Ekonomika Makro
Ekonomika Makro
DIKTAT
1 Teori Penentuan
Pendapatan Nasional
Tujuan bab
Setelah membaca bab ini pembaca akan mengetahui secara lebih jelas
batasan analisis ekonomi mikro dan makro dan perkembangan ekonomi makro.
Kemudian, pembaca diperkenalkan kepada istilah output aktual dan output
potensial yang menjadi pusat perhatian ekonomi makro dan pendekatan analisis
ekonomi makro. Kepada pembaca akan diperkenalkan juga tentang pendekatan
perhitungan pendapatan nasional yang merupakan inti dari bab ini, istilah GNP dan
GDP, perbandingan nilai variabel ekonomi, serta sekilas tentang pemikiran ekonomi
makro.
Sasaran
1.1. Pendahuluan
Keadaan depresi ekonomi pada tahun 1930-an dan publikasi Keynes (1936),
The General Theory of Employment, Interest, and Money mendorong per-
kembangan ekonomi makro sebagai kerangka analisis untuk memahami penyebab
timbulnya tingkat pengerjaan (employment) yang sangat berfluktuasi dan kadang-
kadang berkepanjangan.
Mulai tahun 1950 hingga awal tahun 1970-an, analisis ekonomi makro Post-
Keynesian berpusat pada fluktuasi employment yang menyebabkan terjadi
fluktuasi permintaan agregat. Analisis yang berorientasi permintaan ini
secara implisit menerangkan upaya untuk mencegah fluktuasi perekonomian atau
upaya mempertahankan perekonomian beroperasi di sekitar pengerjaan penuh.
Demikianlah, sejak Perang Dunia II hingga tahun 1972 perekonomian dunia dapat
dipertahankan di sekitar pengerjaan penuh.
keseimbangan output, employment, tingkat harga, upah, dan tingkat bunga. Secara
skematis pendekatan ekonomi makro digambarkan pada Gambar 1.1.
PASAR BARANG :
[konsumsi (C), pengeluaran
pemerintah (G), investasi (I),
dan ekspor neto (X-M)]
FUNGSI PRODUKSI
dengan :
Q = jumlah hasil
P = harga per unit hasil
NI = pendapatan nasional
Upah dan gaji. Pendapatan yang diperoleh rumah tangga sebagai imbalan
terhadap penggunaan tenaga kerja termasuk tunjangan keluarga, kesehatan,
perumahan, dsb.
Sewa. Semua macam sewa atas pemakaian aktiva tetap.
Bunga. Bunga modal pinjaman yang dibayar oleh sektor swasta baik sektor
perusahaan maupun sektor rumah tangga. Bunga atas hutang pemerintah kepada
masyarakat dikategorikan sebagai transfer pemerintah.
Laba. Laba perusahaan perseorangan dan laba perseroan.
Transfer perusahaan. Pengeluaran perusahaan pada sektor swasta di mana
perusahaan tidak memperoleh balas jasa, misal bantuan perusahaan kepada
lembaga-lembaga sosial, bencana alam, dsb. Termasuk pula dalam transfer
perusahaan adalah penghapusan piutang perusahaan.
Pajak tidak langsung. Beban pajak dialihkan pihak lain, misal pajak penjualan,
cukai, dsb.
Subsidi. Transfer pemerintah kepada masyarakat.
Penyusutan. Penyusutan untuk bangunan, mesin-mesin, dsb.
1.2.2 Gross national product (GNP) dan gross domestic product (GDP)
Untuk dapat membedakan istilah GNP dan GDP perlu dipahami istilah
pendapatan netto terhadap luar negeri dari faktor produksi, yaitu pendapatan dari
faktor produksi milik orang Indonesia di luar negeri dikurangi dengan pendapatan
dari faktor produksi milik orang asing di Indonesia.
GNP = GDP + pendapatan netto terhadap luar negeri dari faktor
produksi
1.2.4 Nilai atas harga berlaku dan nilai atas harga konstan
Hubungan antara variabel yang dinilai atas dasar harga yang berlaku dengan
variabel yang dinilai atas dasar harga yang berlaku dengan variabel yang dinilai
atas dasar harga konstan dapat dirumuskan sebagai berikut.
IH tahun dasar
Vhk = Vhb ------------------------------
IH tahun bersangkutan
PitQio
IHK dan IHP = ------------ IH Laspeyres, sebagai penimbang
PioQio jumlah produk pada tahun dasar
PitQit
GNP deflator = ------------ IH Paasche, sebagai penimbang
PioQit jumlah produk pada tahun berlaku
Perlatihan
Pustaka
3. Wijaya M., Faried., Edisi 2. Ekonomika Makro Aneka Model Baku. BPFE
Yogyakarta.
Pendekatan
2 Ekonomi Makro
Tujuan bab
Setelah membaca bab ini pembaca akan mengetahui secara lebih jelas
variabel dan model ekonomi makro dan keseimbangan statis dan analisis multiplier.
Kemudian, pembaca diperkenalkan kepada model IS – LM yang menggambarkan
keseimbangan pasar barang dan keseimbangan pasar uang serta keseimbangan
gabungan kedua pasar tersebut, kebijakan fiskal dan kebijakan moneter serta efek-
tivitas kedua jenis kebijakan tersebut. Kepada pembaca akan diperkenalkan juga
tentang model penawaran agregat dan permintaan tenaga kerja serta pengaruh
kebijakan fiskal dan moneter pada perekonomian yang terdiri atas pasar barang,
pasar uang, pasar tenaga kerja dan fungsi produksi.
Sasaran
Untuk memudahkan analisis dibatasi pada model ekonomi dua sektor, yaitu
sektor rumah tangga dan sektor perusahaan (Gambar 2.1.)
Penerimaan kotor
Pendapatan
Cd + Id + Gd + (X-M) = GNP = C + S + T + Rf
C + I + G + (X-M) GNP C + S + T + Rf
I + G + (X-M) S + T + Rf
Dalam ekonomi tertutup (close economy), Rf dan (X-M) jumlahnya kecil dan
dapat diabaikan, sehingga persamaan menjadi:
I = S + (T-G)
dengan:
I = invesment
S = private saving
(T-G) = net government saving
Nominal GNP diukur berdasarkan harga berlaku, sedangkan Real GNP diukur
berdasarkan harga pada tahun dasar. Berdasarkan perjanjian macroeconomist:
Nominal term : GNP = C + I + G + (X-M)
Real term : gnp = c + i + g + (x-m)
GNP
P ----------
gnp
dengan P adalah price index, menggambarkan tingkat harga dalam suatu per-
ekonomian.
C+I+G=Y=C+S+T
Y = P.y
dengan Y adalah nominal GNP (pendapatan nominal), P tingkat harga, dan y adalah
real output.
Untuk mendapatkan pendapatan riil maka masing-masing komponen output
dibagi dengan indeks harga yang relevan, sehingga dalam real term menjadi:
c+i+g=y=c+s+t
i+g = s+t
Real output yang tidak dinikmati Real income yang tidak dibelanjakan
konsumen
Selanjutnya:
i = s + (t – g)
Selanjutnya:
_
i + inv + g = S+t
_
c + i + inv + g = y = s + t
Jadi, inv bertujuan
menyeimbangkan kesamaan atau
mengarahkan ekuilibrium
Misalnya, pada y yang tetap, maka penurunan s secara tiba-tiba mengakibatkan c
naik, dan akibat selanjutnya adalah inventory menurun. Ini berarti, inv < 0
(unexpected deculumation of invesment).
Menyebabkan
income tetap seperti
sebelumnya
(seolah-olah ekuilibrium)
Karena penurunan
inventory mendorong
penjual memesan lebih
banyak produk yang
mengakibatkan produksi
naik sehingga pendapatan
(y) juga naik
Penggunaan
Income
45o
s = s{yo-t(yo)}
c = c{yo-t(yo)}
t = t (yo)
Income
Equilibrium income :
Bila inv > 0, reaksi produsen adalah mengurangi produksi sehingga output
nasional turun, akibat selanjutnya adalah income turun. Sedangkan, bila inv < 0
produsen berupaya meningkatkan produksi,sehingga output nasional naik dikuti
inv0
i+g
inv1
0 y1 yE y0 y
dy/dt (t = time)
+ dy/dt > 0
yE y
dy/dt = 0
_
dy/dt < 0
Keterangan:
Pada y0, (s + t) > (i + g) berarti masyarakat membeli lebih sedikit dari yang
diharapkan oleh penjual, sehingga inv = inv0> 0, akibatnya produsen
akan mengurangi produksinya (y). Jadi, y cenderung turun, dy/dt < 0.
Pada yE, (s + t) = (i + g) berarti masyarakat membeli dalam jumlah yang
diharapkan oleh penjual, sehingga inv =0. Ini disebut stable equilibrium
dan tercapai bila terpenuhi c' > 0, s' > 0, t' > 0 dan {d(s+t)/dy} > 0. Jadi,
y cenderung tetap, dy/dt = 0.
Pada y1, (s + t) < (i + g) berarti masyarakat membeli lebih banyak dari
yang diharapkan oleh penjual, sehingga inv = inv0 < 0, akibatnya
produsen akan meningkatkan produksinya (y). Jadi, y cenderung naik,
dy/dt > 0.
Pergeseran fungsi (tabungan + pajak) :
s+t
i+g
s1 + t
inv > 0 _
inv = 0 i + g (tetap)
E1 E0
0 y1 y0 y
s0 + t
Keterangan:
Masyarakat menabung lebih banyak
s + t bergeser dari (s0 + t) ke (s1 + t)
pada y0, inv > 0 (produsen mengurangi produksinya hingga inv = 0 ),
y turun
saving tetap, tetapi pada tingkat y yang lebih rendah.
i+g
s+t
s1+t s0+t
i+g (tidak tetap)
inv > 0
(s+t)0
E1 E0
(s+t)1
0 y1 y0 y
Keterangan:
(i+g) fungsi y
tingkat saving lebih cepat dari tingkat investasi (lihat slope)
kenaikan saving dari s0+t ke s1+t menyebabkan y turun (dari y0 ke y1)
s turun dan y turun, ini adalah paradox of thrift (paradoks hemat,
berarti berhemat tetapi ekonomi malah mundur)
s+t
i+t
s+t
_
i1 + g
inv<0 _
i0 + g
0 y0 y1 y
Gambar 2.6. Kenaikan dalam investasi yang
direncanakan
Keterangan:
(i+g) naik
_
pada y0, (i + g) = (s + t) dengan i = i + inv, maka kenaikan i + g
menyebabkan inv turun (inv < 0), dan berkurangnya stok mendorong
produksi naik sehingga output y naik.
y naik ke y1
s+t
i+t (s+t)1
(s+t)0
_
i1 + g
_
i0 + g
0 y0 y2 y1 y
Keterangan:
Kenaikan income karena kenaikan i atau g tergantung pada slope dari (s+t).
Slope (s+t) yang curam (steeper) menyebabkan y kecil, sedangkan slope
(s+t) yang landai (flatter) menyebabkan y besar.
Multiplier :
_
Lum-Sum taxes, pajak merupakan jumlah tetap, t = t dan g tetap
_ _ _ _ _
c( y – t ) + i + g = y = c( y – t ) + s( y – t ) + t
(product side) (income side)
_
pada product side, kurangkan c(y–t)
terhadap y, menjadi:
_ _
i+g = y - c( y – t )
Pada g dan t tetap, _
Maka total defferential dy = c'dy + di
_
dy – c'dy = di
_
(1-c') dy = di
_
dy/di = 1/(1-c')
disebut invesment multiplier
= 1/s'
karena dy – c'dy = s'dy
1-c' = s'
Keterangan:
g dan t tetap, dg = 0 dan dt = 0
c' sama dengan marginal propensity to consume (MPC), bila MPC naik akan
mendorong income semakin besar.
sebaliknya s' adalah MPS, bila MPS naik berarti MPC turun sehingga
multiplier invesment semakin kecil, berarti income semakin kecil.
