Anda di halaman 1dari 38

RUAS JALAN LUAR KOTA

Segmen jalan luar kota: Tanpa perkembangan yang menerus


pada sisi manapun, meskipun mungkin terdapat perkembangan
permanen yang sebentar-sebentar terjadi, seperti rumah makan,
pabrik, atau perkampungan. (Catatan: Kios kecil dan kedai pada
sisi jalan bukan merupakan perkembangan permanen).

Indikasi penting lebih lanjut tentang suatu daerah perkotaan


atau semi perkotaan adalah karakteristik arus lalu-lintas
puncak pada pagi dan sore hari, secara umum lebih tinggi
dan terdapat perubahan dalam komposisi lalu-lintasnya
(dengan persentase kendaraan pribadi dan sepeda motor yang
lebih tinggi, dan persentase truk berat yang lebih rendah )

Indikator lain yang membantu (meskipun tidak selalu) yaitu adalah


adanya kereb untuk jalan dalam kota sedangkan jalan raya luar
kota jarang dilengkapi kereb.
Kota A
Jalan luar Kota B
Kota
Menurut MKJI type jalan di Indonesia dibagi atas

• Jalan dua-lajur, dua arah (2/2 UD)


• Jalan empat lajur dua arah tak terbagi (4/2 UD),
(tanpa median jalan)
• Jalan empat lajur dua arah terbagi (4/2 D),
(ada median jalan)
• Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D)

Karakteristik Ruas Jalan Luar Kota


Geometrik
Kapasitas meningkat dengan bertambah lebarnya jalur lalu-lintas
Kapasitas dan kecepatan pada arus tertentu bertambah sedikit
dengan bertambahnya lebar bahu
Median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas.
Tetapi mungkin ada alasan lain mengapa median tidak diinginkan,
misalnya kekurangan tempat, biaya, jalan masuk ke prasarana
samping jalan dsb
Lengkung vertikal: ini mempunyai dua pengaruh, makin berbukit
jalannya, makin lambat kendaraan bergerak di tanjakan (ini
biasanya tidak diimbangi di turunan) dan juga pundak
bukit mengurangi jarak pandang. Kedua pengaruh ini mengurangi
kapasitas dan kinerja pada arus tertentu

Lengkung Horisontal: Jalan dengan banyak tikungan tajam memaksa


kendaraan untuk bergerak lebih lambat dari pada di jalan lurus, agar
yakin bahwa ban mempertahankan gesekan yang aman dengan
permukaan jalan. Lengkung horisontal dan vertikal dapat dinyatakan
sebagai tipe alinyemen umum (datar, bukit atau gunung). Mereka sering
juga dihubungkan dengan kelas jarak pandang
Jarak pandang: Apabila jarak pandangnya panjang, menyalip akan
lebih mudah dan kecepatan serta kapasitas lebih tinggi. Meskipun
sebagian tergantung pada lengkung vertikal dan horisontal, jarak
pandang juga tergantung pada ada atau tidaknya penghalang
pandangan dari tumbuhan, pagar, bangunan dan lain-lain
Perilaku lalu-lintas

Dalam Manual kapasitas Jalan Indonesia, yang digunakan sebagai


indikator perilaku lalu-lintas adalah:
Kecepatan
Derajat kejenuhan
Derajat iringan

Karakteristik Geometrik

Tipe Alinyemen

Tipe Naik + turun Lengkung horisontal


alinyemen (m/km) (rad / km)
Alinyemen
< 10 < 10
datar
Alinyemen
10 - 30 1,0 - 2,5
bukit
Alinyemen
> 30 > 2,5
gunung
KELAS JARAK PANDANG (SDC)

Jarak pandang adalah jarak maksimum dimana pengemudi


(dengan tinggi mata 1,2 m) mampu melihat kendaraan lain atau
suatu benda tetap dengan ketinggian tertentu (1,3 m). Kelas
jarak pandang ditentukan berdasarkan persentase dari segmen
jalan yang mempunyai jarak pandang > 300 m;
lihat Tabel 1.3:3.
Tinggi Objek dari
Jarak Pandang
perkerasan jalan

1,3 M
1,2 M

Tinggi Mata
Pengemudi dari
perkerasan jalan
Tabel 5.5. Tipe Jalan Standar Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota

Lebar bahu (m)


Tipe jalan / Kelas jarak Lebar jaan
Luar
kode pandang (m) Dalam
Datar Pebukitan Pegunungan
2/2 UD-5,0 B 5,0 1,50 1,50 1,00
2/2 UD-6 B 6,0 1,50 1,50 1,00
2/2 UD-7 B 7,0 1,50 1,50 1,00
2/2 UD-10 B 10,0 1,50 1,50 1,00
4/2 UD-12 B 12,0 1,50 1,50 1,00
4/2 UD-14 B 14,0 1,50 1,50 1,00
4/2 D-12 A 12,0 1,75 1,75 1,25 0,25
4/2 D-14 A 14,0 1,75 1,75 1,25 0,25
6/2 D-21 A 21,0 1,75 1,75 1,25 0,25
Tabel 5.5. Tipe Jalan Standar Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota

Lebar bahu (m)


Tipe jalan / Kelas jarak Lebar jaan Luar
kode pandang (m) Pegununga Dalam
Datar Pebukitan
n
2/2 UD-5,0 B 5,0 1,50 1,50 1,00
2/2 UD-6 B 6,0 1,50 1,50 1,00
2/2 UD-7 B 7,0 1,50 1,50 1,00
2/2 UD-10 B 10,0 1,50 1,50 1,00
4/2 UD-12 B 12,0 1,50 1,50 1,00
4/2 UD-14 B 14,0 1,50 1,50 1,00
4/2 D-12 A 12,0 1,75 1,75 1,25 0,25
4/2 D-14 A 14,0 1,75 1,75 1,25 0,25
6/2 D-21 A 21,0 1,75 1,75 1,25 0,25
Aktivitas samping jalan ("hambatan samping")

