Anda di halaman 1dari 124

EKONOMIKA MAKRO

DIKTAT

Dr. I Wayan Budiasa, SP, MP

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA
AGUSTUS 2017
I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

1 Teori Penentuan
Pendapatan Nasional

Tujuan bab

Setelah membaca bab ini pembaca akan mengetahui secara lebih jelas
batasan analisis ekonomi mikro dan makro dan perkembangan ekonomi makro.
Kemudian, pembaca diperkenalkan kepada istilah output aktual dan output
potensial yang menjadi pusat perhatian ekonomi makro dan pendekatan analisis
ekonomi makro. Kepada pembaca akan diperkenalkan juga tentang pendekatan
perhitungan pendapatan nasional yang merupakan inti dari bab ini, istilah GNP dan
GDP, perbandingan nilai variabel ekonomi, serta sekilas tentang pemikiran ekonomi
makro.

Sasaran

Setelah membaca bab ini, Anda akan mampu:


1. memahami batasan analisis ekonomi mikro dan makro
2. membedakan istilah output aktual dan output potensial serta istilah GNP dan
GDP
3. memahami tiga pendekatan perhitungan pendapatan nasional
4. memahami istilah indeks harga Laspeyres dan indeks harga Paasche
5. mengenal tiga prinsip pemikiran makro ekonomi

PS. Agribisnis – FP UNUD I-1


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

1.1. Pendahuluan

Pada umumnya, dalam teori ekonomi mikro digunakan asumsi, yaitu


penggunaan sumberdaya dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment),
artinya tidak ada sumberdaya yang menganggur. Dalam hal ini, analisis ekonomi
mikro dipusatkan pada penentuan harga-harga relatif dan alokasi sumberdaya yang
langka untuk berbagai alternatif penggunaan. Sedangkan, analisis ekonomi makro
dipusatkan pada tingkat penggunaan sumberdaya (terutama tingkat kesempatan
kerja) dan tingkat harga. Di samping itu, ekonomi makro juga menganalisis faktor
penentu tingkat pertumbuhan sumberdaya, pertumbuhan output potensial, dan
tingkat penggunaan sumberdaya dari waktu ke waktu.
Ekonomi mikro klasik, yang analisisnya dipusatkan pada alokasi sumberdaya
langka untuk penggunaan yang terbaik dengan asumsi bahwa perekonomian dalam
keadaan pengerjaan penuh sehingga sumberdaya benar-benar dalam keadaan
langka. Jika perekonomian belum mencapai pengerjaan penuh maka untuk
sementara sumberdaya tidak dalam keadaan langka dan opportunity cost dari
tambahan output kurang lebih sama dengan nol. Artinya, output dalam jumlah
lebih banyak dihasilkan dengan mengurangi pengangguran (unemployment).
Kenyataannya, perekonomian umumnya tidak dalam keadaan pengerjaan penuh
sehingga relevansi ekonomi klasik dipertanyakan.

1.1.1 Perkembangan Ekonomi Makro

Keadaan depresi ekonomi pada tahun 1930-an dan publikasi Keynes (1936),
The General Theory of Employment, Interest, and Money mendorong per-
kembangan ekonomi makro sebagai kerangka analisis untuk memahami penyebab
timbulnya tingkat pengerjaan (employment) yang sangat berfluktuasi dan kadang-
kadang berkepanjangan.
Mulai tahun 1950 hingga awal tahun 1970-an, analisis ekonomi makro Post-
Keynesian berpusat pada fluktuasi employment yang menyebabkan terjadi
fluktuasi permintaan agregat. Analisis yang berorientasi permintaan ini
secara implisit menerangkan upaya untuk mencegah fluktuasi perekonomian atau
upaya mempertahankan perekonomian beroperasi di sekitar pengerjaan penuh.
Demikianlah, sejak Perang Dunia II hingga tahun 1972 perekonomian dunia dapat
dipertahankan di sekitar pengerjaan penuh.

PS. Agribisnis – FP UNUD I-2


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Pada tahun 1974 kembali terjadi resesi karena terjadi pergeseran


penawaran tenaga kerja agregat akibat kenaikan harga minyak. Keadaan ini
tidak pernah diperhatikan dalam analisis ekonomi makro sebelumnya. Resesi dunia
telah mengakibatkan peningkatan pengangguran dan inflasi yang cukup
tinggi. Berdasarkan pengalaman ini, analisis ekonomi makro diarahkan tidak saja
pada sisi permintaan tetapi pada sisi penawaran dengan memasukkan pengganggu
permintaan dan penawaran untuk menganalisis fluktuasi kesempatan kerja. Pada
tahun 1980 terjadi kenaikan permintaan dan harga minyak yang kedua sehingga
menimbulkan resesi pada tahun 1982. Pasa waktu itu pengangguran cukup
tinggi tetapi inflasi menurun tajam. Hal ini menunjukkan adanya peranan
ekspektasi inflasi (inflation expectation) dalam perekonomian.
Hasil perkembangan ekonomi makro modern ini bahwa ekonomi makro
modern memperbaiki ekonomi mikro klasik yang oleh Samuelson disebut
neoclassical synthesis. Jika perekonomian berada di sekitar pengerjaan penuh maka
teori alokasi optimum sumberdaya yang ketersediaannya langka adalah benar dan
penting. Yang berarti, peningkatan output akan menimbulkan opportunity cost
(peningkatan output di salah satu sektor dalam perekonomian akan menurunkan
output pada sektor lain). Hasil lainnya adalah pengalihan perhatian para ahli
ekonomi makro dari penentuan pendapatan nasional ke arah pertumbuhan
ekonomi. Teori pertumbuhan ekonomi mempelajari penentu tingkat output dan
tingkat pertumbuhan output pada keadaan pengerjaan penuh (output potensial).
Teori pertumbuhan ini mempelajari potential growth path (pertumbuhan output
potensial dari waktu ke waktu).
Peningkatan inflasi pada tahun 1970-an dan perkembangan model-model
teoritis yang menghasilkan ekspektasi inflasi telah mengalihkan perhatian ahli
ekonomi makro pada usaha memasukkan ekspektasi rasional (rational
expectation) ke dalam analisis fluktuasi output dan inflasi. Pada ekspektasi rasional,
ekonom menggunakan modelnya secara konsisten untuk menghasilkan ekspektasi
tentang nilai yang akan datang dari variabel-variabel tertentu. Dengan ekspektasi
rasional, analisis ekonomi kembali menekankan pada harga dan upah sebagai
penyebab utama timbulnya fluktuasi. Hal ini sepertinya sama dengan menuju
analisis Keynes yang asli.

PS. Agribisnis – FP UNUD I-3


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

1.1.2 Output Aktual dan Potensial

Teori ekonomi makro lebih banyak memusatkan perhatian pada dua


pertanyaan utama, sebagai berikut: (a) Apa yang menentukan tingkat output dan
tingkat pertumbuhan output pada keadaan pengerjaan penuh (output potensial)?
Pertanyaan ini berhubungan dengan teori pertumbuhan ekonomi dan (b) Apa
yang menentukan tingkat output aktual relatif terhadap output potensial pada
setiap titik waktu ? Pertanyaan ini berhubungan dengan penentuan pendapatan
nasional dan teori stabilisasi. Pertanyaan lain tentang tingkat harga atau
inflasi dapat ditambahkan sebagai pertanyaan kedua pada masing-masing
pertanyaan di atas.
Data dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa ada hubungan antara gap
GNP aktual dan potensial dan tingkat pengangguran. Gap GNP akan makin
besar bila tingkat pengangguran meningkat. Hukum Okun mengatakan bahwa
kenaikan GNP aktual sebesar tiga persen akan mengurangi pengangguran sebesar
satu persen. Di samping itu, ada hubungan antara tingkat pengangguran dan
inflasi, yaitu pada umumnya jika tingkat pengagguran turun maka inflasi naik. Hal
ini dijelaskan dalam kurva Phillips, yang menerangkan adanya hubungan yang
berlawanan (trade-off) antara tingkat pengangguran dan inflasi.
Dari fenomena di atas, dikemukakan hal-hal sebagai berikut: (a) hubungan
antara output aktual dan tingkat pengangguran mengimplikasikan bahwa tingkat
output merupakan fungsi dari employment, (b) trade off antara tingkat pengang-
guran dan inflasi terjadi apabila perekonomian mengalami fluktuasi yang
diakibatkan oleh gangguan pada sisi permintaan, dan (c) Output aktual ditentukan
oleh permintaan agregat melalui perubahan kebijakan fiskal (pengeluaran
pemerintah dan pajak) dan kebijakan moneter (jumlah uang yang beredar).

1.1.3 Pendekatan Analisis Ekonomi Makro

Keseimbangan umum (general equilibrium) aggregate akan digunakan


untuk menyusun teori, yang dipakai untuk menerangkan perkembangan output,
employment, dan tingkat harga (inflasi). Pendekatan ini memasukkan pasar
barang, pasar uang, dan pasar tenaga kerja. Bersama-sama dengan fungsi
produksi (yang menghubungkan output dan employment), kondisi keseimbangan
(antara permintaan dan penawaran pada tiga pasar tersebut) akan menentukan

PS. Agribisnis – FP UNUD I-4


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

keseimbangan output, employment, tingkat harga, upah, dan tingkat bunga. Secara
skematis pendekatan ekonomi makro digambarkan pada Gambar 1.1.

PASAR BARANG :
[konsumsi (C), pengeluaran
pemerintah (G), investasi (I),
dan ekspor neto (X-M)]

PASAR UANG : PERMINTAAN


Permintaan uang [berjaga- AGREGAT OUTPUT (Y)
jaga (K1), transaksi (K2), EMPLOYMENT (N)
dan spekulasi (L)] dan TNGKAT HARGA (P)
penawaran uang [jumlah uang TINGKAT BUNGA (r)
beredar (M)] UPAH (W)

PASAR TENAGA KERJA PENAWARAN


(Permintaan dan penawaran AGREGAT
tenaga kerja)

FUNGSI PRODUKSI

Gambar 1.1. Skema pendekatan ekonomi makro

1.2. Pengukuran Kegitan Ekonomi

Tolok ukur kemajuan ekonomi meliputi pendapatan nasional, tingkat


kesempatan kerja, tingkat harga, dan posisi pembayaran luar negeri. Dari berbagai
tolok ukur tersebut, yang menjadi perhatian ekonomi makro adalah pendapatan
nasional yang dalam artian tertentu tidak berbeda dengan produk nasional.

1.2.1 Perhitungan pendapatan nasional

Ada tiga pendekatan perhitungan pendapatan nasional, yaitu (a) pen-


dekatan hasil produksi, (b) pendekatan pendapatan, dan (c) pendekatan
pengeluaran.

(a) Pendekatan hasil produksi

Pendapatan nasional didefinisikan sebagai nilai hasil akhir dari semua


barang dan jasa-jasa yang diproduksi pada periode tertentu, dirumuskan sebagai:
NI = P1Q1 + P2Q2 + ...+ PnQn
n
=  PiQi
i=1

PS. Agribisnis – FP UNUD I-5


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

dengan :
Q = jumlah hasil
P = harga per unit hasil
NI = pendapatan nasional

Q adalah produk akhir, tidak termasuk dalam perhitungan pendapatan


nasional (a) barang-barang perantara atau barang-barang yang harus diproses
lebih lanjut sebelum dapat dimanfaatkan secara langsung oleh konsumen, (b)
barang-barang yang diperlukan untuk memproduksi barang lain. P yang dipakai
adalah harga pasar sehingga yang diperoleh adalah pendapatan nasional atas
dasar harga pasar, bukan pendapatan nasional atas dasar harga faktor produksi.
Untuk menghindari perhitungan ganda dalam perhitungan pendapatan nasional,
yang dihitung adalah nilai tambah sebagai berikut

Tabel 1.1. Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan hasil produksi


Tahap produksi Pendapatan Biaya bahan atau Nilai tambah
penjualan barang perantara
Kayu pinus 24 0 24
Pulp 33 -24 9
Kertas 60 -33 27
Buku Tulis 90 -60 30
207 -117 90

(b) Pendekatan pendapatan

Pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan pendapatan semua


rumah tangga yang ada dalam suatu perekonomian.

Upah dan gaji


Sewa
Bunga
Laba
Pendapatan nasioanl atas dasar biaya faktor
produksi
+ transfer perusahaan
+ pajak tidak langsung
- subsidi
+ penyusutan
Pendapatan nasional atas dasar harga pasar

PS. Agribisnis – FP UNUD I-6


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Upah dan gaji. Pendapatan yang diperoleh rumah tangga sebagai imbalan
terhadap penggunaan tenaga kerja termasuk tunjangan keluarga, kesehatan,
perumahan, dsb.
Sewa. Semua macam sewa atas pemakaian aktiva tetap.
Bunga. Bunga modal pinjaman yang dibayar oleh sektor swasta baik sektor
perusahaan maupun sektor rumah tangga. Bunga atas hutang pemerintah kepada
masyarakat dikategorikan sebagai transfer pemerintah.
Laba. Laba perusahaan perseorangan dan laba perseroan.
Transfer perusahaan. Pengeluaran perusahaan pada sektor swasta di mana
perusahaan tidak memperoleh balas jasa, misal bantuan perusahaan kepada
lembaga-lembaga sosial, bencana alam, dsb. Termasuk pula dalam transfer
perusahaan adalah penghapusan piutang perusahaan.
Pajak tidak langsung. Beban pajak dialihkan pihak lain, misal pajak penjualan,
cukai, dsb.
Subsidi. Transfer pemerintah kepada masyarakat.
Penyusutan. Penyusutan untuk bangunan, mesin-mesin, dsb.

(c) Pendekatan pengeluaran

Pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran


yang dilakukan sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah, dan
sektor perdagangan laur negeri.
Pengeluaran konsumsi
Pengeluaran investasi
Pengeluaran pemerintah
Ekspor neto
Pendapatan nasional atas dasar
harga pasar

Pengeluaran konsumsi. Pengeluaran rumah tangga dan sektor swasta bukan


perusahaan yang meliputi barang-barang dan jasa-jasa yang langsung dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan barang-barang tahan lama baru seperti
mobil, TV, dsb. Pembelian atas barang-barang yang telah menjadi milik seseorang
konsumen tidak termasuk. Pengeluaran oleh seseorang diimbangi oleh pengeluaran
orang lain sehingga nettonya sama dengan nol.
Pengeluaran investasi. Disebut pula pengeluaran investasi domestik bruto,
meliputi semua pengeluaran domestik yang dilakukan oleh sektor swasta untuk

PS. Agribisnis – FP UNUD I-7


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

mendirikan bangunan-bangunan baru, mesin-mesin baru beserta kelengkapannya


dan perubahaan persediaan (stok) perusahaan.
Pengeluaran pemerintah. Adalah pengeluaran pemerintah di mana pemerintah
memperoleh balas jasa secara langsung. Pengeluaran pemerintah seperti pem-
bayaran pensiun, beasiswa, subsidi, dan lain-lain tidak termasuk ke dalam
pengeluaran pemerintah tetapi dikategorikan sebagai transfer pemerintah.

1.2.2 Gross national product (GNP) dan gross domestic product (GDP)

Untuk dapat membedakan istilah GNP dan GDP perlu dipahami istilah
pendapatan netto terhadap luar negeri dari faktor produksi, yaitu pendapatan dari
faktor produksi milik orang Indonesia di luar negeri dikurangi dengan pendapatan
dari faktor produksi milik orang asing di Indonesia.
GNP = GDP + pendapatan netto terhadap luar negeri dari faktor
produksi

1.2.3 Bruto dan Netto


a. Produk Domestik Netto
NDP = GDP – D, dimana D = penyusutan
b. Produk Nasional Netto
NNP = GNP – D
c. Investasi Netto
In = Ig – D

1.2.4 Nilai atas harga berlaku dan nilai atas harga konstan

Apakah daya beli masyarakat meningkat bila pendapatan meningkat


tergantung pada perubahan tingkat harga. Bila pendapatan masyarakat meningkat
dengan tingkat kenaikan yang lebih tinggi daripada tingkat kenaikan harga, maka
pendapatan riil masyarakat meningkat atau berarti daya beli masyarakat
meningkat. Bila tingkat kenaikan pendapatan lebih rendah daripada tingkat
kenaikan harga maka pendapatan riil masyarakat menurun atau daya beli
masyarakat menurun.
Untuk membandingkan nilai variabel ekonomi, maka nilai variabel ekonomi
yang dibandingkan harus dinyatakan atas dasar harga pada tahun yang sama.
Atau dengan kata lain yang dapat diperbandingkan adalah nilai variabel riil.

PS. Agribisnis – FP UNUD I-8


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Hubungan antara variabel yang dinilai atas dasar harga yang berlaku dengan
variabel yang dinilai atas dasar harga yang berlaku dengan variabel yang dinilai
atas dasar harga konstan dapat dirumuskan sebagai berikut.
IH tahun dasar
Vhk = Vhb ------------------------------
IH tahun bersangkutan

Vhk = nilai variabel ekonomi atas dasar harga konstan


Vhb = nilai variabel ekonomi atas dasar harga berlaku
IH = indeks harga
Ada tiga macam indeks harga yang sering digunakan dalam ekonomi makro,
yaitu (a) IH konsumen (IHK), (b) IH produsen (IHP), dan (c) GNP deflator.

 PitQio
IHK dan IHP = ------------ IH Laspeyres, sebagai penimbang
 PioQio jumlah produk pada tahun dasar

 PitQit
GNP deflator = ------------ IH Paasche, sebagai penimbang
 PioQit jumlah produk pada tahun berlaku

1.3. Pemikiran dalam ekonomi makro

Sampai sekarang terdapat tiga pemikiran ekonomi makro yang berkembang,


yaitu (a) Classic, (b) Keynesian, dan (c) New Classical Macroeconomist. Classical
berpendapat bahwa mekanisme pasar akan mengatur perekonomian dengan baik.
Keynesian berpendapat bahwa campur tangan pemerintah diperlukan untuk
mengatur perekonomian. Di sini terdapat dua aliran yaitu fiscalist dan monetarist.
Fiscalist berpendapat bahwa kebijakan fiskal paling efektif dan monetarist
berpendapat bahwa kebijakan moneter paling efektif. New classical macro-
economist berpendapat bahwa pelaku ekonomi rasional sehingga campur tangan
pemerintah yang dapat diantisipasi tidak akan membawa perbaikan.

Perlatihan

1. Apa perbedaan antara analisis ekonomi mikro dan ekonomi makro ?


2. Apa yang saudara ketahui tentang neoclassical synthesis ?
3. Gambarkanlah tentang pendekatan analisis ekonomi makro ?

PS. Agribisnis – FP UNUD I-9


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

4. Jelaskan tiga pendekatan perhitungan pendapatan nasional dan tunjukkan


persamaan dan perbedaannya !
5. Apa perbedaan GNP dan GDP ?
6. Apa perbedaan indeks harga (IH) Laspeyres dan IH Paasche ?
7. Jelaskan prinsip pemikiran makroekonomi menurut Classical, Keynesian, dan
New-Classical !

Pustaka

1. Branson, William, 3 th edition. Macroeconomic Theory and Policy. Harper and


Row Publisher, N.Y.

2. Dornbusch, R. and S. Fischer, 4th edition. Macroeconomics. JMC Press Inc.,


Q.C.

3. Wijaya M., Faried., Edisi 2. Ekonomika Makro Aneka Model Baku. BPFE
Yogyakarta.

PS. Agribisnis – FP UNUD I-10


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Pendekatan
2 Ekonomi Makro
Tujuan bab

Setelah membaca bab ini pembaca akan mengetahui secara lebih jelas
variabel dan model ekonomi makro dan keseimbangan statis dan analisis multiplier.
Kemudian, pembaca diperkenalkan kepada model IS – LM yang menggambarkan
keseimbangan pasar barang dan keseimbangan pasar uang serta keseimbangan
gabungan kedua pasar tersebut, kebijakan fiskal dan kebijakan moneter serta efek-
tivitas kedua jenis kebijakan tersebut. Kepada pembaca akan diperkenalkan juga
tentang model penawaran agregat dan permintaan tenaga kerja serta pengaruh
kebijakan fiskal dan moneter pada perekonomian yang terdiri atas pasar barang,
pasar uang, pasar tenaga kerja dan fungsi produksi.

Sasaran

Setelah membaca bab ini, Anda akan mampu:


1. memahami basic GNP identity sebagai konsep dasar perhitungan pendapatan
nasional serta mengetahui syarat pendapatan nasional equilibrium yang
dihitung berdasarkan konsep tersebut.
2. menyebutkan dan menjelaskan komponen-komponen pasar barang serta dapat
mengambarkannya secara grafis (kurva IS).
3. menyebutkan dan menjelaskan komponen-komponen pasar uang serta dapat
mengambarkannya secara grafis (kurva LM).
4. menjelaskan secara grafis pengaruh pengeluaran pemerintah, penurunan pajak,
dan kenaikan jumlah uang beredar terhadap permintaan agregat.
5. memahami istilah efek moneter dari kebijakan fiskal serta pengaruh dari efek
tersebut bila kebijakan fiskal dilakukan.
6. memahami efektivitas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter serta asumsi-
asumsi yang digunakan oleh fiscalist dan moneterist.

PS. Agribisnis – FP UNUD II-1


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

7. memahami model penawaran agregat menurut Classical, Keynesian, dan


general Keynesian.
8. memahami efek kebijakan fiskal dan moneter pada perekonomian.

2.1. Variabel dan Model Ekonomi Makro

Untuk memudahkan analisis dibatasi pada model ekonomi dua sektor, yaitu
sektor rumah tangga dan sektor perusahaan (Gambar 2.1.)

GNP dari sisi produk,


menggambarkan keadaan
pasar produk, dimana RT
menggunakan pendapatannya
untuk mendapatkan barang
dan jasa yang dihasilkan oleh
sektor perusahaan

Penerimaan kotor

Barang dan Jasa

Sektor Perusahaan Sektor Rumah


Tangga

Jasa Faktor produksi

Pendapatan

GNP dari sisi pendapatan,


menggambarkan keadaan pasar
faktor produksi di mana
perusahaan menggunakan
penerimaannya untuk
mendapatkan jasa faktor
produksi yang dihasilkan oleh
sektor RT

Gambar 2.1. Sirkulasi produk dan pendapatan

Basic GNP Identity :

Produk (Output)  GNP  Pendapatan (Income)

Pengeluaran untuk barang & Bagaimana pendapatan

PS. Agribisnis – FP UNUD II-2


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

jasa dari semua sektor: dialokasikan:


Rumah tangga - C Konsumsi – C
Perusahaan - I Tabungan RT & perusahaan – S
Pemerintah - G Pembayaran pajak bersih – T
Perdagangan luar negeri ( X – M) Tranfer pada orang asing (Rf)

Cd + Id + Gd + (X-M) = GNP = C + S + T + Rf

Cd = pengeluaran untuk barang- C = pengeluaran konsumsi


barang konsumsi domestik
Id = pengeluaran untuk barang- S = tabungan RT dan
barang modal domestik Perusahaan
Gd = pengeluaran pemerintah T = pembayaran pajak bersih
untuk barang-barang domestik adalah total pajak-transfer-
bunga-subsidi
X-M = ekspor barang-barang Rf = transfer pada orang asing
konsumsi dan modal dan jasa
dikurangi impor barang-barang
konsumsi dan modal dan jasa

GNP = (C – Mc) + (I – Mi) + (G – Mg) + X


GNP = C + I + G + (X-M)

Mc = barang-barang konsumsi yang diimpor


Mi = barang-barang modal yang diimpor
Mg = barang-barang pemerintah yang diimpor
Mc + Mi + Mg = Total impor
X-M = net export (ekspor barang dan jasa dikurangi impor barang dan jasa)
C = durable goods (barang tidak habis sekali konsumsi), non durable goods,
services
I = Business fixed invesment (structures, producers' durable equipment),
residential structures (bangunanh rumah), change in business inventory
(perubahan stok/ persediaan)
G = pengelaran pemerintah untuk barang dan jasa

Basic GNP Identity menjadi:

C + I + G + (X-M)  GNP  C + S + T + Rf

Saving Invesment Balance diperoleh dengan mengurangkan variabel C dari


persamaan sebagai berikut.

I + G + (X-M)  S + T + Rf

Merupakan output yang tidak Income yang tidak dibelanjakan


dikonsumsi

PS. Agribisnis – FP UNUD II-3


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Dalam ekonomi tertutup (close economy), Rf dan (X-M) jumlahnya kecil dan
dapat diabaikan, sehingga persamaan menjadi:

I = S + (T-G)
dengan:
I = invesment
S = private saving
(T-G) = net government saving

Nominal dan Real GNP :

Nominal GNP diukur berdasarkan harga berlaku, sedangkan Real GNP diukur
berdasarkan harga pada tahun dasar. Berdasarkan perjanjian macroeconomist:
Nominal term : GNP = C + I + G + (X-M)
Real term : gnp = c + i + g + (x-m)

GNP
P  ----------
gnp

dengan P adalah price index, menggambarkan tingkat harga dalam suatu per-
ekonomian.