_
c{y – t(y)} + i + g = y
_
dy = c'(dy – t'dy) + di
_
dy = c'(1 – t')dy + di
_
1-c'(1-t') dy = di
_
Tetapi, bila t = t(y), i tetap maka terbentuk:
Keterangan: _ _
Balance budget, dg = dt, dan t bukan lum-sum taxes
_ _
i tetap, maka di = 0
dy = (- c'dg + dg)/(1-c') atau
dy/dg =(1-c')/(1-c') = 1
_ _
Jadi dy = dg, artinya bila kenaikan t dan g sama, sedangkan i tetap maka
surplus atau defisit pemerintah tetap dan equilibrium y naik sebesar dg
Asumsi-asumsi:
1. i = i(r),di/dr = i'<0 (artinya bila tingkat bunga, r naik maka investasi, i
turun); dan g exogenous
2. c = c {y-t(y)}, c'>0
3. s = s {y-t(y)}, s'>0
4. t = t(y), t'>0
Kriteria investasi:
Keterangan:
Pada t = 0, (Rt+0)/(1+r)0 = Rt/1 = Rt
PDVt = present discounted value
C = cost of the project (initial invesment)
Rt = net income
r = interest rate
t = periode waktu
Kalau digambarkan:
PDV
PDVt bila r = r0
PDVt bila r = r1
it
i1 i0
Keterangan:
PDV mempertimbangkan time value of money, bahwa Rp1 hari ini
(sekarang) lebih berarti/berharga ketimbang Rp1 besok karena ada PDVt
Pada tingkat bunga yang lebih kecil (r0 < r1), maka pada waktu, t yang
sama investasi lebih tinggi dan memberikan PDVt yang lebih tinggi, karena
i=i(r ), i'<0
_
i (planed invesment)
i0
i1
i(r )
0 r0 r1 r (interest rate)
Equilibrium:
i(r ) + g = s{y – t(y)} + t(y)
(g tetap)
s+t
i+t
s+t
i(r0)+ g
inv<0
i(r1)+ g
0 y1 y0 y
Keterangan:
Pada r = r0, maka i(r0) + g dan y = y0
Pada r = r1, maka i(r1) + g dan y = y1
Kenaikan r menyebabkan i turun, dan
y turun melalui invesment multiplier dy/di
r1
rA .A
r0
IS
0 y1 yA y0 y'A y
Keterangan:
IS adalah kurva yang menggambarkan kombinasi r dan y yang membawa
pasar barang dalamkeadaan equilibrium.
Pada equilibrium pasar barang terjadi Saving Invesment Balance:
i(r ) + g = s{y – t(y) + t(y)
Pada titik A (di luar kurva IS) tidak equilibrium, sebab pada tingkat bunga rA
pendapatan nasional yang akan membawa pasar barang ke keadaan
equilibrium adalah yA, sedangkan pada titik A pendapatan nasional adalah
y'A (terlalu besar), dan SI unbalance:
i(r ) + g < s{y – t(y)} + t(y),
karena inv>0 (bertambah)
Slope dari kurva IS: y = c{y – t(y)} + i(r ) + g
dy = c'(dy – t'dy) + dg + i'dr, dengan dg = 0 (g tetap)
dy - c'(dy – t'dy) = i'dr
dr/dy = {1-c'(1-t')}/i' < 0 (slope kurva IS negatif)
Kwadrant II r Kwadrant I
r0 (r0, y0)
r1 (r1, y1)
i(r )+g IS
i+g g y
0 y0 y1
45o
(i+g) = (s+t) s+t
Keterangan:
Pada r0, y yang membawa pasar barang pada keadaan equilibrium adalah y0
Sedangkan, pada r1, y yang membawa pasar barang pada keadaan
equilibrium adalah y1
(r0, y0), (r1, y1) dihubungan akan membentuk kurva IS.
Kwadrant II r Kwadrant I
r0
45o
(i+g) = (s+t) s+t
Keterangan:
Equilibrium mula-mula adalah (r0, y0)
Kenaikan g ditunjukkan oleh pergeseran kurva i(r ) + g
Pada r0 (investasi tetap), kenaikan g akan meningkatkan y sebesar
government expenditure multiplier (dy/dg)
Pada setiap titik IS, kenaikan g akan menaikkan y
IS bergeser dari IS0 ke IS1
_
M
--- = m = l (r) + k(y)
P d
dengan:
_
M = demand for money balance
m = demand for real money
P = price index
_
M
--- = supply for money (dianggap tetap)
P s
Pada keadaan equilibrium:
_ _
M M
--- = ---
P s P d
_
M
--- = l (r) + k(y)
P s
Total defferential:
_
M _ _
d --- = l'dr + k'dy ; karena M tetap maka dM = 0
P s
dr/dy = - k'/l' > 0 (slope kurva LM positif)
Kwadrant II r Kwadrant I
LM
r0
r1
l(r)
Speculative y
D for Money 45o 0 y1 y0
k(y)
Kwadrant III Transaction Kwadrant IV
D for Money
Gambar 2.14. Kurva LM: keseimbangan r & y di pasar uang
Keterangan:
Pada y yang tetap, maka k(y) tetap; dan penurunan r menyebabkan l(r)
naik, sehingga total demand for money naik.
Pada r yang tetap, maka l(r) tetap; dan kenaikan y menyebabkan k(y) naik,
sehingga total demand for money naik.
Pada y0 tingkat bunga yang membawa pasar uang pada keadaan
equilibrium adalah r0, dan pada y1 tingkat bunga yang membawa pasar
uang pada keadaan equilibrium adalah r1. Selanjutnya, (y0, r0) dan (y1, r1)
dihubungkan membentuk kurva LM.
Kurva LM adalah kurva yang menggambarkan kombinasi r dan y yang
membawa pasar uang dalamkeadaan equilibrium.
Kwadrant II r Kwadrant I
LM0 LM1
r0
r1
l(r)
k(y)
Keterangan: _
Kenaikan M dari
_ _
M0 M1
--- Menjadi ---
P P
_
Pada y0 (y tetap berarti k(y) tetap), kenaikan M menyebabkan r harus turun
sehingga l(r) naik, agar pasar uang berada dalam keadaan equilibrium.
_
Pada setiap y, kenaikan M menyebabkan r turun sehingga kurva LM
bergeser dari LM0 ke LM1
Kwadrant II r Kwadrant I
LM1 LM0
r0
r1
l(r)
Speculative y1 y0 y
D for Money 45o 0 y'1 y'0
k(y)
Keterangan:
Kenaikan P menyebabkan pergeseran
_ _
M M
--- menjadi ---
P0 P1
Pada y1 misalnya (y tetap berarti k(y) tetap), kenaikan P menyebabkan r
harus naik sehingga l(r)turun, agar pasar uang berada dalam keadaan
equilibrium.
Pada setiap tingkat y, kenaikan P menyebabkan r naik sehingga kurva LM
bergeser dari LM0 ke LM1
r
LM
IS .B
r0 C. ..A
E
D.
0 y0 y
Keterangan:
Pada titik E (r0, y0) baik pasar barang (IS) maupun pasar uang (LM)
dalamkeadaan equilibrium, tidak ada kemungkinan bahwa r dan y akan
berubah.
Di titik A: s+t > i+g ; inv >0 menyebabkan produksi turun sehingga y
turun
_
M
--- < l (r) + k(y) ; agar equilibrium maka r harus naik
P s
Di titik B: s+t > i+g ; y turun
_
M
--- > l (r) + k(y) ; r harus turun
P s
Di titik C: s+t < i+g ; y naik
_
M
--- > l (r) + k(y) ; r harus turun
P s
Di titik D: s+t < i+g ; y naik
_
M
--- < l (r) + k(y) ; r naik
P s
r
IS1 LM
IS0
r2 Ebaru
r0
E0 Excess
D for M
0 y0 y2 y1 y
Keterangan:
Equilibrium mula-mula (r0, y0)
Kenaikan g menyebabkan y naik pada setiap tingkat r sehingga IS bergeser dari
IS0 ke IS1
Pada r0, kenaikan y dari y0 ke y1 menyebabkan k(y) naik, sehingga terjadi
excess demand for money. Selanjutnya agar terjadi equilibrium maka r harus
naik
Kenaikan r menyebabkan i turun sehingga y turun sampai tak terjadi lagi excess
demand for money yaitu pada y2
Equilibrium baru adalah (r2, y2)
_
Sedangkan, bila terjadi peningkatan M, maka kurva LM yang mengalami
pergeseran:
r
LM0
IS LM1
r0 E0
r2 E baru
r1 Excess
D for M
0 y0 y2 y1 y
Keterangan:
Equilibrium mula-mula (r0, y0)
_
Kenaikan M menyebabkan LM bergeser dari LM0 ke LM1 pada setiap tingkat y
Pada y0, r harus turun agar pasar uang dan pasar barang pada keadaan
equilibrium sampai pada r1
Penurunan r menyebabkan i naik sehingga y naik.
Kenaikan y menyebabkan k(y) naik sehingga terjadi excess demand for money
Agar terjadi equilibrium, r harus naik sampai takterjadi excess demand for
money yaitu sampai pada r2
Equilibrium baru adalah (r2, y2)
P r
Aggregat LM1
Supply
P2 LM0
P0 r2
AD1 r0
IS1
AD0 IS2
IS0
0 y0 y2 y1 y 0 y0 y2 y1 y
(a) (b)
r LM
IS'1
IS'0
IS1
IS0
0 y0 y1 y'0 y'1 y
Pada tingkat r dan y yang rendah monetary policy kurang efektif dan
sebaliknya pada tingkat r dan y yang besar (tinggi),monetary policy lebih efektif.
Hal ini diuraikan sebagai berikut.
IS : y = c{y – t(y)} + i(r ) + g
_
M
LM : --- = m = l (r) + k(y)
P
dm k'
dm =l'dr + k'dy ; dr = ----- - ---- dy
l' l'
dy = c' (dy – t'dy) + i'dr + 0 (dg = 0, dianggap tetap)
Atau: i'
dy/dm = ---------------------------
l' {1 - c' (1 – t')}+ i'k'
Jadi, kalau l' sangat besar dan mendekati tak terhingga maka dy/dm sangat kecil
dan mendekati nol. Artinya, kebijakan moneter tak efektif pada saat l' sangat besar
yang terjadi pada kurva LM yang landai. Untuk lebih jelasnya hal tersebut
diilustrasikan pada Gambar 2.22.
r LM0
LM1
IS1
IS0
0 y0 y1 y'0 y'1 y
Pada y, r yang rendah (l' sangat besar) monetary policy tidak efektif. Orang
indifferent terhadap uang dan bond. Kenaikan jumlah uang beredar, M hanya
terserap untuk speculative demand, sehingga tidak ada efeknya pada y (spekulasi
tidakmenghasilkan output riil). Sebaliknya, pada y dan r yang tinggi (l' kecil),
monetary policy sangat efektif. Monetary policy efektif bila investasi sangat sensitif
terhadap perubahan tingkat bunga.
y _
y = y (N, K)
0 N
MPL
APL
APL
0
MPL
Gambar 2.23. Fungsi produksi, produk rata-rata dan
produk marginal
w W
w = y/N W = P. y/N
0 N 0 N
Gambar 2.24. Individual demand for labor
w W
w = f (N) W = P. f (N)
0 N 0 N
Gambar 2.25. Aggregate demand for labor
dengan T adalah waktu yang tersedia dan Pe adalah harga yang diharapkan. Hal
ini ditunjukkan pada Gambar 2.26.
ye
T
we1T
we0T
ye1 u1
u0
y0
0 S1 S0 T T
kerja
leisure
we we
we = g (N); g'>0
ni N= ni
(a) (b)
Gambar 2.27. Labor supply curves
w W
w = (Pe/P).g(N) W = Pe.g(N)
N N
(a) (b)
Gambar 2.28. Aggregate supply of labor
Pada pasar tenaga kerja, equilibrium terjadi pada perpotongan antara kurva
permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan kurva penawaran tenaga kerja
(supply of labor).
demand for labor : w = f(N)
supply of labor : w = (Pe/P).g(N)
equilibrium : f (N) = (Pe/P).g(N)
dapat ditunjukkan pada Gambar 2.29a dan 2.29b.
w W
(Pe/P).g(N) Pe0.g(N)
w0
W0
N0 N N0 N
(a) (b)
Tabel 2.1. Model aggregate supply menurut classical, Keneysian, dan General
Keynesian
p'= 0 0 < p' < 1 p' = 1
perubahan P perubahan P perubahan P
Criterion tidak berpengaruh berpengaruh terhadap berpengaruh terhadap
terhadap Pe Pe dengan proporsi Pe dengan proporsi
lebih kecil sama
Case Keynesian case General Keynesian Classical case
(Money illusion) case (perpect foresight)
Labor supply hanya tergantung pada dipengaruhi upah hanya tergantung pada
upah nominal (W) nominal dan upah riil upah riil
W
Pe.g(N)
P1f(N)
P0f(N)
0 N0 N1 N
y
_
y1 y(N, K)
y0
0 N0 N1 N
Gambar 2.30. Penurunan kurva supply
menurut model Keynesian
Aggregate
P1 Supply
P0
0 y0 y1 y
Gambar 2.31. Aggregate supply (Keynesian
Case)
w
(Pe/P)g(N)
w0
f(N)
0 N0 N
W
Pe1.g(N)
W1
Pe0.g(N)
W0 P1f(N)
P0f(N)
N0 N
y _
y(N, K)
y0
0 N0 N
Gambar 2.32. Penurunan kurva supply
menurut model Classical
menyebabkan demand for labor meningkat dari P0.f(N) ke P1.f(N). Kenaikan P dari
P0 ke P1 menyebabkan Pe naik dari Pe0 ke Pe1 sehingga supply of labor turun karena
pada upah nominal W0, upah riil akan turun. Supply of labor turun dari Pe0.g(N) ke
Pe1.g(N) dimana upah riil w0 dapat dipertahankan. Pada P1 output tetap y0 karena
N tetap N0, sehingga aggregate supply vertical seperti terlihat pada Gambar 2.33.
