A. Latar Belakang
Pemahaman tentang penatalaksanaan diet secara umum bagi
penderita penyakit ginjal penting untuk diketahui, tak hanya bagi mereka
yang telah menderita gangguan ginjal, namun baik bagi mereka yang
bertekad untuk menurunkan resiko terhadap gangguan ginjal.
Fungsi utama ginjal adalah memelihara keseimbangan homeostatik
cairan, elektrolit, dan bahan-bahan organik dalam tubuh. Hal ini terjadi
melalui proses filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Disamping itu, ginjal
mempunyai fungsi endokrin penting. Saat organ ginjal terganggu, ia tak
lagi menjalani fungsinya dengan baik. Penyakit ginjal menyebabkan
terjadinya gangguan pembuangan kelebihan zat gizi yang diperoleh dari
makanan. Penetapan terapi nutrisi diklasifikasikan berdasarkan jenis
gangguan ginjal yang ada.
Seperti gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis, penyakit ginjal tahap
akhir (gagal ginjal terminal), sindroma nefrotik dan batu ginjal. Mengingat
fungsi ginjal telah terganggu, penatalaksanaan diet difokuskan pada
pengaturan dan pengendalian asupan energi, protein, cairan dan elektrolit
natrium, kalium, kalsium dan fosfor.
BAB II
DIET PADA PENYAKIT GINJAL
a. Kelainan patologik
2. 2. Laju filtrasi glomerulus <> 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Pada pasien dengan gagal ginjal kronis akan terjadi beberapa kelainan
metabolik seperti:
1. Gangguan elektrolit dan hormon
Gangguan cairan dan elektrolit jarang terjadi kecuali pada tahap
akhir dari gagal ginjal. Akibat turunnya GFR, peningkatan aktivitas
oleh beberapa nefron menjadi hal yang penting dalam ekskresi
elektrolit. Beberapa hormon juga membantu dalam pengaturan level
elektrolit, akan tetapi hal ini juga dapat menyebabkan gangguan pada
sistem hormon tersebut. Peningkatan sekresi hormon aldosteron dapat
membantu mencegah peningkatan kadar kalium serum tetapi dapat
menyebabkan hipertensi. Peningkatan sekresi hormon paratiroid dapat
membantu pencegahan dari peningkatan kadar phosphate serum akan
tetapi daapt berdampak pada renal osteodystrophy. Ketidakseimbangan
elektrolit dapat menyebabkan penurunana GFR ketika aktivitas dari
hormon tidak adekuat atau ketika konsumsi air dan elektrolit dibatasi
atau berlebihan.
2. Renal osteodystrophy
Merupakan gangguan pada tulang yang disebabkan akibat dari
aktivitas dari hormon paratiroid. Hormon paratiroid akan
menyebabkan keluarnya phosphate ke dalam urine tetapi menyebabkan
pembongkaran kalsium dari dalam tulang. Selain itu hormon ini juga
dapat menyebabkan turunnya kadar kalsium dalam serum, asidosis,
dan gangguan aktifasi vitamin D di dalam ginjal.
3. Sindrom uremia
Uremia timbul pada saat level terakhir dari penyakit gagal ginjal
kronis ketika GFR ginjal sudah dalam kondisi dibawah 15 mL/menit
dan BUN melebihi dari 60 mg/dl. Beberapa gangguan, gejala dan
komplikasi yang berkembang akibat kondisi ini disebut dengan
sindroma uremia. Uremia dapat menyebabkan disfungsi mental dan
perubahan pada neuromuskuler seperti kram pada otot, kelemahan
pada otot lengan dan nyeri. Komplikasi lainnya akibat dari uremia
adalah:
· Gangguan sintesis atau pembentukan hormon. Gangguan ini meliputi
gangguan pembentukan hormon pengaktif vitamin D dan
erythropoietin yang berfungsi pada pembentukan sel darah merah.
