahui apakah campuran bahan
bakar yang m asuk ke dalam ruang bakar - Biaya pemasangan listrik awal : Rp. 5.000.000,-
mempunyai ratio yang tepat, dapat dilihat dari - Pembelian 2 buah Motor Listrik + inverter
kondisi motor di bagian ruang bakar dan performa : Rp. 170.000.000,-
saat dinyalakan. Campuran yang terlalu besar/
Total biaya investasi : Rp. 175.000.000,-
banyak akan bahan bakar bisa ditandai dengan
kondisi, antara lain : electrode busi berwarna hitam Dengan perhitungan biaya perawatan mesin
dan basah, knalpot berasap hitam, bahan bakar diesel (termasuk perawatan rutin dan overhaule)
sangat boros, putaran mesin tidak stabil, dan selama 1 tahun adalah Rp. 77.500.000,-. Maka
banyaknya deposit karbon di dalam ruang bakar dapat dihitung payback period adalah 2,25 tahun
serta mesin sulit distarter. atau setara dengan 2 tahun 3 bulan. Pembelian
motor listrik ini jelas akan menguntungkan
Hasil analisa teknis, data sekunder dan
perusahaan untuk jangka panjang, karena selain
observasi di lapangan pada mesin diesel ini
mengurangi pemborosan pada biaya pemeliharaan
menunjukkan bahwa terjadi ketidaksesuaian pada
juga akan mengurangi dampak negatif terhadap
beban produksi yang berakibat pada pemborosan
lingkungan.
penggunaan bahan bakar dan biaya perawatan.
Mesin diesel dimana AFR yang terlalu besar yang 5. Emisi Gas Rumah Kaca
menimbulkan asap knalpot berwarna hitam dan Analisis kelayakan dari sisi lingkungan
pemborosan pada bahan bakar. Kondisi ini perlu didasarkan pada perhitungan emisi green house
73 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
Penanganan Dampak Lingkungan Unit Utilitas Pada Industri Pengolahan Tepung Tepurung Kelapa
CV. Putra Jaya Sahita Guna merupakan Kom pas, 2012. Gas Buang Mesin Diesel
industri kecil yang bergerak di bidang pengolahan Menyebabkan Kanker Paru-Paru. http://
tepung tempurung kelapa 80 mesh. Dari hasil otomotif.kompas.com/read/2012/06/13/2636/
penelitian menunjukkan bahwa : Gas.Buang.Mesin.Diesel.Menyebabkan.Kanker.Paru-
paru. (diakses pada tanggal 13 Juni 2012)
1. Hasil pengukuran laboratorium terhadap kondisi
emisi gas buang menunjukkan bahwa nilai TSP Nissan Diesel. 2008. Bulletin Nissan Diesel Vol.01/
(Total Suspended Particulate) dan opasitas Maret/2008. PT. Astra Nissan Diesel
melebihi baku mutu menurut Kep. Gub. Jateng Indonesia. Jakarta
No. 10 tahun 2000 tentang emisi sumber SNI 19-7117.11-2005, Cara uji opasitas
bergerak untuk pembangkit listrik (generator menggunakan skala Ringelmann untuk asap
set).
hitam
2. Langkah perbaikan yang terbaik dan layak bagi
UNEP., 2003. Cleaning Up: Experience and
sisi lingkungan dan ekonomi adalah
Knowledge to Finance Investments in Cleaner
penggantikan mesin diesel bekas motor truk
Production. (diakses pada tanggal 5 Februari
dengan motor listrik dengan kapasitas 22 KW 2012). http://www.unep.fr/shared/publications/
dengan pay back period adalah 2,25 tahun.
pdf/WEBx0035xPACleaningUp.pdf
3. Dampak lingkungan penggantian mesin diesel
dengan motor listrik dapat mengurangi emisi
GHG sebesar 0,632432 setara ton emisi CO2.
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Baku mutu air limbah industri gula di Jawa Tengah mengalami perubahan basis penentuan beban
pencemar dari ton produk gula menjadi ton tebu diolah perhari (TCD). Debit air limbah maksimum menjadi
dasar utama dalam setiap penghitungan beban pencemar. Penentuan debit maksimum harus dilakukan
mengacu pada ketentuan sebelumnya dan teknologi yang dimiliki industri untuk menggunakan kembali air
limbahnya dalam proses produksi. Penelitian ini akan mengkaji debit air limbah maksimum berdasar
komparasi satuan produksi antara ton produk gula dan ton tebu diolah perhari. Hasil penghitungan rasio
antara jumlah tebu diolah dan ton produk gula perhari menunjukkan angka 13,31 ton tebu/ton gula. Berdasar
angka rasio, industri gula berkapasitas kurang dari 2.500 TCD, debit air limbah proses dan air limbah
kondensor dapat diketatkan menjadi 0,4 m3/TCD dan 21 m 3/TCD. Pada kapasitas 2.500 hingga 10.000
TCD tidak mungkin diketatkan karena persyaratan debit maksimum air limbah kondensor sudah tertalu
ketat.
ABSTRACT
Waste water quality standard in Central Java changed the determination of basis of pollution load from
tons of sugar products into ton cane per day (TCD). The maximum flow discharge of waste water into the
main base calculation of pollutant loads in the water. Determination of the maximum discharge should be
based on the regulation previously and technology owned by the industry for wastewater reuse in the
production process. This study will assess the maximum wastewater discharge based on the comparison
between the sugar production and tons cane processed per day. The ratio between tons of sugar products
and ton can per day is 13,3. Based on the ratio, at the sugar industry less than 2.500 TCD and 2.500 to
10.000 TCD, maximum flow discharge process waste water and waste water condenser can be reduce to
0,4 m3/TCD and 21 m3/TCD. In the sugar industry maximum flow discharge of waste water condenser
cannot be reduced because it was too tight.
Key words: Maximum flow discharge, Waste water quality standard, Sugar industry
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 76
PENDAHULUAN ini tanpa melalui kajian terlebih dahulu, tidak seperti
pada saat penetapan BMAL industri gula lama.
Jawa Tengah merupakan salah satu
provinsi yang memiliki lebih dari 10 industri gula. Perbedaan mendasar pada BMAL industri
Potensi industri yang sangat besar ini pasti diiringi gula Perda Jateng No 5 tahun 2012 dibanding
dengan permasalahan lingkungan yang besar pula dengan peraturan daerah sebelumnya adalah
karena sebagian besar merupakan pabrik berubahnya basis penentuan beban pencemar dari
peninggalan Belanda yang masih menggunakan ton produk gula menjadi ton tebu diolah perhari atau
mesin-mesin konvensional dan belum melakukan disebut j uga TCD (Ton Cane per Day),
pengelolaan lingkungan dengan baik. Jika ditinjau pengelompokan industri berdasar kapasitas giling
dari kondisi badan air penerima air limbah pabrik (kurang dari 2.500, antara 2.500 hingga 10.000,
gula (sungai-sungai atau saluran irigasi) cenderung dan lebih dari 10.000 TCD), serta pemisahan baku
memiliki debit yang relatif kecil sehingga sangat mutu berdasar empat jenis air limbahnya (air limbah
mempengaruhi kemampuannya dalam melakukan proses, air limbah kondensor, air limbah abu ketel
purifikasi. dan air limbah gabungan).
Salah satu instrumen kebijakan yang dapat Dalam Baku Mutu Air Limbah industri gula
digunakan dalam pengendalian pencemaran Perda Jateng No 4 tahun 2010 terdapat 2 debit
perairan adalah penetapan Baku Mutu Air Limbah maksimum yaitu untuk jenis air limbah proses
(BMAL). Baku mutu air limbah adalah ukuran batas sebesar 5 m3/ton produk gula dan untuk air limbah
atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur kondensor 285 m3/ton produk gula. Pada Baku
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam Mutu Air Limbah industri gula Perda Jateng No 5
air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam tahun 2012, terdapat 4 jenis air limbah yaitu (1) air
sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan limbah proses, (2) air limbah kondensor, (3) air
(UUPPLH, 2009). BMAL dapat digunakan secara limbah abu ketel, dan (4) air limbah gabungan.
cepat untuk menilai apakah sebuah industri telah Pada kategori kapasitas antara 2.500 hingga
mempunyai komitmen yang kuat untuk melakukan 10.000 TCD, debit maksimum untuk seluruh 3 jenis
pengelolaan air limbah atau belum dengan melihat air limbah (proses, kondensor, dan abu ketel)
tingkat penaatannya. Salah satu penyebab adalah sama yaitu 0,5 m 3/TCD, namun untuk
timbulnya kasus pencemaran lingkungan adalah kategori kurang dari 2.500 TCD debit maksimum
kurangnya ketaatan industri terhadap peraturan untuk air limbah proses 0,5 m3/TCD, air limbah
yang ditengarai disebabkan oleh rendahnya kondensor 25 m3/TCD, air limbah abu ketel 2 m 3/
pengetahuan dan kesadaran serta tanggung jawab TCD. Debit maksimum air limbah gabungan
di bidang lingkungan hidup (Nugroho,2011). merupakan penjumlahan dari debit maksimum air
limbah proses, air limbah kondensor, dan air limbah
Pada tahun 2004 Pemerintah Provinsi
abu ketel. Debit maksimum air limbah gabungan
Jawa Tengah telah menetapkan Perda Jateng No
pabrik gula Kapasitas kurang dari 2500 TCD adalah
10 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah yang
27,5 m3/ton tebu diolah dan untuk kapasitas 2500
didalamnya antara lain termuat baku mutu industri
hingga 10.000 TCD hanya 1,5 m 3/ton tebu diolah.
gula. Langkah Kementerian Lingkungan Hidup
menetapkan baku mutu baku mutu air limbah Debit maksimum air limbah yang dibuang
industri gula yang baru dalam Peraturan Menteri m enjadi dasar utama penghitungan beban
Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2010 pencemar dalam perairan. Pada saat konsentrasi
tentang Baku Mutu Air Limbah Industri Gula masing-masing parameter telah terpenuhi, namun
(ditetapkan tanggal 18 Januari 2010) dengan debit m ak simum terlam paui, maka akan
beberapa perubahan mendasar, ditindaklanjuti menaikkan beban pencemar dalam perairan.
dengan penyesuaian baku mutu industri gula Kondisi perairan secara umum ditentukan oleh
mengikuti ketentuan nasional tersebut masuk beban pencemar yang masuk ke dalamnya dan
dalam Perda Jateng No 5 tahun 2012 (ditetapkan tergantung juga oleh debit perairan itu sendiri.