P
Aggregate
P1 supply
P0
y0 y
Gambar 2.33. Agrregate supply
(Classical case)
P
Aggregate
P1 supply
P0
y0 y1 y
Gambar 2.34. Agrregate supply
(Genaral Keynesian case)
w
(Pe0/P0)g(N)
(Pe1/P1)g(N)
w0
f(N)
0 N0 N1 N
W
Pe1.g(N)
W1
Pe0.g(N)
W0 P1f(N)
P0f(N)
N0 N1 N
y _
y1 y(N, K)
y0
0 N0 N1 N
Gambar 2.35. Penurunan aggregate supply curve
menurut model General Keynesian
[dy/(y/N)]/dP = w(1-p')/(g'-f')
dy/dP = (y/N) [w(1-p')/(g'-f')], sehingga:
dP N
---- = ------ [(g'-f')/ w(1-p')] adalah slope aggregate supply.
dy s y
Jadi, slope aggregate supply tergantung pada p': bila p' = 0 (Keynesian case) maka
dP/dy > 0, sebaliknya bila p' = 1 (classical case) maka dP/dy = seperti ditunjuk-
kan pada Gambar 2.36.
P
AS, p'=1
AS, p'=0
0 y
Gambar 2.36. Slope aggregate
supply
SL
SS
P2
P1
D1
P0
D0
y0 y2 y1 y
w
(Pe/P0)g1(N)
(Pe/P0)g0(N)
P
f(N) AS1
AS0
N1 N0 N P0
y _
y0 y (N, K)
y1
y1 y0 y
Gambar 2.38b. Perubahan AS
akibat shift in labor supply
N1 N0 N
Gambar 2.38a. Shift in labor supply
w
(Pe/P0)g(N)
P
f(N) AS0
AS1
N0 N P0
y _
y1 y1 (N, K)
_
y0 y1 y
y0 y0 (N, K)
Gambar 2.39b. Perubahan AS
akibat shift in production function
N0 N
Gambar 2.39a. Shift in production
function
(Pe/P0)g(N)
P
f1(N) AS0
f0(N) AS1
N0 N1 N P0
y _
y1 y (N, K)
y0
y0 y1 y
Gambar 2.40b. Perubahan AS
akibat shift in labor demand
N0 N1 N
Gambar 2.40a. Shift in labor demand
Static Equilibrium:
P P
D D
y y
(a) (b)
Gambar 2.41. Static equilibrium, model Keynesian (a)
dan model Classical (b)
Misalnya karena i naik, p' < 1(Gambar 2.42): Pada Gambar 2.42a, ditunjuk-
kan bahwa pada r yang sama kenaikan i menyebabkan y naik dari y0 ke y1 sehingga
IS bergeser dari IS0 ke IS1. Kenaikan y membuat r naik agar l turun (IS1
memotong LM0), sehingga y turun dari y1 ke y2. Penurunan y menyebabkan i turun
pada IS1 sehingga r naik menjadi r3, dan pada r3 y adalah y3. Pada Gambar 2.42b,
jumlah N untuk menghasilkan output y0 adalah N0, dan untuk menghasilkan output
y3 adalah N3. Kenaikan harga dari P0 ke P3 menyebabkan upah nominal naik dari
W0 ke W3 sehingga N juga naik dari N0 ke N3.
r LM1 y
_
r1 y (N, K)
LM0 y3
r2
y0
r0
IS1
IS0
N0 N3 N
y0 y2 y1 y
P
W Pe3.g(N)
S0
Pe0.g(N)
P3
W3
P0
D1
W0
D0
P3 f(N)
P0 f(N)
y0 y3 y2 y N0 N3 N
(Pe0g(N)
P
P0f0(N) S1
P0f1(N) S0
N2 N1 N P0
y _ D0
y0 y (N, K, E0)
y1 _
y2 y0 y
y2 y (N, K, E1)
Gambar 2.43b. Penurunan y karena
penurunan MPL
N2 N1 N
_ _
Peruahan r karena
Dari LM : d(M/P) = - (M/P2) dP = l'dr + k'dy perubahan y (perubahan r
sepanjang LM)
_
dr = - (k'/l') dy – (M/P2l') dP
Menurut model classical (p' =1), supply curve vertikal, karena dP/dy s
sama dengan tak terhingga, sehingga 1/D sama dengan nol (karena D menjadi tak
terhingga). Ini berarti fiscal policy tidak mempengaruhi output. Sedangkan, pada
model Keynesian (p'=0), supply curve slopenya positif, dimana dP/dy s nilainya
kecil sehingga nilai 1/D menjadi besar. Artinya, fiscal policy mempengaruhi output.
_
Effect of Monetary Policy (peningkatan pada M):
_
Pasar uang (LM) : M/P = m = l (r) + k (y)
Total defferential :
_ _
- (M/P2) dP + dM/P = l'dr + k'dy
_ _
dr = - (k'/l') dy – (M/P l') dP + dM/Pl' (substitusi ke dy pada IS)
2
Perlatihan:
1. Basic GNP Identity merupakan konsep dasar perhitungan pendapatan nasional.
Bagimana pendapatan nasional dihitung menurut konsep tersebut ? Apa
syaratnya agar pendapatan nasional yang diperoleh dari hasil perhitungan
tersebut merupakan pendapatan nasional equilibrium ?
2. Sebut dan jelaskan komponen-komponen pasar barang serta jelaskan secara
grafis bagaimana equilibrium pasar barang tercapai ! Sebut dan jelaskan
komponen-komponen pasar uang serta jelaskan secara grafis bagaimana
equilibrium pasar uang tercapai !
3. Jelaskan secara grafis pengaruh kenaikan pengeluaran pemerintah, penurunan
pajak, dan kenaikan jumlah uang beredar terhadap permintaan agregat !
Bagaimana pengaruh masing-masing perubahan tersebut terhadap komposisi
pendapatan nasional ?
4. Fiscalist berpendapat bahwa kebijakan fiskal paling efektif, sebaliknya
Monetarist berpendapat bahwa kebijakan moneter paling efektif. Asumsi-
asumsi apa yang dipakai oleh masing-masing kubu ekonom tersebut jelaskan
secara grafis !
5. Apa yang dimaksud efek moneter dari kebijakan fiskal ? Bagaimana pengaruh
dari efek tersebut bila kebijakan fiskal dilakukan ?
6. Permintaan tenaga kerja agregat dan penawaran tenaga kerja agregat
diturunkan dari teori ekonomi mikro. Teori ekonomi mikro apa yang dipakai
dan bagaimana masing-masing fungsi tersebut diturunkan ?
7. Bagaimana pendapat Classical dan Keynesian tentang tingkat harga yang
diharapkan ? Bagaimana pengaruhnya terhadap penawaran agregat ?
8. Bagaimana pengaruh kebijakan fiskal dan kebijakan moneter pada
perekonomian yang terdiri atas pasar barang, pasar uang,pasar tenaga kerja,
dan fungsi produksi. Jelaskan jawaban saudara secara grafis !
Pustaka:
1. Branson, William, 3 th edition. Macroeconomic Theory and Policy. Harper and
Row Publisher, N.Y.
2. Dornbusch, R. and S. Fischer, 4th edition. Macroeconomics. JMC Press Inc.,
Q.C.
3. Soediyono, Edisi 1. Ekonomi Makro: Analisa IS-LM dan Permintaan-Penawaran
Agregatif. Liberty, Yogyakarta.
Komponen
3 Ekonomi Makro
Pada bab ini akan dibahas teori konsumsi, permintaan investasi, dan
permintaan uang dan bunga.
c = c(y)
c1
c0
0 y0 y1 y
Gambar 3.1. Fungsi konsumsi Keynes
LR function
MPC = APC
SR function (MPC<APC)
_ y
0 y
Gambar 3.2. Fungsi konsumsi jangka panjang dan
jangka pendek
dengan:
u = utility
c = real consumption
T = umur harapan hidup (expected life)
T yt T ct
Maximize u = u (c0, ..., ct, ..., cT) subject to -------- = --------
0 (1+r)t 0 (1+r)t
T yt
-------- = Present value of income stream (aliran pendapatan 0 - T)
0 (1+r)t
T ct
-------- = Present value of consumption (adalah nilai sekarang dari konsumsi
0 (1+r)t semenjak lahir sampai mati)
Periode 1
y1+(1+r)y0
A
y1
0 y0 y0+y1/(1+r) Periode 0
Gambar 3.3. Kasus konsumsi dua periode
Periode 1
y1+(1+r)y0
y1 A
c1 B u2
u1
u0
0 y0 c0 y0+y1/(1+r) Periode 0
Gambar 3.4. Max utility pada kasus konsumsi dua periode.
asumsi:
(1) u(c) = ln c
u'(c) = 1/c, yang berarti bila c naik maka u naik
u"(c) = -1/c2, yang berarti kenaikan u semakin lama semakin menurun
(2) utility function additively seperable overtime. MU independent terhadap
konsumsi pada periode lain.
(3) Future utility didiscount dengan discount rate yang sifatnya subjective, ;
dalam hal ini menikmati sekarang lebih disukai daripada utility besok.
Utility function :
ln c1 ln ct ln cT
u = ln c0 + -------- + ... + ---------- + ... + -----------
1+ (1 + )t (1 + )T
T ln ct
u = --------
0 (1+)t
T ln ct T ct T yt
Maximize: --------- ; subject to : -------- = --------
0 (1 + )t 0 (1+r)t 0 (1+r)t
Langrangean Function :
T ln ct T yt T ct
Maximize L = -------- + -------- - ---------
0 (1+)t 0 (1+ r)t 0 (1+ r)t
First order condition :
L/c0 = 1/c0 - = 0
L/ct = 1/(1+)t . 1/ct - /(1+ r)t = 0
.
.
.
L/cT = 1/(1+)T . 1/cT - /(1+ r)T = 0
T yt T ct
L/ = -------- - -------- = 0
0 (1+ r)t 0 (1+ r)t
ct 1+r
---- = ( ------ ) t
c0 1+
ct 1+r 1+r
------ = --------- atau ct = (-------) ct-1
ct-1 1+ 1+
u'(ct) 1+
--------- = ---------
u'(ct-1) 1+r
Rasio MU dari konsumsi pada 2 periode yang berurutan sama dengan rasio
antara discount rate konsumen dengan discount rate pasar.
