Anda di halaman 1dari 11

18

INFEKSI.INFEKSI PADA HOSPES


DENGAN GANGGUAN IMUN
NormanT. Berlinger, M.D., Ph.D.

Pengetahuan tentang sistem imun telah mengalami kemajuan yang jelas selama 20 tahun terakhir.
Oleh karena itu, penyakit imunodefisiensi kongenital maupun didapat dapat didiagnosis dengan
meningkatnya frekuensi. Manipulasi terapeutik dari sistim irnun dalam bentuk transplantasi sumsum
tulang, transplantasi organ, dan kemoterapi sitotoksik dosis tinggi menjadi tindakan yang biasa bahkan
merupakan bentuk penanganan yang disukai. Sebagai akibatnya, otolaringologi menemukan pening-
katanjurnlah pasien gangguan irnun dengan infeksi kepala dan leher yang rnerupakan tantangan diag-
nostik dan terapeutik.

TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG

Transplantasi sumsum tulang pertama kali dianggap sebagai bentuk terapi yang nekat atau sangat
berani. Bagaimanapun, perbaikan dalam cara penyesuaian, dalam strategi penunjang obat-obatan dan
pembedahan untuk mengurangi risiko infeksi yang fatal, dan dalam metode untuk mengobati dan men-
cegah penyakit graft-versus-hopes (GVHD) menyebabkan transplantasi sumsum tulang timbul sebagai
bentuk terapi kuratif yang potensial. Sebagian besar transplantasi surnsum tulang telah dilakukan untuk
keganasan danh seperti leukemia akut, leukemia mielogenosa kronik, penyakit Hodgkin, dan limfoma
non-Hodgkin. Tranplantasi juga telah dilakukan untuk penyakit bukan keganasan seperti talasemia
mayor, anemia aplastik, penyakit irnunodefisiensi kongenital, dan gangguan metabolisme sejak lahir
seperti mukopolisaka ridosis.

Terdapat dua faktor utama yang rnenyokong terjadinya insidens infeksi


Penyi na r an d dn k emotera pi
merusak pedahanan yang tidak terbatas di antara resipien transplantasi sumsum tulang. Pertama
adalah rusaknya pertahanan mukosa akibat bahan sitotoksik dan penyinaran
mukosa tcrhad ap inleks i.

tubuh rnenyeluruh. Fungsi yang sebenarnya dari silia mukosa adalah melnper-
mudah pembersihan mikroba. Sekresi mentbran rnukosa mengandung faktor yang dapat larut seperti
IgA, laktoferin, lisosim, dan alfa-antitripsin, selnuanya mempunyai aktivitas antirnikroba. Kedua ada-
lah, tentu saja defisiensi imun yang dikaitkan dengan proses transplantasi itu sendiri.

Kelainan-kelainan Imunologik dengan"


Transplantasi Sumsum Tulang
Segera setelah pencangkokan, jumlah sel darah putih yang beredar turun sarnpai tingkat kurang
daripada 50/cu mm dan biasanya tetap pada tingkat tersebut selama dua sarnpai tiga rninggu. Kemu-
I8-INFEKSI-INFEKSI PADA HOSPES 357

dian, jumlah neutrofil absolut tetap di bawah 500/cu mnr selama lebih dari empat atau lima minggu.
Selama periode neutropenia dari imunosupresi yang dalam ini, resipien sumsum sangat rentan terhadap
infeksi yang serius atau fatal, seringkali dengan organisme yang tidak lazim. Bahkan setelah penyem-
buhan jumlah neutrofil yang normal atau mendekati normal, kemotaksis neutrofil atau memusnahkan
organisme intraselular tetap abnormal.
Mekanisme imun yang tidak spesifik seperti sitotoksisitas sel- mediated yang tergantung pada an-
tibodi dan memusnahkan secara alamiah keduanya menyembuh secara cepat dengan pencangkokan
sumsum. Kadar imunoglobulin serum dapat kembali normal dalam waktu beberapa bulan setelah pen-
cangkokan. Bagaimanapun, maturasi sistem imun humoral mungkin lebih lama sehingga produksi an-
tibodi terhadap beberapa antigen mungkin lemah walaupun kemampuan untuk menghasilkan imuno-
globulin cukup.
Kadar sel T dan sel B dapat kembali normal segera setelah pencangkokan, tetapi subpopulasi sel T
tetap abnormal untuk periode waktu yang lama.
Terjadinya infeksi yang lebih awal selama proses transplantasi sumsum secara langsung dikaitkan
dengan lamanya periode neutropenia. Terjadinya infeksi setelah pencangkokan dihubungkan dengan
kecepatan maturasi sistem imun dan terhadap timbulnya GVHD, yang benifat imunosupresif dan
seringkali harus diobati dengan obat-obat imunosupresif.