2.2. Keseimbangan Statis dan Analisis Multiplier

Foreign component untuk sementara tidak dimasukkan ke dalam model:

C+I+G=Y=C+S+T
Y = P.y

dengan Y adalah nominal GNP (pendapatan nominal), P tingkat harga, dan y adalah
real output.
Untuk mendapatkan pendapatan riil maka masing-masing komponen output
dibagi dengan indeks harga yang relevan, sehingga dalam real term menjadi:
c+i+g=y=c+s+t

Saving invesment balance menjadi:

Product side Income side


y-c = i + g y-c = s + t

i+g = s+t

PS. Agribisnis – FP UNUD II-4


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Real output yang tidak dinikmati Real income yang tidak dibelanjakan
konsumen

Selanjutnya:
i = s + (t – g)

dengan i = private invesmnet


s = private saving
(t-g) = gov't saving

Syarat equilibrium pada pasar barang :


Menurut Keynesian, untuk mencapai ekuilibrium pasar barang i tidak harus
sama dengan s sepanjang diimbangi oleh g dan t. Sedangkan menurut Classical, i
harus sama dengan s.

Investasi yang direncanakan dan investasi yang senyatanya :


_
i = i +  inv

dengan: i = Realized invesment


_
i = Planned invesment
 inv = Perubahan persediaan (change in
business inventory)
 inv  0, penjualan lebih kecil dari yang
diharapkan (inventory terus
bertambah)
 inv = 0, penjualan sama dengan yang
diharapkan (jumlah inventory tetap)
 inv  0, penjualan lebih besar dari yang
diharapkan (inventory terus
berkurang)

Selanjutnya:
_
i +  inv + g = S+t
_
c + i +  inv + g = y = s + t
Jadi,  inv bertujuan
menyeimbangkan kesamaan atau
mengarahkan ekuilibrium
Misalnya, pada y yang tetap, maka penurunan s secara tiba-tiba mengakibatkan c
naik, dan akibat selanjutnya adalah inventory menurun. Ini berarti,  inv < 0
(unexpected deculumation of invesment).

PS. Agribisnis – FP UNUD II-5


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Kenaikan c dan Kenaikan c dan


penurunan inv di product penurunan s di income
side side

Menyebabkan
income tetap seperti
sebelumnya
(seolah-olah ekuilibrium)

Keadaan ini bukanlah


keadaan ekuilibrium

Karena penurunan
inventory mendorong
penjual memesan lebih
banyak produk yang
mengakibatkan produksi
naik sehingga pendapatan
(y) juga naik

Keadaan ekuilibrium tercapai bila  inv = 0, artinya realized invesment sama


dengan planned invesment.

Fungsi pajak, konsumsi dan tabungan :

Pajak merupakan fungsi dari pendapatan:


t = t (y) ; t' > 0 (turunan pertama dari fungsi pajak terhadap pendapatan =
dt/dy > 0) dengan t adalah penerimaan pajak bersih dan t (y) adalah fungsi
pendapatan.
Konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan yang dapat dibelanjakan
(disposible income):
c = c {y – t (y)}; c' > 0 (turunan pertama dari fungsi konsumsi terhadap
pendapatan yang dapat dibelanjakan atau disebut juga marginal propensity to
consume - MPC lebih besar dari nol).

Tabungan merupakan fungsi dari pendapatan yang dapat dibelanjakan


(disposible income):

PS. Agribisnis – FP UNUD II-6


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

s = s {y – t (y)}; s' > 0 (turunan pertama dari fungsi konsumsi terhadap


pendapatan yang dapat dibelanjakan atau disebut juga marginal propensity to
saving - MPS lebih besar dari nol).
c' + s' = 1 atau MPC + MPS = 1 (perubahan pendapatan yang dapat
dibelanjakan dialokasikan di antara c dan s.
Selanjutnya, s + t = s{y-t(y)} + t (y)
dengan s + t adalah real income yang tidak dapat dibelanjakan tetapi ditabung dan
untuk membayar pajak. Sedangkan, y-t(y) adalah disposible income.
Total differential:
d(s + t) = s'(dy-t'dy) + t'dy
d(s + t)/dy = s'(1-t') + t' > 0
Bila pendapatan berubah, maka s + t juga berubah besarnya. 1-t' besarnya
positif karena pajak yang dikenakan pemerintah adalah bagian dari pendapatan
dan tidak mungkin sebesar pendapatan.

Penggunaan
Income

45o
s = s{yo-t(yo)}

c = c{yo-t(yo)}

t = t (yo)
Income

Gambar 2.2. Fungsi pajak, konsumsi dan tabungan

Equilibrium income :

Saving invesment balance:


_
i +  inv + g = s+t

Bila  inv > 0, reaksi produsen adalah mengurangi produksi sehingga output
nasional turun, akibat selanjutnya adalah income turun. Sedangkan, bila  inv < 0
produsen berupaya meningkatkan produksi,sehingga output nasional naik dikuti

PS. Agribisnis – FP UNUD II-7


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

dengan naiknya income. Selanjutnya income dalam keadaan ekuilibrium (jumlah


income tetap) bila  inv = 0, persamaan menjadi:
_
i+g = s{y-t(y)} + t (y)

Investasi yang direncanakan plus = Tabungan plus pajak


pengeluaran pemerintah

Hal ini dapat diilustrasikan pada Gambar 2.3.

s+t s + t (s,t fungsi y)

 inv0
i+g
 inv1

0 y1 yE y0 y

dy/dt (t = time)
+ dy/dt > 0

yE y
dy/dt = 0
_
dy/dt < 0

Gambar 2.3. Equilibrium national income

Keterangan:
 Pada y0, (s + t) > (i + g) berarti masyarakat membeli lebih sedikit dari yang
diharapkan oleh penjual, sehingga inv = inv0> 0, akibatnya produsen
akan mengurangi produksinya (y). Jadi, y cenderung turun, dy/dt < 0.
 Pada yE, (s + t) = (i + g) berarti masyarakat membeli dalam jumlah yang
diharapkan oleh penjual, sehingga inv =0. Ini disebut stable equilibrium
dan tercapai bila terpenuhi c' > 0, s' > 0, t' > 0 dan {d(s+t)/dy} > 0. Jadi,
y cenderung tetap, dy/dt = 0.
 Pada y1, (s + t) < (i + g) berarti masyarakat membeli lebih banyak dari
yang diharapkan oleh penjual, sehingga  inv =  inv0 < 0, akibatnya
produsen akan meningkatkan produksinya (y). Jadi, y cenderung naik,
dy/dt > 0.
Pergeseran fungsi (tabungan + pajak) :

PS. Agribisnis – FP UNUD II-8


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

s+t
i+g
s1 + t
 inv > 0 _
 inv = 0 i + g (tetap)
E1 E0

0 y1 y0 y

s0 + t

Gambar 2.4. Shifts in saving behavior

Keterangan:
 Masyarakat menabung lebih banyak
 s + t bergeser dari (s0 + t) ke (s1 + t)
 pada y0,  inv > 0 (produsen mengurangi produksinya hingga  inv = 0 ),
y turun
 saving tetap, tetapi pada tingkat y yang lebih rendah.

i+g
s+t
s1+t s0+t
i+g (tidak tetap)
 inv > 0
(s+t)0
E1 E0
(s+t)1

0 y1 y0 y

Gambar 2.5. The "paradox of thrift"

Keterangan:
 (i+g) fungsi y
 tingkat saving lebih cepat dari tingkat investasi (lihat slope)
 kenaikan saving dari s0+t ke s1+t menyebabkan y turun (dari y0 ke y1)
 s turun dan y turun, ini adalah paradox of thrift (paradoks hemat,
berarti berhemat tetapi ekonomi malah mundur)

PS. Agribisnis – FP UNUD II-9


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Perubahan investasi + pengeluaran pemerintah :

s+t
i+t
s+t
_
i1 + g
inv<0 _
i0 + g

0 y0 y1 y
Gambar 2.6. Kenaikan dalam investasi yang
direncanakan

Keterangan:
 (i+g) naik
_
 pada y0, (i + g) = (s + t) dengan i = i + inv, maka kenaikan i + g
menyebabkan  inv turun (inv < 0), dan berkurangnya stok mendorong
produksi naik sehingga output y naik.
 y naik ke y1

s+t
i+t (s+t)1
(s+t)0
_
i1 + g
_
i0 + g

0 y0 y2 y1 y

Gambar 2.7. Pergeseran investasi dan fungsi


s+t

Keterangan:
 Kenaikan income karena kenaikan i atau g tergantung pada slope dari (s+t).
 Slope (s+t) yang curam (steeper) menyebabkan y kecil, sedangkan slope
(s+t) yang landai (flatter) menyebabkan y besar.

PS. Agribisnis – FP UNUD II-10


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Multiplier :
_
Lum-Sum taxes, pajak merupakan jumlah tetap, t = t dan g tetap
_ _ _ _ _
c( y – t ) + i + g = y = c( y – t ) + s( y – t ) + t
(product side) (income side)

_
pada product side, kurangkan c(y–t)
terhadap y, menjadi:
_ _
i+g = y - c( y – t )
Pada g dan t tetap, _
Maka total defferential dy = c'dy + di
_
dy – c'dy = di
_
(1-c') dy = di
_
dy/di = 1/(1-c')
disebut invesment multiplier
= 1/s'
karena dy – c'dy = s'dy
1-c' = s'

Keterangan:
 g dan t tetap, dg = 0 dan dt = 0
 c' sama dengan marginal propensity to consume (MPC), bila MPC naik akan
mendorong income semakin besar.
 sebaliknya s' adalah MPS, bila MPS naik berarti MPC turun sehingga
multiplier invesment semakin kecil, berarti income semakin kecil.

Jika pajak fungsi income, t = t(y), dan g tetap,maka

_
c{y – t(y)} + i + g = y
_
dy = c'(dy – t'dy) + di
_
dy = c'(1 – t')dy + di
_
1-c'(1-t') dy = di

Sehingga invesment multiplier menjadi


_
dy/di = 1/{1-c'(1-t')}

PS. Agribisnis – FP UNUD II-11


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

_
Tetapi, bila t = t(y), i tetap maka terbentuk:

Government expenditure multiplier:


dy/dg = 1/ {1-c'(1-t')}

Balance Budget Multiplier:


_ _
y = c( y – t ) + i + g
_ _
dy = c'(dy –dt ) + di + dg
_ _
dy(1-c') = - c'dt + di + dg
_ _
dy = (- c'dt + di + dg)/(1-c')

Keterangan: _ _
 Balance budget, dg = dt, dan t bukan lum-sum taxes
_ _
 i tetap, maka di = 0
 dy = (- c'dg + dg)/(1-c') atau
 dy/dg =(1-c')/(1-c') = 1
_ _
 Jadi dy = dg, artinya bila kenaikan t dan g sama, sedangkan i tetap maka
surplus atau defisit pemerintah tetap dan equilibrium y naik sebesar dg

2.3. Model IS-LM, Kebijakan Fiskal dan Moneter

Equlibrium Income dan Interest Rate di Pasar Barang :

Asumsi-asumsi:
1. i = i(r),di/dr = i'<0 (artinya bila tingkat bunga, r naik maka investasi, i
turun); dan g exogenous
2. c = c {y-t(y)}, c'>0
3. s = s {y-t(y)}, s'>0
4. t = t(y), t'>0

Kriteria investasi:

PDVt = - C + Rt + (Rt+1)/(1+r) + (Rt+2)/(1+r)2 + … + (Rt+n)/(1+r)n

Keterangan:
 Pada t = 0, (Rt+0)/(1+r)0 = Rt/1 = Rt
 PDVt = present discounted value
 C = cost of the project (initial invesment)
 Rt = net income
 r = interest rate
 t = periode waktu

PS. Agribisnis – FP UNUD II-12


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

 PDVt >0 adalah kriteria investasi go


 urutkan PDVt dari semua rencana investasi untuk memilih investasi yang
terbaik dari berbagai aspek kelayakan.

Kalau digambarkan:

PDV
PDVt bila r = r0

PDVt bila r = r1

it
i1 i0

Gambar 2.8. Ranking proyek-proyek investasi

Keterangan:
 PDV mempertimbangkan time value of money, bahwa Rp1 hari ini
(sekarang) lebih berarti/berharga ketimbang Rp1 besok karena ada PDVt
 Pada tingkat bunga yang lebih kecil (r0 < r1), maka pada waktu, t yang
sama investasi lebih tinggi dan memberikan PDVt yang lebih tinggi, karena
i=i(r ), i'<0

_
i (planed invesment)

i0

i1

i(r )

0 r0 r1 r (interest rate)

Gambar 2.9. Fungsi permintaan investasi

PS. Agribisnis – FP UNUD II-13


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

c{y – t(y)} + i(r ) + g = Y = c{y – t(y )} + s{y – t(y) + t(y)


(product side) (income side)

Equilibrium:
i(r ) + g = s{y – t(y)} + t(y)
(g tetap)

s+t
i+t
s+t

i(r0)+ g
inv<0
i(r1)+ g

0 y1 y0 y

Gambar 2.10. Pendapatan keseimbangan


dengan sebuah perubahan
dalam tingkat bunga

Keterangan:
 Pada r = r0, maka i(r0) + g dan y = y0
 Pada r = r1, maka i(r1) + g dan y = y1
 Kenaikan r menyebabkan i turun, dan
 y turun melalui invesment multiplier dy/di

r1
rA .A
r0
IS

0 y1 yA y0 y'A y

Gambar 2.11. Kurva IS: keseimbangan r & y


Pada pasar barang

Keterangan:
 IS adalah kurva yang menggambarkan kombinasi r dan y yang membawa
pasar barang dalamkeadaan equilibrium.
 Pada equilibrium pasar barang terjadi Saving Invesment Balance:
i(r ) + g = s{y – t(y) + t(y)

PS. Agribisnis – FP UNUD II-14


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

 Pada titik A (di luar kurva IS) tidak equilibrium, sebab pada tingkat bunga rA
pendapatan nasional yang akan membawa pasar barang ke keadaan
equilibrium adalah yA, sedangkan pada titik A pendapatan nasional adalah
y'A (terlalu besar), dan SI unbalance:
i(r ) + g < s{y – t(y)} + t(y),
karena inv>0 (bertambah)
 Slope dari kurva IS: y = c{y – t(y)} + i(r ) + g
dy = c'(dy – t'dy) + dg + i'dr, dengan dg = 0 (g tetap)
dy - c'(dy – t'dy) = i'dr
dr/dy = {1-c'(1-t')}/i' < 0 (slope kurva IS negatif)

Secara lengkap terbentuknya kurva IS dapat digambarkan sebagai berikut:

Kwadrant II r Kwadrant I

r0 (r0, y0)

r1 (r1, y1)
i(r )+g IS

i+g g y
0 y0 y1

45o
(i+g) = (s+t) s+t

Kwadrant III s+t Kwadrant IV

Gambar 2.12. Proses terbentuknya kurva IS

Keterangan:
 Pada r0, y yang membawa pasar barang pada keadaan equilibrium adalah y0
 Sedangkan, pada r1, y yang membawa pasar barang pada keadaan
equilibrium adalah y1
 (r0, y0), (r1, y1) dihubungan akan membentuk kurva IS.

PS. Agribisnis – FP UNUD II-15


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Bila terjadi kenaikan pada pengeluaran pemerintah (g), maka:

Kwadrant II r Kwadrant I

r0

i(r )+g1 r1 IS1


i(r )+g0 IS0
g1 g0
i+g y'0 y'1 y
0 y0 y1

45o
(i+g) = (s+t) s+t

Kwadrant III Kwadrant IV


s+t
Gambar 2.13. Pergeseran kurva IS bila terjadi
kenaikan g (government expenditure)

Keterangan:
 Equilibrium mula-mula adalah (r0, y0)
 Kenaikan g ditunjukkan oleh pergeseran kurva i(r ) + g
 Pada r0 (investasi tetap), kenaikan g akan meningkatkan y sebesar
government expenditure multiplier (dy/dg)
 Pada setiap titik IS, kenaikan g akan menaikkan y
 IS bergeser dari IS0 ke IS1

Equlibrium Income dan Interest Rate di Pasar Uang :

Transaction Demand for Money (termasuk permintaan uang untuk berjaga-


jaga) sama dengan k(y), dan k'>0. Speculative Demand for Money (permintaan
uang untuk investasi) sama dengan l(r), dan l'<0.
Asset terdiri atas Bond (obligasi)/stock (saham) dan Money:

Pb = (S1)/(1+r) + (S2)/(1+r)2 + … + (Sn)/(1+r)n


dengan:
 B = bond
 Pb = harga bond (obligasi)
 S = aliran penghasilan (Rp/tahun)
 r = tingkat bunga
 t = tahun

PS. Agribisnis – FP UNUD II-16


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

_
M
---  = m = l (r) + k(y)
P d

dengan:
_
 M = demand for money balance
 m = demand for real money
 P = price index
_
M
---  = supply for money (dianggap tetap)
P s
Pada keadaan equilibrium:
_ _
M M
---  = --- 
P s P d
_
M
---  = l (r) + k(y)
P s

Total defferential:
_
M _ _
d ---  = l'dr + k'dy ; karena M tetap maka dM = 0
P s
dr/dy = - k'/l' > 0 (slope kurva LM positif)

Terbentuknya kurva LM dapat digambarkan sebagai berikut:

Kwadrant II r Kwadrant I

LM
r0

r1
l(r)
Speculative y
D for Money 45o 0 y1 y0

M/P = l(r) + k(y)

k(y)
Kwadrant III Transaction Kwadrant IV
D for Money
Gambar 2.14. Kurva LM: keseimbangan r & y di pasar uang

PS. Agribisnis – FP UNUD II-17


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Keterangan:
 Pada y yang tetap, maka k(y) tetap; dan penurunan r menyebabkan l(r)
naik, sehingga total demand for money naik.
 Pada r yang tetap, maka l(r) tetap; dan kenaikan y menyebabkan k(y) naik,
sehingga total demand for money naik.
 Pada y0 tingkat bunga yang membawa pasar uang pada keadaan
equilibrium adalah r0, dan pada y1 tingkat bunga yang membawa pasar
uang pada keadaan equilibrium adalah r1. Selanjutnya, (y0, r0) dan (y1, r1)
dihubungkan membentuk kurva LM.
 Kurva LM adalah kurva yang menggambarkan kombinasi r dan y yang
membawa pasar uang dalamkeadaan equilibrium.

Pergeseran kurva LM:


_
a. Kenaikan pada M, menyebabkan pergeseran pada kurva LM seperti pada
gambar berikut:

Kwadrant II r Kwadrant I

LM0 LM1
r0

r1
l(r)

Speculative y'1 y'0 y


o
D for Money 45 0 y1 y0

k(y)

Kwadrant III Transaction Kwadrant IV


D for Money
_
Gambar 2.15. Pergeseran kurva LM akibat kenaikan pada M

Keterangan: _
 Kenaikan M dari
_ _
M0 M1
---  Menjadi --- 
P P
_
 Pada y0 (y tetap berarti k(y) tetap), kenaikan M menyebabkan r harus turun
sehingga l(r) naik, agar pasar uang berada dalam keadaan equilibrium.

PS. Agribisnis – FP UNUD II-18


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

_
 Pada setiap y, kenaikan M menyebabkan r turun sehingga kurva LM
bergeser dari LM0 ke LM1

b. Sebaliknya, bila P naik maka:

Kwadrant II r Kwadrant I

LM1 LM0
r0

r1
l(r)

Speculative y1 y0 y
D for Money 45o 0 y'1 y'0

k(y)

Kwadrant III Transaction Kwadrant IV


D for Money

Gambar 2.16. Pergeseran kurva LM akibat kenaikan pada P

Keterangan:
 Kenaikan P menyebabkan pergeseran
_ _
M M
---  menjadi --- 
P0 P1
 Pada y1 misalnya (y tetap berarti k(y) tetap), kenaikan P menyebabkan r
harus naik sehingga l(r)turun, agar pasar uang berada dalam keadaan
equilibrium.
 Pada setiap tingkat y, kenaikan P menyebabkan r naik sehingga kurva LM
bergeser dari LM0 ke LM1

PS. Agribisnis – FP UNUD II-19


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Equilibrium Pasar Barang dan Pasar Uang :

r
LM
IS .B
r0 C. ..A
E
D.

0 y0 y

Gambar 2.17. Disequilibrium di pasar


barang dan pasar uang

Keterangan:
 Pada titik E (r0, y0) baik pasar barang (IS) maupun pasar uang (LM)
dalamkeadaan equilibrium, tidak ada kemungkinan bahwa r dan y akan
berubah.
 Di titik A: s+t > i+g ; inv >0 menyebabkan produksi turun sehingga y
turun
_
M
---  < l (r) + k(y) ; agar equilibrium maka r harus naik
P s
 Di titik B: s+t > i+g ; y turun
_
M
---  > l (r) + k(y) ; r harus turun
P s
 Di titik C: s+t < i+g ; y naik
_
M
---  > l (r) + k(y) ; r harus turun
P s
 Di titik D: s+t < i+g ; y naik
_
M
---  < l (r) + k(y) ; r naik
P s

Perekonomian senantiasa menuju equilibrium pasar barang dan pasar uang.


Kenaikan g menyebabkan pergeseran pada kurva IS, hal ini diilustrasikan pada
gambar berikut:

PS. Agribisnis – FP UNUD II-20


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

r
IS1 LM
IS0
r2 Ebaru
r0
E0 Excess
D for M

0 y0 y2 y1 y

Gambar 2.18. Efek pasar uang pada


fiscal multiplier

Keterangan:
 Equilibrium mula-mula (r0, y0)
 Kenaikan g menyebabkan y naik pada setiap tingkat r sehingga IS bergeser dari
IS0 ke IS1
 Pada r0, kenaikan y dari y0 ke y1 menyebabkan k(y) naik, sehingga terjadi
excess demand for money. Selanjutnya agar terjadi equilibrium maka r harus
naik
 Kenaikan r menyebabkan i turun sehingga y turun sampai tak terjadi lagi excess
demand for money yaitu pada y2
 Equilibrium baru adalah (r2, y2)

_
Sedangkan, bila terjadi peningkatan M, maka kurva LM yang mengalami
pergeseran:

r
LM0
IS LM1

r0 E0
r2 E baru
r1 Excess
D for M

0 y0 y2 y1 y

Gambar 2.19. The money supply


multiplier

PS. Agribisnis – FP UNUD II-21


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Keterangan:
 Equilibrium mula-mula (r0, y0)
_
 Kenaikan M menyebabkan LM bergeser dari LM0 ke LM1 pada setiap tingkat y
 Pada y0, r harus turun agar pasar uang dan pasar barang pada keadaan
equilibrium sampai pada r1
 Penurunan r menyebabkan i naik sehingga y naik.
 Kenaikan y menyebabkan k(y) naik sehingga terjadi excess demand for money
 Agar terjadi equilibrium, r harus naik sampai takterjadi excess demand for
money yaitu sampai pada r2
 Equilibrium baru adalah (r2, y2)

Apabila ingin diketahui posisi keseimbangan umum (general equilibrium)


suatu perekonomian maka yang dilakukan adalah mencari titik pertemuan antara
kurva IS dan kurva LM (titik E pada Gambar 2.17), sebab hanya pada titik itulah
keseimbangan di pasar barang dan di pasar uang tercapai secara bersama-sama.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang berhubungan dengan pengeluaran
pemerintah dan pengaturan pajak untukmembawa perekonomian pada posisi
equilbrium secara makro. Sedangkan kebijakan moneter berhubungan dengan
penawaran uang dan pengaturan tingkat bunga (credit conditions) dalam
perekonomian. Kebijakan fiskal dan moneter adalah dua sejoli yang merupakan
alat utama bagi perencana ekonomi nasional untuk mengendalikan keseimbangan
makro perekonomiannya.
Kebijakan fiskal dilakukan melalui pasar barang, yaitu dengan melakukan
perubahan terhadap kurva IS.
IS : y = c{y – t(y)} + i(r ) + g
_
M
LM : ---  = l (r) + k(y)
P
_
M k'
d ---  = l'dr + k'dy = 0; dr = - ---- dy
P l'
dy = c' (dy – t'dy) + i'dr + dg

Melalui proses substitusi diperoleh gov't expenditure multiplier (GEM)


1
dy = ------------------------- dg
1 - c' (1 – t') + i'k'/l'
Selanjutnya, 1
dy/dg = ------------------------- (sama dengan GEM)
1 - c' (1 – t') + i'k'/l'

PS. Agribisnis – FP UNUD II-22


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

dan i'k'/l' = dampak moneter dari kebijakan fiskal


(Moneterary Effect of Fiscal Policy)

Kebijakan fiskal, misalnya dengan menaikkan pengeluaran pemerintah (g)


akan menaikkan pendapatan nasional (y) sebesar government expenditure
multiplier (GEM). Kenaikan y akan mendorong kenaikan permintaan agregat
(aggregat demand), dan kenaikan permintaan agregat berarti terjadi excess
demand for money yang menyebabkan harga-harga naik. Kenaikan harga-harga
akan mempengaruhi keseimbangan pasar uang. Agar pasar uang equilibrium maka
harga-harga naik sampai pada excess demand for money sama dengan nol.
Selanjutnya, kenaikan harga (P) akan menggeser kekiri kurva LM. Hal ini dapat
digambarkan pada Gambar 2.20.