Implikasinya,
ct 1+r
(1) ---- = ( ------ ) t
c0 1+
Bila r > , berarti consumption dari waktu ke waktu meningkat, dimana r
menggambarkan penerimaan atas saving dan menggambarkan kerugian
karena menunggu mengkonsumsi.
ct
r>
r=
r<
TIME
0 T
Gambar 3.5. Perubahan konsumsi (naik, tetap, turun)
tergantung pada r dan
ct 1+r
(2) ---- = ( ------ ) t , ct dapat diperkirakan bila c0 diketahui
c0 1+
T c0
c0 + -------- = PV0
1 (1+)t
T 1
c0 (1 + -------- = PV0
1 (1+)t
Menurut hipotesis ini income seseorang relatif rendah pada awal dan akhir
hidupnya, seperti kurva y pada Gambar 3.6. Konsumsi sepanjang hidupnya
diusahakan tetap atau sedikit meningkat seperti garis c. Kedudukan seseorang
pada awal dan akhirnya adalah sebagai peminjam. Selama pertengahan hidupnya
menabung untuk menutup hutang-hutangnya.
y, c y-c = s (saving)
y
c
meminjam
0 T (umur manusia)
Gambar 3.6. Life-cycle Ho of consumption
Apabila hipotesis ini benar maka bila diambil sampel konsumen dari suatu
populasi secara random, dan kemudian dikelompokkan menurut tingkat penda-
patannya: (a) kelompok pendapatan tinggi akan terdiri atas orang-orang yang
berada pada pertengahan hidup yang memiliki c/y relatif rendah; (b) kelompok
pendapatan rendah akan terdiri atas orang-orang yang berada pada akhir hidup
yang memiliki c/y tinggi. Konsumsi pada suatu periode tidak banyak berbeda
dengan konsumsi pada periode lain. Untuk konsumen i bila PVi naik maka cti naik
secara proporsional sehingga konsumsi menurut Ando-Modigliani dapat dituliskan
sebagai:
cti =ki(PVti ); 0 < ki < 1
ki adalah bagian (proporsi bukan fungsi) dari PV yang akan dikonsumsi pada
periode t yang besarnya tergantung pada utility konsumen (kelengkungan
indifference curve, interest rate (r) dan personal discount rate (). Dengan
demikian, besarnya ki berbeda untuk tiap-tiap individu, bila seseorang itu irit maka
nilai ki kecil, dan bila boros maka ki besar.
Bila distribusi penduduk menurut umur dan pendapatan relatif tetap dan
selera antara konsumsi sekarang atau yang akan datang relatif stabil dapat
dituliskan aggregate consumption function sebagai berikut:
ct = k (PVt)
Untuk menduga fungsi konsumsi ini, persoalannya adalah bagaimana
mengukur PV karena berkaitan dengan expected income. Menurut Ando-Modigliani,
income dapat berupa labor income yL dan property income yP.
T y Lt T yPt
PV0 = -------- + --------
0 (1+r)t 0 (1+r)t
Bila pasar asset efisien maka dapat diasumsikan nahwa PV dari pendapatan
asset sama dengan nilai asset itu sendiri pada awal periode.
T y Pt
-------- = a0
0 (1+r)t
a0 = kekayaan RT pada awal periode
Selanjutnya, dibedakan antara known labor income (pendapatan dari
bekerja saat sekarang) dan unknown labor income (pendapatan dari bekerja yang
akan datang).
T y Pt
PV0 = y L0 + -------- + a0
1 (1+r)t
Unknown labor income atau expected labor income yLt, ..., yLT berkaitan dengan
variabel yang dapat diamati.
Asumsi ada average expected labor income pada waktu 0, ye0 sehingga
1 T y Lt
y 0 = -------- ---------
e
T – 1 1 (1+r)t
T y Lt
---------- = (T-1) ye0
1 (1+r)t
PV0 = y L0 + (T-1) ye0 + a0; dengan y L0 = known labor income, (T-1) ye0 = unknown
labor income, dan a0 = asset.
Diasumsikan average expected labor income adalah kelipatan dari present
labor income:
y e 0 = y L0 ; > 0
PV0 = y L0 + (T-1) y L0 + a0
= {1+ (T-1)}y L0 + a0
c0 = k {1+ (T-1)}y L0 + k a0 ; karena c0 = k (PV0) dan k a0 adalah intercept
LR (slope = 1)
SR (slope = 0,7)
kat
0 yL
Gambar 3.7. Estimasi fungsi konsumsi:
Ando-Modigliani
Bila asset tetap (in the short run), consumption bergerak sepanjang short
run consumption function. Dalam long run, asset naik karena adanya tabungan,
dan consumption function bergeser ke atas.
ct y Lt at
------ = 0,7 ------- + 0,06 -------
yt yt yt
ct yL t at
------ tetap bila ------- dan ------- tetap (bila konsumsi bergerak sepanjang trend)
yt yt yt
Kesimpulannya:
In the short run : c/y turun bila y naik, MPC < APC
In the long run : c/y tetap, MPC = APC
_ _ _
dan, untuk di bawah rata-rata income, yit < 0, maka y < yp.
(2) Tidak ada hubungan antara cip dan cit sehingga ct random component cp
dengan cov (cip, cit) = 0.
(3) Tidak ada hubungan antara cip dan yit sehingga kenaikan income karena
fluktuasi transitory tidak mempengaruhi konsumsi. Consumption yang dimaksud
adalah penggunaan (bukan pembelian) barang-barang dapat tahan lama
(durable goods) ditambah dengan pembelian non durable goods. Transitory
income adalah income untuk pembelian durable goods. Dari asumsi (2) dan (3)
_
dapat dikemukakan, bahwa untuk setiap kelas pendapatan cit = 0 sehingga
_ _
c = cip, dimana average permanent consumption adalah population average.
i
_ _ _
Kelompok pendapatan di atas rata-rata yit > 0 sehingga yi > yip. Untuk semua
kelas pendapatan,
_ _ _ _ _ _
maka c p = k y p. Karena c t = 0 maka c = cip sehingga secara keseluruhan
i i i i
c _
k
SR c fn
ci=cpi A
c=cp
cj =cpj B yti>0
ytj<0
c _
k
SR c fn
c1
c0
c2 yt1>0
yt2<0
y2 yp2 y0 yp1 y1 y
1+r
ct+1 = ( -------) ct
1+
ct berasal dari permanent income karena pada waktu memilih ct konsumen telah
mempertimbangkan permanent incomenya. Bila konsumen rasional maka:
1+r
cpt+1 = (--------) ct
1+
adalah expected value dari permanent consumption karena transitory consumption
adalah variabel random yang expected value-nya sama dengan nol, dan
1+r
cpt+1 = (--------) ct + ctt adalah rational expectation.
1+
ct+1 = cpt + k(1- ) yt + ctt (teori konsumsi Friedman). yt muncul karena asumsi
addative expectation model. Hall membuktikan bahwa koefisien yt tidak signifikan.
y, c
A c
0 t
Gambar 3.10. Konsumsi mengikuti liquidity const
model dan the life cycle Ho
Hypothesis 2: Konsumsi sekarang tidak hanya dipengaruhi oleh income absolut dan
income relative sekarang tetapi juga oleh tingkat konsumsi yang
tercapai pada periode sebelumnya.
s/y = a0 + a1 y/ y
dengan s/y adalah real disposable income dan y/y adalah previous
peak income.
c/y = 1 – s/y
c/y = (1- a0) – 1a1 y/y
c = (1 – a0) y – a1 y2/y
MPC = c/y = (1-a0) – 2a1y/y
MPC < APC
In the long-run: y/y konstan, maka c/y konstan akibatnya MPC =
APC. Kombinasi perilaku SR dan LR menghasilkan Ratchet Effect.
Artinya, bila income turun maka konsumsi turun tetapi tingkat
penurunan konsumsi masih lebih rendah dari tingkat kenaikan
konsumsi bila income meningkat sepanjang trend (lihat Gambar
3.11)
LR fn
c1 c1
c1
c0 c0
c0
y0 y1 y
Gambar 3.11. Efek ratchet akibat kombinasi perilaku
SR dan LR consumption function
dengan C adalah cost of the project dan R adalah the stream of net return.
Rational of PV criterion:
1. Pemilik perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan utility: U = U (c0, c1, ..., ct,
...cT) dengan ct adalah real consumption dari 0 – T.
2. Untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar pada suatu periode, pemilik
perusahaan harus mengorbankan pendapatannya pada periode yang lain:
0 = (y0, y1, ..., yt, ...yT) adalah income possibility curve (IPC).
3. Pemilik perusahaan harus memilih set pendapatan tertentu agar tercapai utility
maksimum.
Untuk 2 (dua) periode (periode 0 dan periode 1), ditunjukkan pada
Gambar 3.12:
IPC : 0 = (y0, y1)
Total defferential: 0 = (/y0) dy0 + (/y1) dy1
dy1/dy0 = -(/y0)/(/y1) adalah Marginal Rate of Transformation (MRT)
merupakan tambahan pendapatan pada periode 1 untuk setiap unit pendapatan
pada periode 0 yang digunakan untuk kegiatan produktif. MRT adalah slope pada
IPC. Bila tingkat bunga (r), maka y0A dan y1A adalah aliran income yang
memberikan present value (PV) terbesar (kriteria ke-2) karena bersinggungan
dengan budget line. MRT sebesar – (1+r).
Periode 1
y1A+(1+r)y0A
IPC
y1A A
Budget line
Periode 0
y0A y0A+y1A/(1+r)
Kriteria ketiga ditunjukkan pada Gambar 3.13. Untuk dua periode, fungsi
utility: U = U (c0, c1). Total defferential: 0 = (U/c0) dc0 + (U/c1) dc1
dc1/dc0 = -(U/c0)/(U/c1) adalah Marginal Rate of Substitution (MRS) merupakan
tambahan konsumsi pada periode 1 untuk setiap unit konsumsi yang dikorbankan
pada periode 0. Pada Gambar 3.13. ditunjukkan bahwa pada titik A adalah income
stream yang terbesar, tetapi utility maksimal dicapai pada titik B, yaitu pada saat
utility curve (U1) menyinggung budget line. Pemilik perusahaan mentransformasi
Peiode 1
y1 A
B U2
c1 U1
U0
y0 c0 Periode 0
Gambar 3.13. The invesment and
consumption decisions.
PV/c
r2
r1
r0
…….
i0 i1 i2 i
Gambar 3.14. Ranking proyek pada berbagai
PV yang dihasilkan
m, r (persen)
m
r
i0 i
Gambar 3.15. The "marginal efficiency of
invesment" criterion
Menghitung m,
Proyek I : 0 = - 1 + 0 + (0)/(1+m) + (4)/(1+m)2, sehingga m = 1
Proyek II : 0 = - 1 + 0 + (2)/(1+m) + (1)/(1+m)2 , sehingga m = 1,414
dengan memindahkan –1 ke sebelah kiri sama dengan dan mengalikan kedua sisi
dengan (1+m)2.
Menghitung PV,
Pada r = 0:
Proyek I : PV = - 1 + 0 + (0)/(1+0) + (4)/(1+0)2 = 3
Proyek II : PV = - 1 + 0 + (2)/(1+0) + (1)/(1+0)2 = 2
Pada r = 1:
Proyek I : PV = - 1 + 0 + (0)/(1+1) + (4)/(1+1)2 = 0
Proyek II : PV = - 1 + 0 + (2)/(1+1) + (1)/(1+1)2 = 0.25
Dari hasil perhitungan MEI dan PV maka dapat disimpulkan bahwa menurut kriteria
MEI, proyek II lebih menguntungkan daripada proyek I, sedangkan menurut
kriteria PV besarnya PV tergantung pada r (pada r =0: PVI > PVII dan pada r=1:
PVI < PVII).
R/K = C/K
R/K adalah tambahan R untuk setiap unit tambahan K, sedang C/K adalah
tambahan C untuk setiap unit tambahan K.
Ditegaskan, bahwa:
ig = in + ir
dengan ig adalah gross invesment, in adalah net invesment, dan ir adalah
replacement (penyusutan).
in = KE
ir = K dengan adalah depreciation rate.