Infeksi Dini

Diagnosis tepat dan akurat dari komplikasi-komplikasi infeksi yang terjadi


Tand*tandadan gejala-
gej al a p era da ng an k ura ng selama periode neutropenia yang dalam ini merupakan kenyataan di marn
nyata d en ga n imu n os up resi. tanda-tanda dan gejala-gejala yang biasa dari peradangan mungkin tidak ter-
jadi. Gambaran klinis infeksi lokal pada pasien neutropenia seringkali tidak
jelas. Infeksi lokal dapat dielakkan dari diagnosis dan ditemukan hanya pada waktu otopsi. Pada pasien
neutropenia, eritema dan nyeri tampaknya merupakan satu-satunya indikator yang dapat dipercaya dari
infeksi lokal. Tanda-tanda klasik infeksi lokal lainnya, seperti eksudat, rasa panas lokal, edema dan
pembengkakan, adenopati regional, batuk, produksi sputum, sputum purulen, dan gambaran radiografi
batas udara--cairan (air-fluid), semuanya jarang ditemukan. Derajat tidak tarnpaknya gejala-gejala
yang disebutkan terakhir ini secara langsung sesuai dengan derajat pasien neutropenia, dengan pe-
ngurangan utama tanda-tanda dan gejala-gejala ini terjadi dengan jumlah neutrofil absolut 0 sampai
100/cu mm.

Otitis Media

Keadaan ini merupakan masalah yang relatif jarang terjadi. Nyeri dan eritema juga merupakan
satu-satunya gejala klinis yang dapat dipercaya. Nyeri kadang-kadang menyesatkan pada pasien yang
juga menderita mukositis oral atau faring, yang menyebabkan nyeri alih pada telinga. Retraksi
membran timpani adalah minimal, dan efusi yang jelas jarang tampak pada waktu otoskopi atau mi-
ringotomi.
Jika diduga adanya otitis media pada demam yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, sebaiknya
dilakukan timpanosentesis bilateral dengan kumbah salin pada pasien dan aspirasi celah telinga tengah
untuk memperoleh pewarnaan Gram, sediaan KOH, dan kulfur untuk bakteri aerob, anaerob, dan
jamur. Cairan fenol 907o dapat dioleskan pada daerah miringotomi untuk menghentikan perdarahan
pada pasien-pasien trombositopenia ini, juga dianjurkan untuk rneletakkan tuba timpanostomi pada
anak-anak dengan hemofilia A. Tuba timpanostomi biasanya dimasukkan untuk memberikan aerasi
pada celah telinga tengah dan untuk mencegah keperluan miringotomi dalam perjalanan proses
transplantasi.
358 BAGIAN EMPAT-RONGGA MULUT DAN FARING

Otomikosis

Infeksi jamur pada saluran telinga luar pada pasien dengan kekebalan yang nonrral discbut otonri-
kosis dan biasanya menunjukkan pertumbuhan saprofitik yang tidak berbahaya yang scringkali hilang
tanpa terapi. Pada resipien suinsum tulang, bagaimanapun, infeksi jamur pada saluran tclinga luar da-
pat menetap dan menyebar mengenai telinga tengah dan mastoid. Janrur menyerang pcmbuluh darah
pada daerah terinfeksi dari telinga dan dapat menyebabkan destruksi jaringan dengan infark dan nc-
krosis sekunder. Saraf fasialis dapat terkena invasi jamur secara langsung atau tidak langsung olch in-
fark menghasilkan paralisis saraf fasialis. Spesies Aspergillus tampaknya merupakan organisnre pato-
gen yang paling sering ditemukan, meskipun infeksi-infeksi dengan Scopulariopsis dan Coccidiodes
dapat terjadi.
Gambaran yang biasa terjadi pada otomikosis dengan kornplikasi pada resipien sumsum tulang
adalah liang telinga luar yang kering dan gangren. Beberapa jaringan granulasi dapat terjadi, dan
seringkali terdapat anestesi pada bagian saluran telinga yang lidak terkena. Terkenanya telinga tengah
atau mastoid seharusnya diduga adanya perforasi membran tinrpani. Pada keadaan membrana timpani
yang masih utuh, hilangnya pendengaran, paresis saraf fasialis, atau nyeri tidak sesuai dengan ke-
lainan-kelainan fisik juga timbul kecurigaan terkenanya telinga tengah atau mastoid.
Debridement pembedahan yang cepat dan agresif dari saluran telinga luar sebaiknya dilakukan.
Bila ada indikasi, eksplorasi telinga tengah atau mastoidotorni sebaiknya dilakukan unluk nreurperoleh
contoh mukosa untuk kultur jarnur dan pewarnaan jamur. Jika terkenanya rnastoid sudah dibuktikan,
mastoidektomi radikal atau yang sudah dimodifikasi sebaiknya dilakukan untuk rnemberikan aerasi
dan pemeriksaan seluruh rongga n.rastoid. Obat anti jamur sistemik dan pemberian granulosit rnerupa-
kan obat tambahan yang biasa, juga untuk beberapa infeksi jamur pada resipien sumsullt tulang.