Akibatnya akan terjadi anemia dan osteoporosis akibat hilangnya
kalsium dari tulang.
· Gangguan degradasi hormon. Gangguan pada perkembangan hormon
dapat berakibat pada pertumbuhan, reproduksi, keseimbangan cairan,
pengaturan kadar glukosa darah dan metabolisme zat gizi.
· Abnormalitas pendarahan. Turunnya fungsi platelet dan faktor
pembekuan dapat menyebabkan pembekuan darah akibat luka yang
lama yang dapat berkontribusi pada anemia dan pendarahan pada
saluran cerna.
· Peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler. Faktor resiko ini antara
lain hipertensi, peningkatan kadar insulin (resistensi insulin) dan kadar
lipid darah yang tidak normal.
· Penurunan fungsi imunitas tubuh. Pasien dengan uremia memiliki
imunitas yang rendah dan sangat berpotensi untuk terjadinya infeksi
yang lebih sering menyebabkan kematian pada pasien.
4. Protein Energi Malnutrisi
Pasien dengan gagal ginjal kronis biasanya akan berkembang PEM
dan wasting. Beberapa studi memperkirakan bahwa pasien dengan
gagal ginjal akan memiliki asupan energi dan protein yang tidak cukup
bahkan pada saat awal berkembangnya penyakit. Anoreksia
merupakan salah satu faktor penyebab dari rendahnya konsumsi
makanan dan dapat berakibat pada gangguan hormonal. Faktor
penyebab lainnya adalah nausea dan vomiting, pembatasan diet,
uremia dan pengobatan. Kehilangan zat gizi dapat memberikan
kontribusi pada malnutrisi dan disebabkan akibat dari vomiting, diare,
pendarahan gastrointestinal, concurrent catabolic illness dan dialisis.
Tidak seperti pada gagal ginjal akut yang penurunan fungsi ginjal
terjadi secara cepat atau tiba-tiba, pada gagal ginjal kronis
dikarakteristik dengan penurunan fungsi ginjal secara bertahap dan
irreversible. Pada penderita gagal ginjal kronis, penderita tidak
menunjukkan gejal-gejala yang tampak seperti pada pasien dengan
gagal ginjal akut. Gejala ini baru timbul setelah ginjal mengalami
penurunan fungsinya sebesar 75%. Oleh karena itu, pengkajian klinik
sangat bergantung pada pemeriksaan penunjang, meski anamnesis
yang teliti sangat membantu dalam upaya menegakkan diagnosis yang
tepat. Sebagian besar individu dengan stadium dini penyakit gagal
ginjal kronik tak terdiagnosis. Deteksi dini kerusakan ginjal sangat
penting untuk dapat memberikan pengobatan segera, sebelum terjadi
kerusakan dan komplikasi lebih lanjut.
Nilai laju filtrasi merupakan parameter terbaik ukuran fungsi
ginjal. Nilai ini dianjurkan dengan rumus Cockcroft-Gault atau rumus
MDRD (modification of diet in renal diseases).
(140-Umur) x Berat Badan
Cockcroft-Gault : Klirens Kreatinin = ---------- x (0,85, jika wanita)
(ml/menit) 72 x Kreatinin Serum
MDRD : Laju Filtrasi Glomerulus = 186 x (Kreatinin Serum) -1,154
x (Umur) -0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210, jika kulit hitam)
Pengkajian klinik menentukan jenis penyakit ginjal, adanya
penyakit penyerta, derajat penurunan fungsi ginjal, komplikasi akibat
penurunan fungsi ginjal, faktor resiko untuk penyakit kardiovaskuler.
Pengelolaan meliputi terapi penyakit ginjal , pengobatan penyakit
penyerta, penghambatan penurunan fungsi ginjal, pencegahan dan
pengobatan penyakit kardiovaskular, pencegahan dan pengobatan
komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal, serta terapi pengganti ginjal
dengan dialisis atau transplantasi jika timbul gejala dan tanda uremia.