Selanjutnya,
ig = KE + K
Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas, in = KE = [y/(C/P)], sehingga:
ig = [y/(C/P)] + K
Bila C/P konstan, in = (P/C) y maka net invesment tergantung pada y. in =
(P/C) y adalah accelerator principle artinya naiknya pendapatan nasional akan
mempercepat investasi.
C = r PI + PI – dPI/dt
C = PI [r+ – (dPI/dt)/PI]
.
C = PI (r+ – PI)
.
dengan (dPI/dt)/PI adalah proportional capital gain, ini sama dengan PI (perubahan
harga mesin tetapi dalam persen dan dalam keadaan normal nilainya kecil sehingga
dapat diabaikan). Selanjutnya, persamaan dapat ditulis sebagai:
C = PI (r+ )
dengan r adalah weighted average of r (rata-rata tertimbang dari interest rate).
Selanjutnya,
r = rI (internal funds/total invesment) + rD (bond issue/total invesment) +
rE (equity issue/total invesment)
dengan rI adalah the opportunity cost of lending the firm's retained earnings, dan
rD adalah an established bond rate such as Moody's Aaa corporate bond rate, dan
rE adalah average earnings-price ratio on corporate equity, internal funds adalah
modal sendiri, bond issue adalah menjual obligasi, dan equity issue adalah menjual
saham.
y = c{y-t(y) + i (r, y) + g
dy = c'(1-t') dy + (i/r) dr + (i/y) dy; dg =0
sehingga slope kurva IS menjadi:
dr/dy IS = {1- c'(1-t') - i/y}/(i/r)
Selama i/y positif maka slope ini lebih kecil daripada slope sebelumnya (kurva IS
lebih landai). Tetapi, bila penjumlahan c'(1-t') + i/y lebih besar dari 1 maka 1-
c'(1-t') - i/y menjadi negatif, sehingga slope IS menjadi positif. Bila ini terjadi,
maka perekonomian menunjukkan kondisi tidak stabil.
Kwadrant II r Kwadrant I
r0 (r0, y0)
45o
(i+g) = (s+t) s+t
Pada i = i (r), maka bila g naik, r meningkat dan akibatnya i menjadi turun.
Sedangkan, pada i = i (r, y), maka bila g naik, r naik (i turun) dan y naik (i naik),
tetapi naik turunnya i ini tergantung besarnya pengaruh antara r dan y terhadap i.
Jika pengaruh y terhadap i lebih besar daripada r, maka i akan naik.
Iso invesment dapat ditunjukkan pada Gambar 3.17a dan 3.17b.
i = i (r, y); di = 0 (i tetap) sehingga
0 = (i/r) dr + (i/y) dy
iso invesment slope adalah dr/dy ii = - {(i/y)/(i/r)} > 0
r r
i0i0 i1i1
LM LM
r1 r1 i1i1 i0i0
r0 IS1
IS0 r0 IS1
IS0
y y
y0 y1 y0 y1
(a) (b)
Gambar 3.17. Efek dari peningkatan pengeluaran pemerintah
pada investasi
Terdapat empat (4) model dalam menjelaskan teori permintaan uang, yaitu:
(1) Regressive Expectations Model dari Keynes, (2) Portfolio Balance Approach dari
Tobin, (3) Transaction Demand Theory dari Boumol, dan (4) Quantity Theory dari
Friedman. Masing-masing model akan dijelaskan sebagai berikut.
Pada model pertama: Regressive Expectations Model dari Keynes,
masyarakat memegang uang pada waktu mereka memperkirakan bahwa harga-
harga obligasi (surat-surat berharga) akan turun yaitu pada saat tingkat bunga
mulai meningkat atau pada saat pasar saham sedang lesu dimana orang-orang di
pasar saham tidak menerima keuntungan. Mereka akan menanggung rugi bila
memegang obligasi. Jadi, individu-individu dalam masyarakat hanya akan
menyimpan liquid assetnya dalam bentuk obligasi atau uang tetapi tidak dalam
bentuk kombinasi antara obligasi dan uang.
Pada model kedua: Portfolio Balance Approach dari Tobin, penerimaan
obligasi ada resikonya (uncertainty). Memegang obligasi menagndung resiko
sehingga investor berpikir tentang penerimaan dan resiko. Liquid asset dipegang
dalam bentuk obligasi dan uang.
memegang uang tidak menghasilkan sesuatu, pemilik asset akan menyimpan liquid
assetnya dalam bentuk obligasi bila e > 0. Bila e < 0 mereka akan menyimpan
liquid assetnya dalam bentuk uang.
Dalam model ini diasumsikan bahwa individu dapat menentukan besarnya
tingkat bunga yang diharapkan, re untuk dirinya. Dalam hal ini re korespon dengan
tingkat bunga jangka panjang dalam kondisi normal. Bila r naik di atas r jangka
panjang maka re akan turun. Sebaliknya, bila r turun dibawah r jangka panjang
maka re akan naik. Di sisni re berubah secara regressive. Dalam hal ini akan
dibahas: (1) bila re tetap (tidak dipengaruhi r), dan (2) bila re dipengaruhi r.
Dalam perekonomian terdapat tingkat bunga pasar (r) yang menyebabkan
total penerimaan obligasi (e) sama dengan nol atau 0 = r + (r/re) – 1. Tingkat
bunga ini disebut sebagai critical interest rate, rc = re / (1 + re). Individu akan
memegang uang atau obligasi bila: r > rc berarti liquid asset dalam bentuk obligasi,
r < rc berarti liquid asset dalam bentuk uang, dan r = rc berarti indifference dalam
uang atau obligasi.
Dengan demikian individual demand for money (dalam M atau M/P sama
saja karena dianggap P tetap) sebagai berikut.
rc
M/P
W
Gambar 3.18. Permintaan uang individual
dalam kasus tanpa resiko.
Keterangan:
r > rc berarti seluruh W dalam bond (B)
r < rc berarti seluruh W dalam uang (M)
r = rc berarti indifference di antara B dan M
drc/dr < 1
drc/dr = [f'(r)/1+f(r)] – [f(r)f'(r)/(1+f(r)2]
drc/dr = [1+f(r)] f'(r) – f(r)f'(r)]/(1+f(r)2
h'(r) = drc/dr = f'(r)/(1+f(r)2 < 1; re > 0, maka supaya h'(r) < 1, f'(r) < 1
dengan f'(r) = d re/dr < 1 artinya kenaikan re harus lebih kecil dari kenaikan r.
rc
h(r)
45o
r0 r
Gambar 3.19. Critical interest rate, rc
vs. the actual interest rate, r
rc untuk setiap individu dapat berbeda, ada yang tertinggi (rc max) ada yang
terendah (rc min). Bila r turun maka akan semakin banyak individu yang
menyimpan liquid assetnya dalam bentuk uang. Bila r turun dibawah min maka
semua individu akanmenyimpan seluruh liquid assetnya dalam bentuk uang. Jadi
bila r turun maka real demand for money (M/P) naik.
rc
rc max
rc min
W M/P
Gambar 3.20. Permintaan uang agregat
dalam kasus tanpa resiko
Pengaruh perubahan r:
r
rc max m2 m1 m0
r2 A
r1'
r1 B C E
r0
rc min
M/P
Gambar 3.21. Efek kekayaan dari permintaan uang
Bila money market equilibrium dalam jangka yang cukup panjang, setiap
individu dapat melakukan penyesuaian sehingga rc untuk setiap individu sama,
demand for money mendatar atau sangat elastis (kurva ACE), elastisitas
permintaan uang terhadap r akan meningkat dari waktu ke waktu tentunya tidak
sesuai dengan kenyataan.
Apabila setiap individu mempunyai rc yang sama maka masyarakat hanya
akan menyimpan assetnya dalam bentuk uang atau obligasi, tidak pernah uang dan
fg
g1
f1
f2 g2
c _ g
g
Gambar 3.22. Resiko berbeda untuk obligasi
dengan harapan keuntungan yang sama
_
RT
_
slope= (r+g)/g
0 T
B slope = 1/g
M
W
Gambar 3.23. Budget line yang menggam-
barkan trade off antara risk & return
_ _ _
RT RT RT
U2 U2
U1 U1
U0 U0
0 0T T 0 T 0 T
B0 1/T 1/T
M0
W W W
(a) (b) (c)
Gambar 3.24. Risk arverters
Keterangan: Gambar 3.24: (a) The diversifier's portfolio selection between risk and
return, (b) The 'plunger's portfolio selection: all money, (c) The plunger's portfolio
selection: all bonds.
r
m(y0)
r
M/P
0 1 2 3
M/P M/P
Dalam teori ini, motif utama orang memegang uang adalah untuk
mengatasi perbedaan aliran pendapatan dan pengeluaran. Dengan uang
memungkinkan orang melakukan pembayaran, tetapi memegang uang tidak
memperoleh penerimaan. Alternatif memegang uang adalah memegang obligasi
yang menghasilkan penerimaan tetapi memerlukan biaya transaksi (brokerage fee).
Semakin tinggi tingkat bunga obligasi semakin besar uang untuk transaksi yang
disisihkan untuk obligasi. Model ini dikembangkan dengan asumsi memegang uang
untuk transaksi responsive terhadap perubahan tingkat bunga.
Individu dibayar bulanan sebesar y dan pendapatan sebesar ini dibelanjakan
secara merata. Individu tersebut mempunyai pilihan untuk memilih uang atau
obligasi. Obligasi menghasilkan bunga sebesar r per bulan, dan secara proporsional
turun bila lebih pendek waktunya. Menukarkan obligasi menjadi uang memerlukan
biaya transaksi, dan tidak memungkinkan individu menukarkan obligasi untuk uang
segera setelah obligasi di beli. Individu menukarkan obligasi untuk uang sejumlah
yang diperlukan untuk transaksi secara periodik. Semakin banyak transaksi dari
obligasi ke uang dilakukan semakin lama obligasi di tangan, sehingga semakin
besar bunga yang diperoleh. Oleh karena transaksi dari obligasi ke uang ada
biayanya maka semakin banyak transaksi semakin besar biaya transaksi. Jumlah
transaksi ditentukan oleh trade-off antara penerimaan yang berupa bunga obligasi
dan biaya transaksi. Uang ditangan atau permintaan uang secara individual
ditentukan oleh jumlah transaksi. Permintaan uang agregat ditentukan oleh
permintaan uang individual.
Pendapatan sebesar y per bulan dibelanjakan secara merata dalam 30 hari.
Jumlah transaksi obligasi uang n kali. Transaksi pertama, (n-1)/n persen y untuk
membeli obligasi sedangkan 1/n persen y dalam bentuk uang untuk dibelanjakan.
Transaksi selanjutnya, n-1 dimana setiap transaksi obligasi senilai y/n ditukarkan
untuk uang. Dengan demikian, waktu satu bulan T, dibagi dalam T/n periode.
Pada awal periode uang yang ditangan y/n, pada akhir periode sebesar nol.
Selanjutnya, menukarkan lagi obligasi untuk uang pada periode berikutnya.
Sebagai ilustrasi ditunjukkan pada Gambar 3.28.
mi = M/P
y/n
_
mi = y/2n
Time
Gambar 3.27. Transaction demand theory with
six period transaction
Pada Gambar 3.27, n = 6 artinya terdapat 6 periode. Pada awal periode uang
sejumlah y/n dan akhir periode jumlah uang sama dengan nol. Rata-rata uang
ditangan sebesar y/2n. Pada awal periode pertama [(n-1)/n]y dalam obligasi,
selanjutnya untuk setiap periode nilai obligasi turun sebasar y/n karena ditukarkan
ke uang.
Biaya memegang uang sama dengan biaya transaksi ditambah bunga yang
dikorbankan (seandainya uang tersebut dibelikan obligasi). Biaya memegang uang
merupakan fungsi dari jumlah transaksi n. Persoalannya, berapa jumlah transaksi
optimal (biaya transaksi minimum).
(n-1/n)y
Time
Velocity of Money:
Berapa kali money stock digunakan untuk membeli barang dan jasa dirumuskan
sebagai:
o o o
v = y/m = 1/[k(r, P)] = v = (r, P); dengan k/r < 0 dan k/P < 0 maka v/r > 0
o o
dan v/P > 0 artinya berapa kali uang digunakan tergantung pada r dan P.