Sinusitis

Sebagian besar kasus penyebabnya adalah bakteri, dan bakteri penyebab


Pcncbalan mukosa meru-
pakan gambaran yarg biasa biasanya merupakan suatu yang ditemukan pada praktek rutin. Garnbaran
dai sinusitis maksilaris sinusitis hampir selalu berdasarkan deteksi ndiografi penebalan mukosa sinus
pada hospcs dmgan
gangguan imun. maksilaris pada pasien dengan demam yang tidak dapat dijelaskan. Batas uda-
ra cairan jarang tampak. Pemeriksaan klinis biasanya tidak nyata. Jika demam
menetap, tindakan pembedahan nerupakan terapi pilihan jika pasien diharapkan untuk memper-
tahankan neutropenia yang dalam untuk paling sedikitnya beberapa hari. Tindakan pernbedahan dalam
bentukjendela nasoantral memberikan kultur yang sesuai, penanganan segera dan efektifdari sinusitis,
dan biopsi mukosa yang terkena untuk deteksi kemungkinan invasi jamur. Oleh karena, kumbah sinus
atau aspirasi merupakan penanganan yang tidak cukup.

Sinusitis jamur adalah relatif tidak sering tapi tidak jarang. Keadaan ini
Aspergillus mcrupakan
ianuryang paling seing merupakan infeksi sinus yang paling rnematikan, dengan angka lnofialitas
menyebbkan sinusitis, untuk aspergilosis nekrotik fulminan diperkirakan setinggi 80%. Spesies Fu-
sariu.m biasanya kurang patogen tetapi juga menyebabkan bentuk infeksi yang
fulnrinan. Penicillium dan Alternarla merupakan jamur patogen yang relatif tidak lazim. Organisme
yang disebutkan terakhir ini cenderung menyebabkan penyakit yang tidak aktif dan kurang agresif,
meskipun juga menyerang pembuluh darah lokal.
Diagnosis dini sinusitis jamur membutuhkan indeks dugaan yang tinggi dan pemeriksaan klinis
ya:;1p.iteliti. Sinusitis etmoid dini seringkali terjadi sebagai bercak mukosa nekrotik berwama hitam,
yang'imungkin dengan diameter hanya beberapa milirneter, pada ujung anterior konka media atau
sebagai eritema ringan pada daenh kantus media. Sinusitis rnaksilaris dini tampak sebagai eriterna
atau nyeri tekan di atas pipi. Pada pasien neutropenia, sinusitis jamur dapat rnenunjukkan antrum yang
keruh unilateral, dan hal ini biasanya bukan kasus dengan bakteri patogen.
18-INFEKSI.INFEKSI PADA HOSPES 359

Karena spesies Aspergillus dan Fusariam tampak sebagai jamur patogen yang paling sering, p€ffi-
bedahan merupakan terapi pilihan untuk menghentikan infeksi fulminan yang potersial yang dapat
menyebar dengan cepat pada orbita, jaringan lunak wajah, sistem saraf pusat. Penanganan pembedahan
sebaiknya sama dengan pada mukormikosis sinus-sinus paranasal. Penanganan pembedahan dibe-
narkan walaupun jamur spesifik tidak dapat diidentifikasi atau ditentukan spesiesnya pada waktu pem-
bedahan. Keterlambatan beberapa hari saja dapat menyebabkan penyebaran lokal yang cepat, penye-
baran aerosol ke paru-paru, dan penyebaran hematogen ke organ-organ yang lebih jauh.
Sekali pencangkokan terjadi, jumlah adekuat neutrofil yang beredar menghentikan progresi dan
penyebaran Iokal sehingga penyakit menjadi tidak aktif. Reaktivasi dapat terjadi kemudian pada sinus-
sinus yang sebelumnya terkena jika kemudian pasien mengalami GVHD yang berat, membutuhkan
obat imunosupresif, atau kembali menjadi neutropenia berat.