pada 9 April 2012). Penetapan dalam BMAL baru
77 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
Permasalahan yang terjadi adalah belum 0,5 m3/ton tebu diolah, sedangkan untuk 2.500 TCD
dilakukannya kajian debit maksimum air limbah adalah 25 m 3/ton tebu diolah.
dalam Perda baru untuk diperbandingkan dengan
Pada air limbah abu ketel, untuk kapasitas
Perda lama (sudah merupakan hasil konsensus
kurang dari 2.500 TCD sebesar 2 m3/ton tebu diolah
antara pemerintah dan industri) dengan tujuan agar
sedangkan untuk 2500 hingga 10000 TCD sebesar
tidak terjadi kelonggaran BMAL. Penelitian ini akan
0,5 m 3/ton tebu diolah.
mengkaji tentang perbandingan antara debit
maksimum yang disyaratkan dalam baku mutu air Perbedaan besaran debit maksimum yang
limbah yang lama Perda Jateng No 4 tahun 2010 dibuang ke lingkungan bagi 2 kategori Industri gula
dengan baku mutu baru Perda Jateng No 5 tahun yang berbeda menimbulkan dampak yang besar
2012. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat bagi industri gula di Jawa Tengah dengan kapasitas
memberi rekomendasi penentuan baku mutu air 2.500 hingga 10.000. Dari tinjauan proses produksi,
limbah untuk masa yang akan datang, agar tujuan peralatan yang digunakan, ketrampilan personil,
penetapan baku mutu air limbah sebagai salah satu dan teknologi pengolahan air limbahnya tidak lebih
instrumen pengendali pencemaran perairan dapat baik dari industri gula kapasitas kurang dari 2.500
tercapai. TCD. Jenis alat produksi yang hampir sama
menjadikan efisiensi produksinya juga hampir
METODOLOGI
sama.
Perbandingan debit maksimum air limbah
Kesulitan paling berat dirasakan industri
industri gula yang termuat dalam Perda Jateng
gula kapasitas 2500 hingga 10.000 TCD pada saat
No 10 tahun 2004 dan Perda Jateng No 5 tahun
harus memenuhi debit maksimum air limbah
2012 akan dilakukan dengan menggunakan data
kondensor sebesar 0,5 m 3 /hr. Pada saat
sekunder kapasitas produksi dalam ton produk gula
kapasitasnya berada dalam batas bawah kisaran
perhari dan ton tebu diolah perhari dari 8 (delapan)
(misal 2.600 TCD), maka ia hanya diperbolehkan
industri gula (=PG/Pabrik Gula) dibawah PTPN IX
membuang 1300 m3/hari. Salah satu contoh kasus,
Jawa Tengah. Penelitian ini hanya dilakukan untuk
PG 2 membuang air lim bah kondensor
industri gula kategori kurang dari 2.500 dan antara
ke lingkungan sebanyak 160 liter/detik
2.500 hingga 10.000 TCD karena di Jawa Tengah
(13.800 m 3 /hari), sebagian dapat digunakan
hingga penelitian ini dilakukan belum ada industri
kembali setelah diolah dalam spray pond. BMAL
gula yang memiliki kapasitas lebih dari 10.000 TCD
mensyaratkan debit maksimum 0,5 m 3/TCD,
per hari. Hasil perbandingan akan menghasilkan
sehingga debit air limbah yang boleh dibuang
rekomendasi debit air limbah maksimum industri
maksimal hanya 1300 m3/hari. Industri gula harus
gula di Jawa Tengah untuk 2 kategori tersebut
mengolah dan menggunakan kembali air limbah
dengan memperhatikan ketentuan nasional dan
kondensor hingga 90% dari yang biasanya dibuang
Perda sebelumnya.
ke lingkungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk dapat menaati ketentuan debit
Dalam Perda Jateng No 5 tahun 2012, maksimum, industri harus menambah instalasi
penentuan debit maksimum berdasar kapasitas cooling water dengan 2 pilihan teknologi yaitu
TCD menunjukkan bahwa untuk air limbah proses menambah luasan spray pond atau membangun
tidak mengalami perbedaan antara industri cooling tower. Spray pond lebih murah dalam
kapasitas kurang dari 2.500 dengan industri investasi dan operasional serta mudah dalam
kapasitas antara 2.500 hingga 10.000 yaitu sebesar perawatan, atau menggunakan cooling tower,
0,5 m 3/ton tebu diolah, namun untuk air limbah dengan biaya investasi dan pemeliharaan yang
kondensor, air limbah abu ketel dan air limbah lebih tinggi namun dari sisi efisiensi lebih besar
gabungan terdapat perbedaan yang signifikan. (IFC, 2011). Pembangunan spray pond perlu lahan
Debit maksimum air limbah kondensor yang lebih luas dibanding cooling tower. Dari
kapasitas 2.500 hingga 10.000 TCD adalah informasi masing-masing industri gula, penyediaan
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 78
lahan spray pond masih mungkin dilakukan, tinggal sangat berat dicapai oleh pabrik gula yang masih
biaya investasi yang perlu dialokasikan dan menggunakan mesin konvensional. Ketentuan
dipertimbangkan. bahwa peraturan daerah tidak boleh lebih longgar
dari ketentuan nasional, mengharuskan daerah
Pada pembahasan rancangan PerMen LH
untuk m engikutinya. Sebuah peraturan
No 5 tahun 2010, debit maksimum air limbah
perundangan terutama yang mempunyai dampak
kondensor industri gula kapasitas 2.500 hingga
yang besar terhadap industri dan berhubungan
10.000 TCD telah mendapat usulan untuk
dengan masalah hukum seharusnya mendapat
dilonggarkan dari 15 (lima belas) pabrik gula
perhatian yang lebih dan dibuat dengan ketelitian
seluruh Indonesia (LAPI ITB dan Asdep Agro
dan kecermatan yang tinggi. Seperti diketahui
Industri KLH, 2008). Berdasar masukan tersebut
bahwa menurut UUPPLH no 32 tahun 2009,
didapat rata-rata debit 6,28 m3/TCD, namun usulan
pencemaran lingkungan dapat diindikasikan
tersebut tidak diakomodir, karena dalam PerMen
dengan terlampauinya baku mutu.
LH No 5 tahun 2010 akhirnya menetapkan dengan
angka 5 m3/TCD, dengan perhitungan beban tetap Debit air limbah kondensor menurut Perda
menggunakan 0,5 m3/hari, demikian juga dengan Jateng No 10 tahun 2004 sebesar 285 m 3/ton
penjumlahan pada air limbah gabungan menjadi produk merupakan hasil kesepakatan dalam rapat
1,5 m 3/hari (komponen debit air limbah kondensor konsensus dengan industri, dengan
dihitung dalam 0,5 m 3/TCD). Kondisi ini diartikan membandingkan antara ton produk dengan TCD
oleh tim penyusun BMAL Jawa tengah sebagai dapat dilakukan sebuah simulasi perhitungan untuk
kesalahan dalam penulisan debit sehingga menemukan rasio dari 2 komponen tersebut. Tabel
dibenarkan dalam Perda Jateng No 5 tahun 2012 1 memuat hasil rekapitulasi kapasitas produksi dan
menjadi 0,5 m 3/hari untuk limbah kondensor. Tabel 2 menunjukkan rasio antara angka rata-rata
Melihat kondisi 15 pabrik gula, angka 5 m 3/hari kapasitas giling dengan ton produk gula yang
m asih diperlukan usaha yang kuat untuk dihasilkan dari 8 pabrik gula dari tahun 2008 hingga
mewujudkannya, apalagi dengan 0,5 m 3/hari, 2011.
Tabel 1. Data Kapasitas Produk Gula dan TCD Tahun 2008 hingga 2011
79 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
Nilai rata-rata rasio antara jumlah tebu hingga 10.000 TCD karena debit maksimum yang
diolah (TCD) dan ton produk gula perhari dari data ditetapkan (0,5 m3/TCD) sudah terlalu ketat dan
8 (delapan) pabrik gula tahun 2008 hingga 2011 sulit dicapai.
adalah 13,3 artinya bahwa setiap 1 ton produk gula
Angka rasio 13,3 dapat digunakan untuk
perhari dihasilkan dari 13,31 ton tebu yang diolah.
menganalisis debit maksimum untuk air limbah
Dengan menggunakan angka rasio dapat proses. Pada Perda lama debit maksimum air
dihitung debit maksimum air limbah kondensor dari limbah proses adalah 5 m 3/ton gula. Perda baru
285 m3/ton gula pada Perda lama sama dengan mensyaratkan debit maksimum yang sama antara
21,4 m 3/TCD pada Perda Baru. Jika disimulasikan kapasitas kurang dari 2.500 dengan kapasitas
dengan debit aktual air limbah kondensor antara 2.500 hingga 10.000 TCD yaitu 0,5 m3/hari.
21 m3/hari untuk pabrik gula dengan kapasitas giling Dengan menggunakan rasio 13,3 maka dengan
1800 TCD maka debit maksimumnya adalah mengacu pada Perda lama, seharusnya Perda baru
38.520 m 3/hari. Angka tersebut sangat mungkin dapat diketatkan debitnya menjadi 0,4 m3/TCD. Jika
dicapai oleh industri gula. Selama ini jumlah air disimulasikan pada pabrik gula kapasitas 1800
limbah buangan kondensor keseluruhan industri TCD, maka air debit air limbah proses maksimum
gula setelah sebagian digunakan kembali masih adalah 720 m 3/hari. Data debit air limbah proses
dibawah 25.000 m 3 /hari. Pengetatan debit untuk seluruh kapasitas kurang dari 2.500 TCD
maksimum air limbah kondensor untuk industri seluruhnya di bawah 500 m 3/hari. Khusus pada
kapasitas kurang dari 2.500 TCD m asih kapasitas 2.500 hingga 10.000 debit air limbah
dimungkinkan menjadi 21 m 3/TCD. proses cukup berat jika diketatkan menjadi 0,4 m3/
Rasio perbandingan ini tidak dapat TCD karena debit air limbah gabungan akan
diterapkan untuk penghitungan debit air limbah menjadi semakin kecil apalagi ditambah dengan
kondensor industri gula kapasitas antara 2.500 ketentuan debit air limbah kondensor sudah terlalu ketat.
Debit Maksimum
Perda Jateng
No Jenis Air Limbah
No.10/2004
(m3 /ton gula) (m3 /TCD)
(m 3/TCD)
berdasar rasio (m3/TCD)
1. Air limbah Proses
a. Kapasitas 2.500-
10.000 0,5 0,5 0,4 0,5
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 80
Debit maksimum untuk air limbah abu ketel DAFTAR PUSTAKA
menurut Perda Jateng No 5 tahun 2012 adalah 2 Asdep Agro Industri KLH dan Lapi ITB, 2008,
m3/TCD untuk industri kapasitas kurang dari 2.500 Pembuatan Kajian Penyusunan BMAL
TCD dan 0,5 m3/TCD untuk kapasitas antara 2.500 Condensor Gula, Laporan Ak hir dan
hingga 10.000 TCD. Perda Jateng No 10 tahun Presentasi, Jakarta.