Semakin tinggi r maka v semakin besar dan semakin sering digunakan.
Money Supply:
Jumlah uang beredar (money supply) dapat dikategorikan sebagai M1 yaitu
penjumlahan dari uang kartal (currency) dan uang giral (demand deposit). Uang
kartal adalah uang kertas dan uang logam yang masih berlaku. Sedangkan, uang
giral berupa rekening giro, kiriman uang, dan deposito berjangka yang sudah jatuh
tempo.
Selanjutnya, money supply yang digolongkan kedalam M2 adalah M1
ditambah dengan Quasi Money. Quasi money meliputi deposito berjangka yang
belum jatuh tempo atau tabungan dan simpanan dalam valuta asing milik
penduduk.
Lembaga Bank membeli obligasi dari masyarakat, misal senilai 100 M. Oleh
penjual obligasi 100 M tersebut disimpan di Bank A menyebabkan demand deposit
bank A naik. Misal, reserve requirement sebesar 10 persen, maka bank A dapat
meminjamkan sebesar 90 M. Jumlah ini dipinjam pihak lain untuk pembelian
sesuatu sehingga ada transfer ke penjual sebesar 90 M. Oleh penjual jumlah
tersebut disimpan di bank B menyebabkan demand deposit bank B naik. Bank B
dapat meminjamkan 81 M. Jumlah ini dipinjam pihak lain untuk pembelian sesuatu
sehingga ada transfer ke penjual sebesar 81 M. Oleh penjual disimpan di bank C,
demand deposit bank C naik. Bank C dapat meminjamkan 72,9 M dan seterusnya.
M = 100 M + 90 M + 81 M + …
= 100 (1 + 0,9 + 0,92 + … )
= 100 [1/(1-0,9)] = 1000
M= 1/z . R; dengan z adalah reserve multiplier dan R adalah kenaikan
dari reserve mula-mula.
Tabel 3.1 Neraca efek peningkatan 100 M dalam reserves
Bank A Bank B Bank C
Assets Liabilitas Assets Liabilitas Assets Liabilitas
100 M 100 M 90 M 90 M 81 81 M
(reserves (reserves (reserves 8,1
10 M dan 9 M dan M dan loans
loans 90 M) loans 81 M) 72,9 M)
Perlatihan:
1. Jelaskan prinsip-prinsip teori konsumsi berikut ini: (a) the life cycle Ho, (b) the
permanent income Ho, dan (c) the relative income Ho. Teori konsumsi mana
yang digunakan oleh Pigou untuk menanggapi kritik Keynes terhadap Classical ?
2. Jelasakan mengapa present value of income stream merupakan kriteria
investasi. Apa yang dimaksud dengan accelerator principle. Berdasarkan prinsip
tersebut jelaskan bagaimana pengaruh kenaikan pengeluaran pemerintah
terhadap investasi ?
3. Bila equilibrium perekonomian hanya dapat tercapai pada keadaan full
employment maka permintaan investasi pada keadaan permintaan uang sangat
sensitif terhadap perubahan tingkat bunga tidak pernah membawa per-
ekonomian dalam keadaan equilibrium. Hal ini merupakan kritik Keynes
terhadap Classical. Jelaskan teori konsumsi yang dapat menerangkan bahwa
kritik Keynes tersebut tidak benar dan jelaskan pula mengapa hal tersebut tidak
benar !
4. Kebijakan fiskal dapat menyebabkan pendapatan nasional dan tingkat bunga
meningkat secara bersama-sama. Hal ini dapat menyebabkan investasi
meningkat atau menurun. Jelaskan teori investasi yang dapat menerangkan
munculnya penomena tersebut. Jelaskan pula kapan kebijakan fiskal
menyebabkan investasi meningkat dan kapan menurun ?
5. Menurut Keynes secara individual orang hanya menyimpan asset liquidnya
dalam bentuk uang atau obligasi tetapi tidak kedua-duanya. Jelaskan apakah
hal ini berlaku untuk masyarakat secara keseluruhan. Adakah teori lain yang
Pustaka:
1. Branson, William, 3 th edition. Macroeconomic Theory and Policy. Harper and
Row Publisher, N.Y.
4 Kesempatan
Kerja dan Harga
Besarnya harga tenaga kerja yang biasa disebut upah (wage), ditentukan
oleh besarnya permintaan dan penawaran pada pasar tenaga kerja. Dalam suatu
perekonomian, tingkat upah (wage rate) yang dapat dinyatakan dalam rupiah per
jam, rupiah per minggu, rupiah per bulan ditentukan oleh besarnya permintaan
agregatif dan penawaran agregatif akan tenaga kerja agregatif. Dalam model
analisis perekonomian sederhana, rumah tangga perusahaan adalah peminta
(pembeli) dan rumah tangga keluarga sebagai penjual bagi sumberdaya manusia/
tenaga kerja (labor).
Kurva pemintaan tenaga kerja menunjukkan jumlah tenaga kerja per satuan
waktu yang diminta oleh masyarakat pada berbagai kemungkinan tingkat upah riil.
Tingkat upah riil atau real wage rate (w) adalah tingkat upah nominal (W), yaitu
tingkat upah yang dinyatakan dengan harga-harga berlaku dibagi dengan tingkat
harga (P). Sedangkan, kurva penawaran tenaga kerja adalah kurva yang menun-
jukkan jumlah tenaga kerja per satuan waktu yang ingin ditawarkan seluruh
masyarakat pada berbagai tingkat upah riil.
w
NS
w* E
ND
0 N* N
y
T
y*
0 N* N
mobil mahal, televisi mewah dan sebagainya yang bisa dinikmati oleh yang
empunya hanya apabila pemiliknya punya waktu untuk menikmatinya. Dengan
demikian, pada ketinggian tingkat upah tertentu kesedian pekerja untuk meng-
gunakan tenaga produktifnya mempunyai tendensi menurun dan berupaya
memperoleh kepuasan yang lebih tinggi dari pemanfaatan kelebihan pendapatan riil
4.2.1 Inflasi
Definisi inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara
umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak
disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau mengakibatkan kenaikan
sebagian besardari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga karena,
misalnya musiman, menjelang hari-hari besar atau yangterjadi sekali saja dan tidak
memiliki pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi.
Inflasi ada beberapa macam. Penggolongannya berdasarkan (a) parah
tidaknya inflasi, (b) sebab inflasi, dan (c) asal inflasi. Penggolongan yang kita pilih
tergantung pada tujuan kita menganalisis.
Berdasarkan parah tidaknya inflasi dibedakan beberapa macam inflasi:
(1) Inflasi ringan (di bawah 10 persen setahun)
(2) Inflasi sedang (antara 10 sampai 30 persen setahun)
(3) Inflasi berat (antara 30 sampai 100 persen setahun)
(4) Hiperinflasi (di atas 100 persen setahun).
Penentuan parah tidaknya inflasi sangat relatif tergantung pada "selera"
menamakannya. Di samping itu, menentukan parah tidaknya inflasi tidak bisa
hanya dari laju inflasi saja tanpa mempertimbangkan siapa yang menanggung
beban atau yang memperoleh keuntungan dari inflasi tersebut. Inflasi sebesar 20
persen yang disebabkan oleh kenaikan harga barang-barang yang dibeli oleh
golongan masyarakat berpenghasilan rendah, maka seharusnya disebut inflasi
berat (parah).
Berdasarkan sebab-musabab awal dari inflasi, terdapat dua macam inflasi,
yaitu: (1) demand pull inflation dan (2) cost push inflasion. Demand pull inflation
adalah inflasi yang timbul karena adanya kenaikan permintaan masyarakat akan
berbagai barang terlalu kuat. Sedangkan, Cost push inflation adalah inflasi yang
timbul karena adanya kenaikan ongkos produksi yang mengakibatkan penurunan
pada aggregate supply.
Gambar 4.2, 4.3, dan 4.4 menunjukkan keadaan demand pull inflation.
Mula-mula keadaan prekonomian turun (depresi), kemudian terjadi perubahan di
sisi demand, karena perubahan g, i, c atau M yang menyebabkan aggregate
demand (AD) meningkat. Peningkatan AD dari AD0 ke AD1 mengakibatkan excess
demand. Akibat selanjutnya, harga-harga naik sampai tak terjadi lagi excess, yaitu
dari P0 ke P2. Pada saat P2, pendapatan nasional, y sama dengan y2.
P
AS
P2
P0
AD1
AD0
0 y0 y2 y1 y
Gambar 4.2. Perubahan aggregate demand
akibat perubahan pada variabel
ekonomi
Kenaikan AD berpengaruh pada pasar barang dan pasar uang (IS-LM) seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.3. Di pasar barang, mula-mula terjadi kenaikan dari
IS0 ke IS1 sebagai akibat, misalnya kenaikan g. Tetapi, karena harga meningkat
dari P0 ke P2 maka real asset berkurang sehingga konsumsi berkurang. Hal ini
ditunjukkan oleh penurunan dari IS1 ke IS2. Di pasar uang, peningkatan harga dari
P0 ke P2 menyebabkan real money supply turun yang ditunjukkan oleh bergesernya
LM0 ke LM1.
r LM1
LM0
r2
r0 IS1
IS2
IS0
0 y0 y2 y1 y
W
P2eg(N)
P0eg(N)
W2
W0
P2f(N)
P0f(N)
0 N0 N2 N
Gambar 4.4. Pengaruh kenaikan tingkat harga
terhadap tingkat upah pada pasar tenaga
kerja, asumsi general Keynesian
Terjadinya cost push inflation bermula dari adanya kenaikan harga barang-
barang input atau faktor produksi yang menyebabkan terjadinya perubahan di sisi
supply yang diindikasikan oleh berkurangnya aggregate supply (AS) dari AS0 ke AS1
seperti terlihat pada Gambar 4.5.
P
AS1
AS0
P2
P0
AD
0 y1 y2 y0 y
Gambar 4.5. Penurunan aggregate supply
akibat kenaikan ongkos produksi
r LM2
LM0
r2
r0
IS0
IS2
0 y2 y0 y
(2) Expectation berubah, P0eg1(N) ke P2eg1(N), akibatnya upah (w) naik dari w0
ke w2.
W
P2eg1(N)
P0eg1(N)
P0eg0(N)
W2
W0 P2f(N)
P0f(N)
0 N1 N2 N 0 N
Gambar 4.7. Pengaruh kenaikan tingkat harga
terhadap tingkat upah pada pasar
tenaga kerja
Pada kasus buruh menuntut upah lebih tinggi dan buruh konsekuen
dalam arti produktivitasnya meningkat dapat diilustrasikan pada Gambar 4.8.
Secara matematis, equilibrium pasar tenaga kerja: W = P.f(N); P = W/f(N). Harga
mula-mula, P0 = W/[f(N)]0. Kemudia buruh menuntut upah (W) naik sebesar 5
persen dengan konsekuensi mereka meningkatkan produktivitasnya sebesar 5
persen pula.
Akibatnya:
W0 (1 + 0,05) W0
P1 = ----------------------- = ----------- = P0
[f(N)]0 (1 + 0,05) [f(N)]0
Atau:
P = W/f(N)
Total defferential: ln P = ln W – ln f(N)
1/P dP = 1/W dW – [1/f(N)] d[f(N)]
1/P dP/dt = 1/W dW/dt – [1/f(N)] d[f(N)]/dt
maka inflasi atau persentase kenaikan harga dirumuskan sebagai:
dP/dt dW/dt d[f(N)]/dt
-------- = ---------- - -------------
P W f(N)
Artinya, tidak terjadi inflasi (inflasi = 0) karena harga tak berubah (P1 = P0).