Rinitis
Infeksi bakteri dan jamur dapat terjadi pada septum nasi. Tampaknya hanya infeksi jamur yang
mempunyai kepentingan klinis, karena, seperti pada sinusitis jamur, dapat terjadi destruksi jaringan
lokal. Infeksi dapat menyebar ke distal dari jaringan lunak wajah (Gbr. 18-1) atau dapat menyebar ke
proksimal dari lamina kribrosa. Infeksi jamur pada septum dapat dideteksi sebagai bercak mukosa
anestetik yang kering, berwarna gelap atau hitam, paling sering terjadi pada daerah pleksus Kiessel-
bach. Biasanya diperlukan septektorni yang luas.

Laringitis
Masalah-masalah saluran napas bagian atas biasanya akibat dari perluasan infeksi pada mulut dan
nasofaring. Biasanya terjadi infeksi oral dengan Candida atau virus herpes simpleks, benamaan de-
ngan rusaknya pertahanan mukosa. Laringitis obstruktif dapat disebabkan oleh organisme-organisme
ini demikian juga denganA spergillus. Obstruksi pernapasan jarang akibat edema saluran napas, tetapi
lebih sering akibat ulserasi rnukosa yang jelas menyebabkan pembentukan krusta yang rnenyumbat,

GAMBAR l&1. lnfeksi As-


pergillus pada septum nasi
berkembang secara cepat ke
luar menyebabkan erosi gang-
ren kolumela hidung. lepi cu-
ping hidung, ala nasi, dan
bibir.
360 BAGIAN EMPAT-RONGGA MULUT DAN FARING

GAI\IBAR ltt-2. Potongan


melintang lrakea. Misetoma As-
pergillus yang hcsar mcnutupi
sebagian daerah trakea yang
terpotong melinlang. Pada pa-
sien ini, beberapa lesi ditemu-
kan pada daerah lain pada
trakea dan bronki.

pseudomembran, atau gunlpalan-gulnpalan yang disebabkan oleh perdarahan, eksudasi serosa, atau
jaringan nekrotik yang terkelupas (Gbr. 18-2). Tindakan trakeostomi yang urendesak sangat berbaha-
ya, karena krusta-krusta yang mcnyumbat dapat meluas sampai di bawah daerah trakeostorni. Pada
keadaan ini, pembedahan melalui trakea dapat mempercepat obstruksi saluran napas akut total, yang
tidak segera hilang oleh pemasangan bronkoskop. Usaha untuk menghindari masalah ini, jika waktu
mengijinkan adalah bijaksana untuk melakukan C? scan atz-u MN scan saluran napas utama sebelum
melakukan trakeostomi, untuk menilai seluruh daerah obstruksi saluran napas.

Esofagitis
Penyakit ini paling sering disebabkan oleh spesies Candida dan seringkali
Esolag os ko pi d an bl op si
t akibat
dib.ttu hkan untuk d i agno si dari penelanan saliva yang terkontaminasi dengan Candida. Beberapa
pasien tidak menunjukkan gejala, sedangkan yang lain mengeluh disfagia atau
pasti cs of agitis ka nd k! a.