P r
Aggregat LM1
Supply
P2 LM0

P0 r2

AD1 r0
IS1
AD0 IS2
IS0

0 y0 y2 y1 y 0 y0 y2 y1 y
(a) (b)

Gambar 2.20. Pengaruh kenaikan aggregat demand (AD)


terhadap pasar barang dan pasar uang

Pada Gambar 2.20. ditunjukkan bahwa peningkatan AD dari AD0 ke AD1


menyebabkan terjadinya excess demand for money yang selanjutnya menyebab-
kan harga (P) naik sampai tak terjadi lagi excess, yaitu dari P0 ke P2. Pada tingkat
harga, P2 pendapatan nasional sebesar y2 (Gambar 2.20a). Kenaikan AD berpe-
ngaruh pada pasar barang (kurva IS) dan pasar uang (kurva LM) seperti terlihat
pada Gambar 2.20b. Di pasar barang, mula-mula terjadi kenaikan dari IS0 ke IS1
sebagai akibat kenaikan g, tetapi karena P naik dari P0 ke P2 maka real asset
berkurang sehingga konsumsi berkurang. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan IS1
ke IS2. Dan, di pasar uang, peningkatan harga-harga dari P0 ke P2 menyebabkan
real money supply turun yang ditunjukkan oleh bergesernya LM0 ke LM1.

PS. Agribisnis – FP UNUD II-23


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Effectiveness of Fiscal Policy :


Pada LM yang landai dimana nilai l' sama dengan tak terhingga maka i'k'/l'
sama dengan nol, yang berarti tidak ada dampak moneter dari kebijakan fiskal
berarti pula kebijakan fiskal efektif mempengaruhi pendapatan nasional dengan
multiplier yang besar, yaitu sebesar dy/dg = 1/{1-c'(1-t')}. Sedangkan, pada LM
yang curam, mendekati vertikal, l' cukup kecil, berarti i'k'/l' cukup besar, berarti
pula multiplier effect menjadi kecil, sehingga kebijakan fiskal kurang efektif mem-
pengaruhi pendapatan nasional. Kedua hal ini dapat diilustrasikan melalui
Gambar 2.21.

r LM
IS'1
IS'0

IS1
IS0

0 y0 y1 y'0 y'1 y

Gambar 2.21. The effectiveness of fiscal policy

Effectiveness of Monetary Policy :

Pada tingkat r dan y yang rendah monetary policy kurang efektif dan
sebaliknya pada tingkat r dan y yang besar (tinggi),monetary policy lebih efektif.
Hal ini diuraikan sebagai berikut.
IS : y = c{y – t(y)} + i(r ) + g
_
M
LM : ---  = m = l (r) + k(y)
P

dm k'
dm =l'dr + k'dy ; dr = ----- - ---- dy
l' l'
dy = c' (dy – t'dy) + i'dr + 0 (dg = 0, dianggap tetap)

PS. Agribisnis – FP UNUD II-24


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Melalui proses substitusi diperoleh:


i'/l'
dy = ------------------------- dm
1 - c' (1 – t') + i'k'/l'

Atau: i'
dy/dm = ---------------------------
l' {1 - c' (1 – t')}+ i'k'

Jadi, kalau l' sangat besar dan mendekati tak terhingga maka dy/dm sangat kecil
dan mendekati nol. Artinya, kebijakan moneter tak efektif pada saat l' sangat besar
yang terjadi pada kurva LM yang landai. Untuk lebih jelasnya hal tersebut
diilustrasikan pada Gambar 2.22.

r LM0
LM1
IS1

IS0

0 y0 y1 y'0 y'1 y

Gambar 2.22. The effectiveness of monetary policy

Pada y, r yang rendah (l' sangat besar) monetary policy tidak efektif. Orang
indifferent terhadap uang dan bond. Kenaikan jumlah uang beredar, M hanya
terserap untuk speculative demand, sehingga tidak ada efeknya pada y (spekulasi
tidakmenghasilkan output riil). Sebaliknya, pada y dan r yang tinggi (l' kecil),
monetary policy sangat efektif. Monetary policy efektif bila investasi sangat sensitif
terhadap perubahan tingkat bunga.

PS. Agribisnis – FP UNUD II-25


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

2.4. Penawaran Agregat dan Permintaan Tenaga Kerja

Penawaran barang-barang dan jasa-jasa dilakukan oleh sektor produsen


atau perusahaan. Penawaran agregat merupakan penjumlahan seluruh penawaran
atau produksi para produsen individual. Penawaran agregat perekonomian suatu
negara tergantung pada dua faktor, yaitu jumlah tenaga kerja dan jumlah kapital
yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan produksi (output) dengan faktor
produksi (input) dinyatakan dengan fungsi produksi. Dalam hal ini diasumsikan,
kapital yang digunakan adalah tetap, sedangkan tenaga kerja merupakan input
variable. Secara sederhana fungsi produksi dituliskan sebagai:
_
y = y (N, K);
dengan y adalah output, sedangkan N dan K faktor produksi tenaga kerja dan
kapital. Marginal product of labor atau MPL = y/N > 0, dan 2y/N2 < 0, artinya
tambahan produksi akibat penambahan satu-satuan tenaga kerja dalam proses
produksi selalu positif, namun besarnya tambahannya selalu berkurang. Secara
sederhana hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.23.

y _
y = y (N, K)

0 N

MPL
APL

APL
0
MPL
Gambar 2.23. Fungsi produksi, produk rata-rata dan
produk marginal

PS. Agribisnis – FP UNUD II-26


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Teori produksi merupakan bagian dari ekonomika mikro, yang meng-


asumsikan perekonomian berada dalam persaingan murni dan produsen berupaya
memperoleh keuntungan maksimum. Kriteria untuk mencapai keuntungan mak-
simum adalah:
_
 = P. y (N, K) – NW – FC;
dengan P adalah harga output, W adalah upah nominal, dan FC adalah biaya tetap.
Selanjutnya, turunan pertama fungsi keuntungan terhadap faktor produksi tenaga
kerja, /N = P. y/N – W = 0 atau W = P. y/N atau sama dengan marginal
value product of labor (MVPL). Bila P meningkat maka W < P. y/N sehingga N
harus naik agar y/N turun untuk mencapai kembali W = P. y/N. Bila W yang
naik maka W > P. y/N sehingga N harus turun agar y/N naik untuk mencapai
kembali W = P. y/N.
Untuk mencapai keuntungan maksimum (max), maka produsen dalam
melakukan permintaan tenaga kerja akan berusaha menyesuaikan diri dengan
perubahan P dan W. Permintaan tenaga kerja merupakan fungsi dari upah nominal
dan tingkat harga, yang dituliskan sebagai N = f (W/P). Individual demand for labor
secara eksplisit dituliskan dalam w dan W seperti ditunjukkan pada Gambar 2.24.

w W

w = y/N W = P. y/N

0 N 0 N
Gambar 2.24. Individual demand for labor

Selanjutnya, permintaan tenaga kerja agregat (aggregate demand for labor)


yang secara eksplisit dituliskan dam w dan W ditunjukkan pada Gambar 2.25.
Aggregate demand for labor merupakan penjumlahan secara mendatar (horizontal)
dari permintaan tenaga kerja individual, dinyatakan sebagai w = f (N); dengan
f' < 0 atau W = P. f (N).

PS. Agribisnis – FP UNUD II-27


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

w W

w = f (N) W = P. f (N)

0 N 0 N
Gambar 2.25. Aggregate demand for labor

Pada sisi permintaann tenaga kerja terdapat anggapan bahwa para


produsen selalu bertindak rasional, dan dinyatakan bahwa permintaan tenaga kerja
merupakan fungsi dari tingkat upah riil (tingkat upah nominal yang telah
disesuaikan dengan tingkat harga). Sedang, pada sisi penawaran tenaga kerja
terdapat dua kemungkinan anggapan, yaitu versi klasik (classical) dan versi
Keynesian. Versi klasik menyatakan bahwa para pekerja cukup rasional, sehingga
penawaran tenaga kerja tergantung pada tingkat upah riil. Di samping itu, tingkat
upah nominal dan riil bersifat fleksibel naik atau pun turun. Sebaliknya, versi
Keynesian menyatakan bahwa penawaran tenaga kerja tergantung pada tingkat
upah nominal dan karena adanya serikat pekerja, tingkat upah tegar untuk turun
tetapi fleksibel untuk naik.
Ide kurva penawaran tenaga kerja individu berpangkal pada teori ekonomi
mikro, bahwa bagi setiap orang, bekerja adalah lawan dari bermalas-malas/tidak
bekerja (leisure). Seseorang ingin memperoleh keduanya pada tingkat optimal.
Andaikan sesorang dapat mengalokasikan waktunya, sebagian (beberapa jam
sehari) untuk bekerja serta sebagian lagi untuk leisure sedemikian rupa untuk
mencapai kepuasan (utility) maksimum dengan kedala jumlah jam dalam sehari
serta upah riilnya. Fungsi utility yang dikembangkan adalah:
u = u (ye, S)
dengan u adalah utility, ye adalah pendapatan yang diharapkan (expected income),
dan S adalah leisure.
Maximize u, subject to ye = W/Pe . (T-S)

PS. Agribisnis – FP UNUD II-28


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

dengan T adalah waktu yang tersedia dan Pe adalah harga yang diharapkan. Hal
ini ditunjukkan pada Gambar 2.26.

ye
T

we1T

we0T
ye1 u1
u0
y0

0 S1 S0 T T
kerja
leisure

Gambar 2.26. Keputusan seseorang diantara alokasi waktu


untuk kerja dan leisure

Selanjutnya, kurva penawaran tenaga kerja individu (individual supply of


labor) ditunjukkan pada Gambar 2.27a dan aggregate supply of labor ditunjukkan
pada Gambar 2.27b.

we we

we = g (N); g'>0

ni N= ni
(a) (b)
Gambar 2.27. Labor supply curves

Pada Gambar 2.27b, we = W/Pe = g(N); dengan we adalah expected real


wage. Formula di atas dapat dituliskan W = Pe.g(N). Selanjutnya, dapat dituliskan
pula bahwa w=(W/P).Pe/Pe =(W/Pe).Pe/P=g(N).Pe/P atau w=(Pe/P).g(N); dengan w
adalah actual real wage. Actual real wage dan actual nominal wage dapat
dilukiskan pada Gambar 2.28a dan 2.28b.

PS. Agribisnis – FP UNUD II-29


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

w W

w = (Pe/P).g(N) W = Pe.g(N)

N N
(a) (b)
Gambar 2.28. Aggregate supply of labor

Pada pasar tenaga kerja, equilibrium terjadi pada perpotongan antara kurva
permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan kurva penawaran tenaga kerja
(supply of labor).
demand for labor : w = f(N)
supply of labor : w = (Pe/P).g(N)
equilibrium : f (N) = (Pe/P).g(N)
dapat ditunjukkan pada Gambar 2.29a dan 2.29b.

w W

(Pe/P).g(N) Pe0.g(N)

w0
W0

f (N) P0.f (N)

N0 N N0 N
(a) (b)

Gambar 2.29. Equilibrium pasar tenaga kerja

Pada penawaran tenaga kerja agregat terdapat :


Pe = p (P); artinya harga yang diharapkan merupakan fungsi dari harga actual,
dengan p' = dPe/dP (pengaruh perubahan harga actual terhadap harga yang
diharapkan), dan 0  p'  1. Dalam kaitan ini terdapat 3 (tiga) model seperti
diuraikan pada Tabel 2.1 berikut.

PS. Agribisnis – FP UNUD II-30


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Tabel 2.1. Model aggregate supply menurut classical, Keneysian, dan General
Keynesian
p'= 0 0 < p' < 1 p' = 1
perubahan P perubahan P perubahan P
Criterion tidak berpengaruh berpengaruh terhadap berpengaruh terhadap
terhadap Pe Pe dengan proporsi Pe dengan proporsi
lebih kecil sama
Case Keynesian case General Keynesian Classical case
(Money illusion) case (perpect foresight)
Labor supply hanya tergantung pada dipengaruhi upah hanya tergantung pada
upah nominal (W) nominal dan upah riil upah riil

Keynesian case, p' = 0 (Gambar 2.30 dan 2.31):


Pada Gambar 2.30, perubahan P tidak berpengaruh terhadap Pe. Kenaikan
P dari P0 ke P1 tidak berpengaruh terhadap supply of labor. Supply of labor tetap
W = Pe.g(N). Kenaikan P dari P0 ke P1 berpengaruh pada demand for labor, yaitu
naik dari P0.f(N) ke P1.f(N). Equilibrium pasar tenaga kerja berubah dari N0 ke N1.
Selanjutnya, N0 korespon dengan y0, dan N1 korespon dengan y1. Akhirnya, pada
Gambar 2.31, P0 korespon dengan y0, dan P1 korespon dengan y1, sehingga
terbentuk aggregate supply untuk Keynesian case.

W
Pe.g(N)

P1f(N)

P0f(N)

0 N0 N1 N
y
_
y1 y(N, K)
y0

0 N0 N1 N
Gambar 2.30. Penurunan kurva supply
menurut model Keynesian

PS. Agribisnis – FP UNUD II-31


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Aggregate
P1 Supply

P0

0 y0 y1 y
Gambar 2.31. Aggregate supply (Keynesian
Case)

Classical Case, p' = 1:


Kenaikan P pada Gambar 2.32. diikuti dengan kenaikan Pe dengan proporsi
yang sama. Dengan kata lain, Pe/P dan w adalah tetap. Kenaikan P dari P0 ke P1

w
(Pe/P)g(N)

w0

f(N)

0 N0 N
W
Pe1.g(N)

W1
Pe0.g(N)

W0 P1f(N)
P0f(N)

N0 N
y _
y(N, K)
y0

0 N0 N
Gambar 2.32. Penurunan kurva supply
menurut model Classical

PS. Agribisnis – FP UNUD II-32


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

menyebabkan demand for labor meningkat dari P0.f(N) ke P1.f(N). Kenaikan P dari
P0 ke P1 menyebabkan Pe naik dari Pe0 ke Pe1 sehingga supply of labor turun karena
pada upah nominal W0, upah riil akan turun. Supply of labor turun dari Pe0.g(N) ke
Pe1.g(N) dimana upah riil w0 dapat dipertahankan. Pada P1 output tetap y0 karena
N tetap N0, sehingga aggregate supply vertical seperti terlihat pada Gambar 2.33.

P
Aggregate
P1 supply

P0

y0 y
Gambar 2.33. Agrregate supply
(Classical case)

General Keynesian case, 0<p' <1 (Gambar 2.34 dan 2.35):

Kenaikan P pada Gambar 2.35. diikuti dengan kenaikan Pe dengan proporsi


yang lebih kecil, sehingga, Pe/P dan w berubah. Kenaikan P dari P0 ke P1
menyebabkan demand for labor meningkat dari P0.f(N) ke P1.f(N). Kenaikan P dari
P0 ke P1 menyebabkan Pe naik dari Pe0 ke Pe1 tetapi kenaikan ini lebih kecil
ketimbang kenaikan Pe sehingga supply of labor turun lebih kecil ketimbang
kenaikan demand for labor. Supply of labor turun dari Pe0.g(N) ke Pe1.g(N) dimana
upah riil turun dari w0 ke w1. Pada P0 outputnya y0 karena N sama dengan N0 dan
pada P1 outputnya y1 karena N sama dengan N1, sehingga aggregate supply
berlereng positif seperti terlihat pada Gambar 2.34.

P
Aggregate
P1 supply

P0

y0 y1 y
Gambar 2.34. Agrregate supply
(Genaral Keynesian case)

PS. Agribisnis – FP UNUD II-33


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

w
(Pe0/P0)g(N)
(Pe1/P1)g(N)

w0

f(N)

0 N0 N1 N
W

Pe1.g(N)
W1
Pe0.g(N)

W0 P1f(N)
P0f(N)

N0 N1 N
y _
y1 y(N, K)
y0

0 N0 N1 N
Gambar 2.35. Penurunan aggregate supply curve
menurut model General Keynesian

Slope aggregate supply:


Equilibrium pasar tenaga kerja: f(N) = (Pe/P).g(N) atau P.f(N) = Pe.g(N)
dengan Pe = p(P), total defferential : P.f'dN + f(N) dP = Pe.g' dN + g(N) p' dP
Recall : w = (Pe/P).g(N) = f(N)
Assume : Pe= P = 1 (keadaan mula-mula) sehingga w = g(N) = f(N)
Total defferential menjadi: f'dN + w dP = g' dN + w p' dP
dN/dP = w(1-p')/(g'-f')  0
_
Recall : y = y (N, K)
dy/dN = y/N
dN = dy/(y/N)

PS. Agribisnis – FP UNUD II-34


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

[dy/(y/N)]/dP = w(1-p')/(g'-f')
dy/dP = (y/N) [w(1-p')/(g'-f')], sehingga:
dP N
---- = ------ [(g'-f')/ w(1-p')] adalah slope aggregate supply.
dy s y
Jadi, slope aggregate supply tergantung pada p': bila p' = 0 (Keynesian case) maka
dP/dy > 0, sebaliknya bila p' = 1 (classical case) maka dP/dy =  seperti ditunjuk-
kan pada Gambar 2.36.

P
AS, p'=1
AS, p'=0

0 y
Gambar 2.36. Slope aggregate
supply

Short-Run (SR) and Long-Run (LR) Supply:


_
Kenaikan M, g atau penurunan t, dapat menyebabkan demand meningkat
dari D0 ke D1, sehingga P meningkat. Dalam SR, kenaikan P tidak diikuti oleh
kenaikan Pe sehingga supply tetap. Tetapi dalam LR, buruh dapat melakukan
penyesuaian, akibatnya kenaikan P mendorong Pe naik sehingga supply turun
(berputar kekiri). Keadaan ini dapat ditunjukkan pada Gambar 2.37.

SL
SS
P2
P1
D1
P0
D0

y0 y2 y1 y

Gambar 2.37. Short-Run and Long-Run Suplly

PS. Agribisnis – FP UNUD II-35


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Supply side disturbance:


a) Shift in labor supply, misalnya terjadi karena perubahan selera antara income
dan leisure; kenaikan real wage (labor union); kenaikan tunjangan social
penganggur, maka keadaan ini berpengaruh pada aggregate supply (Gambar
2.38a dan 2.38b).

w
(Pe/P0)g1(N)

(Pe/P0)g0(N)
P
f(N) AS1
AS0
N1 N0 N P0
y _
y0 y (N, K)
y1
y1 y0 y
Gambar 2.38b. Perubahan AS
akibat shift in labor supply

N1 N0 N
Gambar 2.38a. Shift in labor supply

b) Shift in production function, misalnya karena terjadi peningkatan efisiensi


dalam penggunaan modal (kapital).

w
(Pe/P0)g(N)

P
f(N) AS0
AS1
N0 N P0
y _
y1 y1 (N, K)
_
y0 y1 y
y0 y0 (N, K)
Gambar 2.39b. Perubahan AS
akibat shift in production function

N0 N
Gambar 2.39a. Shift in production
function

PS. Agribisnis – FP UNUD II-36


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

c) Shift in labor demand :

(Pe/P0)g(N)

P
f1(N) AS0
f0(N) AS1
N0 N1 N P0
y _
y1 y (N, K)
y0
y0 y1 y
Gambar 2.40b. Perubahan AS
akibat shift in labor demand

N0 N1 N
Gambar 2.40a. Shift in labor demand

Static Equilibrium:

Pasar barang (IS) : y = c {y –t(y)} + i (r) + g


Pasar uang (LM) : M/P = l (r) + k (y) Demand
_
Production Function : y = y (N, K)
Labor market : P.f(N) = Pe.g(N) = p (P) g(N) Supply

P P

S (p'=0) S (p' =1)

D D

y y
(a) (b)
Gambar 2.41. Static equilibrium, model Keynesian (a)
dan model Classical (b)

PS. Agribisnis – FP UNUD II-37


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Reaction to demand disturbances (pasar barang dan pasar uang):

Misalnya karena i naik, p' < 1(Gambar 2.42): Pada Gambar 2.42a, ditunjuk-
kan bahwa pada r yang sama kenaikan i menyebabkan y naik dari y0 ke y1 sehingga
IS bergeser dari IS0 ke IS1. Kenaikan y membuat r naik agar l turun (IS1
memotong LM0), sehingga y turun dari y1 ke y2. Penurunan y menyebabkan i turun
pada IS1 sehingga r naik menjadi r3, dan pada r3 y adalah y3. Pada Gambar 2.42b,
jumlah N untuk menghasilkan output y0 adalah N0, dan untuk menghasilkan output
y3 adalah N3. Kenaikan harga dari P0 ke P3 menyebabkan upah nominal naik dari
W0 ke W3 sehingga N juga naik dari N0 ke N3.

r LM1 y
_
r1 y (N, K)
LM0 y3
r2
y0
r0
IS1
IS0
N0 N3 N
y0 y2 y1 y
P
W Pe3.g(N)
S0
Pe0.g(N)
P3
W3
P0
D1
W0
D0
P3 f(N)
P0 f(N)

y0 y3 y2 y N0 N3 N

Gambar 2.42a. Perubahan equilibrium Gambar 2.42b. Perubahan pada W


akibat perubahan pada dan N akibat
sisi demand perubahan y

Reaction to supply disturbances (labor market):

Penurunan y dari y0 ke y1, misalkan karena terjadinya penurunan efisiensi


dari E0 ke E1 seperti terlihat pada Gambar 2.43a. Sedangkan, penurunan y dari y1
ke y2 (pada Gambar 2.43b) karena penurunan marginal product of labor (MPL).

PS. Agribisnis – FP UNUD II-38


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

(Pe0g(N)

P
P0f0(N) S1
P0f1(N) S0
N2 N1 N P0
y _ D0
y0 y (N, K, E0)
y1 _
y2 y0 y
y2 y (N, K, E1)
Gambar 2.43b. Penurunan y karena
penurunan MPL

N2 N1 N

Gambar 2.43a. Perubahan equilibrium


akibat perubahan pada
sisi supply

Effect of Fiscal Policy (peningkatan pada g):

Pasar barang (IS) : y = c {y –t(y)} + i (r) + g


_
Pasar uang (LM) : M/P = m = l (r) + k (y)
_
Production Function : y = y (N, K)
Labor market : P.f(N) = p (P) g(N)
_
Total defferential: M mungkin tetap, tetapi P
Dari IS : dy = c'(1-t') dy + i' dr + dg berubah, misal dari P0 ke P3

_ _
Peruahan r karena
Dari LM : d(M/P) = - (M/P2) dP = l'dr + k'dy perubahan y (perubahan r
sepanjang LM)
_
dr = - (k'/l') dy – (M/P2l') dP

Perubahan r karena perubahan P (perubahan r


karena LM bergeser)

dP = perubahan P sepanjang kurva supply


dP = dP/dy s . dy (ini disubstitusi ke dr)
_

PS. Agribisnis – FP UNUD II-39


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

dr = - (k'/l') dy – (M/P2l') dP/dy s . dy


Kembali pada IS: dy = c'(1-t') dy + i' dr + dg
dy = c'(1-t') dy - i' (k'/l') dy – (M/P2l') dP/dy s . dy + dg
Sebelumnya:
1
dy = ------------------------- dg Sebagai tambahan
1 - c' (1 – t') + i'k'/l' karena ada P

Sekarang, dengan adanya P multiplier g menjadi lebih kecil:


1 1
dy = ----------------------------------------------------- dg = ---- dg
1 - c' (1 – t') + i'[(k'/l') + (M/P2l') dP/dy s] D

Menurut model classical (p' =1), supply curve vertikal, karena dP/dy s
sama dengan tak terhingga, sehingga 1/D sama dengan nol (karena D menjadi tak
terhingga). Ini berarti fiscal policy tidak mempengaruhi output. Sedangkan, pada
model Keynesian (p'=0), supply curve slopenya positif, dimana dP/dy s nilainya
kecil sehingga nilai 1/D menjadi besar. Artinya, fiscal policy mempengaruhi output.