3. Penyebab Malnutrisi Pada Gagal Ginjal
Tingginya angka prevalensi malnutrisi terjadi pada pasien dengan
gagal ginjal. Beberapa survey menunjukkan bahwa 40% pasien dengan
gagal ginjal mengalami malnutrisi terutama Protein-Energi malnutrisi.
Penyebab malnutrisi ini disebabkan oleh berbagai faktor (multifaktor),
akan tetapi survey menunjukkan bahwa penyebabnya adalah intake
makanan yang kurang. Indikator status gizi seperti turunnya intake
makanan dan masa otot merupakan salah satu penyebab secara
independent terhadap kematian 12 bulan lebih dini. Komplikasi
gastrointestinal (saluran cerna) sering terjadi pada pasien yang
menyebabkan turunnya intake makanan dan malnutrisi. Pengobatan
komplikasi gastrointestinal dapat memperbaiki status gizi pada pasien.
Meskipun secara tradisional indikator malnutrisi, seperti turunnya
masa otot atau serum protein dihubungkan dengan peningkatan kematian,
beberapa penelitian dilakukan untuk menunjukkan apabila status gizi baik,
maka tingkat kematian pasien dapat dicegah. Penurunan masa otot atau
protein serum dapat menyebabkan respon fase akut yang berhubungan
dengan kondisi kesakitan. Sebagai tambahan, kondisi kesakitan dapat
menyebabkan meningkatnya sitokin penyebab inflamasi dan menyebabkan
malnutrisi serta peningkatan angka kematian. Peningkatan status gizi pada
pasien gagal ginjal dari beberapa penelitian menunjukkan perbaikan pada
pasien dan memperlama umur pasien.
Malnutrisi pada pasien gagal ginjal dapat disebabkan oleh beberapa
faktor (multifaktor). Penurunan intake protein dan kalori merupakan
penyebab dari malnutrisi pada pasien. Beberapa studi menunjukkan bahwa
penurunan nilai GFR (<50>
Kondisi co-morbid selalu memberikan kontribusi pada penurunan
intake dan malnutrisi. Gastroparesis (gangguan motilitas lambung)
merupakan faktor yang paling sering menyebabkan turunnya intake pada
pasien gagal ginjal dengan komplikasi diabetes melitus. Akan tetapi,
sekarang gastroparesis dapat juga terjadi pada pasien tanpa komplikasi
diabetes. Beberapa studi menemukan tingginya insidensi dari gangguan
motilitas lambung pada pasien yang mengalami cuci darah. Pada pasien
non-diabetik yang dibantu dengan dialisis dan mengalami
hipoalbuminemia serta gastroparesis akan meningkat status gizinya estela
diberikan erythromicin yang berfungsi sebagai agen prokinetik.
Pengaturan diet yang terlalu ketat pada pasien gagal ginjal dapat
menyebabkan malnutrisi pada pasien gagal ginjal. Diet ginjal; yang
membatasi asupan protein, garam, kalium, phosphor dan air semakin
menyebabkan malnutrisi dan rendahnya intake makanan. Intervensi diet
seharusnya tidak terlalu ketat sebelum status gizi dan kebiasaan makan
diketahui serta pasien gagal ginjal sudah jelas membutuhkan pembatasan
diet. Selain itu, beberapa hal perlu diperhatikan dalam menyebabkan
abnormalitas elektrolit seperti rendahnya kontrol terhadap glukosa,
penggunaan kalium dalam pengganti garam, atau obat yang menyebabkan
hyperkalemia. Sehingga pembatasan diet harus memperhatikan beberapa
faktor diatas.
Pasien dengan dialisis biasanya akan menyebabkan peningkatan
serum leptin dan serum mediator fase akut seperti IL-6 dan TNF (Tumor
Necrosis Factor). Mediator ini dihubungkan dengan anorexia dan
penurunan intake makanan pada pasien dengan gagal ginjal. Selain itu,
uremia juga merupakan faktor lainnya yang dapat menyebabkan turunnya
nafsu makan dan intake makanan.