rasa panas dan nyeri retrosternal. Gambaran radiografi esofagitis kandida


adalah khas. Mukosa esofagus yang kasar dengan ulserasi yang dalam dan pernbentukan pseudopoli-
poid disebut sebagai landa yang khas bahkan patognornonik. Akan tetapi, pasien dengan gangguan
imun tidak dapat menampakkan reaksi peradangan yang khas terhadap Candida, dan oleh karena itu
penelanan barium tidak dapat diandalkan. Esofagoskopi merupakan bentuk diagnosis yang lebih disu-
kai bila biopsi mukosa diperoleh baik dengan kultur maupun dengan pemeriksaan rnikroskop cahaya.
Sitologi sebagai pengganti biopsi dapat memberikan hasil negatif palsu. Keputusan untuk melakukan
biopsi esofagus pada pasien trombositopenia mungkin sulit dan sebaiknya bersifat individu unfuk
setiap kasus. Namun, diagnosis pasti sangat penting, karena esofagitis kandida dihubungkan dengan
perforasi esofagus atau sepsis kandida.
Esofagitis dapat juga disebabkan oleh virus herpes simpleks dan memberikan gejala-gejala yang
sama seperti esofagitis kandida. Keadaan ini terjadi akibat dari penelanan saliva yang terkontaminasi
oleh partikel virus. Bercak ulserasi yang luas dapat terjadi pada esofagus. Kadang-kadang, lesi tidak
dikenal sebagai ulkus herpetik yang khas. Sitologi seringkali merupakan tindakan yang tidak adekuat
untuk mendiagnosis penyakit ini, dan baik kultur maupun biopsi mungkin diperlukan. Diagnosis pasti
diperlukan, karena viremia infeksi herpes sirnpleks dapat terjadi pada resipien sumsum tulang dengan
penyebaran partikel virus ke paru-paru, hati dan otak.
I8-INFEKSI-INFEKSI PADA HOSPES 361

Selulitis Servikalis

Pembengkakan peradangan leher dapat terjadi akibat perluasan langsung bakteri oral ke ruang fasia
atau infeksi retrograd duktus Stensoni dan duktus Wharton. Edema yang luas dan eritema dapat terjadi,
tetapi biasanya tidak ada fluktuasi, karena neutropenia tidak membiarkan produksi pus yang banyak
sekali. Infeksi-infeksi ini diobati dengan rejimen antibiotik seperti tobramisin, tikarsilin, dan vanko-
misin. Penyembuhan hampir selalu terjadi secara spontan, ketika mulai pencangkokan. Pembedahan
jarang dilakukan, kecuali jika diperlukan.

INFEKSI-INFEKSI SETELAH
PENYEMBUHAN SUMSUM TULANG

Periode ini dianggap sebagai waktu antara transplantasi sumsum dan kurang lebih 100 hari setelah
transplantasi. Infeksi paling banyak terjadi setelah penyembuhan sumsum tulang disebabkan oleh or-
ganisme oportunistik laten yang rnengalami reaktivasi. Organisrne ini cenderung lebih sering menjadi
virus DNA. Infeksi virus herpes simpleks orofasial biasa terjadi dan terutama dapat menyebabkan
beberapa masalah dalam persentase penderita meskipun kecil tapi bemrakna dengan penyebaran yang
luas mengenai mukosa lingual, bukal, dan gingival. Asiklovir oral dan intravena telah rnenjadi efektif
pada pengobatan dan profilaksis infeksi ini.
Infeksi virus varisela-zoster juga biasa terjadi dan dapat terjadi pada distribusi trigerninal dengan
komplikasi-komplikasi buta atau jaringan parut lokal pada kulit. Sindrom Ramsay Hunt telah dila-
porkan. Penyakit tangan-kaki-dan-mulut, paling sering disebabkan oleh virus coxsackie A16.

INFEKSI.INFEKSI LANJUT

Otitis media dan sinusilis


Infeksi-infeksi yang terjadi enam bulan atau lebih setelah transplantasi
me rupak an i nlcksi I anjut sumsuln tulang relatifjarang. Infeksi ini paling sering terjadi pada pasien de-
yary biasa tcrjadi.
ngan GVHD. Pada penelitian terakhir menunjukkan infeksi paling sering ter-

dan sinusiris sekirar ,,1;i'"i"11-ffJtlfitlLlrfliJ;fl,,1iff,1'f


1""'ix1'#x1;::llil Ki::::;
disebabkan oleh jamur. Insidens yang tinggi dari infeksi sinus diduga disebabkan oleh bagian dari
sindrom sepefii sika yang diinduksi oleh GVHD kronik pada mukosa saluran napas bagian atas. Kan-
didiasis oral terjadi sekitar 970 pasien dan dihubungkan dengan penggunaan kortikosteroid pada
GVHD kronik. GVHD kronik dapat terjadi lebih dari 40Vo resipien transplantasi sumsum tulang.
Awitannya bervariasi dari 70 sampai 400 hari setelah transplantasi dan mirip beberapa penyakit
autoimun yang terjadi secara alamiah seperti skleroderna, sindrom Sjrigren, dan lupus eritematosus
sistemik.

