Anda di halaman 1dari 5

Pentingnya Kekuasaan untuk Memperjuangkan Nilai Keislaman dan

Kebangsaan dalam Lingkup Akademisi

Oleh: Indah Wulandari Pulungan


Sekretaris Umum HMI Komisariat Ilmu Budaya UNAND

Menurut Max Weber dalam buku Wirtschaft and Gessellshaft pada tahun 1992,
bahwa pengertian kekuasaan adalah kemampuan dalam suatu hubungan sosial untuk
melaksanakan kemauan sendiri, sekalipun mengalami perlawanan.
Menurut Barbara Goodwin, kekuasaan adalah kemampuan untuk mengakibatkan
seseorang bertindak dengan cara yang diinginkan. Dengan kata lain, memaksa seseorang
untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya. Dalam buku Gary Yulk,
yang berjudul Kepemimpinan dalam Organisasi, kekuasaan terbagi atas tujuh jenis, yaitu
sebagai berikut:
Poin pertama, yaitu kekuasaan memberi penghargaan. Hal pertama yang harus
dilakukan adalah mengetahui kepribadian serta ambisi dari seorang target dalam hal
akademisi. Strategi yang dilakukan adalah memberikan wadah dan ruang untuk target dalam
mengelola kemampuannya hingga mampu menghasilkan sebuah prestasi bagi dirinya sendiri
dan orang-orang di sekitarnya. Taktik yang dapat dilakukan adalah mewujudkan wadah
tersebut menjadi sebuah kenyataan, sehingga target tersebut benar-benar dapat berproses di
dalamnya. Wadah yang dapat dibentuk, seperti sebuah komunitas atau ruang diskusi, yang
mampu menghadirkan target sebagai tokoh utama di dalamnya. Hal sederhananya adalah,
menjadikan target sebagai narasumber atau pemateri dalam sebuah diskusi. Dengan
demikian, maka kualitas akademis yang ia miliki mampu ia pertunjukkan kepada orang lain.
Hal semacam itu memberikan sebuah kepercayaan kepada target, bahwa ia dapat diakui oleh
penguasa. Inti dari poin pertama ini adalah memberikan modal kepercayaan bagi target agar
ia juga dapat mempercayai alur permainan yang dijalankan oleh penguasa.
Poin kedua, yaitu kekuasaan memaksa. Poin ini memiliki kaitan dengan pon
sebelumnya. Setelah target memberikan kepercayaan seutuhnya kepada penguasa, maka ia
sudah memiliki rasa tanggung jawab dalam mematuhi peraturan yang berlaku dalam wadah
tersebut. Kepercayaan yang diberikan oleh target tersebut juga berasal dari kepercayaan yang
sebelumnya diberikan oleh penguasa kepadanya, sehingga ia merasa bahwa kemampuan yang
ia miliki dihargai oleh orang lain. Dengan begitu, setelah target masuk ke dalam perangkap,
maka tugas penguasa adalah menunjukkan kewibawaannya sebagai seorang penguasa dengan
menjelaskan bahwa apa yang ia perintahkan, harus dipatuhi. Kekuasaan memaksa ini
bertujuan untuk memperjelas derajat yang lebih tinggi dimiliki oleh penguasa. Jika target