_
Effect of Monetary Policy (peningkatan pada M):
_
Pasar uang (LM) : M/P = m = l (r) + k (y)
Total defferential :
_ _
- (M/P2) dP + dM/P = l'dr + k'dy
_ _
dr = - (k'/l') dy – (M/P l') dP + dM/Pl' (substitusi ke dy pada IS)
2

dy = c'(1-t') dy + i' dr + dg (dg =0)


_ _
dy = c'(1-t') dy + i' [- (k'/l') dy – (M/P2l') dP + dM/Pl']
_ _
dy = c'(1-t') dy - i' [(k'/l') + (M/P2l') dP/dy s ] dy + (i'/Pl') dM

Pengaruh perubahan jumlah


uang beredar terhadap investasi
i'/(Pl') _ i'/l'
dy = --------- dM atau dy = ------ dm
D D
_
dengan D =1 - c' (1 – t') + i'[(k'/l') + (M/P2l') dP/dy s]

PS. Agribisnis – FP UNUD II-40


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Perlatihan:
1. Basic GNP Identity merupakan konsep dasar perhitungan pendapatan nasional.
Bagimana pendapatan nasional dihitung menurut konsep tersebut ? Apa
syaratnya agar pendapatan nasional yang diperoleh dari hasil perhitungan
tersebut merupakan pendapatan nasional equilibrium ?
2. Sebut dan jelaskan komponen-komponen pasar barang serta jelaskan secara
grafis bagaimana equilibrium pasar barang tercapai ! Sebut dan jelaskan
komponen-komponen pasar uang serta jelaskan secara grafis bagaimana
equilibrium pasar uang tercapai !
3. Jelaskan secara grafis pengaruh kenaikan pengeluaran pemerintah, penurunan
pajak, dan kenaikan jumlah uang beredar terhadap permintaan agregat !
Bagaimana pengaruh masing-masing perubahan tersebut terhadap komposisi
pendapatan nasional ?
4. Fiscalist berpendapat bahwa kebijakan fiskal paling efektif, sebaliknya
Monetarist berpendapat bahwa kebijakan moneter paling efektif. Asumsi-
asumsi apa yang dipakai oleh masing-masing kubu ekonom tersebut jelaskan
secara grafis !
5. Apa yang dimaksud efek moneter dari kebijakan fiskal ? Bagaimana pengaruh
dari efek tersebut bila kebijakan fiskal dilakukan ?
6. Permintaan tenaga kerja agregat dan penawaran tenaga kerja agregat
diturunkan dari teori ekonomi mikro. Teori ekonomi mikro apa yang dipakai
dan bagaimana masing-masing fungsi tersebut diturunkan ?
7. Bagaimana pendapat Classical dan Keynesian tentang tingkat harga yang
diharapkan ? Bagaimana pengaruhnya terhadap penawaran agregat ?
8. Bagaimana pengaruh kebijakan fiskal dan kebijakan moneter pada
perekonomian yang terdiri atas pasar barang, pasar uang,pasar tenaga kerja,
dan fungsi produksi. Jelaskan jawaban saudara secara grafis !

Pustaka:
1. Branson, William, 3 th edition. Macroeconomic Theory and Policy. Harper and
Row Publisher, N.Y.
2. Dornbusch, R. and S. Fischer, 4th edition. Macroeconomics. JMC Press Inc.,
Q.C.
3. Soediyono, Edisi 1. Ekonomi Makro: Analisa IS-LM dan Permintaan-Penawaran
Agregatif. Liberty, Yogyakarta.

PS. Agribisnis – FP UNUD II-41


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

4. Wijaya, Faried, Edisi 2. Ekonomika Makro, Aneka Model Baku. BPFE,


Yogyakarta.

PS. Agribisnis – FP UNUD II-42


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Komponen
3 Ekonomi Makro

Pada bab ini akan dibahas teori konsumsi, permintaan investasi, dan
permintaan uang dan bunga.

3.1. Teori Konsumsi

Fungsi konsumsi menurut Keynes dapat dilukiskan pada Gambar 3.1.


Dalam jangka pendek (in the short-run), average propensity to consume, c/y
menurun (semakin landai) bila y meningkat, sedangkan MPC (slope atau
kemiringan fungsi konsumsi) adalah tetap. Marginal propensity to consume lebih
kecil dari average propensity to consume (MPC < APC), dimana MPC adalah slope
fungsi konsumsi, c = c(y) yang selalu lebih landai dari garis APC. Orang yang
berpendapatan tinggi, proporsi konsumsinya rendah karena sebagian besar
pendapatannya untuk tabungan (saving).

c = c(y)
c1
c0

0 y0 y1 y
Gambar 3.1. Fungsi konsumsi Keynes

PS. Agribisnis – FP UNUD III-1


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Berdasarkan Keynes' consumption function akan muncul keadaan stagnation


hiesis.
y = c + i + g atau 1 = c/y + i/y + g/y
Persamaan di atas menunjukkan condition for equilibrium growth of real output.
c/y menurun bila y naik, sehingga agar tetap equilibrium i/y atau g/y harus naik
apabila y naik, dan yang paling dapat diterima g/y yang harus naik. Oleh karena-
nya, g harus naik lebih cepat dari y.
Pada Simon Kuznets' consumption function, dalam jangka pendek c/y tidak
menurun, melainkan c/y berada di bawah rata-rata pada waktu boom dan di atas
rata-rata pada waktu slump. Hal ini dapat diilustrasikan pada Gambar 3.2 berikut.

LR function
MPC = APC

SR function (MPC<APC)

_ y
0 y
Gambar 3.2. Fungsi konsumsi jangka panjang dan
jangka pendek

Pengamatan historis sampai dengan tahun 1940-an, bahwa:


(1) Cross-sectional budget studies menunjukkan s/y (average propensity to save)
naik bila y naik, dan berasarkan cross-sectional data MPC < APC.
(2) Short-run data menunjukkan, c/y lebih kecil dari rata-rata selama tahun-tahun
boom dan lebih besar rata-rata pada tahun-tahun slump, dan dalam jangka
pendek MPC < APC.
(3) Dalam jangka panjang tidak ada kecenderungan c/y berubah, dan MPC =
APC.
Terdapat 3 (tiga) teori konsumsi, yaitu: (1) Ando-Modigliani: The life cycle
hypothesis; (2) Friedman: The permanent income hypothesis; (3) Duesenberry:
The relative income hypothesis.
Prinsip dasar teori konsumsi adalah fungsi konsumsi sepanjang hidup:
u = u (c0, ..., ct, ..., cT)

PS. Agribisnis – FP UNUD III-2


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

dengan:
u = utility
c = real consumption
T = umur harapan hidup (expected life)
T yt T ct
Maximize u = u (c0, ..., ct, ..., cT) subject to  -------- =  --------
0 (1+r)t 0 (1+r)t
T yt
 -------- = Present value of income stream (aliran pendapatan 0 - T)
0 (1+r)t

T ct
 -------- = Present value of consumption (adalah nilai sekarang dari konsumsi
0 (1+r)t semenjak lahir sampai mati)

Untuk penyederhanaan, analisis dilakukan untuk dua periode waktu sebagai


berikut:
Maximize : u = u(c0, c1)
subject to : y0 + y1/(1+r) = c0 + c1/(1+r)
Pada Gambar 3.3. garis tebal menggambarkan income stream, pendapatan
riel pada periode 0 dan periode 1. Pendapatan pada suatu periode dapat dipinjam-
kan untuk periode lain (bila lebih). Misalkan di A, pendapatan periode 0 adalah y0
dan periode 1 adalah y1, dan katakanlah pada periode 0 ada kelebihan pendapatan
atas konsumsi.
s0 = y0 – c0 adalah saving pada periode 0
s1 = -(1+r) s0 adalah dissaving (dibelanjakan) pada periode 1
= y1 – c1
s1/s0 = - (1+r)s0 /s0 = (y1-c1)/(y0-c0)
y1-c1 = -(1+r) (y0-c0)

Mengurangi konsumsi pada periode 0 sebesar s0 = y0 – c0 memungkinkan


konsumen mengkonsumsi lebih besar dari pendapatannya sebesar (1+r) s0 pada
periode 1. Konsumen dapat mempertukarkan pendapatannya y0, y1 untuk
memenuhi konsumsi c0, c1 sepanjang budget constraint yang memiliki slope –(1+r).
Hal ini diilustrasikan pada Gambar 3.3.
Selanjutnya, maximize: u = u(c0, c1) subject to y0 + y1/(1+r) = c0 +
c1/(1+r) dapat dipecahkan secara grafis (Gambar 3.4.).

PS. Agribisnis – FP UNUD III-3


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Periode 1

y1+(1+r)y0

A
y1

0 y0 y0+y1/(1+r) Periode 0
Gambar 3.3. Kasus konsumsi dua periode

Income stream di A adalah y0, y1, dan consumption di B: c0, c1 dimana


konsumen memperoleh utility, u terbesar MRS = (1+r). Bila income naik (periode
0, periode 1, atau keduanya) naik maka present value of income naik sehingga
budget line bergeser yang mengakibatkan konsumsi naik (barang tersebut bukan
barang inferior).

Periode 1

y1+(1+r)y0

y1 A
c1 B u2
u1
u0
0 y0 c0 y0+y1/(1+r) Periode 0
Gambar 3.4. Max utility pada kasus konsumsi dua periode.

Implikasinya, adalah (a) kenaikan pendapatan pada suatu periode tdak


hanya menaikkan konsumsi pada periode tersebut tetapi menyebabkan kenaikan
konsumsi pada semua periode: y0 naik maka c0 naik, demikian pula c1; (b)
hubungan antara present value of income stream dan current consumption: ct
=f(PVt); f'>0 dengan PVt =  yt / (1+t)t
Intertemporal consumption model :
u = u (c0, ..., ct, ..., cT) adalah fungsi konsumsi sepanjang hidup dengan beberapa

PS. Agribisnis – FP UNUD III-4


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

asumsi:
(1) u(c) = ln c
u'(c) = 1/c, yang berarti bila c naik maka u naik
u"(c) = -1/c2, yang berarti kenaikan u semakin lama semakin menurun
(2) utility function additively seperable overtime. MU independent terhadap
konsumsi pada periode lain.
(3) Future utility didiscount dengan discount rate yang sifatnya subjective, ;
dalam hal ini menikmati sekarang lebih disukai daripada utility besok.

Utility function :
ln c1 ln ct ln cT
u = ln c0 + -------- + ... + ---------- + ... + -----------
1+ (1 + )t (1 + )T
T ln ct
u =  --------
0 (1+)t

Intertemporal budget counstraint :


c1 cT y1 yT
c0 + -------- + ... + ----------- = y0 + --------- + ... + -----------
1+ (1 + )T (1 + ) (1 + )T
T ct T yt
 -------- =  --------
0 (1+)t 0 (1+)t

T ln ct T ct T yt
Maximize:  --------- ; subject to :  -------- =  --------
0 (1 + )t 0 (1+r)t 0 (1+r)t

Langrangean Function :
T ln ct T yt T ct
Maximize L =  -------- +   -------- -  ---------
0 (1+)t 0 (1+ r)t 0 (1+ r)t
First order condition :
L/c0 = 1/c0 -  = 0
L/ct = 1/(1+)t . 1/ct - /(1+ r)t = 0
.
.
.
L/cT = 1/(1+)T . 1/cT - /(1+ r)T = 0

PS. Agribisnis – FP UNUD III-5


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

T yt T ct
L/ =  -------- -  -------- = 0
0 (1+ r)t 0 (1+ r)t
ct 1+r
---- = ( ------ ) t

c0 1+
ct 1+r 1+r
------ = --------- atau ct = (-------) ct-1
ct-1 1+ 1+
u'(ct) 1+
--------- = ---------
u'(ct-1) 1+r

Rasio MU dari konsumsi pada 2 periode yang berurutan sama dengan rasio
antara discount rate konsumen dengan discount rate pasar.
Implikasinya,
ct 1+r
(1) ---- = ( ------ ) t

c0 1+
Bila r > , berarti consumption dari waktu ke waktu meningkat, dimana r
menggambarkan penerimaan atas saving dan  menggambarkan kerugian
karena menunggu mengkonsumsi.

ct

r>

r=

r<
TIME
0 T
Gambar 3.5. Perubahan konsumsi (naik, tetap, turun)
tergantung pada r dan 

ct 1+r
(2) ---- = ( ------ ) t , ct dapat diperkirakan bila c0 diketahui
c0 1+

PS. Agribisnis – FP UNUD III-6


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

(3) ct/(1 + r)t = c0/(1 + )t


T ct T yt
 -------- =  -------- = PV0
0 (1+r)t 0 (1+r)t
T ct
c0 +  -------- = PV0
1 (1+r)t

T c0
c0 +  -------- = PV0
1 (1+)t

T 1
c0 (1 +  -------- = PV0
1 (1+)t

c0 = [ 1/ {1 +  (1/(1 + )t}] PV0


Pada  tertentu konsumsi proportional terhadap PV of income stream
(4) Slope dari consumption path tergantung pada besarnya relatif r terhadap .
(5) Sepanjang optimal consumption path, ct-1 adalah estimate yang baik untuk ct.
(6) Konsumsi pada setiap periode waktu proportional terhadap PV of income
stream pada periode yang bersangkutan.

3.1.1 Ando-Modigliani: The Life Cycle Hypothesis

Menurut hipotesis ini income seseorang relatif rendah pada awal dan akhir
hidupnya, seperti kurva y pada Gambar 3.6. Konsumsi sepanjang hidupnya
diusahakan tetap atau sedikit meningkat seperti garis c. Kedudukan seseorang
pada awal dan akhirnya adalah sebagai peminjam. Selama pertengahan hidupnya
menabung untuk menutup hutang-hutangnya.

y, c y-c = s (saving)

y
c

meminjam

0 T (umur manusia)
Gambar 3.6. Life-cycle Ho of consumption

PS. Agribisnis – FP UNUD III-7


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Apabila hipotesis ini benar maka bila diambil sampel konsumen dari suatu
populasi secara random, dan kemudian dikelompokkan menurut tingkat penda-
patannya: (a) kelompok pendapatan tinggi akan terdiri atas orang-orang yang
berada pada pertengahan hidup yang memiliki c/y relatif rendah; (b) kelompok
pendapatan rendah akan terdiri atas orang-orang yang berada pada akhir hidup
yang memiliki c/y tinggi. Konsumsi pada suatu periode tidak banyak berbeda
dengan konsumsi pada periode lain. Untuk konsumen i bila PVi naik maka cti naik
secara proporsional sehingga konsumsi menurut Ando-Modigliani dapat dituliskan
sebagai:
cti =ki(PVti ); 0 < ki < 1
ki adalah bagian (proporsi bukan fungsi) dari PV yang akan dikonsumsi pada
periode t yang besarnya tergantung pada utility konsumen (kelengkungan
indifference curve, interest rate (r) dan personal discount rate (). Dengan
demikian, besarnya ki berbeda untuk tiap-tiap individu, bila seseorang itu irit maka
nilai ki kecil, dan bila boros maka ki besar.
Bila distribusi penduduk menurut umur dan pendapatan relatif tetap dan
selera antara konsumsi sekarang atau yang akan datang relatif stabil dapat
dituliskan aggregate consumption function sebagai berikut:
ct = k (PVt)
Untuk menduga fungsi konsumsi ini, persoalannya adalah bagaimana
mengukur PV karena berkaitan dengan expected income. Menurut Ando-Modigliani,
income dapat berupa labor income yL dan property income yP.
T y Lt T yPt
PV0 =  -------- +  --------
0 (1+r)t 0 (1+r)t
Bila pasar asset efisien maka dapat diasumsikan nahwa PV dari pendapatan
asset sama dengan nilai asset itu sendiri pada awal periode.
T y Pt
 -------- = a0
0 (1+r)t
a0 = kekayaan RT pada awal periode
Selanjutnya, dibedakan antara known labor income (pendapatan dari
bekerja saat sekarang) dan unknown labor income (pendapatan dari bekerja yang
akan datang).

PS. Agribisnis – FP UNUD III-8


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

T y Pt
PV0 = y L0 +  -------- + a0
1 (1+r)t
Unknown labor income atau expected labor income yLt, ..., yLT berkaitan dengan
variabel yang dapat diamati.
Asumsi ada average expected labor income pada waktu 0, ye0 sehingga
1 T y Lt
y 0 = --------  ---------
e

T – 1 1 (1+r)t

T y Lt
 ---------- = (T-1) ye0
1 (1+r)t
PV0 = y L0 + (T-1) ye0 + a0; dengan y L0 = known labor income, (T-1) ye0 = unknown
labor income, dan a0 = asset.
Diasumsikan average expected labor income adalah kelipatan dari present
labor income:
y e 0 =  y L0 ;  > 0
PV0 = y L0 + (T-1)  y L0 + a0
= {1+  (T-1)}y L0 + a0
c0 = k {1+  (T-1)}y L0 + k a0 ; karena c0 = k (PV0) dan k a0 adalah intercept

Contoh: ct = 0,7 y Lt + 0,06 a0


Bila T = 45 tahun, MPCL = 0,7 dan MPCa = k = 0,06 maka diperoleh  = 0,25.
Secara grafis hal ini dapat dilukiskan pada Gambar 3.7.

LR (slope = 1)

SR (slope = 0,7)

kat

0 yL
Gambar 3.7. Estimasi fungsi konsumsi:
Ando-Modigliani

PS. Agribisnis – FP UNUD III-9


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Bila asset tetap (in the short run), consumption bergerak sepanjang short
run consumption function. Dalam long run, asset naik karena adanya tabungan,
dan consumption function bergeser ke atas.
ct y Lt at
------ = 0,7 ------- + 0,06 -------
yt yt yt

ct yL t at
------ tetap bila ------- dan ------- tetap (bila konsumsi bergerak sepanjang trend)
yt yt yt

Kesimpulannya:
In the short run : c/y turun bila y naik, MPC < APC
In the long run : c/y tetap, MPC = APC

3.1.2 Friedman: The Permanent Income Hypothesis

ci = fi (PVi); f' > 0


yip = r.PVi
yip = permanent income individu i
r = rate of return
Konsumen berusaha membelanjakan pendapatannya untuk konsumsi secara
merata, berarti memberikan permanent consumption, cip, yang proporsional
terhadap yip
cip = kiyip
ki (adalah rasio cip terhadap yip) tergatung pada (a) interest rate (return on saving),
(b) selera kensumen (level utility function) dan (c) variability expected income.
Bila faktor-faktor ini tidak berkaitan dengan income dapat diasumsikan
bahwa ki sama untuk semua kelas pendapatan atau sama dengan rata-rata
populasi,
_ _ _
k. Untuk semua kelas pendapatan dapat dituliskan cpi = kypi (rata-rata setiap
kelas pendapatan, i = kelas).
Pendapatan individu i dituliskan sebagai: yi = yip + yit ; (yit adalah
transitory income individu i, yit dapat bernilai > 0, < 0 atau = 0 yang meng-
gambarkan deviasi dari atau komponen random dari income stream).

PS. Agribisnis – FP UNUD III-10


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Konsumsi individu i: dapat dituliskan sebagai ci = cip + cit; (cit adalah


transitory consumption individu i dapat bernilai > 0, < 0 atau = 0, yang meng-
gambarkan deviasi dari cip komponen random dari permanent consumtion.
Asumsinya adalah:
(1) Tidak ada korelasi antara yip dan yit ; yt random component yp dengan
covariance yip dan yit atau cov (yip, yit) = 0. Untuk cross sectional budget study
dapat dikemukakan sebagai berikut. Pada rata-rata income,
_ _ _ _ _ _
yt = 0, maka y = yp. Untuk di atas rata-rata income, y t > 0, maka y > yp.
i

_ _ _
dan, untuk di bawah rata-rata income, yit < 0, maka y < yp.
(2) Tidak ada hubungan antara cip dan cit sehingga ct random component cp
dengan cov (cip, cit) = 0.
(3) Tidak ada hubungan antara cip dan yit sehingga kenaikan income karena
fluktuasi transitory tidak mempengaruhi konsumsi. Consumption yang dimaksud
adalah penggunaan (bukan pembelian) barang-barang dapat tahan lama
(durable goods) ditambah dengan pembelian non durable goods. Transitory
income adalah income untuk pembelian durable goods. Dari asumsi (2) dan (3)
_
dapat dikemukakan, bahwa untuk setiap kelas pendapatan cit = 0 sehingga
_ _
c = cip, dimana average permanent consumption adalah population average.
i

_ _ _
Kelompok pendapatan di atas rata-rata yit > 0 sehingga yi > yip. Untuk semua
kelas pendapatan,
_ _ _ _ _ _
maka c p = k y p. Karena c t = 0 maka c = cip sehingga secara keseluruhan
i i i i

dapat digabungkan menjadi:


_ _ _ _
ci = cip = k yip
_ _ _ _ _ _ _
Kelompok pendapatan di atas rata-rata, ci = cip tetapi yi>yip dan ci/yi < k.
_ _ _ _ _ _ _
Kelompok pendapatan di bawah rata-rata, ci = cip tetapi yi > yip dan ci/yi < k.
Secara grafis hal ini disajikan pada Gambar 3.8. Garis AB pada Gambar 3.8.
adalah cross sectional consumption function dengan MPC < APC, sedangkan k
adalah permanent consumption function dengan MPC = APC.

PS. Agribisnis – FP UNUD III-11


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

c _
k
SR c fn
ci=cpi A
c=cp
cj =cpj B yti>0
ytj<0

yj ypj y=yp ypi yi y

Gambar 3.8. Fungsi konsumsi Friedman

Selanjutnya, pada Gambar 3.9. ditunjukkan pergerakan perekonomian dari


suatu periode ke periode. Dalam jangka pendek (SR), MPC < APC, sedangkan
dalam jangka panjang (LR), MPC = APC.

c _
k
SR c fn
c1
c0
c2 yt1>0
yt2<0

y2 yp2 y0 yp1 y1 y

Gambar 3.9. Fungsi konsumsi Friedman: pergerakan secara


siklus

Jelas bahwa menurut Ando-Modigliani: ct = k {1+  (T-1)} yLt + k at


dengan at sebagai shifter. Sedangkan menurut teori Friedman konsumsi permanen
tahun sebelumnya (cpt-1) sebagai penggeser (shifter). Teori yang mengadopsi teori
sebelumnya (addaptive expectation model), bahwa permanent consumption
merupakan bagian dari permanent income.
ypt = yt-1 +  (ypt-1 - yt-1); 0 <  < 1
ypt = (1 - ) yt-1 +  ypt-1
cpt = k (1-) yt-1 + k  ypt-1
cpt = k (1- ) yt-1 +  cpt-1

PS. Agribisnis – FP UNUD III-12


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Rational Expectation (Hall) :


u = ln c; u' = 1/c
1+
u'(ct+1) = ( ------- ) u'(ct)
1+r

1+r
ct+1 = ( -------) ct
1+
ct berasal dari permanent income karena pada waktu memilih ct konsumen telah
mempertimbangkan permanent incomenya. Bila konsumen rasional maka:
1+r
cpt+1 = (--------) ct
1+
adalah expected value dari permanent consumption karena transitory consumption
adalah variabel random yang expected value-nya sama dengan nol, dan
1+r
cpt+1 = (--------) ct + ctt adalah rational expectation.
1+
ct+1 =  cpt + k(1- ) yt + ctt (teori konsumsi Friedman). yt muncul karena asumsi
addative expectation model. Hall membuktikan bahwa koefisien yt tidak signifikan.

Prinsip dasar teori konsumsi:


T ln ct
Maximize:  --------
0 (1+)t
T ct T yt
subject to:  -------- =  --------
0 (1+)t 0 (1+)t

Berdasarkan prinsip teori konsumsi tersebut, bahwa konsumsi sekarang dapat


dilakukan dengan meminjam dan dikembalikan pada masa yang akan datang, dan
tingkat bunga (r) menabung sama dengan tingkat bunga (r) meminjam.
Liquidity constraint model, bahwa konsumen dihadapkan pada liquidity
constraint: bank tidak bersedia memberikan pinjaman untuk konsumsi yang
pengembaliannya dibayar dengan in income di masa yang akan datang (uncertainty
of future income and default risk); bank menetapkan credit limit; dan pinjaman
hanya untuk barang-barang yang tidak habis satu kali konsumsi (durable goods).

PS. Agribisnis – FP UNUD III-13


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Budget contraint menurut liquidity constraint model :


cit  yit + ait
dengan yit adalah current income dan ait adalah current asset.
ct = 0 yt + 1at; 0, 1< 1
Pada Gambar 3.10. dapat ditunjukkan, bahwa sampai dengan titik A konsumsi
mengikuti liquidity constraint model. Selanjutnya, konsumsi mengikuti life cycle
hypothesis.

y, c

A c

0 t
Gambar 3.10. Konsumsi mengikuti liquidity const
model dan the life cycle Ho

3.1.3 Duesenberry: The Relative Income Hypothesis

Hypothesis 1: U = U (c0/R0, ... , ct/Rt, ... , cT/RT)


Dengan u adalah utility, c adalah konsumsi individu yang
bersangkutan, dan R adalah konsumsi anggota masyarakat lainnya.
Seseorang yang incomenya di bawah rata-rata, maka c/y lebih
besar. Sedangkan seseorang yang incomenya di atas rata-rata,
maka c/y lebih kecil. Dalam keadaan ini MPC < APC.
Selanjutnya, bila income tumbuh sepanjang trend distribusi relative
dari income stable, maka c/y tetap dan MPC = APC.