SINDROM IMUNODEFISIENSI DIDAPAT

AIDS merupakan penyakit yang meruntuhkan disebabkan oleh retrovirus RNA, virus irnunodefi-
siensi manusia (HIV). Virus terutarna lnempengaruhi limfosit T penolong dan rnenyebabkan lisis sel-
sel tersebut. Manifestasi yang berubah sesuai keadaan dianggap sebagai akibat dari defisiensi korn-
ponen yang sangat penting pada sistem itnun. Kurang lebih 40% orang dewasa dengan AIDS akhirnya
datang pada ahli otolaringologi untuk memeriksa manifestasi penyakit pada kepala dan leher, termasuk
sarkoma Kaposi. Sekitar sepertiga mengalami infeksi kepala dan leher.
362 BAGIAN EMPAT-RONGGA MULUT DAN FARING

Mulut, Laring, dan Esofagus

Infeksi yang paling sering sampai sekarang adalah kandidiasis oral. Penya-
Adenopali scrvikal meru-
pakan kclainan yang hamph kit ini terjadi pada awitan penyakit sebelum diagnosis pasti. Oleh karena itu,
sclalu ditcmukan pada pasien dewasa dengan kandidiasis oral sebaiknya mengalami riwayat sosial
pcnderita AIDS.
yang sempunla, terutama dalam daerah geografik dengan insidens AIDS yang
tinggi. Selanjutnya, pemeriksaan fisik menekankan deteksi dari limfadenopati
servikal (kelainan yang hampir selalu ditemukan pada AIDS), penurunan berat badan, dan terjadinya
infeksi oportunistik lain.
Persentase pasien AIDS yang kecil tapi bermakna akhirnya menunjukkan perluasan kandidiasis ke
Iaring atau esofagus. I-aringitis kandida menyebabkan gejala-gejala biasa tetapi juga dapat berkem-
bang menjadi proses yang menyumbat saluran napas atas. Esofagitis kandida dihubungkan dengan
angka kematian 50 persen pada pasien-pasien ini sekunder terhadap sepsis kandida.

Sinusitis

Sirusitis biasanya disebabkan oleh bakteri, dan bakteri patogen nrerupakan bakteri yang biasa
ditemukan pada pemeriksaan rutin seperti Haemopliltu influenzae, Streptococctts pneumoniae, dan
Staplrylococcus oureus.Infeksi-infeksi ini sec:ara tepat diobati dengan kumbah autrunl dan antibiotik
pilihan sesuai dengan uji sensitivitas. Organisme yang paling tidak biasa seperti Klebsiella dan
Gardnerella biasanya membutuhkan tindakan Caldwell-Luc untuk memhrantas rnukosa yang terkena
penyakit dan memberikan drainase yang adekuat. Pada satu rangkaian, Pseudallesclwia boydii, jamur
tanah yang terdapat di rnana-mana, dan spesies Aspergillus rnerupakan jamur patogen yang paling
sering. Kumbah terapeutik merupakan terapi yang tidak sesuai untuk kasus-kasus ini, dan pertim-
bangan sebaiknya diberikan untuk tindakan jendela nasoantral atau, terutama, untuk tindakan
Caldwell-Luc.

Anak-anak

Pada anak-anak yang terinfeksi dengan HIV, otitis media rekuren dan sinusitis kronik merupakan
penyakit yang terjadi sebelum awitan infeksi-infeksi opofiunistik atau diagnosis pasti AIDS. Pada
anak-anak dengan infeksi jenis ini, dianjurkan untuk melakukan anamnesis riwayat yang teliti untuk
transfusi darah dan untuk rnenilai apakah orang tua pasien mempunyai risiko AIDS.