sadar akan hal itu, gairah untuk mengikuti sebuah kelompok semakin tinggi di dalam
jiwanya, pasalnya ia merasakan gelora dalam berinteraksi dengan sesama akademisi yang
memiliki kelebihannya masing-masing. Inti dari poin ini adalah, memberitahukan kepada
target perihal suatu hal yang harus dipatuhi dalam sebuah wadah dan jika peraturan tersebut
tidak dipatuhi, maka ia akan mendapatkan sanksi.
Poin ketiga, yaitu kekuasaan yang memiliki legitimasi. Penguasa mulai
memperkenalkan struktur atau tingkatan dalam suatu wadah yang sedang ia naungi, sehingga
target memiliki kepercayaan untuk mematuhi sebuah peraturan. Tingkatan tersebut tentu
tidak berfungsi jika hanya sebagai pajangan belaka atau identitas semata dan tidak
diimplementasikan dengan prestasi atau kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh seorang
penguasa. Intinya adalah seorang penguasa akan dihormati dan diakui jika ia layak untuk
diakui dan percaya akan kemampuan yang dimiliki serta diakui oleh orang-orang di
sekelilingnya.
Poin keempat, yaitu kekuasaan berdasarkan keahlian. Masing-masing penguasa
memiliki keahlian yang ia percayai mampu membuat target terpikat akan keahlian tersebut.
Dalam memasuki sebuah wadah di bawah kepemimpinan, hal yang paling dibutuhkan oleh
target adalah kualifikasi dan kualitas dari si penguasa. Masuknya target ke dalam perangkap
karena keinginan yang ia butuhkan merasa terpenuhi. Tentu, keinginan yang dimaksud di sini
dalam lingkup akademisi, terkait dengan kapasitas dalam menuntut ilmu di sebuah perguruan
tinggi.
Poin kelima, yaitu kekuasaan berdasarkan referensi. Hal ini terjadi karena target
mengagumi penguasa. Target merasa tertarik dengan suatu hal yang dimiliki oleh penguasa.
Suatu hal ini tentu hanya target yang mengetahuinya. Namun, bisa diduga rasa kagum ini
timbul dari ketertarikan secara fisik, ataupun kemampuan. Pada dasarnya target yang benar-
benar memiliki keinginan yang tinggi untuk belajar dan berproses dalam suatu wadah adalah
ia yang kagum akan prestasi yang dimiliki oleh orang lain. Sehingga ia memiliki keinginan
besar untuk belajar dari orang yang ia kagumi, agar ia juga dapat memiliki prestasi seperti
orang yang ia kagumi. Oleh sebab itu, penguasa dan para agennya dituntut untuk memiliki
kemampuan dan prestasi yang mampu memberikan dampak baik bagi orang lain, sehingga
tidak hanya sekadar bermodalkan penampilan belaka. Poin ini adalah jenis kekuasaan yang
paling sering terjadi dalam suatu wadah. Para target memiliki ekspetasi yang tinggi terhadap
suatu wadah, sehingga para penguasa bertugas untuk menjadikan ekspetasi para target
tersebut menjadi kenyataan.