Hypothesis 2: Konsumsi sekarang tidak hanya dipengaruhi oleh income absolut dan
income relative sekarang tetapi juga oleh tingkat konsumsi yang
tercapai pada periode sebelumnya.
s/y = a0 + a1 y/ y
dengan s/y adalah real disposable income dan y/y adalah previous
peak income.

PS. Agribisnis – FP UNUD III-14


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

c/y = 1 – s/y
c/y = (1- a0) – 1a1 y/y
c = (1 – a0) y – a1 y2/y
MPC = c/y = (1-a0) – 2a1y/y
MPC < APC
In the long-run: y/y konstan, maka c/y konstan akibatnya MPC =
APC. Kombinasi perilaku SR dan LR menghasilkan Ratchet Effect.
Artinya, bila income turun maka konsumsi turun tetapi tingkat
penurunan konsumsi masih lebih rendah dari tingkat kenaikan
konsumsi bila income meningkat sepanjang trend (lihat Gambar
3.11)

LR fn

c1 c1
c1

c0 c0
c0

y0 y1 y
Gambar 3.11. Efek ratchet akibat kombinasi perilaku
SR dan LR consumption function

3.2. Teori Investasi

3.2.1 Kriteria Present Value untuk Investasi

Permintaan investasi diperoleh dengan menjumlahkan semua rencana


investasi yang PV > 0 diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil.
PDVt = - C + Rt + (Rt+1)/(1+r) + (Rt+2)/(1+r)2 + … + (Rt+n)/(1+r)n

dengan C adalah cost of the project dan R adalah the stream of net return.
Rational of PV criterion:
1. Pemilik perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan utility: U = U (c0, c1, ..., ct,
...cT) dengan ct adalah real consumption dari 0 – T.

PS. Agribisnis – FP UNUD III-15


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

2. Untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar pada suatu periode, pemilik
perusahaan harus mengorbankan pendapatannya pada periode yang lain:
0 =  (y0, y1, ..., yt, ...yT) adalah income possibility curve (IPC).
3. Pemilik perusahaan harus memilih set pendapatan tertentu agar tercapai utility
maksimum.
Untuk 2 (dua) periode (periode 0 dan periode 1), ditunjukkan pada
Gambar 3.12:
IPC : 0 =  (y0, y1)
Total defferential: 0 = (/y0) dy0 + (/y1) dy1
dy1/dy0 = -(/y0)/(/y1) adalah Marginal Rate of Transformation (MRT)
merupakan tambahan pendapatan pada periode 1 untuk setiap unit pendapatan
pada periode 0 yang digunakan untuk kegiatan produktif. MRT adalah slope pada
IPC. Bila tingkat bunga (r), maka y0A dan y1A adalah aliran income yang
memberikan present value (PV) terbesar (kriteria ke-2) karena bersinggungan
dengan budget line. MRT sebesar – (1+r).

Periode 1

y1A+(1+r)y0A

IPC

y1A A
Budget line

Periode 0
y0A y0A+y1A/(1+r)

Gambar 3.12. The "income possibility curve"

Kriteria ketiga ditunjukkan pada Gambar 3.13. Untuk dua periode, fungsi
utility: U = U (c0, c1). Total defferential: 0 = (U/c0) dc0 + (U/c1) dc1
dc1/dc0 = -(U/c0)/(U/c1) adalah Marginal Rate of Substitution (MRS) merupakan
tambahan konsumsi pada periode 1 untuk setiap unit konsumsi yang dikorbankan
pada periode 0. Pada Gambar 3.13. ditunjukkan bahwa pada titik A adalah income
stream yang terbesar, tetapi utility maksimal dicapai pada titik B, yaitu pada saat
utility curve (U1) menyinggung budget line. Pemilik perusahaan mentransformasi

PS. Agribisnis – FP UNUD III-16


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

aliran income pada titik A dalam memaksimalkan utilitynya pada kemungkinan


tertinggi indifference curve, dimana MRS adalah slope dari u yang besarnya sama
dengan – (1+r), yaitu pada titik B.

Peiode 1

y1 A
B U2
c1 U1

U0
y0 c0 Periode 0
Gambar 3.13. The invesment and
consumption decisions.

Kegiatan produksi dan konsumsi yang menghasilkan utility maksimum:


MRT = -(1+r) = MRS. Intercept of the budget line pada periode 0 adalah PV of the
y0, y1 income stream: PV0 = y0 + y1/(1+r), lihat Gambar 3.12. Untuk memak-
simumkan utility, maka pemilik perusahaan harus memaksimumkan PV of income
stream:
PDVt = - C + Rt + (Rt+1)/(1+r) + (Rt+2)/(1+r)2 + … + (Rt+n)/(1+r)n

Agar tercapai PV maksimum, perusahaan harus melakukan investasi pada semua


proyek yang PV > 0 (lihat Gambar 3.14).

PV/c

r2
r1
r0
…….

i0 i1 i2 i
Gambar 3.14. Ranking proyek pada berbagai
PV yang dihasilkan

PS. Agribisnis – FP UNUD III-17


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

3.2.2 Marginal Efficiency of Invesment

Marginal efficiency of invesment (MEI) adalah interest rate yang


memberikan PV sama dengan nol, merupakan kriteria lain untuk keputusan
investasi yang diberikan oleh Keynes;
0 = - C + Rt + (Rt+1)/(1+m) + (Rt+2)/(1+m)2 + … + (Rt+n)/(1+m)n
dengan m adalah MEI. Gambar 3.15. menunjukkan kriteria MEI. Proyek-proyek
investasi diurutkan menurut besarnya MEI dari yang besar ke yang kecil. Kurve m
menunjukkan permintaan investasi, yang berlawanan dengan kurva supply dana, r
menentukan tingkat equilbrium investasi pada i0 seperti terlihat juga pada Gambar
3.14. Sebelah kiri i0 semua proyek memberikan PV > 0. Bila r meningkat berarti
supply dana meningkat. Peningkatan internal profit dalam perusahaan
menyebabkan dana internal meningkat. Tetapi peningkatan profit mendorong
peningkatan investasi sehingga mendorong/menggeser kurva supply dana ke atas.

m, r (persen)

m
r

i0 i
Gambar 3.15. The "marginal efficiency of
invesment" criterion

3.2.3 Kriteria PV dan MEI

Misalkan, terdapat dua proyek investasi dan keduanya memerlukan biaya, C


sama dengan 1 (US $1). Kedua proyek memberikan pengembalian (return) sama
dengan nol pada periode 1. Proyek I memberi return 0 pada periode 2 dan 4 pada
periode 3. Sedangkan proyek II memberi return 2 pada periode 2 dan 1 pada
periode 3. Informasi ini leboh jelasnya ditunjukkan pada Tabel 3.1.

PS. Agribisnis – FP UNUD III-18


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Tabel 3.1. MEI dan PV


Proyek Cost R2 R3 m PV
r=0 r=1
I 1 0 4 1 3 0
II 1 2 1 1.414 2 0.25

Menghitung m,
Proyek I : 0 = - 1 + 0 + (0)/(1+m) + (4)/(1+m)2, sehingga m = 1
Proyek II : 0 = - 1 + 0 + (2)/(1+m) + (1)/(1+m)2 , sehingga m = 1,414
dengan memindahkan –1 ke sebelah kiri sama dengan dan mengalikan kedua sisi
dengan (1+m)2.
Menghitung PV,
Pada r = 0:
Proyek I : PV = - 1 + 0 + (0)/(1+0) + (4)/(1+0)2 = 3
Proyek II : PV = - 1 + 0 + (2)/(1+0) + (1)/(1+0)2 = 2
Pada r = 1:
Proyek I : PV = - 1 + 0 + (0)/(1+1) + (4)/(1+1)2 = 0
Proyek II : PV = - 1 + 0 + (2)/(1+1) + (1)/(1+1)2 = 0.25
Dari hasil perhitungan MEI dan PV maka dapat disimpulkan bahwa menurut kriteria
MEI, proyek II lebih menguntungkan daripada proyek I, sedangkan menurut
kriteria PV besarnya PV tergantung pada r (pada r =0: PVI > PVII dan pada r=1:
PVI < PVII).

3.2.4 Equilibrium Capital Stock

Fungsi produksi secara umum:


y = y(N, K); dengan (y/N) > 0 dan (y/K) > 0
Dalam keadaan equilibrium:
y/K = C/P = c (real cost of capital stock)
P. y/K = C

R/K = C/K

R/K adalah tambahan R untuk setiap unit tambahan K, sedang C/K adalah
tambahan C untuk setiap unit tambahan K.

PS. Agribisnis – FP UNUD III-19


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Asumsinya: fungsi produksi berbentuk fungsi produksi Cobb-Douglas


(Charles W. Cobb dan (Senator) Paul H. Douglas):
y = a K N1-
y/K =  a K-1 N1- =  a K N1-/K = y/K
Dalam keadaan equilibrium:
y/K = y/K = C/P
Equilibrium K, KE = y/(C/P)
Selanjutnya, KE = KE (y, C, P)
dengan  KE/P > 0;  KE/y > 0; dan  KE/C < 0

3.2.5 Permintaan Investasi (Invesment Demand)

Ditegaskan, bahwa:
ig = in + ir
dengan ig adalah gross invesment, in adalah net invesment, dan ir adalah
replacement (penyusutan).
in =  KE
ir =  K dengan  adalah depreciation rate.
Selanjutnya,
ig =  KE +  K
Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas, in =  KE =  [y/(C/P)], sehingga:
ig =  [y/(C/P)] +  K
Bila C/P konstan, in = (P/C) y maka net invesment tergantung pada y. in =
(P/C) y adalah accelerator principle artinya naiknya pendapatan nasional akan
mempercepat investasi.

3.2.6. Biaya Kapital (cost of capital)

C = r PI + PI – dPI/dt

dengan PI adalah harga pembelian mesin, r PI adalah opportunity cost of fixed


capital, PI adalah penyusutan, dan dPI/dt adalah perubahan harga mesin (capital
gain).

PS. Agribisnis – FP UNUD III-20


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

C = PI [r+  – (dPI/dt)/PI]
.
C = PI (r+  – PI)
.
dengan (dPI/dt)/PI adalah proportional capital gain, ini sama dengan PI (perubahan
harga mesin tetapi dalam persen dan dalam keadaan normal nilainya kecil sehingga
dapat diabaikan). Selanjutnya, persamaan dapat ditulis sebagai:
C = PI (r+ )
dengan r adalah weighted average of r (rata-rata tertimbang dari interest rate).
Selanjutnya,
r = rI (internal funds/total invesment) + rD (bond issue/total invesment) +
rE (equity issue/total invesment)
dengan rI adalah the opportunity cost of lending the firm's retained earnings, dan
rD adalah an established bond rate such as Moody's Aaa corporate bond rate, dan
rE adalah average earnings-price ratio on corporate equity, internal funds adalah
modal sendiri, bond issue adalah menjual obligasi, dan equity issue adalah menjual
saham.

3.2.7 Invesment Demand Function

i = i (r, y); (i/r) < 0 dan (i/y) < 0


IS : s{y-t(y)} + t(y) = i (r, y) + g
Perubahan yang terjadi, pada saat r turun (r0 ke r1), maka i naik dan
menyebabkan product market equilibrium y pindah dari y0 ke y1. Perubahan
tersebut terjadi sepanjang kurva IS0. Selanjutnya, pada saat r turun, invesment
demand curve yang diikuti tidak lagi i(y0)+g tetapi i(y1)+g (investasi meningkat)
yang akhirnya y meningkat lebih tinggi menjadi y1'. Jadi, y lebih responsif terhadap
perubahan r. Kurva IS menjadi lebih landai, IS1 (lihat Gambar 3.16).
Dengan i = i (r) product market equilibrium condition adalah:
y = c{y-t(y) + i (r) + g
dy = c'(1-t') dy + i' dr
and dr/dy IS = {1- c'(1-t')}/i' adalah slope kurva IS. Bila MPC atau c'(1-t') positif
misalnya 0.6 dan i'<0 maka slope kurva IS adalah negatif. Ini berarti perekonomian
dalam kondisi stabil.
Selanjutnya, dengan i = i (r, y) kondisi product market equilibrium menjadi:

PS. Agribisnis – FP UNUD III-21


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

y = c{y-t(y) + i (r, y) + g
dy = c'(1-t') dy + (i/r) dr + (i/y) dy; dg =0
sehingga slope kurva IS menjadi:
dr/dy IS = {1- c'(1-t') - i/y}/(i/r)
Selama i/y positif maka slope ini lebih kecil daripada slope sebelumnya (kurva IS
lebih landai). Tetapi, bila penjumlahan c'(1-t') + i/y lebih besar dari 1 maka 1-
c'(1-t') - i/y menjadi negatif, sehingga slope IS menjadi positif. Bila ini terjadi,
maka perekonomian menunjukkan kondisi tidak stabil.

Kwadrant II r Kwadrant I

r0 (r0, y0)

r1 (r1, y1) (r1, y'1)


i(y1)+g IS1
i(y0)+g IS0
i+g g y
0 y0 y1 y'1

45o
(i+g) = (s+t) s+t

Kwadrant III s+t Kwadrant IV


Gambar 3.16. Modifikasi pada kurva IS: i = i(r, y)

3.2.8 Effect of Fiscal Policy

Pada i = i (r), maka bila g naik, r meningkat dan akibatnya i menjadi turun.
Sedangkan, pada i = i (r, y), maka bila g naik, r naik (i turun) dan y naik (i naik),
tetapi naik turunnya i ini tergantung besarnya pengaruh antara r dan y terhadap i.
Jika pengaruh y terhadap i lebih besar daripada r, maka i akan naik.
Iso invesment dapat ditunjukkan pada Gambar 3.17a dan 3.17b.
i = i (r, y); di = 0 (i tetap) sehingga
0 = (i/r) dr + (i/y) dy
iso invesment slope adalah dr/dy ii = - {(i/y)/(i/r)} > 0

PS. Agribisnis – FP UNUD III-22


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Bila i naik karena pengaruh y terhadap i lebih besar daripada pengaruh r


terhadap i maka slope ii lebih besar daripada slope LM (Gambar 3.17a).
Sebaliknya, i turun karena pengaruh y terhadap i lebih kecil daripada pengaruh r
terhadap i maka slope ii lebih kecil daripada slope LM (Gambar 3.17b).

r r
i0i0 i1i1
LM LM
r1 r1 i1i1 i0i0

r0 IS1
IS0 r0 IS1
IS0
y y
y0 y1 y0 y1
(a) (b)
Gambar 3.17. Efek dari peningkatan pengeluaran pemerintah
pada investasi

3.3. Permintaan Uang dan Bunga

Terdapat empat (4) model dalam menjelaskan teori permintaan uang, yaitu:
(1) Regressive Expectations Model dari Keynes, (2) Portfolio Balance Approach dari
Tobin, (3) Transaction Demand Theory dari Boumol, dan (4) Quantity Theory dari
Friedman. Masing-masing model akan dijelaskan sebagai berikut.
Pada model pertama: Regressive Expectations Model dari Keynes,
masyarakat memegang uang pada waktu mereka memperkirakan bahwa harga-
harga obligasi (surat-surat berharga) akan turun yaitu pada saat tingkat bunga
mulai meningkat atau pada saat pasar saham sedang lesu dimana orang-orang di
pasar saham tidak menerima keuntungan. Mereka akan menanggung rugi bila
memegang obligasi. Jadi, individu-individu dalam masyarakat hanya akan
menyimpan liquid assetnya dalam bentuk obligasi atau uang tetapi tidak dalam
bentuk kombinasi antara obligasi dan uang.
Pada model kedua: Portfolio Balance Approach dari Tobin, penerimaan
obligasi ada resikonya (uncertainty). Memegang obligasi menagndung resiko
sehingga investor berpikir tentang penerimaan dan resiko. Liquid asset dipegang
dalam bentuk obligasi dan uang.

PS. Agribisnis – FP UNUD III-23


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Pada model ketiga: Transaction Demand Theory dari Boumol, uang


diperlukan untuk transaksi. Uang diperlukan untuk mengatasi perbedaan aliran
pendapatan dan pengeluaran. Oleh karenanya, semakin tinggi tingkat bunga
mendorong orang memegang obligasi, akibatnya permintaan uang untuk transaksi
semakin kecil.
Selanjutnya, pada model keempat: Quantity Theory dari Friedman, uang
dianggap sebagai barang yang diperlukan oleh produsen dan konsumen. Produsen
memerlukan uang untuk meningkatkan efisiensi transaksi finansial sehingga
mereka bersedia membayar uang dalam bentuk pendapatan yang dikorbankan bila
uang tidak ada di tangan. Sedangkan konsumen memerlukan uang karena
memperoleh utility yaitu mengatasi masalah perbedaan aliran pendapatan dan
pengeluaran serta mengatasi resiko.
Asumsi-asumsi yang berlaku untuk semua model: (1) liquid asset atau liquid
wealth (W) tetap, (2) individu-individu dalam masyarakat mengalokasikan W dalam
bentuk uang (M) dan obligasi (B) dengan M adalah currency ditambah demand
deposits, (3) memegang uang tidak ada resikonya dan tidak menerima bunga. Di
lain pihak memegang obligasi ada resikonya tetapi memperoleh bunga.

3.3.1 Regressive Expectations Model : Keynes

Pemegang obligasi mengharapkan penerimaan dari dua sumber, yaitu hasil


(Y) dan capital gain (g) sebagai kenaikan harga obligasi (Pb). Hasil obligasi biasanya
dinyatakan dalam persen. Misalnya, selembar obligasi harganya Rp100,- dijanjikan
hasil sebesar Rp5,- maka persen hasil adalah lima persen (5%). Bila harga obligasi
naik menjadi Rp125,- maka persen hasil menjadi empat persen (4%). Tingkat hasil
obligasi diformulasikan sebagai: r (%) = Y/Pb. Y tetap dan dinyatakan dalam persen
terhadap nilai obligasi, dan harga obligasi dapat dinyatakan sebagai Pb = Y/r.
Capital gain yang diharapkan adalah selisih antara harga jual obligasi yang
diharapkan dan harga beli obligasi dalam persen, dapat dinyatakan sebagai g =
(Pbe– Pb)/Pb. Dengan mensubstitusi Pb, maka g = [(Y/re) – (Y/r)]/(Y/r). Selanjutnya,
g = (r/re) –1. Misal, tingkat bunga pasar (r) sebesar lima persen, pembeli obligasi
memperkirakan bahwa tingkat bunga tutun menjadi empat persen, maka capital
gain yang diharapkan, g = (0.05/0,04) – 1 = 1,25 – 1 = 0,25 atau 25 persen.
Penerimaan total dari obligasi, e = r + (r/re) – 1, dengan r adalah market
interest rate dan (r/re) – 1 adalah capital gain. Bila total penerimaan obligasi, e dan

PS. Agribisnis – FP UNUD III-24


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

memegang uang tidak menghasilkan sesuatu, pemilik asset akan menyimpan liquid
assetnya dalam bentuk obligasi bila e > 0. Bila e < 0 mereka akan menyimpan
liquid assetnya dalam bentuk uang.
Dalam model ini diasumsikan bahwa individu dapat menentukan besarnya
tingkat bunga yang diharapkan, re untuk dirinya. Dalam hal ini re korespon dengan
tingkat bunga jangka panjang dalam kondisi normal. Bila r naik di atas r jangka
panjang maka re akan turun. Sebaliknya, bila r turun dibawah r jangka panjang
maka re akan naik. Di sisni re berubah secara regressive. Dalam hal ini akan
dibahas: (1) bila re tetap (tidak dipengaruhi r), dan (2) bila re dipengaruhi r.
Dalam perekonomian terdapat tingkat bunga pasar (r) yang menyebabkan
total penerimaan obligasi (e) sama dengan nol atau 0 = r + (r/re) – 1. Tingkat
bunga ini disebut sebagai critical interest rate, rc = re / (1 + re). Individu akan
memegang uang atau obligasi bila: r > rc berarti liquid asset dalam bentuk obligasi,
r < rc berarti liquid asset dalam bentuk uang, dan r = rc berarti indifference dalam
uang atau obligasi.
Dengan demikian individual demand for money (dalam M atau M/P sama
saja karena dianggap P tetap) sebagai berikut.

rc

M/P
W
Gambar 3.18. Permintaan uang individual
dalam kasus tanpa resiko.

Keterangan:
 r > rc berarti seluruh W dalam bond (B)
 r < rc berarti seluruh W dalam uang (M)
 r = rc berarti indifference di antara B dan M

re = f (r); f' > 0, re berubah karena perubahan r. Selanjutnya, rc = f(r) / [1 + f(r)]


= h (r). Bila h' < 1 maka individual demand for money seperti Gambar 3.19. Apa
syaratnya supaya h' < 1 ?

PS. Agribisnis – FP UNUD III-25


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

drc/dr < 1
drc/dr = [f'(r)/1+f(r)] – [f(r)f'(r)/(1+f(r)2]
drc/dr = [1+f(r)] f'(r) – f(r)f'(r)]/(1+f(r)2
h'(r) = drc/dr = f'(r)/(1+f(r)2 < 1; re > 0, maka supaya h'(r) < 1, f'(r) < 1
dengan f'(r) = d re/dr < 1 artinya kenaikan re harus lebih kecil dari kenaikan r.

rc

h(r)

45o
r0 r
Gambar 3.19. Critical interest rate, rc
vs. the actual interest rate, r

Aggregate demand for money:

rc untuk setiap individu dapat berbeda, ada yang tertinggi (rc max) ada yang
terendah (rc min). Bila r turun maka akan semakin banyak individu yang
menyimpan liquid assetnya dalam bentuk uang. Bila r turun dibawah min maka
semua individu akanmenyimpan seluruh liquid assetnya dalam bentuk uang. Jadi
bila r turun maka real demand for money (M/P) naik.

rc

rc max

rc min
W M/P
Gambar 3.20. Permintaan uang agregat
dalam kasus tanpa resiko

PS. Agribisnis – FP UNUD III-26


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Pengaruh perubahan r:

Pb = Y/r sehingga bila r turun maka Pb naik akibatnya kekayaan masyarakat


W meningkat. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3.21.

r
rc max m2 m1 m0

r2 A
r1'
r1 B C E
r0
rc min

M/P
Gambar 3.21. Efek kekayaan dari permintaan uang

Misal r = r2, individu dengan rc < r2 akan memegang uang sehingga


demand for money sebesar m2 atau di A. Bila r turun ke r1 maka Pb naik sehingga
W naik, demand for money naik tidak di B tetapi di C serta pada kurva permintaan
d1 bukan pada d2.
Misal equilibrium mula-mula di E dimana r = r0 dan demand for money m0
sama dengan supplynya. Pemerintah mengurangi M katakanlah dari m0 ke m1.
Tingkat bunga naik dari r0 ke r1' menyebabkan permintaan uang turun dari d0 ke d1
sehingga equilibrium baru di C.
Perubahan interest rate berpengaruh terhadap W selanjutnya kurva demand
for money adalah kurva ACE.

Kritik terhadap teori regressive expectations model dari Keynes:

Bila money market equilibrium dalam jangka yang cukup panjang, setiap
individu dapat melakukan penyesuaian sehingga rc untuk setiap individu sama,
demand for money mendatar atau sangat elastis (kurva ACE), elastisitas
permintaan uang terhadap r akan meningkat dari waktu ke waktu tentunya tidak
sesuai dengan kenyataan.
Apabila setiap individu mempunyai rc yang sama maka masyarakat hanya
akan menyimpan assetnya dalam bentuk uang atau obligasi, tidak pernah uang dan

PS. Agribisnis – FP UNUD III-27


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

obligasi. Umunya, masyarakat melakukan diversifikasi yaitu menyimpan liquid


assetnya sebagian dalam bentuk uang dan sebagian dalambentuk obligasi.

3.3.2 Portfolio Balance Approach : Tobin

Total permintaan obligasi dalam persen:


e = r + g, dengan r sebagai devident dan g adalah capital gain. Selanjutnya,
capital gain dinyatakan dalam persen, g = (r/re) – 1. Pada model sebelumnya g
certain, tidak uncertainty dan resiko. Dalam model ini memegang obligasi
dihadapkan pada resiko karena g mengikuti distribusi probabilitas. Katakanlah g
mengikuti distribusi normal, standar deviasi (g) dan mean (g) dapat digambarkan
sebagai berikut.

fg

g1
f1

f2 g2

c _ g
g
Gambar 3.22. Resiko berbeda untuk obligasi
dengan harapan keuntungan yang sama

Pemegang obligasi mempunyai peluang 66,7 persen memperoleh capital gain


dalam interval:
_
g  g
_
Misal g sebesar Gambar 3.22. dan g sebesar 2 persen maka pemilik obligasi
10 persen,
mempunyai peluang sebesar 66,7 persen untuk memperoleh g antara 8 – 12
persen.
Gambar di atas menunjukkan 2 macam obligasi yang resikonya berbeda.
Obligasi yang g-nya mengikuti f1 lebih kecil resikonya daripada obligasi yang g-nya
mengikuti f2.