Banyaknya kegiatan di samping jalan di Indonesia sering menimbulkan


konflik, kadang kala berat, dengan arus lalu-lintas. Pengaruh dari
konflik ini, ("hambatan samping"), diberi perhatian lebih dalam manual
ini, jika dibandingkan dengan manual dari negara Barat. Hambatan
samping yang telah terbukti sangat berpengaruh pada kapasitas dan
kinerja jalan luar kota adalah:
• Pejalan kaki;
• Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain;
• Kendaraan lambat (misal becak, kereta kuda);
• Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan

Hambatan samping adalah pengaruh kegiatan di samping ruas jalan


terhadap kinerja lalulintas, misalnya pejalan kaki (bobot 0,6) penghentian
kendaraan Umum atau kendaraan lainnya (bobot = 0,8), kendaraan
masuk dan Keluar lahan di samping jalan (bobot =1,0) dan kendaraan
lambat (bobot = 0,4)
KENDARAAN Unsur lalu-lintas di atas roda.

KENDARAAN RINGAN (LV)


Kendaraan bermotor beroda empat, dengan dua gandar berjarak 2,0 -
3,0 m (termasuk kendaraan penumpang, oplet, mikro bis, pick-up dan
truk kecil, sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

KENDARAAN BERAT MENENGAH (MHV)


Kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak 3,5 - 5,0 m (termasuk
bis kecil, truk dua as dengan enam roda, sesuai sistem klasifikasi Bina
Marga).
Jarak AS Roda
Kenadraan
TRUK BESAR (LT)
Truk tiga gandar dan truk kombinasi dengan jarak gandar (gandar pertama
ke kedua) < 3,5 m (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

BIS BESAR (LB)


Bis dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 - 6,0 m.

SEPEDA MOTOR (MC)


Sepeda motor dengan dua atau tiga roda (meliputi sepeda motor dan
kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

KENDARAAN TAK BERMOTOR (UM)

Kendaraan bertenaga manusia atau hewan di atas roda (meliputi


sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong sesuai sistem klasifikasi
Bipa Marga). Catatan: Dalam manual ini kend. tak bermotor tidak
dianggap sebagai unsur lalu-lintas tetapi sebagai unsur hambatan
samping.
Arus dan komposisi lalu-lintas

Penggolongan tipe kendaraan pada analisa ruas jalan luar kota


adalah sebagai berikut:
• Kendaraan ringan (LV) meliputi mobil penumpang, minibus, truk
pik-up dan jeep
• Kendaraan berat menengah (MHV) meliputi truk dua gander dan
bus kecil
• Bus besar (LB)
• Truk besar (LT) meliputi truk tiga gander dan truk gandengan
• Sepeda motor (MC)
Kecepatan arus bebas

FV = (Fvo + FVw) * FFVSF * FFVRC


dimana:
FV = kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi
lapangan (km/jam)
Fvo = kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan
dan alinyemen yang diamati
FVw = Penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam)
FFVSF = Faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar
bahu
FFVRC = Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna
bahan.
PENYESUAIAN KECEPATAN ARUS BEBAS AKIBAT
LEBAR JALUR LALU-LINTAS
FAKTOR PENYESUAIAN KECEPATAN ARUS BEBAS
AKIBAT HAMBATAN SAMPING
Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan dengan enam lajur
dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FFVSF untuk jalan empat-lajur
yang diberikan dalam Tabel B-3:1, dengan modifikasi seperti dijelaskan
dibawah:
FAKTOR PENYESUAIAN KECEPATAN ARUS BEBAS
AKIBAT KELAS FUNGSIONAL JALAN
Kapasitas jalan luar kota

C = Co * FCw * FCSP* FCSF

dimana:
C = kapasitas (smp/jam)
Co = kapasitas dasar (smp / jam)
FCw = faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP = faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan tidak
terbagi)
FCSF = faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan.
KAPASITAS DASAR
FAKTOR PENYESUAIAN KAPASITAS AKIBAT
LEBAR JALUR LALU-LINTAS
FAKTOR PENYESUAIAN KAPASITAS AKIBAT PEMISAHAN ARAH
FAKTOR PENYESUAIAN KAPASITAS AKIBAT
HAMBATAN SAMPING
Derajat kejenuhan (DS)

Besar derajat kejenuhan dihitung dengan rumus:

Q
DS =
C
dimana :
Q= besar arus lalu lintas (smp/jam)
C= kapasitas jalan (smp/jam)
Kecepatan

L
V=
TT

Dimana:
V = kecepatan rata-rata ruang kendaraan ringan (km/jam)
L = panjang segmen (km)
TT = waktu tempuh rata-rata dari kendaran ringan sepanjang segmen (jam)
Derajat Iringan

Derajat iringan adalah salah satu indikator penting dalam perilaku lalu
lintas pada segmen jalan. Derajat iringan dirumuskan sebagai berikut:

arus kendaraan dalam peleton


Derajat iringan =
arus total
Peleton yang dimaksudkan disini adalah gerakan kendaraan yang
beriringan dengan waktu antara (gandar depat ke gandar depat dari
kendaraan yang didepan) dari setiap kendaraan, kecuali kendaraan
pertama pada peleton sebesar  5 detik. Derajat iringan merupakan
fungsi dari derajat kejenuhan, dan besar derajat iringan dapat diperoleh
dari grafik berdasarkan nilai DS.

Anda mungkin juga menyukai