2004 tidak mengatur secara khusus air limbah abu
Bappedal Provinsi Jawa Tengah dan BPPI, 2002,
ketel, sehingga angka rasio tidak dapat digunakan.
Laporan Akhir Penyusunan Baku Mutu
Data kualitas effluent abu ketel hanya diwakili oleh
Limbah Cair untuk Industri, Hotel, dan Rumah
2 pabrik gula (PG 3 dan PG 8). Tahun 2012 PG 8
Sakit, Semarang.
tidak memiliki effluent air limbah abu ketel karena
digabung sehingga menjadi effluent gabungan. IFC (International Finance Corporation) Word Bank
Debit air limbah abu ketel masih mengacu Group, 2011, Good Management Practices
ketentuan nasional. Industri gula kapasitas antara Manual For Cane Sugar Industry (Final), IFC,
2.500 hingga 10.000 TCD yang menggunakan alat Author Peter Rein, Peter Turner, Kathryn
pengendali cerobong wet scrubber dengan debit Mathias, Resource Manager Cam eron
maksimum 0,5 m 3/TCD, harus meminimalkan McGregor, PGBI Sugar and Bio Energy, PGBI
jumlah air limbah yang dibuang dan menggunakan House, 8 Wolseley Street, woodmead East,
kembali air limbah abu ketel sebagai air penangkap 2191, Johannesburg, South Affrica.
abu ketel kembali. Nugroho, W, 2011, Penegakan Hukum Lingkungan
Air limbah gabungan kapasitas kurang dari dalam Menanggulangi Pencemaran dan
2.500 mempunyai debit maksimum penjumlahan Kerusakan Lingkungan Hidup Kawasan
dari air limbah proses 0,4 m 3/TCD, air limbah Industri Kota Semarang, Tesis Magister Ilmu
kondensor 21 m3/TCD, dan air limbah abu ketel Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang.
0,5 m 3/TCD yaitu 21,9 m 3/TCD. Bagi industri Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
kapasitas antara 2.500 hingga 10.000 TCD debit Nomor 05 tahun 2010 Tentang Baku Mutu Air
air limbah gabungan tetap 1,5 m 3/TCD untuk Limbah Bagi Industri Gula.
membantu debit maksimum buangan kondensor
yang terlalu kecil. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5
tahun 2012 Tentang Perubahan Atas
KESIMPULAN Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Hasil analisis terhadap rasio antara jumlah Nomor 10 tahun 2004 Tentang Baku Mutu
tebu diolah (BMAL industri gula Perda Jateng No 5 Air Limbah.
tahun 2012) dan ton produk gula perhari (BMAL Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor
industri gula Perda Jateng No 10 tahun 2004) 10 tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah.
menggunakan data 8 (delapan) pabrik mulai tahun
2008 hingga 2011 dimungkinkan memperketat Undang Undang Perlindungan dan Pengelolaan
BMAL pada industri gula kapasitas kurang dari Lingkungan Hidup Ri No 32 tahun 2009.
2.500 m3/TCD pada debit maksimum air limbah
proses semula 0,5 m3/TCD menjadi 0,4 m3/TCD,
pada jenis air limbah kondensor semula 25 m3/TCD
menjadi 21 m3/TCD. Pada air limbah abu ketel dan
gabungan, rasio tidak dapat digunakan karena
dalam Perda Jateng No 10 tahun 2004 dua jenis
air limbah tersebut belum diatur. Untuk industri gula
kapasitas antara 2.500 hingga 10.000 TCD, BMAL
untuk air limbah buangan kondensor tertalu ketat
dan sulit dicapai oleh industri gula di Jawa Tengah.
81 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
Velma Nindita1, Purwanto1, Danny Sutrisnanto2
1
Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro
2
Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro
Email : velma_nindita@yahoo.com , velma@sosrowidjojo.com
Naskah diterima 7 Desember 2012 disetujui 5 Desember 2012
ABSTRAK
Salah satu industri batik di Kelurahan Simbang Kulon, Kabupaten Pekalongan adalah industri skala
kecil menengah dengan kapasitas produksi rata-rata per bulan yaitu 300 kodi. Jumlah produksi yang cukup
banyak ini dapat berpengaruh negatif pada lingkungan jika tidak ada pengelolaan lingkungan yang baik.
Penggunaan konsep eko-efisiensi ditujukan pada perbaikan ekologi dan ekonomi dengan peningkatan
kualitas kinerja UKM. Tujuan evaluasi implementasi eko-efisiensi adalah menganalisis efisiensi pemakaian
bahan baku, pendukung, dan energi, jumlah keluaran bukan produk, jumlah emisi gas rumah kaca, serta
rasio Eko-Efisiensi. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan metode
kuantitatif. Berdasarkan hasil analisis per produk produksi batik kombinasi diperoleh efisiensi pemakaian
air bersih proses pewarnaan dari 5,7 L menjadi 1,1 L, penggunaan air bersih proses pelorodan sebanyak
22,5 L dan proses pencucian sebanyak 37,5 L, efisiensi konsumsi listrik dari 0,0125 KWh menjadi 0,00767
KWh (per produk), dan penggantian penggunaan bahan bakar dari minyak tanah ke LPG. Jumlah emisi gas
rumah kaca per produk untuk minyak tanah 0,0000372 ton GHG, kayu bakar 0,00000036 ton GHG, listrik
0,0000073 ton CO2 equiv (sebelum eko-efisiensi), dan LPG 0,0000013 ton GHG, kayu bakar 0,00000031
ton GHG, listrik 0,0000045 ton CO2equiv (sesudah eko-efisiensi). Rasio eko-efisiensi per produk untuk
konsumsi energi 0,000548 Gigajoule (sebelum eko-efisiensi), 0,000251 Gigajoule (sesudah eko-efisiensi),
konsumsi bahan 0,00257 ton, dan emisi gas rumah kaca 0,000045 ton CO2 equiv (sebelum eko-efisiensi),
0,0000062 ton CO2 equiv (sesudah efisiensi). Rasio eko-efisiensi berdasarkan nilai tambah ekonomi dan
pengaruh lingkungan dari produk dan jasa yaitu Rp 1.400,- / 0,000045 ton CO2 equiv (sebelum eko-efisiensi)
dan Rp 1.600,- / 0,0000062 ton CO2 equiv. Pemakaian bahan dan jumlah emisi akan semakin berkurang
jika proses produksi batik dilakukan dengan efisien, dan diharapkan dapat merubah budaya kerja yang
diukur berdasarkan kebutuhan bukan karena kebiasaan.
Kata kunci : Eko-efisiensi, Keluaran Bukan Produk, Rasio, UKM Batik
ABSTRACT
One of batik industry located at Simbang Kulon, Buaran District, Pekalongan is small and middle
scale industry which has its capacity approximately 300 kodies / month. Its production influenced the
negative effect for the environment if there is not good enough handling. Implementation of eco-efficiency
concept is aimed to improve economy and ecology with increasing the quality performance of its UKM. This
research used descriptive-quantitative analyses. The purpose is analyze the eco-efficiency implementation
evaluation of the efficiency using raw and supporting materials, energy, non product output total, green
house gases total and ratio eco-efficiency. Based on the analysis result per product of combination batik got
clean water efficiency coloring process from 76 L reduced to 20 L; clean water for paraffin removal 900 L
and washing 1500 L; energy consumption efficiency from 0.5 KWh reduced to 0.307 KWh; and kerosene
fuel replaced to LPG. GHG emission / product for kerosene 0.0000372 ton GHG, wood 0.00000036 ton
GHG, electricity 0.0000073 ton CO2 equiv (before eco-efficiency), and LPG 0.0000013 ton GHG, wood
0.00000031 ton GHG, electricity 0.0000045 ton CO2 equiv (after eco-efficiency). Eco-efficiency ratio / product
for energy consumption 0.000548 Gigajoule (before eco-efficiency), 0.000251 Gigajoule (after eco-efficiency),
materials consumption 0.00257 ton, and GHG 0.000045 ton CO2 equiv (before eco-efficiency), 0.0000062
ton CO2 (after eco-efficiency). Eco-efficiency ratio based on economic added value and environment influence
from product and service is Rp 1,400,- / 0.000045 ton CO2 equiv (before eco-efficiency) and Rp 1,600,- /
0.0000062 ton CO2 equiv (after eco-efficiency). The use of material and total emission will be less whenever
the batik production process is efficient, and expected can change the working culture that measure the
need but not their own habit.
Key words : Eco-Effiency, Non Product Output, Ratio, Small and Middle Scale Batik Industry
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 82
PENDAHULUAN Identifikasi Masalah
Kemajuan industri di Indonesia, yang terus 1. Kapasitas produksi yang tinggi berpengaruh
m eningk at m embawa dampak positif bagi pada banyaknya limbah yang dihasilkan tanpa
pertum buhan perekonom ian di Indonesia. pengelolaan lebih lanjut.
Perkembangan industri juga tidak lepas dari
2. Inefisiensi penggunaaan bahan baku dan
dam pak negatif yang ditimbulkan terhadap
sum ber daya (air dan energi) dapat
keberlanjutan lingkungan. Polutan yang dihasilkan
m enim bulk an pengaruh terhadap biaya
oleh berbagai kegiatan industri merupakan
operasional yang dikeluarkan.
masalah yang dapat mengakibatkan terjadinya
degradasi lingkungan. Salah satu industri yang 3. Belum maksimalnya pengoperasian IPAL di
perkembangannya pesat di Indonesia adalah wilayah tersebut.
industri batik. Perkembangan industri ini dapat
4. Peran Pemerintah dalam m emberikan
dilihat dari nilai ekspor batik dan produk batik yang
pemantauan terhadap perilaku pengrajin batik
terus meningkat. Kelurahan Simbang Kulon,
dalam mengelola limbah sangat kurang.
Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan
merupakan salah satu sentra industri batik. Jumlah Tujuan Penelitian
pengusaha batik di Kelurahan Simbang Kulon yaitu
173 UKM yang sudah tergabung dalam Klaster 1. Menganalisis efisiensi pemakaian bahan baku,
batik. Kapasitas produksi rata-rata setiap pengrajin bahan pendukung, dan energi.
per bulan antara 300 kodi sampai 1000 kodi.