RESIPIEN TRANSPLANTASI ORGAN UTUH

Infeksi merupakan penyebab utama kematian di antara resipien alograft. Keadaan ini terutama ber-
makna di antara resipien transplantasi ginjal, karena azoternia dan hiperglikernia dihubungkan dengan
insidens infeksi yang lebih tinggi.
Selama bulan pertama setelah transplantasi organ, infeksi-infeksi cenderung disebabkan oleh or-
ganisme non--oportunistik. Infeksi kepala dan leher cenderung agak lebih sering daripada populasi nor-
mal. Infeksi oporfunistik tampaknya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi yang intensif
atau jangka panjang dan pada mereka yang mengalami terapi ahti penolakan berulang. Keadaan ini
terutama terjadi selama bulan kedua sampai ke enam setelah transplantasi. Selama periode ini, resi-
pien allograft mengalami beberapa episode penolakan dan diatasi dengan terapi imunosupresif yang
intensif.
18-INFEKSI-INFEKSI PADA HOSPES 363

Sr'rrusitis Pscudomonas
Sinusitis merupakan infeksi kepala dan leher yang paling sering, dan seba-
mcmfurtuhkan tcra{ gian besar episode disebabkan oleh bakteri patogen. pseudomonas menjadi
yarry agrcsil,
penting pada pasien-pasien ini dan dapat menyebabkan infeksi jenis nekrotik.
Penyakit ini harus diobati secara agresif dan dengan pemberian kateter irigasi
ke dalam sinus maksilaris dan hidung untuk kumbah daerah yang terinfeksi dengan salin setiap hari.
Sinusitis jamur dengan Aspergillus, Alternaria, dan Phycomycetes juga dilaporkan. Faringitis dan eso-
fagitis kandida terjadi agak lebih sering.

INFEKSI.INFEKSI PADA PASIEN KANKER

Infeksi-infeksi merupakan sumber penyakit utama pada pasien dengan kanker dan seringkali men-
jadi penyebab utama kematian. Pasien-pasien kanker rentan terhadap komplikasi infeksi yang disebab-
kan oleh mekanisme pertahanan hospes yang berubah, yang mungkin te{adi sekuncler akibat kega-
nasan itu sendiri atau akibat pengobatan.

Lingkungan Imuno lo gik (I n m.u nolo gic M ilie u)


Sejumlah fungsi imun dapat dipengaruhi secara berlawanan oleh terapi kanker.
Granulopoiesis, tentu saja, dapat dihambat oleh obat sitotoksik dan persediaan granulosit dapat
habis, dengan granulositopenia terjadi sekitar satu minggu. Kemotaksis dan fagositosis neutrofil dapat
dihambat oleh kortikosteroid. Obat kemoterapeutik tertentu dan penyinaran kraniofasial dapat mele-
mahkan kemampuan neutrofil untuk membunuh organisme intraielular. Makrofag tidak sensitif ter-
hadap kemoterapi dan dapat memberikan kapasitas fagositik sisa selama periode neutropenia.
Sejumlah fungsi sel T dapat dilemahkan pada pasien-pasien kanker, bahkan tanpa terapi sitotoksik.
Penurunan respons limfosit terhadap mitogen dan antigen, tampilan monosit yang secara tidak spesifik
menahan blastogenesis sel T, dan anergi kulit sering terjadi
Sistem imun humoral dapat sangat dipengaruhi oleh kemoterapi. Produksi antibodi yang melemah,
aglutinasi dan lisis bakteri yang tidak adekuat, kurangnya opsonisasi, semuanya dapat terjadi.

Nalnutrisi mcnyokotrg
Malnutrisi merupakan keadaan yang sering terjadi pada pasien kanker dan
rusaknya palahanan menjadi penyebab defisiensi pada sistem imun seperti berkurangnya mobilisa-
mukosa. si makrofag, melemahnya fagositosis, dan defisiensi limfosit terfentu. Malnu-
trisi juga menyokong rusaknya pertahanan mukosa terhadap rnikroorganisme.

Infeksi-infeksi
Sinusitis sering terjadi pada pasien kanker yang mengalami kemoterapi. Bilamana gejala-gejala
yang terjadi tampak kronik, tnaka kemungkinan bakteri anaerobik harus dipertimbangkan dan di-
peroleh kultur yang sesuai dan pilihan antibiotik. Bakteri anaerobik patogen dapat diisolasi pada paling
sedikitnya 50% kasus sinusitis maksilaris kronik. Sinusitis jamur biasanya terjadi pada penderira kan-
ker. Insidens infeksi Aspergillus tampaknya meningkat, dan satu pusat pengobatan kanker melaporkan
bahwa 20 persen orang dewasa dengan leukemia akut mengalami sinusitis Aspergilus selama periode
lima rabun (Gbr. 18-3).
Esofagitis biasanya paling sering disebabkan olehCandida, tetapi virus herpes simpleks dan bak-
teri juga dapat menjadi agen penyebab.
Pada umumnya, sebagian besar derajat neutropenia, komplikasi infeksi yang paling mungkin ter-
jadi mirip dengan yang terjadi pada resipien transplantasi sumsum tulang, baik jenis organisme penye-
bab maupun gambaran klinis yang tidak jelas.
364 BAGIAN EMPAT-RONGGA MULUT DAN FARING

s
W

GAMBAR l8-3. Pewarnaan perak Giemsa menunjukkan organisme Aspergillus dalam rongga mastoid pada pasien dengan
leukemia akut.