W
P0eg1(N)
P0eg0(N)
W2
W0
P0f1(N)
P0f0(N)
0 N0 N
y
_
y1 y1(N, K)
_
y0 y0(N, K)
0 N0 N
Gambar 4.8. Buruh menuntut upah lebih tinggi
diimbangi dengan peningkatan
produktivitas kerja
Selanjutnya,
W = P.f(N) adalah equilibrium pasar tenaga kerja
P = W/f(N); dy/dN adalah f(N)
Sehingga, P = W/(1-) y/N
Ln P = ln W – ln(1-) – ln y/N ; ln (1-) adalah konstanta, jadi tidak berpengaruh
terhadap P, sehingga
o o o o
P = W – y/N ; dengan y/N adalah perubahan produktivitas. Dapat disimpulkan
bahwa, jika tingkat upah dan produktivitas berubah (naik) dalam proporsi yang
sama, maka harga-harga akan tetap atau tidak terjadi inflasi.
Selanjutnya, pada kasus buruh mogok, yakni buruh menuntut upah lebih
tinggi tanpa diimbangi dengan peningkatan produktivitas maka akan menimbulkan
inflasi (cost push inflation). Hal ini diuraikan melalui Gambar 4.9 dan akibat
selanjutnya mengikuti Gambar 4.5. Inflasi terjadi karena labor supply turun diikuti
penurunan aggregate supply sedangkan aggregate demand tetap (produktivitas
tetap) menyebabkan harga (P) naik. Akibatnya adalah upah riil (w) turun.
W
P0eg1(N)
P0eg0(N)
W1
W0
P0f(N)
0 N1 N0 N
y
y0 _
y1 y(N, K)
0 N1 N0 N
Gambar 4.9. Buruh mogok, menuntut upah lebih tinggi
tanpa diimbangi dengan peningkatan
produktivitas kerja
Perbedaan yang lain dari kedua proses inflasi ini terletak pada urutan dari
kenaikan harga. Pada demand pull inflation kenaikan harga barang akhir (output)
mendahului kenaikan barang-barang input termasuk upah tenaga kerja.
Sebaliknya, pada cost push inflation kenaikan harga barang-barang akhir (output)
mengikuti kenaikan harga barang-barang input/faktor produksi. Terjadinya salah
satu dari dua macam inflasi jarang sekali dijumpai dalam praktek, dan umumnya
terjadi kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut dan sering pula keduanya
saling memperkuat.
Berdasarkan asalnya, inflasi dibedakan menjadi dua, yakni: (1) inflasi yang
berasal dari dalam negeri (domestic inflation) dan (2) inflasi yang berasal dari luar
negeri (imported inflation). Domestic inflation terjadi, misalnya karena defisit
anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan yang
gagal, dan sebagainya. Imported inflation timbul karena kenaikan harga-harga di
luar negeri (atau di negara-negara langganan berdagang negara kita. Kenaikan
harga barang impor mengakibatkan (1) secara langsung kenaikan indeks biaya
hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya berasal dari
impor, (2) secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan ongkos
produksi (dan kemudian harga jual) dari berbagai barang yang menggunakan
bahanmentah atau mesin-mesin yang harus diimpor (cost push inflation), (3)
secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena ada
kemungkinan kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan
pengeluaran pemerintah/swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga
impor tersebut (demand pull inflation).
Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula terjadi melalui
kenaikan harga barang-barang ekspor. Bila harga barang ekspor (misalnya, kopi,
the) naik, maka indeks biaya hidup naik, karena barang-barang ini langsung masuk
dalam daftar barang-barang yang tercakup dalam indeks harga. Bila harga barang
ekspor (misalnya, kayu, karet, timah) naik, maka ongkos produksi yang mengguna-
kan barang-barang tersebut dalam produksinya (seperti perumahan, sepatu,
kaleng) akan naik, kemuadian harga jualnya naik pula (cost push inflation). Di
pihak lain, kenaikan harga barang-barang ekspor berarti kenaikan penghasilan
eksportir dan produsen barang ekspor tersebut. Kenaikan penghasilan ini kemudian
akan dibelanjakan untuk membeli barang-barang (baik di dalam maupun di luar
negeri), dan bila jumlah barang yang tersedia di pasar tidak bertambah maka harga
berang tersebut dan barang lain pun akan naik pula (demand pull inflation).
Penularan inflasi dari luar ke dalam negeri lebih mudah terjadi bila negara
tersebut menganut ekonomi terbuka (sektor luar negerinya penting), seperti
Indonesia, Korea, Taiwan, Singapura, Malaysia. Namun, seberapa jauh peneularan
tersebut terjadi tergantung pada kebijakan pemerintah yang diambil. Fiscal dan
monetary policy tertentu bisa menetralisir kecenderungan inflasi yang berasal dari
luar negeri tersebut.
4.2.2. Pengangguran
Tingkat upah akan turun terus selama masih ada yang menganggur, dan kurva AS
juga terus bergeser ke bawah. Proses ini akan berhenti bila semua orang telah
bekerja kembali, atau full employment tercapai kembali. Ini ditunjukkan oleh
gerakan dari U ke Ebaru. Posisi equilibrium baru ini ditandai oleh (a) tercapainya full
employment, dan (b) tingkat harga-harga dan upah yang lebih rendah.
E
U
Ebaru
AD0
AS0
AD1
AS1
0 yU yF y
Gambar 4.10. Penyesuaian keadaan full employment
menurut classical
masal. Dalam keadaan seperti ini proses klasik ke posisi full employment tidak
berjalan. Kalau dilihat pada Gambar 4.10 di atas, kurva AS tidak akan bergeser ke
bawah, yang berarti perekonomian akan tetap pada posisi U dengan jumlah
pengangguran yang tidak berkurang.
Peringatan Keynes adalah seyogyanya pemerintah tidak mengandalkan
pada proses alamiah seperti pada classical. Untuk membawa perekonomian pada
posisi full employment, pemerintah harus aktif mengambil tindakan, misalnya
dalam menghadapi depresi dan pengangguran dengan menggeser kembali AD1 ke
AD0 melalui peningkatan pengeluaran pemerintah (fiscal policy). Kenaikan g
melalui proses multiplier akan menaikkan aggregate demand.
Selanjutnya, Keynesian mengemukakan adanya pengangguran terpaksa
dalam perekonomian, sedangkan classical tidak mengemukakan hal tersebut.
Menurut classical, bila upah cukup fleksibel maka permintaan tenaga kerja selalu
seimbang dengan penawarann tenaga kerja, sehingga tidak ada kemungkinan
timbulnya pengangguran terpaksa. Artinya, pada tingkat upah yang berlaku semua
orang yang bersedia bekerja pada tingkat upah tersebut akan mendapat pekerjaan.
Jadi mereka yang menganggur adalah mereka yang tak bersedia bekerja pada
tingkat upah yang berlaku. Ini disebut pengangguran sukarela (NF – Nu). Hal ini
dijelaskan melalui Gambar 4.11.
W
F
S
W1
W2
D1
D2
0 Nu NF N
Gambar 4.11. Pengangguran sukarela
menurut classical
Menurut Keynes, pasar tenaga kerja mengikuti pasar barang, artinya bila
tingkat output naik, maka jumlah orang yang mendapat pekerjaan (tingkat
employment) juga naik, sebaliknya bila tingkat output turun maka tingkat
employment (N) juga turun. Penurunan N menimbulkan adanya pengangguran.
W = - f (NS – ND), tingkat kenaikan upah nominal merupakan fungsi dari excess
demand for labor. Bila excess demand for labor, -(NS – ND) semakin besar, maka
tingkat upah naik lebih tinggi.
o
W
0 u
o
Atau, W = g (u); g' < 0, artinya tingkat pengangguran semakin rendah maka
tingkat upah naik dalam jumlah yang besar.
Ada juga yang menuliskan:
o o
W = - + 1/ atau w = - + 1/U
Short-run Phillips curve menjelaskan bahwa kenaikan upah tidak hanya
dipengaruhi oleh tingkat pengangguran tetapi juga oleh tingkat kenaikan harga
yang diharapkan:
o o o
W = g (u) + Pe, dengan Pe bertindak sebagai shifter. Gambar 4.13. membantu
menjelaskan hal ini. Bila orang memperkirakan harga-harga naik dari Pe0 ke Pe1
maka Phillips curve bergeser dari g(u) + Pe0 ke g(u) + Pe1 dengan Pe sebagai
shifter, sehingga tingkat upah menjadi naik. Bila tingkat upah nominal naik, harga-
harga akan naik, tetapi tingkat kenaikan harga tidak harus sama dengan tingkat
o
W
o
g(u) + Pe1
0 u
o
g(u) + Pe0
kenaikan upah nominal. Pada Gambar tersebut juga tampak terjadi trade-off antara
inflasi dan pengangguran, karena dalam jangka pendek kurva Phillips berlereng
negatif.
Dalam jangka panjang,
o o
W = g (u) + Pe
o o o o
P = W – y/N + , dengan P adalah tingkat kenaikan harga (inflasi), sehingga:
o o o o
P = g(u) + P – y/N + e
o o
Patut dicatat, bahwa dalam jangka panjang Pe = P, dan = 0, sehingga:
o o o o o o
P = g(u) + Pe – y/N menjadi g(u) = y/N atau g(u) – y/N = 0. u yang memenuhi
persamaaan ini disebut dengan "natural unemployment rate", artinya, orang yang
tidak bekerja, bukan tidak mendapat pekerjaan tetapi mereka yang keluar masuk
pasar tenaga kerja untuk memperoleh upah yang lebih tinggi.
Gambar 4.14 mencoba menerangkan hal tersebut. Dalam jangka pendek
kurva Phillips memenuhi persamaan:
o o
W = g (u) + Pe
Sedangkan, dalam jangka panjang kurva Phillips memenuhi persamaan:
o
g(u) – y/N = 0. Dalam jangka panjang kurva tersebut vertical dan pengangguran
sebesar un, artinya dalam jangka panjang tidak lagi terjadi trade-off antara inflasi
dan pengangguran.
o o o
W g(u) –y/N = 0 P
o o
y/N g(u) + Pe2 0
0 o u
o g(u) + Pe1
g(u) + Pe0
Gambar 4.13. Kurva Phillips vertikal
dalam jangka panjang
Perlatihan :
Pustaka:
Boediono, Edisi 4. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2. Ekonomi Makro.
BPFE, Yogyakarta.
Branson, William, 3 th edition. Macroeconomic Theory and Policy. Harper and Row
Publisher, N.Y.
Dornbusch, R. and S. Fischer, 4th edition. Macroeconomics. JMC Press Inc., Q.C.
Wijaya, Faried, Edisi 2. Ekonomika Makro, Aneka Model Baku. BPFE, Yogyakarta.
Hubungan antara x dan P negatif karena bila tingkat harga naik maka harga
barang-barang ekspor naik sehingga di pasaran internasional barang-barang ekspor
tersebut menjadi kurang kompetitif. Oleh karenanya, bila tingkat harga naik maka
jumlah barang-barang yang diekspor turun.
Hubungan antara x dan e negatif karena bila nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing meningkat maka jumlah US$ yang diterima oleh para eksportir
dari menjual barang-barangnya di luar negeri dalam nilai rupiah menurun, sehingga
jumlah barang-barang yang diekspor yang dapat dibeli juga menurun. Oleh
karenanya, bila e meningkat maka x menurun.
Real import dapat dirumuskan sebagai:
m = m(y, P, e); dm/dy > 0, dm/dP > 0, dan dm/de > 0
dengan:
m = real import
y = real income
P = tingkat harga
e = exchange rate
Hubungan antara m dan y positif karena bila pendapatan riil meningkat
maka daya beli masyarakat akan barang-barang impor juga akan meningkat. Oleh
karenanya, bila y meningkat maka m juga meningkat.
Hubungan antara m dan P positif karena bila tingkat harga di dalam negeri
meningkat maka harga barang-barang impor menjadi relatif lebih murah daripada
harga barang-barang domestik. Oleh karenanya, bila P naik maka m juga naik.
Hubungan antara m dan e positif karena bila exchange rate naik maka
jumlah rupiah yang diterima oleh importir dari hasil penjualan barang-barang
import yang dibeli dalam nilai US$ menjadi lebih besar. Dengan jumlah US$ yang
lebih banyak, importir dapat mendatangkan barang-barang impor dalam jumlah
yang lebih banyak. Oleh karenanya, bila e naik maka m juga naik.