2. Menganalisis jumlah keluaran bukan produk.
Jumlah produksi yang cukup banyak ini sudah tentu
berpengaruh pada kondisi lingkungan karena 3. Menghitung jumlah emisi gas rumah kaca.
limbah padat dan limbah cair yang dihasilkan yang
4. Menghitung rasio Eko-Efisiensi berdasarkan
m enjadi efek sampingnya. Dam pak yang
konsumsi energi, bahan, emisi gas rumah kaca
ditimbulkan selain dari penurunan kualitas
serta berdasar nilai ekonomi dan pengaruh
lingkungan juga dari sisi ekonomi, dan sosial
lingkungan.
masyarakatnya.
METODOLOGI
UKM batik Nadia Royani milik Bapak Imron
Farid, Kelurahan Simbang Kulon, Kecamatan 1. Kerangka Konsep Teoritis
Buaran, Kabupaten Pekalongan termasuk industri
Pendekatan kerangka konsep teoritis
batik yang berkapasitas produksi tinggi, yaitu 10-
menggunakan konsep eko-efisiensi yaitu
15 kodi/hari dengan rata-rata limbah cair yang
mengarah pada perbaikan ekologi dan ekonomi
dihasilkan 2500 L yang berasal dari proses
dengan peningkatan kualitas kinerja UKM
pewarnaan, pencabutan, pelorodan, dan
dimulai dari proses produksi hingga evaluasi
pencucian. Selain itu limbah yang dihasilkan berupa
sesudah implementasi adanya perancangan
limbah padat (ceceran lilin) yang berasal dari
eko-efisiensi. Ecology and Economic
proses pembatikan. Emisi gas rumah kaca yang
Improvement, diantaranya dari segi ekologi
dihasilkan berasal dari proses pembakaran bahan
menganalisis dampak lingkungan yang terjadi
bakar dan konsumsi listrik. Kapasitas produksi yang
dalam hal ini keluaran bukan produk dan
tinggi di UKM Nadia Royani tanpa disertai dengan
bagaimana minimisasi adanya KBP tersebut,
cara bekerja yang benar menyebabkan terjadinya
serta dari segi ekonomi mengefisiensikan
pemborosan penggunaan bahan baku, terutama
penggunaan bahan baku, dan sumber daya
pemakaian air dan energi, sehingga menyebabkan
sehingga dapat menghem at biaya dan
limbah yang dihasilkan semakin banyak yang
m endapat keuntungan ekonomi dengan
termasuk dalam keluaran bukan produk atau non
implementasi yang telah dilakukan pada UKM
product output.
Batik Nadia Royani.
83 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
2. Tipe Penelitian limbah cair ataupun emisi. W awancara;
dilakukan secara langsung melalui responden
Pendekatan penelitian ini bersifat studi kasus.
dengan menggunak an pedoman daftar
Analisis model menggunakan analisis deskriptif
pertanyaan sebagai instrumen penelitian.
dengan pendekatan metode kuantitatif. Analisis
Pengukuran; dimulai dari bahan yang akan
desk riptif digunakan untuk m emberikan
digunakan (input) sampai mengukur serta
gambaran dan identifikasi adanya inefisiensi
menghitung keluaran bukan produk dan emisi
penggunaan bahan, air, dan energi yang
gas rumah kaca.
selanjutnya akan dikaji berdasarkan konsep
eko-efisiensi. Metode kuantitaif digunakan HASIL DAN PEMBAHASAN
perhitungan jumlah keluaran bukan produk dan
emisi gas rumah kaca, keuntungan ekonomi, Analisis Perbandingan Jumlah Keluaran Bukan
dan rasio eko-efisiensi. Produk
Tabel 1. Keluaran Bukan Produk Tahap Pembatikan Proses Produksi Batik Kombinasi
(Sebelum Perancangan)
Input I nput
Kuantit as Keluaran Bukan K uantitas Keluaran Bukan
No Tahap Pembatikan Material per Material per
Produk per (2kodi) P roduk per produk
(2kodi) produk
·ceceran lilin : 0,4 Kg ·ceceran lilin : 0,01 Kg
1. Pengecapan I 2 Kg 0,05 Kg
(tidak dapat direcycle) (tidak dapat direcycle)
·ceceran lilin: 0,7 Kg ·ceceran lilin : 0,017 Kg
2. Pengecapan II 5 Kg 0,125 Kg
(tidak dapat direcycle) (tidak dapat direcycle)
Pembatikan Tulis ·ceceran lilin : 0,4Kg ·ceceran lilin : 0,01 Kg
3. 3 Kg 0,075 Kg
III (tidak dapat direcycle) (tidak dapat direcycle)
Sumber : Nindita, 2010
Langkah Perbaikan ;mengubah teknik pengibasan alat cap, pembuatan penampang kompor, pengujian
kekentalan lilin.
Tabel 2. Keluaran Bukan Produk Tahap Pembatikan Proses Produksi Batik Kombinasi (Sesudah
Perancangan)
K uantitas Keluaran Bukan K uantitas Keluaran B ukan
No Tahap Pembatikan Keterangan
Produk per (2ko di) Produk per produk
1. P engeca pan I ·ceceran lilin : 0,2 Kg 0,005 Kg (dapat direcyc le)
2. P engecapan II ·ceceran lilin: 0,6 Kg 0,015 Kg (dapat direcyc le)
3. Pembat ikan Tulis III ·ceceran lilin : 0,3Kg 0,0075 Kg (dapat direcyc le)
Sumber : Nindita, 2010
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 84
Tabel 3. Keluaran Bukan Produk Tahap Pembatikan Proses Produksi Batik Kombinasi
(Sesudah EE)
Input
Input Kuantitas Keluaran Bukan Kuantitas Keluaran Bukan
No Proses Pembatikan Material per
Material per Produk per (2kodi) Produk per produk
p roduk
(2kodi)
Tabel 4. Keluaran Bukan Produk Tahap Pewarnaan Proses Produksi Batik Kombinasi
(Sebelum Perancangan)
Input I nput
Tahap K uantitas Keluaran Bu kan Kuantit as Keluaran Bukan
No Material per Mate ria l
Pe wa rnaan P rodu k per (2kodi) Produk per produk
(2 kodi) per produk
Langkah Perbaikan ; mengubah teknik pencelupan kain, melakukan reuse sisa larutan
pewarna, peningkatan pengawasan dan pengarahan terhadap para
pekerja.
85 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
Tabel 5. Keluaran Bukan Produk Tahap Pewarnaan Proses Produksi Batik Kombinasi
(Sesudah Perancangan)
Input Input
Kuantitas Keluaran Bukan Produk Kuantit as Keluaran Bukan Produk
No Tahap Pewarnaan Material per Material
per (2k odi) per produk
(2kodi) per produk
Tabel 6. Keluaran Bukan Produk Tahap Pewarnaan Proses Produksi Batik Kombinasi
(Sesudah EE)
Input Input
K uantitas Keluaran Bukan Produk Kuantitas Keluaran B ukan Produk
No Tahap P ewarnaan Material Material
per (2kodi) per produk
per (2kodi) per produk
Dari hasil evaluasi yang dilakukan tetapi untuk mengindari ceceran air pewarna
berdasarkan data di atas bahwa terdapat masih sulit dilakukan.
efisiensi penggunaan air bersih, tetapi masih c. Proses Pelorodan
cukup banyak menghasilkan ceceran air
pewarna. Dengan demikian dalam tahap ini Pelorodan merupakan proses pelepasan lilin
dapat dinilai bahwa pengrajin telah melakukan pada kain batikan. Dalam proses pelorodan ini
efisiensi bahan baku baik zat pewarna, air, dan dilakukan melalui 2 tahap pelorodan. Berikut
bahan pendukung lainnya sehingga dapat akan disajikan tabel hasil penelitian (2010) untuk
jumlah KBP yang dihasilkan dari proses
meminimasi jumlah air limbah sisa pewarna
pelorodan:
Tabel 7. Keluaran Bukan Produk Tahap Pelorodan Proses Produksi Batik Kombinasi
(Sebelum Perancangan)
Kebutuhan Kebutuhan Air Kuantitas Keluaran Kuantitas
Tahap
No Air Bersih Bersih per Bukan Produk per Keluaran Bukan Prosentase
Pelorodan
per (2kodi) produk (2kodi) Produk per produk
875,38 L/ 900 L x
1. Pelorodan 900 L 22,5 L 875,38 L 21,88 L
100% = 97,26 %
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 86
Tabel 8. Keluaran Bukan Produk Tahap Pelorodan Proses Produksi Batik Kombinasi
(Sesudah Perancangan)
Kebutuha n A ir Kebutuhan Air Kuant it as K eluaran K uantitas Keluaran
Tahap
No Bersih per Bers ih pe r Bukan P ro duk per B ukan Produk per Prose ntase
P elorodan
(2kodi) produk (2kodi) produk
782,5 L/800 L x
1. P elorodan 800 L 20 L 782, 5 L 19,56 L
1 00% = 97,81 %
Tabel 9. Keluaran Bukan Produk Tahap Pelorodan Proses Produksi Batik Kombinasi (2kodi)
(Sesudah EE)
Kebutuha n A ir Kebutuhan Air Kuant it as K eluaran K uantitas Keluaran
Tahap
No Bersih per Bers ih pe r Bukan P ro duk per B ukan Produk per Prose ntase
P elorodan
(2kodi) produk (2kodi) produk
8 65, 77 L/ 900 L x
1. P elorodan 900 L 22,5 L 865,77 L 21,44 L
1 00% = 96,20 %
Dari hasil evaluasi yang dilakukan berdasarkan dilakukan eko-efisiensi yang sama-sama 900 L
data di atas, hasil yang diamati terlihat tidak kuantitas limbah yang dibuang mengalami
terjadi penghematan di dalam penggunaan air penurunan dikarenakan penguapan air, ceceran
bersih. Para pengrajin masih kembali ke air yang lebih besar.