PENYAKIT.PENYAKIT
IMUNODEFISIENSI KONGENITAL

Infeksi kepala dan leher rekuren yang paling sering terjadi pada anak-anak dengan penyakit imuno-
defisiensi kongenital adalah rinitis, sinusitis, tonsilitis, dan otitis media supuratif. Sebagian besar anak-
anak yang datang pada ahli otolaringologi sudah mendapat diagnosis penyakit imunodefisiersi yang
diketahui dan sudah dibuktikan.
Akan tetapi, sejumlah kecil tapi bennakna dari yang datang dengan kelainan imunologik dasar
yang tidak terdiagnosis. Untuk membantu identifikasi pasien yang pantas mendapatkan penilaian
imunologik, perhatian yang seksama sebaiknya diberikan terhadap faktor-faktor tertentu dalam anam-
nesis dan pemeriksaan fisik. Termasuk dugaan defisiensi imun dalam riwayat keluarga, riwayat proses
infeksi rekuren lain seperti infeksi kulit atau pneumonia rekuren dengan organisrne yang tidak biasa
seperti Pneumocystis carinii alau Nocardia, infeksi rekuren dengan organisme yang saura, diare kro-
nik, riwayat keluarga tentang kelainan fetus atau kematian bayi, kegagalan berkembang, dan hepato-
splenomegali.

Jika dicurigai imu nodefisiensi, penilaian irnunologik penyaring sebaiknya


Dc fislensi subkelas IgG
dapat menyebabkan dilakukan. Penilaian ini ternrasuk jumlah darah lengkap dan hitung jenis, jum-
lah inunoglobulin yang beredar, laju endap darah, dan uji kulit sensitivitas
sinusitis atau otilis media
pada anak-anak.
lanrbat terhadap Candida, Trichoplryton, dan toksoid tetanus. Jika imuno-
defisiensi masih dicurigai pada anak dengan kadar imunoglobulin yang nor-
mal, hitung komplemen hernolitik lengkap sebaiknya diperoleh terutama jika tercatat adanya infeksi
rekuren yang disebabkan oleh S. pneumoniae atau meningokok. Subkelas IgG sebaiknya juga diukur,
karena laporan terakhir rnencatat adanya defisiensi IgG2 dan IgG3 pada anak-anak dengan infeksi
I8-INFEKSI-INFEKSI PADA TIOSPES 365

sinus dan paru-paru rekuren. Respons antibodi IgG terhadap beberapa antigen polisakarida kapsul bak-
teri, termasuk H. influenza, menetap terutarna di dalam subkelas IgG2. Anak-anak dengan dcfisicnsi
subkelas ini sebaiknya mendapat profilaksis antibiotik untuk infeksinya atau penggantian gartta
globulin.

Kepustakaan

Berkow RI. Wisman SJ, Provisor AI, et al: Invasive aspergillosis of paranasal tissues in children witlr malignancies. J Pediatr
103:49-53, 1983.
Berlinger NT: Sinusitis in immunodeficient and immunosuppressed patients. [-aryngoscope 95:29-33, 1985.
HarrislP, South MS: Immunodeficiency diseases: Head and neck manifestations. Head Neck Surg 5:114-124'1983.
Marcusen DC, Sooy CD: Otolaryngologic and head and neck manifestations of acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
Laryngoscope 95 :401 -405, 1985.
Mccill TJ;Simpson G, Healy GB: Fulminant aspergillosis of the nose and paranasal sinuses: A new clinical entity, I-aryngo-
scope 90:748-754, 1980.
Shannon KM, Ammann AJ: Acquired immune deficiency syndrome in children. J Pediatr fi6:332-342, 1985.
Wong KK Hirsch MS: Herpes virus infections in patients with neoplaslic disease: Diagnosis and therapy. Am J Med76:464'
478, t984.

Anda mungkin juga menyukai