PS. Agribisnis – FP UNUD III-28


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Tingkat penerimaan obligasi yang diharapkan:


_ _
e=r+g
Bila seseorang menyimpan liquid assetnya dalam bentuk obligasi senilai B rupiah,
penerimaan yang diharapkan dari memiliki obligasi tersebut adalah:
_ _ _
RT = B. e = B (r + g)
Resiko dari memiliki obligasi tersebut adalah:
T = B.g
dengan T dalam rupiah dan g dalam persen sebagai standar deviasi. Contoh,
Bond senilai Rp2.000.000,- dengan resiko 1 persen, maka resiko memiliki obligasi
tersebut sebesar 2.000.0000 kali 1 persen sama dengan 20.000,-
Dua persamaan yang terakhir ini menggambarkan keadaan pemegang
obligasi yakni budget line dimana sepanjang budget line dia akan dihadapkan pada
resiko yang semakin besar bila menghendaki penerimaan yang semakin besar.
Sehingga persoalannya berapa liquid asset harus disimpan dalam bentuk obligasi
dan pemilik asset sanggup mennanggung resiko. Dengan demikian dapat ditentu-
kan B sebesar:
B = T /g = (1/g ) T
Apabila g tetap maka dapat ditentukan B pada berbagai tingkat resiko (T).
_
Persamaan terakhir dapat disubstitusikan pada persamaan RT, yang menggambar-
kan hubungan total penerimaan obligasi yang diharapkan dengan resiko yang
dihadapi dengan memiliki obligasi sebagai berikut dan digambarkan pada Gambar
3.23.
_ _ _
RT = (T /g )(r + g) = T [(r + g)/ T]
_ _
Dalam hal ini ada trade off antara RT dan T. Pengaruh perubahan T terhadap RT
dapat ditentukan:
_
dRT/dT = (r + g)/ g
_
Misal r = 5 persen, g = 10 persen dan g = 5 persen, maka :
_
dRT/dT = (5 + 10)/ 5 = 3 persen

PS. Agribisnis – FP UNUD III-29


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

_
RT
_
slope= (r+g)/g

0 T

B slope = 1/g
M
W
Gambar 3.23. Budget line yang menggam-
barkan trade off antara risk & return

Berapa W dipegang dalam bentuk B tergantung pada keberanian individu


menghadapi resiko. Bagi individu yang menghindari resiko (risk arverters), dia
menghendaki RT yang semakin besar bila dihadapkan pada resiko yang semakin
besar (Gambar 3.24a,b,c).

_ _ _
RT RT RT

U2 U2
U1 U1
U0 U0

0 0T T 0 T 0 T
B0 1/T 1/T
M0
W W W
(a) (b) (c)
Gambar 3.24. Risk arverters

Keterangan: Gambar 3.24: (a) The diversifier's portfolio selection between risk and
return, (b) The 'plunger's portfolio selection: all money, (c) The plunger's portfolio
selection: all bonds.

_ Sedangkan, bagi individu yang berani


RT
menghadapi resiko (risk lover's), dia
U2
U1 bersedia menerima RT yang semakin
U0
menurun untuk T yang semakin besar,
0 T maka seluruh liquid assetnya dalam
1/T
bentuk obligasi. Hal ini ditunjukkan pada
W
Gambar 3.25. The risk lover portfolio Gambar 3.25.
selection

PS. Agribisnis – FP UNUD III-30


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Permintaan uang agregat dalam model portfolio seimbang

_ Keterangan: Bila r naik maka B


RT optimum portfolio curve
naik selanjutnya M turun.

r2 Kenaikan rata-rata g sama


r1 dengan kenaikan r sehingga
r0 menggeser demand curve. g
_ slope= (r+g)/g
T meningkat, resiko meningkat
B0 
0
T 
1
T 
2
T
menggeser demand curve.
B1
B2 Semakin tinggi r semakin besar
W
nilai obligasi atau semakin kecil
Gambar 3.26. Portfolio selection with rising interest rates
liquid asset dalam uang

Penurunan interest rate pada tingkat r yang rendah menyebabkan


peningkatan permintaan uang yang lebih besar (lihat Gambar 3.27). Model ini lebih
sesuai dengan speculative demand for money.

r

m(y0)
r

M/P
0 1 2 3
M/P M/P

Gambar 3.27. Demand for money

3.3.3 Transaction Demand Theory : Boumol

Dalam teori ini, motif utama orang memegang uang adalah untuk
mengatasi perbedaan aliran pendapatan dan pengeluaran. Dengan uang
memungkinkan orang melakukan pembayaran, tetapi memegang uang tidak
memperoleh penerimaan. Alternatif memegang uang adalah memegang obligasi
yang menghasilkan penerimaan tetapi memerlukan biaya transaksi (brokerage fee).
Semakin tinggi tingkat bunga obligasi semakin besar uang untuk transaksi yang

PS. Agribisnis – FP UNUD III-31


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

disisihkan untuk obligasi. Model ini dikembangkan dengan asumsi memegang uang
untuk transaksi responsive terhadap perubahan tingkat bunga.
Individu dibayar bulanan sebesar y dan pendapatan sebesar ini dibelanjakan
secara merata. Individu tersebut mempunyai pilihan untuk memilih uang atau
obligasi. Obligasi menghasilkan bunga sebesar r per bulan, dan secara proporsional
turun bila lebih pendek waktunya. Menukarkan obligasi menjadi uang memerlukan
biaya transaksi, dan tidak memungkinkan individu menukarkan obligasi untuk uang
segera setelah obligasi di beli. Individu menukarkan obligasi untuk uang sejumlah
yang diperlukan untuk transaksi secara periodik. Semakin banyak transaksi dari
obligasi ke uang dilakukan semakin lama obligasi di tangan, sehingga semakin
besar bunga yang diperoleh. Oleh karena transaksi dari obligasi ke uang ada
biayanya maka semakin banyak transaksi semakin besar biaya transaksi. Jumlah
transaksi ditentukan oleh trade-off antara penerimaan yang berupa bunga obligasi
dan biaya transaksi. Uang ditangan atau permintaan uang secara individual
ditentukan oleh jumlah transaksi. Permintaan uang agregat ditentukan oleh
permintaan uang individual.
Pendapatan sebesar y per bulan dibelanjakan secara merata dalam 30 hari.
Jumlah transaksi obligasi uang n kali. Transaksi pertama, (n-1)/n persen y untuk
membeli obligasi sedangkan 1/n persen y dalam bentuk uang untuk dibelanjakan.
Transaksi selanjutnya, n-1 dimana setiap transaksi obligasi senilai y/n ditukarkan
untuk uang. Dengan demikian, waktu satu bulan T, dibagi dalam T/n periode.
Pada awal periode uang yang ditangan y/n, pada akhir periode sebesar nol.
Selanjutnya, menukarkan lagi obligasi untuk uang pada periode berikutnya.
Sebagai ilustrasi ditunjukkan pada Gambar 3.28.

mi = M/P

y/n
_
mi = y/2n

Time
Gambar 3.27. Transaction demand theory with
six period transaction

PS. Agribisnis – FP UNUD III-32


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Pada Gambar 3.27, n = 6 artinya terdapat 6 periode. Pada awal periode uang
sejumlah y/n dan akhir periode jumlah uang sama dengan nol. Rata-rata uang
ditangan sebesar y/2n. Pada awal periode pertama [(n-1)/n]y dalam obligasi,
selanjutnya untuk setiap periode nilai obligasi turun sebasar y/n karena ditukarkan
ke uang.
Biaya memegang uang sama dengan biaya transaksi ditambah bunga yang
dikorbankan (seandainya uang tersebut dibelikan obligasi). Biaya memegang uang
merupakan fungsi dari jumlah transaksi n. Persoalannya, berapa jumlah transaksi
optimal (biaya transaksi minimum).

(n-1/n)y

Time

Gambar 3.28. Nilai obligasi dari waktu


ke waktu

Interest cost = rTy/n + rTy(n-1)/n + rTy(n-2)/n + ….


= (rTy/n) [1+ (n-1)/n + (n-2)/n + …. + 1/n]
= (rTy/n2) [n + (n-1) + (n-2) + … + 1]
= (rTy/n2) . n(n+1)/2
= (rTy/2) . (1+ 1/n)
Total cost = na + (rTy/2) . (1+ 1/n)
Setiap kali transaksi biayanya sebesar a maka bila melakukan n kali transaksi maka
biaya sebesar na.
Minimize Cost:
TC/n = a – rTy/2n2 = 0
n = (rTy/2a)1/2
n akan naik bila r, T, y naik dan n turun bila a naik.
Average money demand:
_
mi = y/2n = (y/2) (2a/rTy) 1/2
= (ay/2rT) 1/2

PS. Agribisnis – FP UNUD III-33


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Aggregate money demand:


M/P = m = 2 (ay/2rT) 1/2 = (2ay/rT) 1/2
Income elasticity of money demand = 0,5 dan interest elasticity of money demand
= -0,5. namun kritik terhadap teori ini, apakah benar nilainya masing-masing 0,5
dan –0,5 atau mengapa harus 0,5 dan –0,5.
Transaction demand for money tergantung pada r dan y:
M/P = m (r, y); m/r < 0 dan m/y > 0.

3.3.4 Quantity Theory : Friedman


Teori ini diturunkan dari teori ekonomi mikro klasik, bahwa uang merupakan
barang yang memberikan kepuasan. Konsumen memegang uang yang memberikan
utility bila uang tersebut dapat ditukarkan dengan barang dan jasa (sebagai alat
pembayaran) tak ada resiko kerugian. Bila barang dan jasa tersedia maka nilai
uang akan sama dengan barang dan jasa (berarti demand for real balance).
Permintaan yang dimaksud terhadap barang-barang konsumsi. Demand for real
balance tergantung pada y, interest rate of assets selain uang. Sedang, produsen
memegang uang agar pembayaran pengeluaran lebih smooth. Berarti demand
terhadap modal. Demand for real balance tergantung pada y, interest rate of
wealth.
Demand function for real balance:
M/P=m = m(y, r1, … , rj, …, rJ); dengan r1, …, rJ adalah interest rate on asset
selain uang.
Bila m/y proporsinya tetap (trend less) over time:
M/P = k (r1, …, rJ) . y dengan k adalah fungsi dari interest rate of asset.
Selanjutnya, m/y = k (r1, …, rJ).

Effect of Inflation Rate:


o
P = (dP/dt)/P merupakan persen perubahan harga.
o
M/P = m = m(y, r, P)
o
m naik bila y naik, dan m turun bila r naik atau P naik
o
M/P = k (r, P).y
o
m/y = k (r, P)

PS. Agribisnis – FP UNUD III-34


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Velocity of Money:
Berapa kali money stock digunakan untuk membeli barang dan jasa dirumuskan
sebagai:
o o o
v = y/m = 1/[k(r, P)] = v = (r, P); dengan k/r < 0 dan k/P < 0 maka v/r > 0
o o
dan v/P > 0 artinya berapa kali uang digunakan tergantung pada r dan P.
Semakin tinggi r maka v semakin besar dan semakin sering digunakan.

Money Supply:
Jumlah uang beredar (money supply) dapat dikategorikan sebagai M1 yaitu
penjumlahan dari uang kartal (currency) dan uang giral (demand deposit). Uang
kartal adalah uang kertas dan uang logam yang masih berlaku. Sedangkan, uang
giral berupa rekening giro, kiriman uang, dan deposito berjangka yang sudah jatuh
tempo.
Selanjutnya, money supply yang digolongkan kedalam M2 adalah M1
ditambah dengan Quasi Money. Quasi money meliputi deposito berjangka yang
belum jatuh tempo atau tabungan dan simpanan dalam valuta asing milik
penduduk.

Mekanisme memperbesar jumlah uang beredar:

Lembaga Bank membeli obligasi dari masyarakat, misal senilai 100 M. Oleh
penjual obligasi 100 M tersebut disimpan di Bank A menyebabkan demand deposit
bank A naik. Misal, reserve requirement sebesar 10 persen, maka bank A dapat
meminjamkan sebesar 90 M. Jumlah ini dipinjam pihak lain untuk pembelian
sesuatu sehingga ada transfer ke penjual sebesar 90 M. Oleh penjual jumlah
tersebut disimpan di bank B menyebabkan demand deposit bank B naik. Bank B
dapat meminjamkan 81 M. Jumlah ini dipinjam pihak lain untuk pembelian sesuatu
sehingga ada transfer ke penjual sebesar 81 M. Oleh penjual disimpan di bank C,
demand deposit bank C naik. Bank C dapat meminjamkan 72,9 M dan seterusnya.
M = 100 M + 90 M + 81 M + …
= 100 (1 + 0,9 + 0,92 + … )
= 100 [1/(1-0,9)] = 1000

PS. Agribisnis – FP UNUD III-35


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

M= 1/z . R; dengan z adalah reserve multiplier dan R adalah kenaikan
dari reserve mula-mula.
Tabel 3.1 Neraca efek peningkatan 100 M dalam reserves
Bank A Bank B Bank C
Assets Liabilitas Assets Liabilitas Assets Liabilitas
100 M 100 M 90 M 90 M 81 81 M
(reserves (reserves (reserves 8,1
10 M dan 9 M dan M dan loans
loans 90 M) loans 81 M) 72,9 M)

Perlatihan:

1. Jelaskan prinsip-prinsip teori konsumsi berikut ini: (a) the life cycle Ho, (b) the
permanent income Ho, dan (c) the relative income Ho. Teori konsumsi mana
yang digunakan oleh Pigou untuk menanggapi kritik Keynes terhadap Classical ?
2. Jelasakan mengapa present value of income stream merupakan kriteria
investasi. Apa yang dimaksud dengan accelerator principle. Berdasarkan prinsip
tersebut jelaskan bagaimana pengaruh kenaikan pengeluaran pemerintah
terhadap investasi ?
3. Bila equilibrium perekonomian hanya dapat tercapai pada keadaan full
employment maka permintaan investasi pada keadaan permintaan uang sangat
sensitif terhadap perubahan tingkat bunga tidak pernah membawa per-
ekonomian dalam keadaan equilibrium. Hal ini merupakan kritik Keynes
terhadap Classical. Jelaskan teori konsumsi yang dapat menerangkan bahwa
kritik Keynes tersebut tidak benar dan jelaskan pula mengapa hal tersebut tidak
benar !
4. Kebijakan fiskal dapat menyebabkan pendapatan nasional dan tingkat bunga
meningkat secara bersama-sama. Hal ini dapat menyebabkan investasi
meningkat atau menurun. Jelaskan teori investasi yang dapat menerangkan
munculnya penomena tersebut. Jelaskan pula kapan kebijakan fiskal
menyebabkan investasi meningkat dan kapan menurun ?
5. Menurut Keynes secara individual orang hanya menyimpan asset liquidnya
dalam bentuk uang atau obligasi tetapi tidak kedua-duanya. Jelaskan apakah
hal ini berlaku untuk masyarakat secara keseluruhan. Adakah teori lain yang

PS. Agribisnis – FP UNUD III-36


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

menjelaskan bahwa individu dapat menyimpan asset liquidnya dalam bentuk


uang, obligasi atau kedua-duanya ?
6. Jelaskan teori permintaan uang yang mendasari permintaan uang untuk
spekulasi. Jelaskan pula teori permintaan uang yang mendasari permintaan
uang untuk transaksi !
7. Jelaskan dua teori permintaan uang berikut: (a) regressive expectation model
dan (b) portfolio balance approach !
8. Jelaskan berbagai cara untuk meningkatkan jumlah uang beredar. Jelaskan
pula mengapa jumlah uang beredar responsif terhadap perubahan tingkat
bunga !

Pustaka:
1. Branson, William, 3 th edition. Macroeconomic Theory and Policy. Harper and
Row Publisher, N.Y.

2. Dornbusch, R. and S. Fischer, 4th edition. Macroeconomics. JMC Press Inc.,


Q.C.

PS. Agribisnis – FP UNUD III-37


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

4 Kesempatan
Kerja dan Harga

4.1. Pasar Tenaga Kerja

Besarnya harga tenaga kerja yang biasa disebut upah (wage), ditentukan
oleh besarnya permintaan dan penawaran pada pasar tenaga kerja. Dalam suatu
perekonomian, tingkat upah (wage rate) yang dapat dinyatakan dalam rupiah per
jam, rupiah per minggu, rupiah per bulan ditentukan oleh besarnya permintaan
agregatif dan penawaran agregatif akan tenaga kerja agregatif. Dalam model
analisis perekonomian sederhana, rumah tangga perusahaan adalah peminta
(pembeli) dan rumah tangga keluarga sebagai penjual bagi sumberdaya manusia/
tenaga kerja (labor).
Kurva pemintaan tenaga kerja menunjukkan jumlah tenaga kerja per satuan
waktu yang diminta oleh masyarakat pada berbagai kemungkinan tingkat upah riil.
Tingkat upah riil atau real wage rate (w) adalah tingkat upah nominal (W), yaitu
tingkat upah yang dinyatakan dengan harga-harga berlaku dibagi dengan tingkat
harga (P). Sedangkan, kurva penawaran tenaga kerja adalah kurva yang menun-
jukkan jumlah tenaga kerja per satuan waktu yang ingin ditawarkan seluruh
masyarakat pada berbagai tingkat upah riil.

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -1


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Bentuk kurva permintaan dan penawaran tenaga kerja dapat diilustrasikan


pada Gambar 4.1. Pada gambar tersebut, kurva permintaan tenaga kerja memiliki
bentuk seperti kurva permintaan pada umumnya, yaitu berlereng negatif. Untuk
kurva penawaran tenaga kerja pada umumnya diasumsikan mempunyai bentuk
melengkung berbalik ke belakang (backward-bending). Pada tingkat upah riil yang
rendah, dengan meningkatnya tingkat upah para karyawan tertarik untuk bekerja
lebih lama per minggunya. Ini berarti, kurva penawaran tenaga kerja berlereng
positif. Tetapi perilaku seperti ini akan terhenti pada ketinggian tingkat upah riil
tertentu. Semakin tinggi tingkat upah riil yang diterimanya semakin tinggi pula
kemampuan mereka untuk membeli/memiliki aktiva tetap seperti rumah bagus,

w
NS

w* E

ND

0 N* N
y
T
y*

0 N* N

Gambar 4.1. Pasar tenaga kerja dan produk nasional

mobil mahal, televisi mewah dan sebagainya yang bisa dinikmati oleh yang
empunya hanya apabila pemiliknya punya waktu untuk menikmatinya. Dengan
demikian, pada ketinggian tingkat upah tertentu kesedian pekerja untuk meng-
gunakan tenaga produktifnya mempunyai tendensi menurun dan berupaya
memperoleh kepuasan yang lebih tinggi dari pemanfaatan kelebihan pendapatan riil

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -2


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

setelah pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Jadi terdapat hubungan antara


money income sesorang dengan keinginannya menikmati waktu santai (leisure) dan
bekerja (work).
Pada Gambar 4.1. ditunjukkan pula bahwa equilibrium pasar tenaga kerja
tercapai pada titik E. Pada tingkat upah w*, jumlah tenaga kerja yang terpakai
(biasa disebut tingkat kesempatan kerja atau tingkat employment sumberdaya
manusia) suatu perekonomian sebesar N*. Selanjutnya, dengan diketahuinya
tingkat employment dalam perekomian, maka dapat diketahui besarnya output
yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut. Caranya, dengan mensejajarkan
tingkat employment dari pasar tenaga kerja ke dalam fungsi produksi agregatif.
Dengan tingkat employment N* maka melalui titik T pada fungsi produksi agregatif
dapat diketahui tingkat output nasional atau produk nasional sebesar y*. Output
nasional adalah barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan perekonomian dalam
waktu satu tahun.

4.2. Inflasi dan Pengangguran

4.2.1 Inflasi
Definisi inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara
umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak
disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau mengakibatkan kenaikan
sebagian besardari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga karena,
misalnya musiman, menjelang hari-hari besar atau yangterjadi sekali saja dan tidak
memiliki pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi.
Inflasi ada beberapa macam. Penggolongannya berdasarkan (a) parah
tidaknya inflasi, (b) sebab inflasi, dan (c) asal inflasi. Penggolongan yang kita pilih
tergantung pada tujuan kita menganalisis.
Berdasarkan parah tidaknya inflasi dibedakan beberapa macam inflasi:
(1) Inflasi ringan (di bawah 10 persen setahun)
(2) Inflasi sedang (antara 10 sampai 30 persen setahun)
(3) Inflasi berat (antara 30 sampai 100 persen setahun)
(4) Hiperinflasi (di atas 100 persen setahun).
Penentuan parah tidaknya inflasi sangat relatif tergantung pada "selera"
menamakannya. Di samping itu, menentukan parah tidaknya inflasi tidak bisa
hanya dari laju inflasi saja tanpa mempertimbangkan siapa yang menanggung

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -3


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

beban atau yang memperoleh keuntungan dari inflasi tersebut. Inflasi sebesar 20
persen yang disebabkan oleh kenaikan harga barang-barang yang dibeli oleh
golongan masyarakat berpenghasilan rendah, maka seharusnya disebut inflasi
berat (parah).
Berdasarkan sebab-musabab awal dari inflasi, terdapat dua macam inflasi,
yaitu: (1) demand pull inflation dan (2) cost push inflasion. Demand pull inflation
adalah inflasi yang timbul karena adanya kenaikan permintaan masyarakat akan
berbagai barang terlalu kuat. Sedangkan, Cost push inflation adalah inflasi yang
timbul karena adanya kenaikan ongkos produksi yang mengakibatkan penurunan
pada aggregate supply.
Gambar 4.2, 4.3, dan 4.4 menunjukkan keadaan demand pull inflation.
Mula-mula keadaan prekonomian turun (depresi), kemudian terjadi perubahan di
sisi demand, karena perubahan g, i, c atau M yang menyebabkan aggregate
demand (AD) meningkat. Peningkatan AD dari AD0 ke AD1 mengakibatkan excess
demand. Akibat selanjutnya, harga-harga naik sampai tak terjadi lagi excess, yaitu
dari P0 ke P2. Pada saat P2, pendapatan nasional, y sama dengan y2.

P
AS

P2

P0
AD1
AD0

0 y0 y2 y1 y
Gambar 4.2. Perubahan aggregate demand
akibat perubahan pada variabel
ekonomi

Kenaikan AD berpengaruh pada pasar barang dan pasar uang (IS-LM) seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.3. Di pasar barang, mula-mula terjadi kenaikan dari
IS0 ke IS1 sebagai akibat, misalnya kenaikan g. Tetapi, karena harga meningkat
dari P0 ke P2 maka real asset berkurang sehingga konsumsi berkurang. Hal ini
ditunjukkan oleh penurunan dari IS1 ke IS2. Di pasar uang, peningkatan harga dari
P0 ke P2 menyebabkan real money supply turun yang ditunjukkan oleh bergesernya
LM0 ke LM1.

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -4


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

r LM1

LM0

r2

r0 IS1
IS2
IS0

0 y0 y2 y1 y

Gambar 4.3. Pengaruh kenaikan aggregate demand


pada pasar barang dan pasar uang

Pada pasar tenaga kerja, kenaikan P mengakibatkan peningkatan per-


mintaan tenaga kerja dari N0 ke N2 yang ditunjukkan oleh bergesernya kurva
permintaan dari P0f(N) ke P2f(N). Kenaikan P biasanya diikuti oleh perubahan
expectation dari P0eg(N) ke P2eg(N), sehingga pada N2 tingkat upah menjadi w2
seperti terlihat pada Gambar 4.4.

W
P2eg(N)
P0eg(N)

W2

W0
P2f(N)
P0f(N)

0 N0 N2 N
Gambar 4.4. Pengaruh kenaikan tingkat harga
terhadap tingkat upah pada pasar tenaga
kerja, asumsi general Keynesian

Terjadinya cost push inflation bermula dari adanya kenaikan harga barang-
barang input atau faktor produksi yang menyebabkan terjadinya perubahan di sisi
supply yang diindikasikan oleh berkurangnya aggregate supply (AS) dari AS0 ke AS1
seperti terlihat pada Gambar 4.5.