perilaku lama yang tidak efisien jika pada tahun
2010 dapat menggunakan 800 L, saat ini d. Proses Pencucian
kembali menggunakan 900 L dan dinilai masih
Pada proses pencucian, kebutuhan air yang
terlalu banyak. Pengrajin kurang memiliki
digunakan setiap harinya sangat banyak, yaitu
kesadaran dalam m engef isiensikan
± 1500 L untuk pencucian mencapai 15 kodi
penggunaan air. Terbukti jika dilihat dari
dengan motif kain batik yang sama atau
prosentase perbandingan data 2010 dan 2012
berbeda. Berikut akan disajikan tabel hasil
justru pada penelitian 2012 terjadi penambahan
penelitian (2010) untuk jumlah KBP yang
penggunaan air, tetapi jika dibandingkan
dihasilkan dari proses pencucian :
dengan penggunaan air sebelum dan sesudah
Tabel 10.Keluaran Bukan Produk Tahap Pencucian Proses Produksi Batik Kombinasi
(Sebelum Perancangan)
Kebut uhan Air
Tahap Ke butuhan Air Kuant it as K eluaran B ukan Produk Kuantitas Kelu aran Bukan Produk
No Bersih per
P encucian Bersih per produk per (2kodi) pe r produk
(2kodi)
1500 L 37 ,5 L
Tabel 11.Keluaran Bukan Produk Tahap Pencucian Proses Produksi Batik Kombinasi (Sesudah
Perancangan)
Ke bu tuh an Air
T ah ap K ebu tu han Air Ku an titas Kelu ar an Bu kan Pr odu k Ku an titas Kelu ar an Bu kan Prod uk
No Be rs ih pe r
Pen c ucia n Be rs ih pe r pr od uk pe r (2 kod i) pe r pr od uk
( 2ko di)
2 8, 75 L
1 15 0 L
1. Pen c ucia n 11 50 L 28 ,7 5 L (r eu se 1 6, 25 L + 1 2,5 L
(reu se 6 50 L + 500 L pe nam b ah an
p en am ba ha n a ir b ers ih b ak I
a ir b ersih bak I set elah reus e)
sete lah re use )
Dari hasil evaluasi yang dilakukan berdasarkan menggunakan pompa air dan tergantung dari
data di atas, pada proses pencucian terjadi hal masing-masing pengrajin untuk dapat
yang sama pada perilaku penggunaaan air mengefisiensikan penggunaan air maupun
dengan proses pelorodan. Pengrajin masih listrik. Pada proses ini budaya kerja mereka
menggunakan banyak air, namun pada bak I masih tetap menggunakan naluri dan
masih bisa efisien karena ada alternatif sumber cenderung mencari cara yang tidak menyulitkan
air yang lain yaitu air hujan. Pada saat penelitian para pengrajin.
dalam keadaan musim hujan, tetapi apabila
musim kem arau, pengrajin m asih
menggunak an air dari tendon maupun
Proses Pewarnaan
1. 76 L ( 4 menit) 0,0083kWh 0,0083kWh 0,0002 kWh 0, 0002 kWh
dasar
5. Pelorodan 900 L ( 1,5 jam) 0, 18kWh 0, 15 kWh 0,0045 kWh 0,00375 kWh
6. Penc ucian 1500 L ( 2 jam) 0, 25kWh 0,093kWh 0, 00625 kWh 0,00232 kWh
? Jumlah 2978 L 0,5 kWh 0,31 kWh 0,0125 kWh 0,0077 kWh
Langkah Perbaikan ; reduksi konsumsi air proses pelorodan, reuse air pencucian, penggunaan bak tandon,
pembuatan talang tadah hujan.
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 88
Tabel 14. Pemakaian Energi Listrik Proses Produksi Batik Kombinasi (Sesudah EE)
89 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
0,00000036 ton GHG ton GHG, kayu bakar Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas
0,00000031 ton GHG, dan listrik 0,0000045 ton Diponegoro, Tahun 2010-2012.
CO2 equiv.
DAFTAR PUSTAKA
4. Rasio eko-efisiensi telah dihitung dengan hasil
Abdul, Kadir. 1995, Energi Sumber Daya, Inovasi,
sebagai berikut :
Tenaga Listrik, dan Potensi Ekonomi. 2nd ed.
(Berdasarkan konsumsi energi, konsumsi Universitas Indonesia Press. Jakarta.
bahan, dan emisi gas rumah kaca, didapat rasio Alaerts, dan Santika, S.S. 1984. Metode penelitian
sebagai berikut) : air. Surabaya Usaha Nasional. Surabaya.
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 90
Miladan, Nur. 2008. Kajian Peluang Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air
Pengembangan dan Penerapan Teknis Limbah. Universitas Indonesia. Jakarta.
Ekoefisiensi Pada Klaster di Kabupaten
Purbalingga. Tugas Akhir Program Studi Sumarwoto, O. 1993. Pencemaran Air dan
Teknik Lingkungan. Universitas Diponegoro. Pemanfaatan Limbah Industri. PT. Raja
Semarang. Grafindo Persada. Jakarta.
Moertinah, Sri. 2008. Peluang-Peluang Produksi Sunarto. 2008. Tek nologi Pencelupan dan
Bersih Pada Industri Tekstil Finishing Pengecapan. Direktorat Jenderal Manajemen
Bleaching. Tesis Program Studi Magister Ilmu Pendidikan Dasar dan Menengah
Lingkungan. Universitas Diponegoro. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Semarang.
Susanto, 2001. Sewan. Seni Kerajinan Batik
Nindita, Velma. 2010. Perancangan Eko-Efisiensi Indonesia. Balai Penelitian dan
Pada Usaha Kecil Menengah Batik (Studi Pengembangan Batik. Yogyakarta.
Kasus: UKM Nadia Royani Kelurahan
Suyanto, Hadi. 2009. Peluang Eko-Efisiensi
Sim bang Kulon Kecam atan Buaran
Pengelolaan Limbah Cair Industri Minyak
Kabupaten Pekalongan). Tugas Akhir
Bumi (Studi Kasus PT Semberani Persada Oil
Program Studi Teknik Lingkungan. Universitas
Samarinda). Tesis Program Studi Magister
Diponegoro. Semarang.
Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro.
Nuryakin. 2008. Studi Evaluasi Perencanaan Semarang.
Pengelolaan Lingkungan Melalui Pendekatan Van Berkel, Rene. 2001. Environmental
Eko-Efisiensi (Studi Kasus Unit Deinking Plant
Performance Evaluation: Issues and Trend.
PT. Kertas Leces Probolinggo. Tesis Program Western Curtin University of Technology.
Studi Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Australia.
Diponegoro. Semarang.
Van Berkel, Rene. Cleaner Production for Process
Prema. 2005. Eco-Efficiency – Key to Sustainable Industries. W estern Australia: Curtin
Business. Deutsche Gesellschaft fuer University of Technology, 2000.
Technische Zusam menarbeit (GT Z).
Germany. W orld Business Council for Sustainable
Development (WBCSD). 2000. Measuring
Purwanto. 2000. Perangk at Manajem en Eco-efficiency. United Kingdom.
Lingkungan. http://andietri.tripod.com/journal/
book-1.htm. hal 33.
91 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
PROSES SINTESA TiO2 NANOPARTIKEL SECARA ANODIzING
TERHADAP KINERJA FOTOKATALITIK
ABSTRAK
Titanium oksida nanotube mempunyai sifat katalitis bila dipapari sinar Ultra violet. Sifat katalis ini
dapat digunakan untuk degradasi cemaran limbah industri. Sintesa TiO2 nanotube dapat dibuat dengan
proses anodizing menggunakan elektrolit organik grade teknis, seperti etilene glikol mengandung Ammonium
floride dan H2O. Elektrolit tersebut dapat digunakan secara berulang ulang. Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan elektrolit ini dapat digunakan secara berulang ulang sampai 20x tanpa penurunan
kinerja sifat katalitiknya. Pengukuran kinerja dilakukan secara Linear Swep Voltametri.
ABSTRACT
Titanium oxide nanotube has catalytic property under Ultra violet exposure. The catalytic property
can be used for organic degradation of industrial waste water. TiO2 nanotube can be synthesed by anodizing
method using organic electrolyte technical grade, i.e. ethylene glycol containing Ammonium fluoride and
H2O. The electrolyte can be used for many times. The research shows that the electrolyte can be used up
to 20 times without decreasing its catalytic performance. The catalytic performance was measured by Linear
Sweep Volta metric methode .
Key words: TiO2 nanotube, Anodizing, Electrolyte Ethylen glikol, Flouride, LSV.
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 92
PENDAHULUAN Penelitian pengembangan proses pembuatan TiO2
nano partikel secara anodising dan aplikasinya juga
Struktur nano material anorganik mempunyai
telah dilakukan oleh Peneliti BBTPPI Semarang.
potensi penggunaan yang luas untuk sensor, solar
Dalam tahun 2011, diteliti kondisi operasi yang
cell (sel surya), fuel cell, filter molekuler, dan
optimum dalam sintesa TiO2 nano partikel secara
sebagainya. Dibanding dengan struktur normalnya,
anodising. Partikel nano TiO 2 hasil anodising
struktur nano mempunyai kemampuan yang jauh
tersebut diaplikasikan sebagai katalis pada reaktor
lebih baik. Sebagai contoh resistensi listrik
rotary drum untuk degradasi cemaran limbah
mempunyai kekuatan 500 000 000 kali lipat
industri tekstil pewarnaan. agar diperoleh cara
(Paulose, 2006). Titanium dioxide, atau titania,
pengolahan limbah cair yang cepat, mudah dan
dengan rumus kimia TiO2, dalam struktur molekuler
murah. Metode anodizing ini dikembangkan karena
normal banyak dipakai sebagai pigment untuk
dinilai mempunyai potensi untuk diterapkan secara
keperluan industri, seperti tabir surya (sunscreens),
m udah dan m urah. Dalam penelitian ini
cat, salep, pasta gigi dan lain sebagainya. Namun
m enggunak an elektrolit Etilen Glikol yang
dalam struktur molekuler nano, mempunyai sifat
mengandung Floride dengan menggunakan
fotokatalitik dibawah paparan sinar ultraviolet
variabel besarnya voltase dan waktu anodising.
sebagaimana diketemukan oleh Honda dkk
Etilene Glikol dipilih karena ketersediaan dipasar
(Fujishima 1972). Penemuan ini memicu penelitian
mudah, relatif stabil tidak mudah terurai dan murah.
lebih lanjut untuk pemanfaatan diberbagai bidang
Anodising selama 2 jam dengan etilen glikol GR
antara lain fotovoltaiknya, fotok atalisis,
mengandung 1% ammonium florida dan 3% H2O
foto-/electrochromik, sensor, energy dan
dengan arus listrik DC 40V merupakan kondisi
pelestarian “lingkungan” (Chen et.al 2006;
optimum yang didapat dalam penelitian tersebut
Fujishima 1972). Material ini diharapkan dapat
(Djarwanti, 2011). Hasil penelitian tersebut
menjadi solusi untuk mengurangi polusi guna
dikembangkan lagi dengan menggunakan elektrolit
mengurai masalah lingkungan yang dirasa semakin
grade teknis yang digunakan berulang ulang
serius (Chen et al, 2006).
sehingga nanti didapat cara sintesa TiO 2 nano
Penelitian dalam sintesa, modifikasi, dan aplikasi partike yang murah dan proses yang mudah.