Selanjutnya, F = F(r) ; dF/dr < 0 dengan F adalah net capital outflow dan r
adalah tingkat bunga (interest rate). Hubungan antara F dan r negatif karena bila
tingkat bunga di dalam negeri turun maka modal yang lari keluar negeri akan
meningkat karena kurang menguntungkan menanam modal di dalam negeri.
Akibatnya net capital outflow meningkat. Sebaliknya, bila tingkat bunga dalam
negeri naik maka menanamkan modal di dalam negeri lebih menguntungkan
sehingga jumlah modal yang masuk dari luar negeri meningkat. Akibatnya, net
capital outflow menurun. Oleh karenanya, bila r turun maka F meningkat dan
sebaliknya bila r naik maka F akan turun.
Equilibrium pasar barang dalam ekonomi terbuka dapat dituliskan sebagai:
IS: c + i + g + (x-m) = c + s + t + rf
dengan :
c = konsumsi riil
i = investasi riil
g = pengeluaranpemerintah riil
s = tabungan riil
t = pajak riil
rf = transfer pada orang asing riil
atau dapat dituliskan sebagai:
i(r) + g + x(P, e) = s{y-t(y)} + t(y) + m(y, P, e) + rf
Pengaruh perubahan tingkat harga (P) terhadap equilibrium pasar barang
atau kurva IS dapat dilihat pada Gambar 5.1. Pada tingkat harga P0, equilibrium
pasar barang digambarkan oleh kurva IS0. Bila tingkat harga naik menjadi P1 maka
real import meningkat dari m(P0) ke m(P1) seperti ditunjukkan oleh perubahan garis
s+t+m dari s+t+m(P0) ke s+t+m(P1). Kenaikan harga sebaliknya menyebabkan
real eksport menurun seperti ditunjukkan oleh pergeseran kurva i+g+x dari
i(r)+g+x(P0) ke i(r)+g+x(P1). Sebagai akibatnya, kurva IS bergeser dari IS0 ke IS1.
Dengan demikian, bila tingkat harga naik maka pada tingkat bunga yang sama
pendapatan nasional riil (real national income) menjadi lebih kecil. Atau pada
tingkat pendapatan nasional yang sama tingkat bunga menjadi lebih tinggi.
Slope dari kurva IS (dr/dy IS) bila P, e, g konstan dapat dirumuskan
sebagai berikut:
s m
i'dr = -------------- (dy – t'dy) + t'dy + -------- dy
{y-t(y)} y
s m
-------------- (1 – t') + t' + --------
dr {y-t(y)} y
---- = ---------------------------------------------
dy IS i'
Gambar 5.1 menunjukkan, bahwa slope kurva IS menjadi lebih tajam bila
dibandingkan dengan sebelumnya karena masuknya m/y atau marginal
propensity to import (MPI). Efek dari kebijakan fiskal menjadi lebih kecil seperti
terlihat berikut ini:
1
dy = ---------------------------------------------------- dg
s m
-------------- (1 – t') + t' + --------
{y-t(y)} y
Kwadrant II r Kwadrant I
r0
i(r)+g+x(P0) r1 IS1
i(r )+g + x(P1) IS0
s+t+m(P0)
(i+g+x) = (s+t+m) s+t +m(P1)
dengan:
P = tingkat harga domestik
e = exchange rate
Pf = harga luar negeri dari barang-barang impor
BOP equilibrium terjadi bila net eksport (X-M) sama dengan net capital
outflow. Bila net eksport lebih besar dari net capital outflow maka yang terjadi
adalah BOP surplus, bila sebaliknya maka yang terjadi adalah BOP defisit. BOP
equilibrium dapat dilihat pada Gambar 5.2. sebagai berikut.
r"0 B BOP0
r0
r'0 .A
r1
F(r)
F 45o 0 y
X–M
Sebaliknya, di titik B neraca pembayaran luar negeri dalam keadaan surplus. Pada
titik B, tingkat bunga sebesar r"0 untuk tingkat pendapatan nasional sebesar y0
lebih tinggi daripada tingkat bunga yang akan membawa BOP dalam keadaan
equilibrium yaitu sebesar r0. Keadaan ini akan menyebabkan modal dari luar negeri
yang masuk meningkat karena menanamkan modal di dalam negeri lebih
menguntungkan. Akibatnya, net capital outflow menurun dan lebih rendah dari net
eksport atau BOP dalam keadaan surplus.
Slope BOP equilibrium dapat diturunkan sebagai berikut:
B = P.x(P, e) – (Pf/e).m(y, P, e) – F(r)
dB = 0 = - (Pf/e) (m/y)dy –F'dr
dr (Pf/e) (m/y)
---- = ------------------- > 0
dy dB=0 F'
Dengan demikian, BOP equilinrium mempunyai slope positif. Pengaruh perubahan
tingkat harga terhadap BOP equilibrium dapat diterangkan sebagai berikut:
X – M = P.x(P, e) – (Pf/e).m(y, P, e)
Pengaruh kenaikan tingkat harga P bila Ex < -1 dapat dilihat pada Gambar
5.3. Kenaikan P menyebabkan kurva X-M bergeser ke atas sehingga akibatnya
garis BOP bergeser dari BOP0 ke BOP1.
r
BOP1
BOP0
r0
r1
F(r)
F 45o 0 y
P1.x(P1) – (Pf/e).m(P1)
P.x – (Pf/e).m = F P0.x(P0) – (Pf/e).m(P0)
X–M
LM LM
BOP BOP
r1
r0 r0
r1
IS IS
0 y0 0 y0
menyebabkan garis BOP bergeser dari BOP0 ke BOP1 sehingga (y0, r0) adalah
internal equilibrium sekaligus juga external equilibrium. Perekonomian seperti
Gambar 5.5b. menunjukkan perekonomian dalam keadaan neraca pembayaran luar
negeri defisit. Untuk mencapai neraca pembayaran luar negeri yang equilibrium
diperlukan devaluasi. Melalui devaluasi X meningkat dan M menurun sehingga
net eksport naik. Kenaikan net eksport menyebabkan BOP defisit berkurang hingga
mencapai internal equilibrium. Secara grafis dapat dilihat bahwa penurunan e akan
menyebabkan garis BOP bergeser dari BOP0 ke BOP1 sehingga (y0, r0) adalah
internal equilibrium sekaligus juga external equilibrium.
BOP0 BOP1
LM LM
BOP
r1
BOP1
r0 BOP0 r0
r1
IS IS
0 y0 0 y0
Gambar 5.5. Penyesuaian exchange rate untuk mengatasi BOP surplus & defisit
BO0 BOP1
r0 A
r1 B
LM0
LM1 IS0
0 y0 y1 y
PS. Agribisnis –Gambar 5.6. External dan internal equilibrium
FP UNUD V -10
bila jumlah uang beredar meningkat
I Wayan Budiasa 2017 Ekonomika Makro
menyebabkan Srp naik sehingga e turun karena ada excess supply. Menurunnya e
menyebabkan X naik dan M turun (Em > -1), atau net eksport meningkat.
Meningkatnya net eksport akan mengurangi neraca pembayaran luar negeri defisit
seperti ditunjukkan oleh pergeseran garis BOP dari BOP0 ke BOP1. Pada titik B (y1,
r1) tercapai internal dan external equilibrium dengan neraca pembayaran luar
negeri sekarang dalam keadaan seimbang.
Bila dilakukan kebijakan fiskal misal meningkatkan pengeluaran pemerintah,
g maka y dan r akan meningkat. Kenaikan y menyebabkan M meningkat
sedangkan kenaikan r menyebabkan F turun sehingga pengaruhnya terhadap Srp
dapat menaikkan atau menurunkan. Bila kenaikan g menyebabkan neraca
pembayaran luar negeri defisit seperti pada Gambar 5.7a maka perlu dilakukan
devaluasi sebaliknya bila kenaikan g menyebabkan neraca pembayaran luar negeri
surplus seperti Gambar 5.7b maka perlu dilakukan upvaluasi.
r r
BOP0 BOP1
LM
LM BOP1
r1
r1 BOP0
r0 IS1
r0 IS1
IS0 IS0
0 y0 y1 y 0 y0 y1 y
(5.7a) BOP defisit (5.7b) BOP surplus
Perlatihan:
1. Bilamana Balance of Payment (BOP) surplus atau neraca pembayaran luar
negeri surplus atau defisit ? BOP yang bagaimana yang dikehendahi oleh suatu
perekonomian ?
2. Apa yang saudara ketahui tentang devaluasi dan upvaluasi ? Kapan kebijakan
devaluasi dan upvaluasi dilakukan ?
3. Bila exchange rate fleksible, kebijakan moneter akan secara otomatis membawa
perekonomian ke arah neraca pembayaran luar negeri yang seimbang.
Jelaskan ! Apakah hal yang sama akan terjadi bila kebijakan fiskal dilakukan.
Jelaskan !
4. Bila exchange rate tetap, penyesuaian terhadap neraca pembayaran luar negeri
yang surplus atau defisit dapat dilakukan dengan mempengaruhi current
account. Jelaskan pendapat saudara !
Pustaka:
1. Branson, William, 3 th edition. Macroeconomic Theory and Policy. Harper and
Row Publisher, N.Y.
3. Wijaya, Faried, Edisi 2. Ekonomika Makro, Aneka Model Baku. BPFE, Yogyakarta.
6 Teori Pertumbuhan
Asumsi yang digunakan dalam teori pertumbuhan ini adalah fixed coefficient
production function: Qt = min (Kt/v, Lt/). v adalah unit K yang diperlukan untuk
menghasilkan 1 unit Q dan adalah unit L yang diperlukan untuk menghasilkan 1
unit Q. Kenaikan produksi ditentukan oleh faktor produksi dalam keadaan yang
minimum. Artinya, meningkatkan produksi dilakukan dengan menambahkan faktor
produksi yang keadaannya minimum. Sebaliknya, jika dilakukan penambahan
hanya pada faktor produksi yang berlebih maka produksi (Q) tetap. Hal ini
dijelaskan melalui Gambar 6.1. Bila Kt/v lebih kecil daripada Lt/ maka Qt
ditentukan oleh Kt/v, artinya output yang dihasilkan oleh modal yang tersedia. Bila
K/L lebih besar daripada v/ maka terjadi excess capital, sebaliknya bila K/L lebih
kecil dari v/ akan terjadi excess labor (unemployment labor in the economy).
K
v/ = K/L
Q1
Q0
0 L
Gambar 6.1. Harrod-Domar production
function with fixed coefficient
of production
q
1/v1 1/v2
f (k)
0 k1 k2 k
Gambar 6.2. The relationship of k and v
Pada cara kedua, equilibrium capital output ratio (v*), dimana gL/s =
f(k*)/k* = 1/v*. Hal ini memungkinkan v berubah mencapai v*, dan agar v*
tercapai maka k harus mencapai k*. Untuk bisa mencapai k*, ini tergantung pada
s, artinya jika diinginkan output per labor yang lebih besar maka saving rate harus
lebih besar pula. Pada Gambar 6.3. ditunjukkan bahwa untuk mencapai k*1 dari k*
maka s1 harus lebih besar daripada s0. Ini berarti s tidak given.
q
1/v1 1/v2
q*1 f (k)
q*
gL.k/s1
gL.k/s0
0 k* k*1 k
Gambar 6.3. The relationship of k and s
Golden rule condition adalah growth path dengan ratio c/L terbesar.
Pada Gambar 6.4. ditunjukkan bahwa konsumsi terbesar bila slope gLk sama
dengan slope garis yang menyinggung f (k), yaitu garis putus-putus, g = f' (k)
yang diindikasikan oleh garis yang sejajar.
q
f(k)
(gL/s)/k ={(gL +)/s}k
gLk
s I/L
0 k*g k
Perlatihan :
1. Mengapa teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh Harrod-Domar
dikatakan sangat regid atau kaku ? Bagaimana keregidan dari teori
tersebut diatasi oleh Neo-Classical model ? Jelaskan !
2. Apa yang saudara ketahui tentang Golden rule ? Bagaimana teori Turnpikes
terkait dengan Golden rule ? Jelaskan !
Pustaka :
1. Branson, William, 3 th edition. Macroeconomic Theory and Policy. Harper
and Row Publisher, N.Y.