Penyebab malnutrisi lainnya pada pasien gagal ginjal adalah
meningkatnya kehilangan zat gizi. Pada pasien dialisis, akan terjadi
kehilangan asam amino sebanyak 6-12 gram, 2-3 gram peptida dan sedikit
protein per sesi dialisis. Selama dialisis peritoneal, pasien akan mengalami
kehilangan asam amino sebesar 2-4 gram, tetapi pada realitanya
kehilangan ini meningkat menjadi 8-9 gram (termasuk 5-6 gram albumin).
Pasien dengan dialisis peritoneal akan mengalami kehilangan protein total
sebesar 15 gram per sesi dialisis. Pengeluaran ini akan terus meningkat
sampai peritonitis diobati.
Pasien dengan dialisis juga dapat kehilangan protein akibat dari
sampling darah untuk check laboratorium. Pasien dengan kadar Hb yang
normal, akan mengalami kehilangan protein sebesar 16 gram setiap 100
mL darah diambil dari tubuh.
Malnutrisi pada pasien gagal ginjal juga dapat disebabkan karena
aktivitas bakteri pada usus dan meningkatnya katabolisme tubuh. Studi
kohort yang dilakukan pada 22 pasien dengan dengan gagal ginjal kronis,
36% pasien mengalami overgrowth bakteri di dalam usus. Pasien dengan
gagal ginjal selalu dihadapkan dengan "anabolism challanged".
Meningkatnya reactan acute-phase pada pasien gagal ginjal dan dialisis
akan menghambat produksi albumin dari hati dan meningkatkan
katabolisme dari jaringan otot. Asidosis merupakan faktor tambahan yang
menggambarkan katabolisme dalam tubuh pasien. Beberapa data hasil
penelitian menunjukkan aktivitas dari ubiquitine-proteasome akan
menyebabkan proteolitik pada jaringan otot yang merupakan jalur primer
dalam katabolisme protein. Acidosis pada pasien gagal ginjal akan
menghambat aktivitas osteoblast dan meningkatkan aktiovitas osteoclast
yang menyebabkan osteodystrophy pada pasien gagal ginjal.
2. Syarat Diet
- Gagal Ginjal Akut :
a. Energi cukup untuk mencegah katabolisme, yaitu 25 – 35
kkal/kg BB.
b. Protein disesuaikan dengan katabolisme protein, yaitu 0,6 – 1,5
g/kgBB. Pada katabolik ringan kebutuhan protein 0,6 – 1
g/kgBB, katabolik sedang 0,8 – 1,2 g/kgBB, dan katabolik
berat 1 – 1,5 g/kgBB.
c. Lemak sedang, yaitu 20 – 30 % dari kebutuhan energi total,
atau antara 0,5 – 1,5 g/kgBB. Untuk katabolisme berat
dianjurkan 0,8 – 1,5 g/kgBB.
d. Karbohidrat sebanyak sisa kebutuhan energi setelah dikurangi
jumlah energi yang diperoleh dari protein dan lemak. Apabila
terdapat hipertrigliseridemia, batasi penggunaan karbohidrat
sederhana atau gula murni.
e. Natrium dan kalium batasi bila ada anuria.
f. Cairan, sebagai pengganti cairan yang keluar melalui muntah,
diare, dan urin + 500 ml.
g. Bila kemampuan untuk makan rendah, makanan diberikan
dalam bentuk formula enteral atau parenteral. Bila diperlukan,
tambahan suplemen asam folat, vitamin B6, C, A dan K.
- Gagal Ginjal Kronis :
a. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB.
b. Protein rendah, yaitu 0,6 – 1,5 g/kgBB. Sebagian harus bernilai
biologik tinggi.
c. Lemak cukup, yaitu 20 – 30 % dari kebutuhan energi total.