TiO2 nano-material ini saat ini masih terus dilakukan Katalis yang diperoleh dengan metode sintesa yang
oleh para peneliti, baik sintesa TiO2 dalam bentuk mudah, murah tapi efektif akan digunakan sebagai
partikel nano - nanorods, nanowires, dan nanotube unsur utama reaktor Foto-katalisis guna degradasi
- maupun struktur nano lain. Chen dk k bahan pencemaran pada limbah cair industri tektil.
menguraikan berbagai cara sintesis antara lain Diharapkan reaktor tersebut dapat lebih efektif
cara Sol gel, Sol, Hidrotermal, Solvotermal, oksidasi bekerja tetapi dengan beaya yang lebih murah
langsung, fisik, elektrik, microwave dan lain sehingga makin banyak bahan pencemaran yang
sebagainya. Dari berbagai cara tersebut, hanya dapat didegradasi sehingga alat ini mampu menjadi
cara anodizing dengan larutan elektrolit organik solusi dalam pengolahan pencemaran limbah
mengandung floride yang dapat mengendalikan industri khususnya limbah industri tekstil
ukuran (size) partikel nano TiO 2 (Grimes et.al,
METODOLOGI
2009). Preparasi secara anodizing ini akan
menghasilkan partikel TiO2 berbentuk tabung dan Bahan dan Alat
mempunyai struktur partikel berbentuk anatase.
Bahan yang digunakan adalah lembaran Titanium
Struktur ini mempunyai luas permukaan yang
ketebalan 0,2 mm grade satu sebagai bahan
paling luas dan karenanya mempunyai efektifitas
utama, lembaran tembaga ketebalan 0,3 mm
yang tinggi untuk mendegradasi secara fotokatalitik
sebagai counter kathoda dan bahan kimia Etilene
maupun fotoelektrokatalitik terhadap bahan organik
Glikol Teknis, Ammonium Flouride GR, Nitric Acid
yang menjadi beban cemaran dalam air limbah
GR, Hydroflouric Acid GR, Sodium Nitrate GR,
industri.
Sulfuric Acid GR semua buatan E-Merck, Amplas
93 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
halus no 600 atau lebih tinggi. Adapun Peralatan (LSV). Untuk melihat karakteristik kristalografi
yang digunakan adalah beaker glas 600 ml, Labu katalis TiO2 diuji menggunakan metode XRD, dan
ukur 2 L, Bak anodising dari kaca , Power supply SEM. Dari hasil uji LSV akan terlihat kondisi optimal
Jincheng JA 6020A, Term om eter, Furnace: yang menghasilkan katalis paling baik.
Thermoline 4000, Gunting, kompartemen lampu
Variabel penelitian seperti tampak pada Tabel 1
UV, Potentio stat, Pinset, dan lain lainnya
berikut:
Uji Karakteristik Katalis
Tabel 1. Parameter dan variable Penelitian
Uji Karakteristik kinerja katalitis dari hasil sintesa No Pa rameter Variabel
TiO2 nanopartikel dilakukan secara Linear Sweep 1 Katode x Lempeng tembaga 2 x 20 xm
Voltametri (LSV), hampir sama seperti yang telah diletakkan sejajar dinding dan dasar
beker glas
dilakukan oleh peneliti lain (Nurdin, 2007). x Lempeng tembaga 2 x 20 xm
diletakkan sejajar dinding dan
Langkah langkah Penelitian melingkar di dasar beker glas
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 94
TiO 2 yang dibuat dengan fresh elektrolit (K0) kemungkinan, penggunaan ulang tersebut dapat
memberikan kinerja menghasilkan 2.85E-04 A pada dilakukan beberapa kali lagi.
voltase 1 V dan pada katalis TiO 2 yang dibuat
Fenomena tersebut dapat dijelaskan sebagai
dengan menggunakan elektrolit bekas yang
berikut :
digunakan berulang 9 kali (K9)
Kinerja katalis TiO2 yang diukur dengan LSV sangat
erat kaitannya dengan luas permuakaan material.
Luas permukaan tersebut dipengaruhi oleh dimensi
pori pori, ketebalan dinding dan panjangnya yang
dibentuk oleh nanotube molekeul TiO 2 tersebut.
Dimensi tersebut dipengaruhi oleh lama proses
anodising, kadar H 2 O dan besarnya Voltase
(Paulose et. al. 2006).
Karena hasil uji LSV katalis-katalis yang dibuat 2 H2O O2 + 4e- + 4H-
menggunakan elektrolit bekas pemakaian sampai
Ti + O2 TiO2
9 kali masih menunjukkan kinerja yang baik bahkan
membaik maka dilanjutkan penggunaan ulang Pembentukan pori pori terjadi sebagai pelarutan
elektrolit bekas sampai 19 kali. Hasil uji LSV oksida Ti oleh F- menurut reaksi sebagai berikut:
terhadap katalis yang dibuat menggunakn elektrolit
TiO2 + 6F- + 4H+ TiF6 2- + H2O
bekas pemakaian 11 kali sampai 19 kali dapat
dilihat pada Gambar. 2. Reaksi ini membuat bidang yang lebih besar di
dasar pori pori dan mendorong reaksi oksidasi
Data hasil uji katalis yang dibuat dengan
dimana ion Ti keluar dari lempeng logam dan larut
mengunakan elektrolit berulang ulang dari fresh
dalam larutan tersebut. Pada tingkat laju
sampai digunakan 19 kali jika dinampakkan dalam
pembentukan pori pori, pelarutan oksida tersebut
suatu grafik akan terlihat seperti dalam Gambar 3.
menentukan panjang tube. Untuk mengontrol
reaksi pelarutan oksida tersebut, perlu membatasi
kadar Ion H+ dengan membatasi kadar H2O pada
elektrolit tersebut. Berdasarkan hal tersebut,
pengurangan kadar H 2O karena pengulangan
penggunaan elektrolit, dapat diduga menjadikan
panjang nanotube makin panjang pada proses
anodising dengan waktu yang sama. Tube yang
makin panjang ini boleh jadi menyebabkan kinerja
respon cahaya yang dimanifestasikan sebagai hasil
Gambar 3. Hasil uji LSV tehadap lempeng katalis dengan uji LSV semakin baik (Nurdin, 2007) .
pemakaian elektrolit yang berulang-ulang sampai 19 X
Seiring dengan penggunaan elektrolit yang
Dari Gambar.3 terlihat bahwa anodizing
berulang ulang, maka kandungan H 2O akan
dengan pem akaian elektrolit Etilene Glikol
semakin menyusut karena terjadi peruraian
mengandung 1%NH4F dan 3% H2O yang berulang
menjadi ion oxygen dan ion higrogen. Ion Oxygen
ulang sampai 19 (Sembilan belas) kali diperoleh
tersebut digunakan untuk mengoksidasi Ti menjadi
hasil uji LSV yang baik bahkan semakin baik. Ada
95 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
TiO2. Adanya kandungan H2O disamping menjadi Letters, 2006, 110, 16179-16184, Published
sumber oxygen tetapi juga sekaligus dapat on Web 07/28/2006
melarutkan TiO2 yang terbentuk. Jika kadar H2O
semakin berkurang, maka kelarutan TiO2 juga Xiaobo Chen and Samuel S. Mao, “Titanium
semakin berkurang, sehingga TiO2 nanotube yang Dioxide Nanomaterials: Synthesis, Properties,
terbentuk juga akan semakin besar dimensinya Modifications, and Applications”: Chem Rev,
dalam satuan waktu anodising yang sama (Paulose 2006, 107, 2891-2959
et. al. 2006).
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
http://en.wikipedia.org/wiki/Titanium_dioxide,
down loaded tanggal 19 September 2011
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 96
97 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
DEKOLORISASI PEWARNA REAKTIF PADA AIR LIMBAH INDUSTRI
TEKSTIL SECARA ELEKTROKIMIA
Bekti Marlena1, Aris Mukimin1, Eni Susana1
1
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang
Email : bekti_poenya@yahoo.co.id
Naskah diterima 12 September 2012 disetujui 5 Desember 2012
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai dekolorisasi pewarna reaktif pada air limbah sintetik dari
pewarna dan air limbah industri tekstil secara elektrokimia. Air limbah sintetik yang digunakan untuk mencari
kondisi operasi optimum terbuat dari pewarna reaktif Rayon Blue. Dekolorisasi dilakukan pada reaktor satu
sel dengan menggunakan elektroda yang bersifat stabil berupa anoda Ti/PbO2 dan katoda stainless steel.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dengan meningkatnya tegangan listrik akan menurunkan
intensitas warna dan Chemical Oxygen Demand (COD), pada tegangan 7 Volt akan mampu menurunkan
COD sebesar 66,18%. Kondisi pH awal yang bersifat asam juga mempengaruhi proses dekolorisasi, dimana
penurunan COD tertinggi pada pH 5 yaitu sebesar 73,38 %.
Pada aplikasi dengan menggunakan air limbah industri tekstil pewarnaan, terjadi penurunan COD
sebesar 46,48%
ABSTRACT
The decolorization of reactive dye synthetic wastewater and textile industry wastewater by
electrochemical were investigated. Synthetic wastewater of Rayon Blue was used as a model compound to
look for optimum operation. Decolorization was performed in a single cell reactor using a stable anode Ti/
PbO2 as an anode and Stainless Steel as a cathode.
The results shows that the increase of voltage will decrease of color intensity and Chemycal Oxigen
Demand (COD). The amount of percentage removal of COD was 66,18% at 7 Volt. Initial pH will also affect
decolorization, the highest COD removal was 73,38% at pH 5.
The application of decolorization using dye textile industry wastewater showed that COD removal
was46,48%.