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -5


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

P
AS1
AS0
P2

P0
AD

0 y1 y2 y0 y
Gambar 4.5. Penurunan aggregate supply
akibat kenaikan ongkos produksi

Penurunan AS mengakibatkan P naik dari P0 ke P2, hal ini berpengaruh pada


pasar barang dan pasar uang (IS-LM). Pada pasar barang, kenaikan P menyebab-
kan real asset turun yang diindikasikan oleh bergesernya kurva IS dari IS0 ke IS2
pada Gambar 4.6. Di pasar uang, kenaikan P menyebabkan real money supply
turun sehingga kurva LM bergeser dari LM0 ke LM2 pada Gambar 4.6.

r LM2

LM0

r2
r0

IS0
IS2

0 y2 y0 y

Gambar 4.6. Pengaruh penurunan aggregate supply


pada pasar barang dan pasar uang

Di pasar tenaga kerja, kenaikan P dari P0 ke P2 mengakibatkan permintaan


tenaga kerja (ND) meningkat yang ditunjukkan oleh pergeseran dari P0f(N) ke
P2f(N) seperti terlihat pada Gambar 4.7. Di sisi supply tenaga kerja ada dua
perubahan, yaitu:
(1) Perubahan dari P0eg0(N) ke P0eg1(N): artinya buruh menuntut upah (w) lebih
tinggi, sehingga pada expectation yang sama, supply tenaga kerja turun.

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -6


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

(2) Expectation berubah, P0eg1(N) ke P2eg1(N), akibatnya upah (w) naik dari w0
ke w2.

W
P2eg1(N)
P0eg1(N)
P0eg0(N)
W2

W0 P2f(N)
P0f(N)

0 N1 N2 N 0 N
Gambar 4.7. Pengaruh kenaikan tingkat harga
terhadap tingkat upah pada pasar
tenaga kerja

Pada kasus buruh menuntut upah lebih tinggi dan buruh konsekuen
dalam arti produktivitasnya meningkat dapat diilustrasikan pada Gambar 4.8.
Secara matematis, equilibrium pasar tenaga kerja: W = P.f(N); P = W/f(N). Harga
mula-mula, P0 = W/[f(N)]0. Kemudia buruh menuntut upah (W) naik sebesar 5
persen dengan konsekuensi mereka meningkatkan produktivitasnya sebesar 5
persen pula.
Akibatnya:
W0 (1 + 0,05) W0
P1 = ----------------------- = ----------- = P0
[f(N)]0 (1 + 0,05) [f(N)]0

Atau:
P = W/f(N)
Total defferential: ln P = ln W – ln f(N)
1/P dP = 1/W dW – [1/f(N)] d[f(N)]
1/P dP/dt = 1/W dW/dt – [1/f(N)] d[f(N)]/dt
maka inflasi atau persentase kenaikan harga dirumuskan sebagai:
dP/dt dW/dt d[f(N)]/dt
-------- = ---------- - -------------
P W f(N)

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -7


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Artinya, tidak terjadi inflasi (inflasi = 0) karena harga tak berubah (P1 = P0).

W
P0eg1(N)
P0eg0(N)

W2

W0
P0f1(N)
P0f0(N)

0 N0 N
y
_
y1 y1(N, K)
_
y0 y0(N, K)

0 N0 N
Gambar 4.8. Buruh menuntut upah lebih tinggi
diimbangi dengan peningkatan
produktivitas kerja

Tingkat inflasi dapat dilihat dari:


o o o
P = W – f(N)
o o o
Dengan cara yang sama: w = W/P; w = W - P
Sehingga, bila kenaikan harga lebih tinggi dari kenaikan upah nominal, maka upah
riil tutun; bila kenaikan harga sama dengan kenaikan upah nominal, maka upah riil
kenaikannya sama dengan non; dan bila kenaikan harga lebih rendah dari kenaikan
upah nominal, maka upah riil naik.
Melalui fungsi Cobb-Douglas dapat diterangkan sebagai berikut:
y = a K N1-
dy/dN = (1-) a K N-
= (1-) a K N1-/N
= (1-) y/N

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -8


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Selanjutnya,
W = P.f(N) adalah equilibrium pasar tenaga kerja
P = W/f(N); dy/dN adalah f(N)
Sehingga, P = W/(1-) y/N
Ln P = ln W – ln(1-) – ln y/N ; ln (1-) adalah konstanta, jadi tidak berpengaruh
terhadap P, sehingga
o o o o
P = W – y/N ; dengan y/N adalah perubahan produktivitas. Dapat disimpulkan
bahwa, jika tingkat upah dan produktivitas berubah (naik) dalam proporsi yang
sama, maka harga-harga akan tetap atau tidak terjadi inflasi.
Selanjutnya, pada kasus buruh mogok, yakni buruh menuntut upah lebih
tinggi tanpa diimbangi dengan peningkatan produktivitas maka akan menimbulkan
inflasi (cost push inflation). Hal ini diuraikan melalui Gambar 4.9 dan akibat
selanjutnya mengikuti Gambar 4.5. Inflasi terjadi karena labor supply turun diikuti
penurunan aggregate supply sedangkan aggregate demand tetap (produktivitas
tetap) menyebabkan harga (P) naik. Akibatnya adalah upah riil (w) turun.

W
P0eg1(N)
P0eg0(N)

W1
W0

P0f(N)

0 N1 N0 N
y
y0 _
y1 y(N, K)

0 N1 N0 N
Gambar 4.9. Buruh mogok, menuntut upah lebih tinggi
tanpa diimbangi dengan peningkatan
produktivitas kerja

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -9


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Perbedaan yang lain dari kedua proses inflasi ini terletak pada urutan dari
kenaikan harga. Pada demand pull inflation kenaikan harga barang akhir (output)
mendahului kenaikan barang-barang input termasuk upah tenaga kerja.
Sebaliknya, pada cost push inflation kenaikan harga barang-barang akhir (output)
mengikuti kenaikan harga barang-barang input/faktor produksi. Terjadinya salah
satu dari dua macam inflasi jarang sekali dijumpai dalam praktek, dan umumnya
terjadi kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut dan sering pula keduanya
saling memperkuat.
Berdasarkan asalnya, inflasi dibedakan menjadi dua, yakni: (1) inflasi yang
berasal dari dalam negeri (domestic inflation) dan (2) inflasi yang berasal dari luar
negeri (imported inflation). Domestic inflation terjadi, misalnya karena defisit
anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan yang
gagal, dan sebagainya. Imported inflation timbul karena kenaikan harga-harga di
luar negeri (atau di negara-negara langganan berdagang negara kita. Kenaikan
harga barang impor mengakibatkan (1) secara langsung kenaikan indeks biaya
hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya berasal dari
impor, (2) secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan ongkos
produksi (dan kemudian harga jual) dari berbagai barang yang menggunakan
bahanmentah atau mesin-mesin yang harus diimpor (cost push inflation), (3)
secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena ada
kemungkinan kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan
pengeluaran pemerintah/swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga
impor tersebut (demand pull inflation).
Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula terjadi melalui
kenaikan harga barang-barang ekspor. Bila harga barang ekspor (misalnya, kopi,
the) naik, maka indeks biaya hidup naik, karena barang-barang ini langsung masuk
dalam daftar barang-barang yang tercakup dalam indeks harga. Bila harga barang
ekspor (misalnya, kayu, karet, timah) naik, maka ongkos produksi yang mengguna-
kan barang-barang tersebut dalam produksinya (seperti perumahan, sepatu,
kaleng) akan naik, kemuadian harga jualnya naik pula (cost push inflation). Di
pihak lain, kenaikan harga barang-barang ekspor berarti kenaikan penghasilan
eksportir dan produsen barang ekspor tersebut. Kenaikan penghasilan ini kemudian
akan dibelanjakan untuk membeli barang-barang (baik di dalam maupun di luar

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -10


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

negeri), dan bila jumlah barang yang tersedia di pasar tidak bertambah maka harga
berang tersebut dan barang lain pun akan naik pula (demand pull inflation).
Penularan inflasi dari luar ke dalam negeri lebih mudah terjadi bila negara
tersebut menganut ekonomi terbuka (sektor luar negerinya penting), seperti
Indonesia, Korea, Taiwan, Singapura, Malaysia. Namun, seberapa jauh peneularan
tersebut terjadi tergantung pada kebijakan pemerintah yang diambil. Fiscal dan
monetary policy tertentu bisa menetralisir kecenderungan inflasi yang berasal dari
luar negeri tersebut.

4.2.2. Pengangguran

Classical mengenal tiga macam pengangguran: (a) pengangguranyang


timbul karena pergeseran tingkat output dari berbagai sektor danbersifat
sementara (frictional unemployment); (b) pengangguran musiman, yang datang
dan hilang menurut musim (seasonal unemployment); dan (c) pengangguran yang
dibuat orang, misalnya dengan adanya peraturan upah minimum atau tindakan dari
serikat buruh yang berusaha mempertahankan tingkat upah di atas tingkat yang
mempertemukan permintaan dan penawaran tenaga kerja (institutional unemploy-
ment). Menurut classical, semua harga-harga termasuk harga tenaga kerja (upah)
fleksibel ke atas maupun ke bawah dan semua pelaku ekonomi bereaksi secara
cepat dan rasional terhadap perubahan harga tersebut. Dalam keadaan seperti ini
semua penyimpangan dari posisi full employment hanya bersifat sementara seperti
terlihat pada Gambar 4.10. Seandainya, equilibrium mula-mula adalah pada titik E
dengan tingkat yF yang menyerap seluruh angkatan kerja (yang bersedia berkerja)
atau tingkat output full employment. Kemudian karena sesuatu hal, aggregate
demand tiba-tiba turun dari AD0 ke AD1. Reaksi pertama dari keadaan per-
ekonomian ini adalah menurunnya tingkat output ke y1 (atau gerakan dari E ke U)
yang diikuti dengan adanya pengangguran tenaga kerja. Tetapi pengangguran ini
bersifat sementara, karena (dengan harga-harga dan upah yang fleksibel dan
reaksi spontan dari pelaku-pelaku ekonomi) adanya para penganggur atau
kelebihan jumlah tenaga kerja yang menawarkan diri untuk bekerja mendorong
tingkat upah turun. Menurunnya tingkat upah berarti menurunnya biaya marginal
untuk menghasilkan output. Dengan kata lain, karena harga salah satu input
variabelnya menjadi lebih murah, maka biaya totalnya (juga biaya marginalnya)
turun. Akibatnya, aggregate supply juga bergeser ke bawah dari AS0 ke AS1.

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -11


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Tingkat upah akan turun terus selama masih ada yang menganggur, dan kurva AS
juga terus bergeser ke bawah. Proses ini akan berhenti bila semua orang telah
bekerja kembali, atau full employment tercapai kembali. Ini ditunjukkan oleh
gerakan dari U ke Ebaru. Posisi equilibrium baru ini ditandai oleh (a) tercapainya full
employment, dan (b) tingkat harga-harga dan upah yang lebih rendah.

E
U
Ebaru
AD0
AS0
AD1
AS1

0 yU yF y
Gambar 4.10. Penyesuaian keadaan full employment
menurut classical

Keynes mengingatkan bahwa anggapan mengenai fleksibelitas sempurna


dari harga-harga dan tingkat upah dan reaksi cepat dan rasional dari para pelaku
ekonomi tidak selalu cocok dengan kenyataan. Proses menuju equilibrium baru
dalam kenyataan membutuhkan waktu yang kadang-kadang cukup, tergantung
pada seberapa besar hambatan-hambatan yang merintangi proses tersebut.
Hambatan tersebut antara lain: (a) ketegaran dan fleksibelitas yang tidak sempurna
dari harga dan upah, meskipun pengangguran ada di mana-mana, dan (b)
kelambatan reaksi para pelaku ekonomi (produsen, konsumen, buruh) terhadap
situasi ekonomi yang baru karena, misalnya tidak diperolehnya informasi yang
cukup mengenai situasi ekonomi yang baru ini. Informasi yang relevan bagi
keputusan/tindakan ekonomi adalah informasi mengenai perubahan harga-harga
dan situasi pasar. Informasi ini sering tidak gratis dan orang harus meluangkan
waktu ke kantor penempatan tenaga bila ingin melihat lowongan pekerjaan.
Pengaruh hambatan dalam proses gerakan dari U ke Ebaru mungkin cukup
lama yang menyebabkan seseorang menganggur sampai bertahun-tahun. Kasus
hambatan yang sering dikaitkan dengan nama Keynes adalah adanya ketegaran
tingkat upah nominal untuk turun, meskipun pada masa depresi dan pengangguran

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -12


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

masal. Dalam keadaan seperti ini proses klasik ke posisi full employment tidak
berjalan. Kalau dilihat pada Gambar 4.10 di atas, kurva AS tidak akan bergeser ke
bawah, yang berarti perekonomian akan tetap pada posisi U dengan jumlah
pengangguran yang tidak berkurang.
Peringatan Keynes adalah seyogyanya pemerintah tidak mengandalkan
pada proses alamiah seperti pada classical. Untuk membawa perekonomian pada
posisi full employment, pemerintah harus aktif mengambil tindakan, misalnya
dalam menghadapi depresi dan pengangguran dengan menggeser kembali AD1 ke
AD0 melalui peningkatan pengeluaran pemerintah (fiscal policy). Kenaikan g
melalui proses multiplier akan menaikkan aggregate demand.
Selanjutnya, Keynesian mengemukakan adanya pengangguran terpaksa
dalam perekonomian, sedangkan classical tidak mengemukakan hal tersebut.
Menurut classical, bila upah cukup fleksibel maka permintaan tenaga kerja selalu
seimbang dengan penawarann tenaga kerja, sehingga tidak ada kemungkinan
timbulnya pengangguran terpaksa. Artinya, pada tingkat upah yang berlaku semua
orang yang bersedia bekerja pada tingkat upah tersebut akan mendapat pekerjaan.
Jadi mereka yang menganggur adalah mereka yang tak bersedia bekerja pada
tingkat upah yang berlaku. Ini disebut pengangguran sukarela (NF – Nu). Hal ini
dijelaskan melalui Gambar 4.11.

W
F
S

W1
W2
D1

D2
0 Nu NF N
Gambar 4.11. Pengangguran sukarela
menurut classical

Menurut Keynes, pasar tenaga kerja mengikuti pasar barang, artinya bila
tingkat output naik, maka jumlah orang yang mendapat pekerjaan (tingkat
employment) juga naik, sebaliknya bila tingkat output turun maka tingkat
employment (N) juga turun. Penurunan N menimbulkan adanya pengangguran.

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -13


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Orang menganggur benar-benar karena tidak mendapat pekerjaan (tidak ada


lowongan pekerjaan). Ini disebut dengan pengangguran terpaksa. Baik pengang-
guran terpaksa maupun pengagguran sukarela, semuanya tergolong pengangguran
terbuka.
Selain pengangguran terbuka maka terdapat pula pengangguran tertutup
yang selanjutnya dapat dibedakan kedalam:
(a) setengah menganggur (under employment), yaitu lama bekerja kurang dari
yang mereka bisa kerjakan;
(b) tampak bekerja tetapi tak bekerja secara penuh, terdiri atas:
1. pengangguran tak kentara (disguised unemployment), misalnya petani
bekerja di lading seharian penuh padahal pekerjaan tersebut tidak
memerlukan waktu 1 hari penuh.
2. pengangguran tersembunyi (hidden unemployment), yaitu bekerja tak
sesuai dengan tingkat pendidikan.
3. pensiun lebih awal.
(c) tenaga kerja yang lemah, bekerja secara penuh (full time) tetapi intensitasnya
lemah;
(d) tenaga kerja tak produktif: mampu bekerja produktif tetapi sumberdaya
pendukung kurang memadai/tidak ada sehingga hasilnya kurang baik.
Terkait dengan inflasi dan pengangguran dikenal adanya kurva Phillips (the
Phillips curve), yaitu kurva yang menggambarkan hubungan terbalik antara
kenaikan tingkat upah dan tingkat pengangguran. Artinya, kalau dikehendaki
tingkat pengangguran yang rendah maka kita dihadapkan pada tingkat upah yang
tinggi. Jadi, seolah-olah terjadi trade-off antara kenaikan tingkat upah dan tingkat
pengangguran.
Gambar 4.12. menjelaskan penurunan tingkat upah ada batasnya, artinya
tidak terus-menerus turun apabila terjadi kenaikan tingkat pengangguran. Adanya
kebijakan menetapkan upah minimum regional (UMR) merupakan salah satu
contoh pratek dalam dunia nyata. u = U/L; dengan u adalah tingkat pengangguran,
L adalah jumlah tenaga kerja dalam perekonomian, dan U adalah tenaga kerja
yang menganggur.
Secara matematis:
o

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -14


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

W = - f (NS – ND), tingkat kenaikan upah nominal merupakan fungsi dari excess
demand for labor. Bila excess demand for labor, -(NS – ND) semakin besar, maka
tingkat upah naik lebih tinggi.

o
W

0 u

Gambar 4.12. Kurva Phillips

o
Atau, W = g (u); g' < 0, artinya tingkat pengangguran semakin rendah maka
tingkat upah naik dalam jumlah yang besar.
Ada juga yang menuliskan:
o o
W = -  +  1/ atau w = - +  1/U
Short-run Phillips curve menjelaskan bahwa kenaikan upah tidak hanya
dipengaruhi oleh tingkat pengangguran tetapi juga oleh tingkat kenaikan harga
yang diharapkan:
o o o
W = g (u) + Pe, dengan Pe bertindak sebagai shifter. Gambar 4.13. membantu
menjelaskan hal ini. Bila orang memperkirakan harga-harga naik dari Pe0 ke Pe1
maka Phillips curve bergeser dari g(u) + Pe0 ke g(u) + Pe1 dengan Pe sebagai
shifter, sehingga tingkat upah menjadi naik. Bila tingkat upah nominal naik, harga-
harga akan naik, tetapi tingkat kenaikan harga tidak harus sama dengan tingkat

o
W

o
g(u) + Pe1
0 u
o
g(u) + Pe0

Gambar 4.13. Short-run Phillips curve


PS. Agribisnis – FP UNUD IV -15
I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

kenaikan upah nominal. Pada Gambar tersebut juga tampak terjadi trade-off antara
inflasi dan pengangguran, karena dalam jangka pendek kurva Phillips berlereng
negatif.
Dalam jangka panjang,
o o
W = g (u) + Pe
o o o o
P = W – y/N + , dengan P adalah tingkat kenaikan harga (inflasi), sehingga:
o o o o
P = g(u) + P – y/N + e

o o
Patut dicatat, bahwa dalam jangka panjang Pe = P, dan  = 0, sehingga:
o o o o o o
P = g(u) + Pe – y/N menjadi g(u) = y/N atau g(u) – y/N = 0. u yang memenuhi
persamaaan ini disebut dengan "natural unemployment rate", artinya, orang yang
tidak bekerja, bukan tidak mendapat pekerjaan tetapi mereka yang keluar masuk
pasar tenaga kerja untuk memperoleh upah yang lebih tinggi.
Gambar 4.14 mencoba menerangkan hal tersebut. Dalam jangka pendek
kurva Phillips memenuhi persamaan:
o o
W = g (u) + Pe
Sedangkan, dalam jangka panjang kurva Phillips memenuhi persamaan:
o
g(u) – y/N = 0. Dalam jangka panjang kurva tersebut vertical dan pengangguran
sebesar un, artinya dalam jangka panjang tidak lagi terjadi trade-off antara inflasi
dan pengangguran.

o o o
W g(u) –y/N = 0 P

o o
y/N g(u) + Pe2 0
0 o u
o g(u) + Pe1
g(u) + Pe0
Gambar 4.13. Kurva Phillips vertikal
dalam jangka panjang

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -16


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Perlatihan :

1. Apa yang dimaksud dengan permintaan dan penawaran tenaga kerja ?


Mengapa kurva penawaran tenaga kerja dapat berbentuk backward-bending ?
2. Kapan equilibrium pada pasar tenaga kerja tercapai ?. Bagaimana kaitan antara
tingkat employment dengan tingkat output (produk nasional) ?
3. Apa yang anda ketahui tentang cost push inflation dan demand pull inflation ?
Apa persamaan dan perbedaannya bila hal tersebut terjadi ?
4. Tuntutan kenaikan upah oleh buruh dapat menimbulkan inflasi, jelaskan !
Mungkinkah tuntutan kenaikan upah oleh buruh tidak berakibat terhadap
inflasi ? Jelaskan jawaban saudara !
5. Apa yang saudara ketahui tentang kurva Phillips ? Jelaskan apa yang dimaksud
short-run Phillips curve dan long-run Phillips curve ! Apakah trade-off antara
inflasi dan pengangguran tercermin pada kedua kurva tersebut ?
6. Keynesian mengemukakan adanya pengangguran terpaksa dalam per-
ekonomian, sedangkan classical tidak mengemukakan hal tersebut. Jelaskan !

Pustaka:

Boediono, Edisi 4. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2. Ekonomi Makro.
BPFE, Yogyakarta.

Branson, William, 3 th edition. Macroeconomic Theory and Policy. Harper and Row
Publisher, N.Y.

Dornbusch, R. and S. Fischer, 4th edition. Macroeconomics. JMC Press Inc., Q.C.

Soediyono, Edisi 1. Ekonomi Makro: Analisa IS-LM dan Permintaan-Penawaran


Agregatif. Liberty, Yogyakarta.

Wijaya, Faried, Edisi 2. Ekonomika Makro, Aneka Model Baku. BPFE, Yogyakarta.

PS. Agribisnis – FP UNUD IV -17


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

5 Ekonomi Makro Terbuka


(Sektor Luar Negeri)

Komponen sektor luar negeri terdiri atas:


a. Current account, yaitu NX = X – M; net eksport (NX) sama dengan eksport (X)
dikurangi import (M).
b. Capital account, yaitu F = Co – Ci; net capital outflow (F) atau modal yang
mengalir keluar negeri bersih sama dengan modal yang mengalir keluar negeri
(Co) dikurangi modal yang masuk ke dalam negeri (Ci).
c. Transfer kepada orang asing (R).
Balance of Payment (BOP) surplus atau neraca pembayaran luar negeri
surplus dapat dirumuskan sebagai:
BOP surplus = (X - M) – F – R
BOP surplus terjadi bila net eksport lebih besar dari net capital outflow di tambah
transfer pada orang asing. BOP dapat defisit, yaitu bila net eksport lebih kecil dari
net capital outflow ditambah transfer pada orang asing. BOP dalam keadaan
seimbang bila net eksport sama dengan net capital outflow ditambah transfer pada
orang asing. BOP defisit tidak dikehendaki oleh masyarakat karena merugikan
perekonomian suatu negara. BOP surplus juga tidak menguntungkan karena
banyak barang-barang dan modal dalam negeri yang dinikmati oleh negara lain.
Dengan demikian, BOP yang seimbang adalah BOP yang diinginkan oleh suatu
perekonomian.

PS. Agribisnis – FP UNUD V -1


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Real eksport dapat dirumuskan sebagai:


x = x(P, e); dx/dP < 0 dan dx/de < 0
dengan:
x = real eksport
P = tingkat harga
e = exchange rate, menyatakan nilai tukar rupiah dalam mata uang asing,
misalnya Rp1,- berapa US$ ?

Hubungan antara x dan P negatif karena bila tingkat harga naik maka harga
barang-barang ekspor naik sehingga di pasaran internasional barang-barang ekspor
tersebut menjadi kurang kompetitif. Oleh karenanya, bila tingkat harga naik maka
jumlah barang-barang yang diekspor turun.
Hubungan antara x dan e negatif karena bila nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing meningkat maka jumlah US$ yang diterima oleh para eksportir
dari menjual barang-barangnya di luar negeri dalam nilai rupiah menurun, sehingga
jumlah barang-barang yang diekspor yang dapat dibeli juga menurun. Oleh
karenanya, bila e meningkat maka x menurun.
Real import dapat dirumuskan sebagai:
m = m(y, P, e); dm/dy > 0, dm/dP > 0, dan dm/de > 0
dengan:
m = real import
y = real income
P = tingkat harga
e = exchange rate
Hubungan antara m dan y positif karena bila pendapatan riil meningkat
maka daya beli masyarakat akan barang-barang impor juga akan meningkat. Oleh
karenanya, bila y meningkat maka m juga meningkat.
Hubungan antara m dan P positif karena bila tingkat harga di dalam negeri
meningkat maka harga barang-barang impor menjadi relatif lebih murah daripada
harga barang-barang domestik. Oleh karenanya, bila P naik maka m juga naik.
Hubungan antara m dan e positif karena bila exchange rate naik maka
jumlah rupiah yang diterima oleh importir dari hasil penjualan barang-barang
import yang dibeli dalam nilai US$ menjadi lebih besar. Dengan jumlah US$ yang
lebih banyak, importir dapat mendatangkan barang-barang impor dalam jumlah
yang lebih banyak. Oleh karenanya, bila e naik maka m juga naik.