Diutamakan lemak tidak jenuh ganda
d. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi
jumlah energi yang diperoleh dari protein dan lemak.
e. Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, asites, oliguria,
atau anuria. Banyaknya natrium yang diberikan antara 1 – 3 g.
f. Kalium dibatasi (40 – 70 mEq) apabila ada hiperkalemia
(kalium darah > 5,5 mEq), oliguria, atau anuria.
g. Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah
pengeluaran cairan melalui keringat dan pernafasan (± 500 ml).
h. Vitamin cukup, bila perlu diberikan tambahan suplemen asam
folat, vitamin B6, C, dan D.
- Gagal Ginjal dengan Dialisis :
a. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB ideal/hari pada pasien
Hemodialisis (HD) maupun Continous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD). Pada CAPD diperhitungkan jumlah energi
yang berasal dari cairan dialisis. Bila diperlukan penurunan
berat badan, harus dilakukan secara berangsur (250 – 500
g/minggu) untuk mengurangi risiko katabolisme massa tubuh
tanpa lemak (Lean Body Mass).
b. Protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen
dan mengganti asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1
– 1,2 g/kgBB ideal/hari pada HD dan 1,3 g/kgBB ideal/hari
pada CAPD. 50% protein hendaknya bernilai biologik tinggi.
c. Lemak normal, yaitu 15 – 30 % dari kebutuhan energi total.
d. Karbohidrat cukup, yaitu 55 – 75 % dari kebutuhan energi
total.
e. Natrium diberikan sesuai dengan jumlah urin yang keluar/24
jam, yaitu :
i. 1 g + penyesuaian menurut jumlah urin sehari,
yaitu 1 g untuk tip ½ liter urin (HD)
ii. 1 – 4 g + penyesuaian menurut jumlah urin
sehari, yaitu 1 g untuk tiap ½ liter urin (CAPD)
f. Kalium diberikan sesuai dengan jumlah urin yang keluar/24
jam, yaitu :
i. 2 g + penyesuaian menurut jumlah urin sehari,
yaitu 1 g untuk tip ½ liter urin (HD)
ii. 3 g + penyesuaian menurut jumlah urin sehari,
yaitu 1 g untuk tiap ½ liter urin (CAPD)
g. Kalsium tinggi, yaitu 1000 mg/hari. Bila perlu diberikan
suplemen kalsium.
h. Fosfor dibatasi, yaitu <>
i. Cairan dibatasi, yaitu jumlah urin/24 jam ditambah 500 – 750
ml.
j. Bila kemampuan untuk makan rendah, makanan diberikan
dalam bentuk formula enteral atau parenteral. Bila diperlukan,
tambahan suplemen terutama vitamin larut air seperti asam
folat, vitamin B6, dan C.
Tabel 5. Bahan Makanan Sehari Untuk ARF dengan Katabolik Ringan, BBI 60 kg
Bahan Makanan berat (g) Urt
Beras 150 3 gls tim
telur ayam 50 1 Btr
Ayam 50 1 ptg sdg
Ikan 50 1 ptg sdg
Tempe 25 1 ptg sdg
1
Tahu 50 /2 bh bsr
1
Sayuran 150 1 /2 Gls
Buuah 300 3 ptg sdg pepaya
1
Minyak 25 2 /2 Sdm
gula pasir 40 4 Sdm
Madu 30 3 Sdm
Susu 200 1 Gls
kue RP*) 100 2 Porsi
Nilai Gizi
Energi 1801 Kkal Besi 17,1 mg
Protein 51 g (11% energi total) Vitamin A 26449 RE
Lemak 58 g (28% energi total) Tiamin 1 mg
Karbohidrat 286 g (61% energi total) Vitamin C 245 mg
Kalsium 623 Mg
Pagi Siang/malam
beras 50 g = 1 gls tim Nasi 50 g = 1 gls tim
telur ayam 50 g = 1 Btr ikan/ayam 50 g = 1 ptg sdg
1
Sayuran 50g = /2 gls tim tempe/tahu 25/50 g = 1 ptg sdg
1
Minyak 5 g = /2 Sdm sayuran 50 g = 1/2 gls