36
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 98
PENDAHULUAN organik yang tidak diinginkan terjadi secara
spontan, sedangkan reaksi secara tidak langsung
Pewarna reaktif banyak dipakai dalam
dimana elektron yang timbul terlebih dahulu
industri tekstil dikarenakan kapasitas gugus
diabsorb pada permukaan elektroda sebelum
fungsional reaktifnya mudah untuk berikatan
bereaksi dengan polutan.
dengan gugus fungsional hydroksil serat tekstil
membentuk ikatan kovalen. Karakteristik ini Sebagian besar elektrokimia berdasarkan
meningkatkan interaksi antara pewarna dan serat elektrolisis secara tidak langsung (mediasi) dimana
sehingga mengurangi konsumsi energi. Pewarna target polutan dihilangkan dari larutan dengan
reaktif sebagian besar dipergunakan untuk spesies aktif yang dihasilkan secara reversibel
mewarnai serat selulosa, seperti katun dan rayon, ataupun irreversibel pada elektroda.
tetapi juga digunakan untuk sutera, wool, nylon dan
Beberapa penelitian dengan
kulit (Rezae et al, 2008).
menggunakan metode elektrokimia telah dilakukan
Sebagian besar air limbah industri tekstil untuk mengadsorbsi zat pewarna (Do et al., 1994;
yang dibuang ke lingkungan masih nampak Lin et al., 1994; Lin et al, 1996; Alinsafi et al, 2004).
berwarna. Warna air limbah dapat berubah-ubah Pada semua metode elektrokimia baik yang
tergantung dari tipe bahan pewarna yang dipakai. menggunakan anoda besi atau almunium selalu
Biasanya konsentrasi pewarna pada air limbah dikorbankan artinya habis karena ada proses
sedikit sehingga diperkirakan untuk pelarutan dan polutan hanya diubah bentuk fasanya
menghilangkannya tidak begitu sulit. Tapi karena yaitu dari zat terlarut menjadi zat tidak terlarut
struktur kimia pewarna yang tahan terhadap (sludge) sehingga potensial toksik dan
paparan cahaya, air maupun senyawa kimia maka karsinogennya masih ada. (Nasuka, 2006; Ahmed
dengan proses pengolahan air limbah secara , 2004).
konvensional, warna masih terlihat pada effluent.
Sifat material elektroda merupakan faktor
Dalam 30 tahun terakhir, berbagai teknik utama terselenggaranya reak si secara
elektrokimia untuk mendegradasi polutan organik elektrokimia. Untuk melangsungkan reaksi
beracun dan nonbiodegradable pada air limbah elektrokimia maka material elektroda harus bersifat
telah banyak diteliti dan dikembangkan. Menurut stabil terhadap kondisi reaksi, yaitu dengan
Brillas et al, 2003 pemakaian teknik elektrokimia menyediakan elektroda yang bersifat stabil.
dalam pengolahan air limbah memiliki keuntungan Material ini relatif mahal karena sebagian besar
diantaranya adalah ramah lingkungan karena terbuat dari logam mulia seperti platina (Pt), emas
pereaksi utama adalah elektron yang merupakan (Au), dan Intan (Diamond), namun oksida logam
suatu pereaksi yang bersih, serta fleksibel dimana dapat pula bers ifat stabil dengan elektro-
elektron dapat bereaksi dengan polutan baik yang aktifitasnya tinggi. Pembuatan elektroda oksida
berbentuk padat, cair maupun gas. logam merupakan tahapan penting yang harus
dilakukan sebagai syarat terjadinya dekolorisasi zat
Keuntungan lainnya adalah dari segi
warna secara elektrokimia.
keamanan karena elektrokimia beroperasi pada
kondisi ambien, serta hemat energi dimana proses Untuk kebutuhan pengolahan limbah,
elektrokimia dapat dilakukan pada temperatur dan elektroda stabil diperoleh dengan cara mensintesa
tekanan rendah. Elektroda dan sel dapat juga oksida logam pada substrat tertentu yang bersifat
dirancang untuk meminimalkan kehilangan daya inert seperti logam Titanium (Ti). Beberapa
akibat distribusi arus yang buruk dan turunnya penelitian dekolorisasi dan degradasi beberapa
tegangan. jenis zat pewarna telah dilaksanakan dengan
elektroda oksida logam Titanium yang bersifat stabil
Metode elektrokimia dapat terjadi secara
(Galwa & Zaggout, 2006; Zhanga et al., 2011;
langsung atau tidak langsung. Elektrokimia yang
Mukimin et al., 2012). Beberapa penelitian tersebut
terjadi secara langsung dimana reaksi perpindahan
elektron ke (reduksi) dan dari (oksidasi) bahan
99 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
telah berhasil untuk mendegradasi larutan zat Elektroda Ti/PbO 2 dibuat secara
pewarna, namun demikian masih sedikit penelitian elektrodeposit antara lembaran Ti sebagai substrat
yang dilakukan terhadap air limbah pewarnaan dari dan PbO2 sebagai oksida logam. Sebelum dilapisi,
industri yang menggunakan pewarna. lem baran Titanium dibersihk an dengan
Saat ini belum diatur mengenai parameter menggunakan kertas ampelas dan air, direndam
warna dalam baku mutu air limbah, namun dalam larutan 40% NaOH untuk menghilangkan
demikian air limbah berwarna yang dibuang ke lemak, dan dicelupkannya ke dalam campuran
lingkungan tentunya akan menurunkan kualitas air HNO 3 dan H 2SO 4 dengan perbandingan 1:1,
dan nilai estetika. Oleh karena itu perlu dilakukan selanjutnya dibilas dengan air bersih (Ghalwa, dan
upaya untuk menghilangkan warna tersebut dari Latif, 2005)
air limbah industri. Sebagai sumber arus listrik DC dipakai
Penelitian ini bertujuan untuk mencari power supply GW Instek SPS-3610 yang
parameter operasi optimum terhadap kinerja mengubah arus listrik AC menjadi DC dengan
elektrokimia dalam memecah warna dalam hal ini spesifikasi keluaran maksimal berturut-turut untuk
zat warna Rayon Blue. Penelitian ini dibatasi pada tegangan adalah 36 Volt dan arus sebesar10 A.
degradasi zat warna dari warna reaktif sebagai uji
kinerja elektroda dalam skala laboratorium, dan
degradasi warna air limbah industri tekstil yang
menggunakan pewarna reaktif. Indik ator
keberhasilan hanya diukur dari parameter intensitas
warna dan Chemical Oxygen Demand (COD).
METODOLOGI
Bahan
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 100
dilakukan percobaan dan diukur intensitas warna
dan COD untuk mengetahui efek pH.
Setelah diketahui kondisi optimum dari
tegangan listrik, dan pH awal maka dilanjutkan
dengan aplikasi dekolorisasi menggunakan air
limbah industri tekstil yang menggunakan pewarna
reaktif.
Pengukuran intensitas warna dilakukan
dengan menggunakan alat spektrofotmeter UV-Vis
Gambar 3. Struktur kimia Rayon Blue
sedangkan pengukuran COD dilakukan sesuai
metode APHA AWWA. 2005.
Pengaruh pH 5. A m on ia k T otal m g /L 28 ,3 0
6. S u lfid a (sb g S ) m g /L 0, 13 0
Dekolorisasi secara elektrokimia juga
dipengaruhi oleh kondisi pH awal, menurut Parsa 7. pH 8, 70
2 .0
1 .5
1 .0
0 .5
0 .0
Gambar 6. Grafik Pengaruh pH terhadap Penurunan nm
30 0 4 00 5 00 60 0 7 00 80 0
COD
Gambar 7. Spektrum Limbah Hasil Elektrokimia
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 102
Nilai perhitungan di atas diasumsikan bahwa
semua komponen penyusun reaktor bekerja secara
teoritik, yaitu sifat DSA elektroda selalu terjaga dan
tidak terjadi penurunan kinerjanya.
103 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
DAFTAR PUSTAKA Environmental and Health Sciences”. Boca
Raton : CRC Press LLC.
Alinsafi et al, 2004. Electro-coagulation of
Reactive Textile Dyes and Textile
Wastewater, Chemical Engineering and Mukimin, A., W ijaya, K., Kuncaka, A., 2012,
Processing 44. hal 461-470, Elsevier Oxidation of Remazol Brilliant Blue R. (RB 19)
with in situ electrogenerated active chlorine
Ahmed M.M, 2008. Electrochemical Oxidation of using Ti/PbO2 electrode, Separation and
Acid Yellow and Acid Violet Dyes Assisted by Purification Technology Vol 95, Elsevier B.V.
Transition Metal Modified Kaolin, Portugaliae
Electrochemica Acta 26/6, 547 – 557 Mukimin, A., Wijaya, K., Kuncaka, A., 2010, Electro-
degradation of Reactive Blue Dyes Using
Brillas, Eric and Cassado Juan. 2003. “ Chemical Cylinder Modified Electrode Ti/²-PbO2 as DSA,
Degradation Methods for W astes and Indonesian Journal of Chemistry Vol. 10 No.
Pollutants” Chapter 6:Electrochemical 3., hal. 285-289.
Methods for Degradation of Organic Pollutants
in Aqueous Media, Marcel-Dekker Inc. Nasuka, 2006. Pemisahan Logam dan Minyak
pada Air Limbah Berkarakteristik Khusus
Do, J. S., Chen, M. L., 1994, Decolourization of dengan Teknologi Alternative Elektro-Flotasi,
Dye-containing Solutions by BBTPPI, Semarang
Electrocoagulation, journal of Applied
Electrochemistry Parsa, Basiri & Abbasi, Mahmood, 2007.
Decolorization of Synthetic and Real
Ghalwa, A.N.M., dan Latif-Abdel, M.S., 2005, Wastewater by Indirect Electrochemical
Electrochemical Degradation of Acid Green Oxidation Process. Acta Chim. Slovenia
Dye in Aqueous Wastewater Dyestuff
Solutions Using a Lead Oxide Coated Rezae, A., Ghaneian, M.T., Hashemian, S.J.,
Titanium Electrode, Journal of the Iranian Mousavvi, G., Khavanin A., Ghanizadeh G.,
Chemical Society Vol. 2 No. 3 2008, Decolorization of Reactive Blue 19 Dye
from Textile Wastewater by the UV/H2O2
Ghalwa, A.N.M., Zaggout, F. R., 2006, Journal of Process, Journal of Applied Sciences 8, Asian
Environmental Sciences and Health Vol. 41 Network for Scientific Information.
No. 10
Sabilia J.P, 1996. A Guide to Materials
Lin, S.H., Peng, C.F. 1994. Decolorization of Textile Characterization and Chemical Analysis,
Wastewater by Electrochemical method. Wat. Second edition, VCH Publishers, Inc.
Res
Zhanga, W., Bai, J., Fu, J., 2011,
Photoelectrocatalytic Degradation of Methyl
Lin, S.H., Peng, C.F. 1996. Continuous Treatment
Orange on Porous TiO2 Film Electrode in
of Textile W astewater by Combined
NaCl Solution, Advanced Materials Research,
Coagulantion, Electrochemical Oxidation and
Vol. 213, hal. 15-19.
Activated Sludge. Wat. Res
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 104
105 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
Perancangan Prototipe Alat Pengedalian Pencemaran SO2 dan NO2 Dengan Teknologi Non Thermal Plasma
Silvy Djayanti
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang
Email : silvy_bbtppi@yahoo.com
Naskah diterima 10 Oktober 2012, disetujui 3 Desember 2012
ABSTRAK
Perancangan prototipe pembangkit plasma Corona Discharge bertujuan untuk mereduksi emisi gas
SO2 dan NO2 yang berasal dari emisi pembakaran batubara. Plasma dibangkitkan dengan dua reaktor
plasma dengan daya 2 x 60 Watt. Tegangan yang dibutuhkan untuk mereduksi gas emisi minimal 6000 volt.