Poin keenam, yaitu kekuasaan akan informasi. Bergabungnya target menuntut


penguasa harus benar-benar menjadi pemimpin yang dapat mengayomi anggotanya. Berbagai
informasi yang dimiliki oleh penguasa dan agen harus secara terbuka disampaikan kepada
target, agar target merasa bahwa ia memang adalah bagian dari wadah tersebut. Informasi
yang diberikan penguasa atau agen kepada target adalah informasi yang berguna dan dapat
membantu target baik dari segi apa pun. Hal ini juga berguna, jika target membagikan
kembali informasi tersebut kepada teman-temannya. Sehingga, profil dari penguasa dapat
lebih luas dikenal oleh orang lain. Dengan cara demikian, terjadilah proses perekrutan target
secara berantai.
Poin ketujuh, yaitu kekuasaan secara ekologis. Penguasa memberikan suatu
pengetahuan tentang sebuah organisasi kepada target. Pengetahuan tersebut dapat berupa
bagaimana cara mengajak seseorang untuk dapat bergabung ke dalam suatu wadah. Hal
demikian juga dapat berguna bagi target dalam lingkup akademisi. Ia dapat menggunakan
kemampuan tersebut dalam mempengaruhi orang lain saat berbicara, ataupun karisma yang
dapat ia tingkatkan saat berbicara. Teknik mempengaruhi orang ini akan sangat bermanfaat
bagi target dalam meneruskan roda organisasi.
Kekuasaan sangat dibutuhkan untuk memperjuangkan sesuatu dalam hal kebenaran.
Kekuasaan ini dapat dimanfaatkan sebagai pisau yang digunakan untuk mengajak dan
merekrut seseorang atau sekelompok orang yang hendak dipimpin, dengan tujuan agar
mengikuti kuasa yang dimiliki. Pisau tersebut dapat dipertajam dengan adanya strategi yang
tepat dalam membidik sasaran.
Strategi paling hebat adalah menyerang berbagai perencanaan dan strategi musuh;
strategi terbaik selanjutnya adalah menyerang berbagai hubungan dan persekutuannya
dengan negara-negara lain; selanjutnya menyerang pasukan musuh di medan perang; dan
kebijakan terburuk yang dijalankan adalah menyerang kota-kota yang dikelilingi tembok.
(Sun Tzu)
Melalui kutipan di atas, dapat memberikan gambaran kepada kita sebagai kader umat
dan kader bangsa dalam menjalankan misi untuk memperjuangkan nilai keislaman dan
kebangsaan dalam lingkup akademisi. Strategi yang dibutuhkan tentu tidak hanya berdampak
dalam satu malam saja, namun harus mampu memenuhi target yang akan dipimpin sebagai
utusan dalam menjalankan kekuasaan selama waktu yang tidak terbatas.
Kekuasaan yang harus dimiliki oleh seorang kader untuk memperjuangkan nilai
keislaman dan kebangsaan dalam lingkup akademisi tentu tidak dapat dipandang sebelah
mata dan terkesan untuk diabaikan. Sebab, dewasa ini para akademisi yang berperan sebagai
target untuk ditaklukkan sangat membutuhkan bukti daripada omong kosong belaka. Omong
kosong belaka yang dimaksud di sini lebih pada ajakan dan bujuk rayu semata, yang pada
akhirnya target tersebut tidak dapat merasakan hal apa yang memang ia butuhkan dalam sisi
sang penguasa. Oleh karena itu, jelas dikatakan berdasarkan tujuh jenis kekuasaan yang
memang harus dikuasai oleh sang penguasa untuk menarik daya pikat target dalam lingkup
akademisi.
Kekuasaan tidak dapat berjalan semaksimal mungkin jika hanya berpegang pada
strategi. Strategi juga harus dibarengi dengan taktik. Di dalam KBBI, strategi memiliki arti
sebagai ilmu dan seni menggunakan sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan
tertentu dalam perang dan damai, atau ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk
menghadapi musuh dalam perang. Sedangkan taktik adalah rencana atau tindakan yang
bersistem untuk mencapai tujuan pelaksanaan strategi dan siasat.
Sang penguasa hanyalah wadah dari yang Ilahi maka rakyat atau warga negara tidak
dapat meminta pertanggungjawaban moral dari penguasa. Masyarakat tinggal menerima apa
yang dikehendaki oleh penguasa, tanpa sikap menuntut dan tanpa hak untuk mendengarkan.
Nasib rakyat tergantung dari belas kasih sang penguasa. Kalau rasa belas kasih raja besar
maka nasib rakyat selamat, kalau rasa belas kasihnya sedikit maka rakyat celaka dan melarat.
Sun Tzu mengatakan bahwa dalam sebuah perang, jenderal mendapat perintah dari
penguasa, merekrut dan mengumpulkan pasukannya, serta memobilisasi kekuatannya.
Seorang jenderal yang memahami keuntungan-keuntungan yang didapatkan dengan
menggunakan berbagai macam taktik, tahu bagaimana cara memimpin prajuritnya.
Kutipan di atas mengajarkan tentang pentingnya taktik dalam mencapai pelaksanaan
strategi yang dimaksud untuk memperluas kekuasaan dalam hal menarik agen yang hendak
diangkat sebagai pengikut penguasa dan menjalankan kekuasaan yang telah dimoderatori
sedemikian rupa.
Biodata Penulis

Anda mungkin juga menyukai