PS. Agribisnis – FP UNUD V -2


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Selanjutnya, F = F(r) ; dF/dr < 0 dengan F adalah net capital outflow dan r
adalah tingkat bunga (interest rate). Hubungan antara F dan r negatif karena bila
tingkat bunga di dalam negeri turun maka modal yang lari keluar negeri akan
meningkat karena kurang menguntungkan menanam modal di dalam negeri.
Akibatnya net capital outflow meningkat. Sebaliknya, bila tingkat bunga dalam
negeri naik maka menanamkan modal di dalam negeri lebih menguntungkan
sehingga jumlah modal yang masuk dari luar negeri meningkat. Akibatnya, net
capital outflow menurun. Oleh karenanya, bila r turun maka F meningkat dan
sebaliknya bila r naik maka F akan turun.
Equilibrium pasar barang dalam ekonomi terbuka dapat dituliskan sebagai:
IS: c + i + g + (x-m) = c + s + t + rf
dengan :
c = konsumsi riil
i = investasi riil
g = pengeluaranpemerintah riil
s = tabungan riil
t = pajak riil
rf = transfer pada orang asing riil
atau dapat dituliskan sebagai:
i(r) + g + x(P, e) = s{y-t(y)} + t(y) + m(y, P, e) + rf
Pengaruh perubahan tingkat harga (P) terhadap equilibrium pasar barang
atau kurva IS dapat dilihat pada Gambar 5.1. Pada tingkat harga P0, equilibrium
pasar barang digambarkan oleh kurva IS0. Bila tingkat harga naik menjadi P1 maka
real import meningkat dari m(P0) ke m(P1) seperti ditunjukkan oleh perubahan garis
s+t+m dari s+t+m(P0) ke s+t+m(P1). Kenaikan harga sebaliknya menyebabkan
real eksport menurun seperti ditunjukkan oleh pergeseran kurva i+g+x dari
i(r)+g+x(P0) ke i(r)+g+x(P1). Sebagai akibatnya, kurva IS bergeser dari IS0 ke IS1.
Dengan demikian, bila tingkat harga naik maka pada tingkat bunga yang sama
pendapatan nasional riil (real national income) menjadi lebih kecil. Atau pada
tingkat pendapatan nasional yang sama tingkat bunga menjadi lebih tinggi.
Slope dari kurva IS (dr/dy IS) bila P, e, g konstan dapat dirumuskan
sebagai berikut:

i(r) + g + x(P, e) = s{y-t(y)} + t (y) + m(y, P, e)

PS. Agribisnis – FP UNUD V -3


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

s m
i'dr = -------------- (dy – t'dy) + t'dy + -------- dy
{y-t(y)} y

s m
-------------- (1 – t') + t' + --------
dr {y-t(y)} y
---- = ---------------------------------------------
dy IS i'

Gambar 5.1 menunjukkan, bahwa slope kurva IS menjadi lebih tajam bila
dibandingkan dengan sebelumnya karena masuknya m/y atau marginal
propensity to import (MPI). Efek dari kebijakan fiskal menjadi lebih kecil seperti
terlihat berikut ini:
1
dy = ---------------------------------------------------- dg
s m
-------------- (1 – t') + t' + --------
{y-t(y)} y

Kwadrant II r Kwadrant I

r0

i(r)+g+x(P0) r1 IS1
i(r )+g + x(P1) IS0

i+g+x y'0 y'1 y0 y1 y

s+t+m(P0)
(i+g+x) = (s+t+m) s+t +m(P1)

Kwadrant III s+t+m Kwadrant IV

Gambar 5.1. Pengaruh kenaikan P terhadap equilibrium pasar barang

BOP equilibrium dapat didefiniskan sebagai berikut:


B = P.x(P, e) – (Pf/e).m(y, P, e) – F(r) = 0

PS. Agribisnis – FP UNUD V -4


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

dengan:
P = tingkat harga domestik
e = exchange rate
Pf = harga luar negeri dari barang-barang impor
BOP equilibrium terjadi bila net eksport (X-M) sama dengan net capital
outflow. Bila net eksport lebih besar dari net capital outflow maka yang terjadi
adalah BOP surplus, bila sebaliknya maka yang terjadi adalah BOP defisit. BOP
equilibrium dapat dilihat pada Gambar 5.2. sebagai berikut.

r"0 B BOP0
r0

r'0 .A

r1
F(r)

F 45o 0 y

P.x – (Pf/e).m = F P0.x(P0) – (Pf/e).m(P0)

X–M

Gambar 5.2. Neraca pembayaran luar negeri (BOP) equilibrium

Kurva BOP0 menggambarkan kombinasi y dan r yang akan membawa


neraca pembayaran luar negeri dalam keadaan equilibrium. Dengan demikian,
sepanjang kurva BOP0 terpenuhi net eksport (X-M) sama dengan net capital outflow
(F). Titik A menggambarkan keadaan perekonomian yang mengalami defisit dalam
neraca pembayaran luar negerinya. Pada titik A dengan besar pendapatan
nasionalnya adalah y0, tingkat bunga sebesar r'0 lebih rendah dari tingkat bunga
yang akan membawa BOP dalam keadaan equilbrium yaitu sebesar r0. Keadaan ini
menyebabkan sebagian modal di dalam negeri lari ke luar negeri karena kurang
menguntungkan menanamkan modal di dalam negeri. Akibatnya, net capital
outflow menjadi lebih besar daripada net eksport atau BOP dalam keadaan defisit.

PS. Agribisnis – FP UNUD V -5


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Sebaliknya, di titik B neraca pembayaran luar negeri dalam keadaan surplus. Pada
titik B, tingkat bunga sebesar r"0 untuk tingkat pendapatan nasional sebesar y0
lebih tinggi daripada tingkat bunga yang akan membawa BOP dalam keadaan
equilibrium yaitu sebesar r0. Keadaan ini akan menyebabkan modal dari luar negeri
yang masuk meningkat karena menanamkan modal di dalam negeri lebih
menguntungkan. Akibatnya, net capital outflow menurun dan lebih rendah dari net
eksport atau BOP dalam keadaan surplus.
Slope BOP equilibrium dapat diturunkan sebagai berikut:
B = P.x(P, e) – (Pf/e).m(y, P, e) – F(r)
dB = 0 = - (Pf/e) (m/y)dy –F'dr
dr (Pf/e) (m/y)
---- = ------------------- > 0
dy dB=0 F'
Dengan demikian, BOP equilinrium mempunyai slope positif. Pengaruh perubahan
tingkat harga terhadap BOP equilibrium dapat diterangkan sebagai berikut:

X – M = P.x(P, e) – (Pf/e).m(y, P, e)

Pengaruh kenaikan P terhadap m positif (m/P > 0) sehingga bila P naik


maka m juga naik. Sehingga nilai impor nominal juga akan naik. Sedangkan,
pengaruh kenaikan P terhadap x adalah negatif (x/P < 0) sehingga pengaruhnya
terhadap nilai ekspor, X (X=x.P) dapat positif atau negatif tergantung dari besarnya
elastisitas permintaan ekspor (Ex), yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
X = P.x(P, e)
x/P = x + P(x/P)
= x{1+ (P/x) (x/P)}
= x(1 + Ex)

Elastisitas permintaan ekspor umumnya bertanda negatif sehingga bila


Ex < -1 maka x/P < 0, atau berarti kenaikan tingkat harga akan diikuti dengan
penurunan nilai ekspor. Dengan demikian, kenaikan tingkat harga akan
menurunkan nilai ekspor, X bila Ex < -1 dan menaikkan nilai impor, M sehingga
akibatnya net eksport (X-M) menurun.

PS. Agribisnis – FP UNUD V -6


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Pengaruh kenaikan tingkat harga P bila Ex < -1 dapat dilihat pada Gambar
5.3. Kenaikan P menyebabkan kurva X-M bergeser ke atas sehingga akibatnya
garis BOP bergeser dari BOP0 ke BOP1.

r
BOP1
BOP0
r0

r1
F(r)

F 45o 0 y

P1.x(P1) – (Pf/e).m(P1)
P.x – (Pf/e).m = F P0.x(P0) – (Pf/e).m(P0)

X–M

Gambar 5.3. Pengaruh kenaikan tingkat harga terhadap


BOP equilibrium

Menaikkan exchange rate disebut sebagai upvaluasi sedangkan menurun-


kan exchange rate disebut sebagai devaluasi. Pada upvaluasi nilai tukar Rp
terhadap mata uang asing dinilai lebih tinggi sebaliknya pada devaluasi nilai tukar
Rp terhadap mata uang asing dinilai lebih rendah.
Bila P tetap, kenaikan e akan menyebabkan x turun (m/e < 0) sehingga
nilai ekspor, X akan turun. Pengaruh kenaikan e terhadap nilai impor, M dapat
positif atau negatif oleh karena kenaikan e dapat menurunkan (Pf/e) sebaliknya
menaikkan m mengingat m/e > 0. Pengaruh kenaikan e terhadap nilai impor, M
ditentukan oleh besarnya elastisitas permintaan impor Em. Elastisitas permintaan
impor dapat diturunkan dengan cara yang sama seperti pada penurunan elastisitas
permintaan ekspor. Bila Em < -1, kenaikan e akan diikuti dengan penurunan M
sebaliknya bila Em > -1, maka kenaikan e atau upvaluasi akan menurunkan net
eksport oleh karena nilai ekspor menurun dan nilai impor meningkat. Secara garis
besar hal ini akan menyebabkan BOP bergeser ke atas.

PS. Agribisnis – FP UNUD V -7


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Gambar 5.4a. menunjukkan, bahwa (y0, r0) adalah internal equilbrium


sedangkan (y0, r1) adalah external equilbrium. Terlihat di sini tidak ada kesesuaian
antara internal equilbrium dan external equilibrium. Hal ini terjadi karena neraca
pembayaran luar negeri dalam keadaan surplus. Pada tingkat pendapatan sebesar
y0, tingkat bunga r0 terlalu tinggi sehingga net capital outflow menurun atau (X-M)
> F. Gambar 5.4b. juga menunjukkan ketidaksesuaian antara internal equilibrium
dan external equilibrium. Hal ini terjadi karena neraca pembayaran luar negeri
dalam keadaan defisit. Pada tingkat pendapatan sebesar y0, tingkat bunga r0
terlalu rendah sehingga net capital outflow meningkat atau (X-M) < F.

LM LM
BOP BOP
r1

r0 r0

r1
IS IS
0 y0 0 y0

(5.4a) BOP surplus (5.4b) BOP defisit

Gambar 5.4. External dan internal equilibrium

Bila exchange rate tetap, penyesuaian terhadap neraca pembayaran luar


negeri yang surplus atau defisit dapat dilakukan dengan : (a) penyesuaian
exchange rate, (b) mempengaruhi current account, dan (c) mempengaruhi capital
account.
Perekonomian seperti pada Gambar 5.5a. mengalami surplus dalam neraca
pembayaran luar negerinya. Bila exchange rate tetap (ditetntukan oleh Bank
Sentral dalam hal ini di Indonesia adalah Bank Indonesia) maka untuk mencapai
neraca pembayaran luar negeri yang equilibrium diperlukan upvaluasi. Melalui
upvaluasi X menurun dan M meningkat sehingga net eksport menurut. Penurunan
net eksport menyebabkan BOP surplus berkurang danmencapai equilibrium pada
internal equilibrium. Secara grafis dapat dilihat bahwa kenaikan e akan

PS. Agribisnis – FP UNUD V -8


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

menyebabkan garis BOP bergeser dari BOP0 ke BOP1 sehingga (y0, r0) adalah
internal equilibrium sekaligus juga external equilibrium. Perekonomian seperti
Gambar 5.5b. menunjukkan perekonomian dalam keadaan neraca pembayaran luar
negeri defisit. Untuk mencapai neraca pembayaran luar negeri yang equilibrium
diperlukan devaluasi. Melalui devaluasi X meningkat dan M menurun sehingga
net eksport naik. Kenaikan net eksport menyebabkan BOP defisit berkurang hingga
mencapai internal equilibrium. Secara grafis dapat dilihat bahwa penurunan e akan
menyebabkan garis BOP bergeser dari BOP0 ke BOP1 sehingga (y0, r0) adalah
internal equilibrium sekaligus juga external equilibrium.

BOP0 BOP1
LM LM
BOP
r1
BOP1
r0 BOP0 r0

r1
IS IS
0 y0 0 y0

(5.4a) BOP surplus (5.4b) BOP defisit

Gambar 5.5. Penyesuaian exchange rate untuk mengatasi BOP surplus & defisit

Untuk mengatasi masalah neraca pembayaran luar negeri defisit dapat


dilakukan dengan mempengaruhi current account seperti mengenakan tariff, quota
yang lebih tinggi pada barang-barang impor dan atau mengurangi pajak ekspor,
memberikan subsidi dan sebagainya.
Untuk mengatasi neraca pembayaran luar negeri defisit karena larinya
modal ke luar negeri dapat dilakukan dengan mengenakan pajak atas pembelian
saham atau obligasi di luar negeri. Besarnya pajak ini ditentukan sedemikian rupa
sehingga tingkat keuntungan yang akan diperoleh dari membeli saham atau
obligasi di luar negeri menjadi sama dengan tingkat keuntungan bila modal
tersebut ditanamkan di dalam negeri. Pajak tersebut dikenal sebagai interest
equalization tax.

PS. Agribisnis – FP UNUD V -9


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Bila exchange rate fleksibel (mengikuti mekanisme pasar), penyesuaian


terhadap neraca pembayaran luar negeri dapat diterangkan sebagai berikut.
Srp = (Pf/e).m(y, P, e) + F(x)
dengan Srp adalah supply rupiah.
Supplay rupiah ditentukan oleh nilai impor dan net capital outflow. Importir
menukarkan rupiahnya untuk mendapatkan US$. Demikian pula investor yang
akan menanamkan modalnya ke luar negeri akan melakukan hal yang sama. Bila
Em > -1, kenaikan e akan menyebabkan kenaikan M sehingga akibatnya Srp
meningkat. Dengan demikian, dapat dirumuskan hubungan antara supply rupiah,
Srp dengan exchange rate, e sebagai dSrp/de > 0.
Drp = P.x(P, e)
dengan Drp = demand for rupiah.
Permintaan akan rupiah datang dari eksportir karena eksportir menerima
US$ untuk ditukar ke rupiah. Bila e naik maka X turun, sehingga Drp juga turun.
Dengan demikian, hubungan antara Drp dan e dirumuskan sebagai dDrp/de<0.
Equilbrium exchange rate e terjadi bila permintaan akan rupiah, Drp sama
dengan penawaran rupiah, Srp atau dapat dituliskan sebagai:
P.x(P, e) = (Pf/e).m(y, P, e) + F(r)
Dengan demikian, exchange rate equilibrium juga menggambarkan neraca
pembayaran luar negeri yang equilibrium.
Gambar 5.6 berikut menunjukkan equilibrium perekonomian mula-mula di
titik A (y0, r0). Katakanlah ada kebijakan moneter, jumlah uang beredar meningkat
sehingga LM bergeser dari LM0 ke LM1. Equilibrium internal baru di titik B (y1, r1)
dengan neraca pembayaran luar negeri sekarang dalam keadaan defisit. Kenaikan
jumlah uang beredar menyebabkan r turun dan y naik. Turunnya r menyebabkan
net capital outflow naik dan naiknya y menyebabkan M naik. Kenaikan F dan M

BO0 BOP1

r0 A
r1 B
LM0
LM1 IS0

0 y0 y1 y
PS. Agribisnis –Gambar 5.6. External dan internal equilibrium
FP UNUD V -10
bila jumlah uang beredar meningkat
I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

menyebabkan Srp naik sehingga e turun karena ada excess supply. Menurunnya e
menyebabkan X naik dan M turun (Em > -1), atau net eksport meningkat.
Meningkatnya net eksport akan mengurangi neraca pembayaran luar negeri defisit
seperti ditunjukkan oleh pergeseran garis BOP dari BOP0 ke BOP1. Pada titik B (y1,
r1) tercapai internal dan external equilibrium dengan neraca pembayaran luar
negeri sekarang dalam keadaan seimbang.
Bila dilakukan kebijakan fiskal misal meningkatkan pengeluaran pemerintah,
g maka y dan r akan meningkat. Kenaikan y menyebabkan M meningkat
sedangkan kenaikan r menyebabkan F turun sehingga pengaruhnya terhadap Srp
dapat menaikkan atau menurunkan. Bila kenaikan g menyebabkan neraca
pembayaran luar negeri defisit seperti pada Gambar 5.7a maka perlu dilakukan
devaluasi sebaliknya bila kenaikan g menyebabkan neraca pembayaran luar negeri
surplus seperti Gambar 5.7b maka perlu dilakukan upvaluasi.

r r
BOP0 BOP1
LM
LM BOP1
r1
r1 BOP0
r0 IS1
r0 IS1

IS0 IS0

0 y0 y1 y 0 y0 y1 y
(5.7a) BOP defisit (5.7b) BOP surplus

Gambar 5.7. External dan internal equilibrium bila g meningkat

Perlatihan:
1. Bilamana Balance of Payment (BOP) surplus atau neraca pembayaran luar
negeri surplus atau defisit ? BOP yang bagaimana yang dikehendahi oleh suatu
perekonomian ?

PS. Agribisnis – FP UNUD V -11


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

2. Apa yang saudara ketahui tentang devaluasi dan upvaluasi ? Kapan kebijakan
devaluasi dan upvaluasi dilakukan ?
3. Bila exchange rate fleksible, kebijakan moneter akan secara otomatis membawa
perekonomian ke arah neraca pembayaran luar negeri yang seimbang.
Jelaskan ! Apakah hal yang sama akan terjadi bila kebijakan fiskal dilakukan.
Jelaskan !
4. Bila exchange rate tetap, penyesuaian terhadap neraca pembayaran luar negeri
yang surplus atau defisit dapat dilakukan dengan mempengaruhi current
account. Jelaskan pendapat saudara !

Pustaka:
1. Branson, William, 3 th edition. Macroeconomic Theory and Policy. Harper and
Row Publisher, N.Y.

2. Dornbusch, R. and S. Fischer, 4th edition. Macroeconomics. JMC Press Inc.,


Q.C.

3. Wijaya, Faried, Edisi 2. Ekonomika Makro, Aneka Model Baku. BPFE, Yogyakarta.

PS. Agribisnis – FP UNUD V -12


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

6 Teori Pertumbuhan

Branson (chapter 23) mengulas teori pertumbuhan terutama mengenai


Harrod-Domar growth model dan Neo-Classical growth model. Model pertumbuhan
Harrod-Domar berdasarkan asumsi yang digunakan membahas capital formation
equation, full employment of capital, full employment of labor, Harrod-Domar
condition, serta kelemahan model tersebut. Sedangkan, pada model pertumbuhan
menurut Neo-Classical berdasarkan asumsi yang digunakan menguraikan
equilibrium capital labor ratio; equilbrium capital output ratio; equilibrium
consumption and invesment; wages, profit, dan relative share; dan golden rule
condition.

6.1. Harrod-Domar Growth Model

Asumsi yang digunakan dalam teori pertumbuhan ini adalah fixed coefficient
production function: Qt = min (Kt/v, Lt/). v adalah unit K yang diperlukan untuk
menghasilkan 1 unit Q dan  adalah unit L yang diperlukan untuk menghasilkan 1
unit Q. Kenaikan produksi ditentukan oleh faktor produksi dalam keadaan yang
minimum. Artinya, meningkatkan produksi dilakukan dengan menambahkan faktor
produksi yang keadaannya minimum. Sebaliknya, jika dilakukan penambahan
hanya pada faktor produksi yang berlebih maka produksi (Q) tetap. Hal ini
dijelaskan melalui Gambar 6.1. Bila Kt/v lebih kecil daripada Lt/ maka Qt
ditentukan oleh Kt/v, artinya output yang dihasilkan oleh modal yang tersedia. Bila
K/L lebih besar daripada v/ maka terjadi excess capital, sebaliknya bila K/L lebih
kecil dari v/ akan terjadi excess labor (unemployment labor in the economy).

PS. Agribisnis – FP UNUD VI-1


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

K
v/ = K/L

Q1

Q0
0 L
Gambar 6.1. Harrod-Domar production
function with fixed coefficient
of production

Capital formation equation menurut Harrod-Domar: It = dK/dt = St = st.Qt.


Persamaan ini pada prinsipnya sama dengan Classical, bahwa saving menjadi
investasi dengan s sebagai bagian dari output yang ditabung. Output demanded in
the economy Qt = It/s, sehingga dQ/dt = i/s.dI/dt (perubahan output dilihat dari
sisi demand). Dari Qt = Kt/v, maka dQ/dt = i/v. dK/dt = i/v . It (pertumbuhan
output dilihat dari sisi supply).
Full employment of capital stock: dQ/dt =1/s . dI/dt = i/v . It; sehingga
.
(dI/dt)/I = s/v atau I = s/v (merupakan tingkat pertumbuhan investasi yang
diperlukan).
Full employment of labor force: Q = gL +  dengan Q adalah tingkat
perkembangan output (at the natural rate), gL adalah pertumbuhan labor, dan 
adalah tingkat pertumbuhan rata-rata produktivitas tenaga kerja. Supaya full
employment kedua-duanya maka harus terpenuhi gL +  = s/v (full employment
of capital and labor).
Simpulan yang dapat ditarik dari model Harrod-Domar: agar tercapai full
employment of capital and labor maka menurut mereka harus terpanuhi gL +  =
s.v, dengan gL, , s, dan v adalah sesuatu yang given (tidak ditentukan oleh proses
pertumbuhan ekonomi) atau bersifat exogenous.
Model Harrod-Domar dikatakan kaku (regid atau khife etge) karena bila
tidak terpenuhi persamaan tersebut, gL +   s/v dikatakan tidak equilibrium. gL +
 > s/v terjadi unemployment meningkat, dan sebaliknya gL +  < s/v terjadi
excess capital sehingga marginal output of capital sama dengan nol.

PS. Agribisnis – FP UNUD VI-2


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

6.2. Neo-Classical Growth Model

Neo-Classical berupaya mengatasi keregidan teori pertumbuhan Harrod-


Domar dengan cara: (1) mengubah fungsi produksi yang memungkinkan substitusi
di antara K dan L sehingga v ditentukan dalam proses pertumbuhan, (2) saving
rate (s) dinyatakan sebagai fungsi dari profit rate atau distribusi di antara K dan L
sehingga s ditentukan dari fungsi pertumbuhan, dan (3) kombinasi dari cara 1
dan 2.
Pada cara pertama, asumsi yang digunakan adalah fungsi produksi bersifat
constant returns to scale.
aQ = F (aK, aL) dengan a = 1/L
(1/L)1Q = F (K/L, L/L)
q = F (K/L, 1) atau q = f (k) ………… lihat Gambar 6.2.
Pada Gambar 6.2. dapat diterangkan bahwa q/k = (Q/L)/(K/L) = Q/K = 1/v karena
v = K/Q, sehingga 1/v = q/k. Bila k berubah maka v berubah dan ini berarti v tidak
given.

q
1/v1 1/v2

f (k)

0 k1 k2 k
Gambar 6.2. The relationship of k and v

Pada cara kedua, equilibrium capital output ratio (v*), dimana gL/s =
f(k*)/k* = 1/v*. Hal ini memungkinkan v berubah mencapai v*, dan agar v*
tercapai maka k harus mencapai k*. Untuk bisa mencapai k*, ini tergantung pada
s, artinya jika diinginkan output per labor yang lebih besar maka saving rate harus
lebih besar pula. Pada Gambar 6.3. ditunjukkan bahwa untuk mencapai k*1 dari k*
maka s1 harus lebih besar daripada s0. Ini berarti s tidak given.

PS. Agribisnis – FP UNUD VI-3


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

q
1/v1 1/v2

q*1 f (k)
q*
gL.k/s1
gL.k/s0

0 k* k*1 k
Gambar 6.3. The relationship of k and s

Golden rule condition adalah growth path dengan ratio c/L terbesar.
Pada Gambar 6.4. ditunjukkan bahwa konsumsi terbesar bila slope gLk sama
dengan slope garis yang menyinggung f (k), yaitu garis putus-putus, g = f' (k)
yang diindikasikan oleh garis yang sejajar.

q
f(k)
(gL/s)/k ={(gL +)/s}k
gLk

g = f'(k) c/L = c/E sg f(k)

s I/L

0 k*g k

Gambar 6.4. Golden rule condition

Berdasarkan Turnpikes theorem, bahwa golden rule sejalan dengan


maximize utility, artinya memaksimalkan welfare diperoleh dengan memaksimalkan
consumption. Dus, mencari pertumbuhan ekonomi yang mengarah golden rule
(consumption max) sama saja atau sejalan dengan yang mengarah pada maximize
utility. Golden rule tergantung pada (1) planning horizon dan (2) k*g (apakah
masih jauh atau sudah dekat).

PS. Agribisnis – FP UNUD VI-4


I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro

Perlatihan :
1. Mengapa teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh Harrod-Domar
dikatakan sangat regid atau kaku ? Bagaimana keregidan dari teori
tersebut diatasi oleh Neo-Classical model ? Jelaskan !
2. Apa yang saudara ketahui tentang Golden rule ? Bagaimana teori Turnpikes
terkait dengan Golden rule ? Jelaskan !

Pustaka :
1. Branson, William, 3 th edition. Macroeconomic Theory and Policy. Harper
and Row Publisher, N.Y.

PS. Agribisnis – FP UNUD VI-5

Anda mungkin juga menyukai