Reaktor plasma terdiri dari elektroda dengan bahan aluminium berbentuk tabung yang dipasang secara
horizontal bertingkat dan tabung casing isolator luar terbuat dari PVC. Kedua reactor tersebut dipasang
secara bertingkat. Tabung aluminium tersebut dihubungkan dengan arus listrik tegangan tinggi. Pada
penelitian ini hasil reduksi single reactor dibandingkan dengan double reactor untuk mencegah adanya gas
emisi yang lolos saat masuk ke dalam reaktor. Efisiensi reduksi SO2 dan NO2 terbesar yang diperoleh
90%,menggunakan double reaktor pada debit minimum gas buang 11,7 L/ detik.
Kata kunci : Plasma corona discharge, Double reactor, Reduksi SO2 dan NO2
ABSTRACT
Designing prototype of plasma Corona Discharge was to reduce SO2 and NO2 emissions gas comes
from burning coal. Plasma generated by two reactors powered with 60 Watts each. The voltage required to
reduce gas emissions is at least 6000 volts. The reactor consists of electrodes made of aluminium sheets in
form of tubes and are mounted in two stages horizontally and accord to outer insulator casing made from
PVC. Aluminum tubes connected to high-voltage electrical current. In this study, the SO2 and NO2 reduction
efficiency was compared between using single and double reactor. The best efficiency was 90% using
double reactor at a minimum exhaust gas discharge 11.7 L/s.
Keywords: Plasma corona discharge, Double reactor, SO2 and NO2 reduction
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 106
Perancangan Prototipe Alat Pengedalian Pencemaran SO2 dan NO2 Dengan Teknologi Non Thermal Plasma
107 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
Perancangan Prototipe Alat Pengedalian Pencemaran SO2 dan NO2 Dengan Teknologi Non Thermal Plasma
Particle Filter
jam, dan dicatat tiap 5 menit untuk mengetahui
Plasma Reactor
Multi-Stage
penghilangan SO2 dan NO2.
High Voltage Wire HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisa Gas
Pipa PVC 5" High Voltage
Cone
Plasma Generator Dari data hasil penelitian dapat dilihat pada
(AC 120 W)
(seng)
1
2
a1
0
Vc c 1
b1
5
6
grafik pada gambar 2 dan 3. Udara emisi dari
a2 b2
3 7
4 8
a4 b4
GN D
Emission 0
from Burner
konsentrasi SO 2 dan NO 2 sangat tinggi di
Outgas to
Atmosphere masukkan ke dalam reactor plasma corona
COAL
BURNER
Osc illoscope
discharge. Gas emisi tersebut akan kontak dengan
Gas Analyzer elektroda –elektroda yang dipasang didalam
reactor plasma. Debit udara divariasi dari 11,7
Gambar 1. Desain prototipe peralatan pengujian
sampai 35,0 L/detik. Penambahan laju alir
disesuaikan dengan skala yang ada pada panel
2. Komponen Untuk Reaktor plasma dan High plasma yang diukur dengan alat anemometer yang
Voltage : Tube Stainless Steel O1/2'”, Pipa PVC di pasang pada output reactor, kemudian
Maspion O 5”, Batang Stainless Steel O 5 m, dikonversi dengan mengalikan dengan luas
Baja Siku, Bahan Baja Pejal, Super Glue, Lem penampang reactor plasma. Variabel lain dari
Filler, Plat Aluminium tebal 2 mm, Komponen penelitian ini adalah pengontakan gas emisi
Transformator 10000V/700 mA ( AC ), Capasitor menggunakan single dan double reactor. Hasil dari
500µF 500 V ( AC ), Panel Voltmeter ( AC ), Panel konsentrasi gas emisi dengan menggunakan
Amperemeter ( AC ), Dioda 10A ( AC ), High double reactor, konsentrasi gas emisi lebih rendah
Voltage Wire 5 m, Transistor Power ( AC ), IC daripada menggunakan single reactor.
Timer ( AC ), Casing, Capasitor Ceramic (AC), Pada laju alir udara em isi yang
Potensiometer 50 K, High Voltage Probe mengandung SO 2 divariasi dengan mengatur
(1000X), Particulate Filter. tombol pada control panel berupa kecepatan udara.
Kecepatan udara kemudian di kalikan dengan luas
b. Langkah Penelitian
penampang reactor sehingga menghasilkan debit
Gas buang keluaran dari output boiler udara emisi. Hasil pengukuran konsentrasi tiap
dianalisis dengan gas analyzer untuk mengetahui debit diambil sebanyak 3 kali, kemudian di rata-
konsentrasi SO2 dan NO2 sebelum direaksikan rata. Kemudian dibuat grafik hubungan antara debit
dengan reactor plasma. Gas buang dialirkan ke udara terhadap konsentrasi output gas buang SO2.
dalam reaktor melalui input reaktor. Kemudian Adapun grafik tersebut seperti terlihat pada
dikontakkan di dalam reaktor yang berisi plasma gambar 2.
yang akan dibangkitkan pada bagian tube dan
Hasil analisa parameter SO2 menunjukkan
nozzle. Tube dan nozzle ini terletak pada channels.
adanya penurunan konsentrasi dari 1800 ppm
Ketika terjadi kontak antara gas buang dengan
menjadi 300 ppm pada single reactor. Penurunan
plasma maka akan terbentuk radikal gas yang
konsentrasi gas SO2 mengalami hal yang sama
berbeda dengan awal gas buang masuk reaktor
pada pemakaian double reactor, hanya penurunan
plasma. Variabel tetap penelitian adalah Suhu
konsentrasi jauh lebih baik dibandingkan single
reactor : suhu kamar/ mengikut system (70-
rector.Hal ini disebabkan karena gas emisi SO2
120oC ) dan Jarak antar electrode 3 cm, adapun
yang masih lolos pada reactor I akan dieksitasi
variabel berubah adalah Laju alir gas buang ( 130,
kembali pada reactor II sehingga eksitasi electron
250, 360, 370, 390 ) ft/menit dan Jumlah reactor
akan lebih sempurna.
2 buah ( Singgle dan double reactor ). Gas buang
hasil keluaran reactor plasma dianalisis dengan Hasil konsentrasi reactor single dan double
analiser gas SO 2 dan NO2. Pengambilan dan reactor memiliki tipikal yang sama ketika laju alir
analisis gas dilakukan secara continue selama 1
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 108
Perancangan Prototipe Alat Pengedalian Pencemaran SO2 dan NO2 Dengan Teknologi Non Thermal Plasma
109 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
Perancangan Prototipe Alat Pengedalian Pencemaran SO2 dan NO2 Dengan Teknologi Non Thermal Plasma
SARAN
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 110
Perancangan Prototipe Alat Pengedalian Pencemaran SO2 dan NO2 Dengan Teknologi Non Thermal Plasma
111 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012
Buku ini terdiri dari 415 halaman yang merupakan kumpulan dari 17 artikel yang kesemuannya
membahas masalah bahan kimia yang ramah lingkungan dan caracara pengurangannya (reduced) dari
lingkungan. Dari 17 artikel tersebut ada 2 artikel yang menarik yaitu Green Chemistry and Engineering : A
Versatile Research Perspective oleh Sanjay K. Sharma dkk. dan Green Chemistry as an Expression of
Environmental Ethic oleh George D. Bennet.
Pada artikel Green Chemistry and Engineering : A Versatile Research Perspective memuat 12 (dua
belas) prinsip green chemistry process yaitu :
1. Prevention : Lebih baik mencegah timbulnya limbah daripada mengolah atau membersihkannya (clean
up) setelah limbah tersebut terjadi
2. Atom Economy : Metode sintesis harus dirancang untuk memaksimalkan penggabungan semua bahan
yang digunakan pada proses produksi untuk menjadi produk akhir
3. Less Hazardous Chemical Syntheses : Metode sintesis harus dirancang dengan bahan baku dan produk
akhir yang tidak toksis terhadap manusia mauoun lingkungan
4. Designing Safer Chemicals : Produk kimia harus dirancang untuk mempengaruhi fungsi yang diinginkan
dan dapat meminimalkan toksisitasnya.
5. Safer solvents and Auxilaries : Penggunaan bahan penolong (pelarut, bahan pemisah) sedapat mungkin
dihindari dan apabila tetap diperlukan gunakan yang tidak berbahaya.
6. Design for Energy Efficient : Penggunaan energi pada proses kimia harus dipertimbangkan dengan
aspek ekonomi dan lingkungan dan sedapat mungkin proses kimia dilakukan pada kondisi tekanan
dan temperatur kamar.
7. Used Renewable Feedstock : Penggunaan bahan baku harus berasal dari bahan yang dapat diperbaharui
(renewable)
8. Reduce Derivates : Tidak perlu ada modifikasi proses sepanjang proses utama sudah cukup baik karena
langkah seperti ini akan membutuhkan reagen tambahan dan dapat menghasilkan limbah..
9. Catalist : penggunaan katalis diupayakan seselektif mungkin dan bila perlu yang mendukung reaksi
stoichiometrinya.
10. Desain for Degradation : Produk kimia harus dirancang sedemikian rupa sehingga pada akhirnya di
alam dapat terurai sehingga tidak berbahaya dan tidak menjadi bahan yang persisten di lingkungan.
11. Real time Analysis for Pollution Prevention : Perlu pengembangan metode analisis dengan waktu
senyatanya (real time) untuk mencegah terbentuknya bahan (zat) ikutan yang berbahaya.
12. Inherently Safer Chemestry for Accident Prevention : Bahan kimia yang digunakan dalam proses harus
dipilih untuk menghindari terjadinya akibat bahan kimia seperti kebakaran, ledakan dan bocoran
Pada artikel Green Chemistry as an Expression of Environmental Ethic, ditumbuhkan etika bahwa
penggunaan bahan kimia hijau (green chemistry) pada berbagai proses industri, diharapkan dapat menekan
biaya dan melindungi lingkungan untuk generasi mendatang. Dengan penerapan etika tersebut dapat
mencegah timbulnya biaya eksternal baik biaya ekomoni maupun biaya lingkungan. Biaya lingkungan
meliputi penanggulangan pencemaran atau biaya pengolahan residu bahan kimia dialam dari yang bersifat
persisten menjadi non persisten, pemborosan penggunaan sumberdaya alam dan penggunaan sumberdaya
tak terbarukan. (Misbachul Moenir)
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 2, Desember 2012 112