Susu 200 g = gls tim sayuran 150 g = 11/2 ptg sdg pepaya
1
gula pasir 10 g = 1 Sdm minyak 150 g = 1 sdm
Pembagian Bahan Makanan Sehari
Pukul 10.00 Pukul 16.00
Kue RP 50 g = porsi kue RP 10 g = 1 porsi
1
gula pasir 10 g = sdm gula pasir 10 g = 1 sdm
1
pukul 21.00
Gula pasir 10 g = 1 Sdm
Sumber protein telur, daing, ikan , ayam, susu kacang-kacangan dan hasil
olahannya
seperti tempe dan tahu
Sumber lemak minyak jagung, minyak kacang kelapa, santan, minyak kelapa;
tanah, minyak kelapa sawit, margarin, mentega biasa dan
minyak lemak
kedelai; margarin dan mentega Hewan
rendah garam
Sumber vitamin semua sayuran dan buah, kecuali sayuran dan buah tinggi kalium
dan pada
Mineral pasienn dengan hiperkalemia pasien dengan hiperkalemia
dianjurkan yang mengandung
kalium rendah/sedang
Contoh Menu Sehari
Pagi siang Malam
nasi goreng Nasi Nasi
telur ceplok capcay goreng ayam goreng
katimun daging bistik setup buncis
susu pepaya setup nenas
madu puding saos caramel
Pukul 10.00 Pukul 16.00 Pukul 21.00
kue klepon ubi kue cantik manis kue pepe/lapis
sirup Teh Sirup
a. Tujuan Diet
Tujuan Diet Sindroma Nefrotik adalah untuk :
1. Mengganti kehilangan protein terutama albumin.
2. Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh.
3. Memonitor hiperkolesterolemia dan penumpukan trigiserida.
4. Mengontrol hipertensi.
5. Mengatasi anoreksia.
b. Syarat Diet
Syarat-syarat Diet Sindroma Nefrotik adalah :
1. Energi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitroge
positif, yaitu 35 kkal/kgBB per hari.
2. Protein sedang, yaitu 1,0 g/kg BB, atau 0,8 g/kgBB ditambah
jumlah protein yang dikeluarkan melalui urin. Utamakan
penggunaan protein bernilai biologik tinggi.
3. Lemak sedang, yaitu 15 – 20% dari kebutuhan energi total.
Perbandingan lemak jenuh, lemak jenuh tunggal, dan lemak jenuh
ganda adalah 1 : 1 : 1.
4. Karbohidrat sebagai sisa kebutuhan energi. Utamakan penggunaan
karbohidrat kompleks.
5. Natrium dibatasi, yaitu 1 – 4 g sehari, tergantung berat ringannya
edema.
6. Kolesterol dibatasi <>
7. Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan
melalui urin ditambah 500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan
melalui kulit dan pernafasan.
Almatsier, S. Penuntun Diet. Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2005.
Burgess DN, Bakris GL. Renal and electrolyte disorders. In : Stein JH (ed). Internal
Medicine. Diagnosis and Therapy. Norwalk : Appleton and Lange; 1993. p.
134-6.
Fauci, A. S., Kasper, D. L., Longo, D. L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson,
J.L., et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17 th ed. New York:
The McGraw-Hill Companies, 2008
Moore M.C. Buku Pedoman Terapi Diet dat dan Nutrisi. Edisi II. Jakarta :
Hipokrates. 1997.
Nahas AM. Chronic Kidney Disease: the global challenge. Lancet 2005, p.
365:331-340.
Orth SR, Ritz E. The nephrotic syndrome. N Engl J Med 1998; 338: 1202-10.
Sukandar E, Sulaeman R. Sindroma nefrotik. Dalam : Soeparman, Soekaton U,
Waspadji S et al (eds). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI; 1990. p. 282-305.