Anda di halaman 1dari 9

Gratis tidak untuk diperjualbelikan

Judul E-Book:

Mengetuk Pintu
Sang Raja

Penyusun:
Tim Belajar Tauhid

Belajar Tauhid
+62878 7199 5959

[2
Gratis tidak untuk diperjualbelikan

Mengetuk Pintu
Sang Raja
Sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud radhiallahu
‘anhu pernah berujar,

“Engkau tengah mengetuk pintu Sang Raja


di sepanjang shalat. Dan setiap orang yang
mengetuknya, niscaya akan dibukakan jalan
keluar” [Shifat ash-Shafwah 1/156]
Siapakah Raja dimaksud, yang senantiasa
kita ketuk pintu-Nya di setiap kali shalat?
Tentulah Dia adalah Allah, Rabb semesta
alam, yang di Tangan-Nya-lah segala
perbendaharaan bumi dan langit berada,
begitu pula dengan seluruh perbaikan hati
dan keadaan yang dialami hamba.
Kesempatan mengetuk pintu Sang Raja
tidaklah terbatas di saat pelaksanaan shalat
lima waktu semata, tapi Allah ta’ala
memberikan banyak kesempatan sepanjang

[3
Gratis tidak untuk diperjualbelikan

siang dan malam. Hebatnya lagi Allah ta’ala


justru bergembira jika para hamba-Nya
senantiasa mengetuk pintu-Nya,
memanjatkan permohonan dan permintaan
kepada-Nya. Hal yang sungguh berbeda jika
kita melakukan hal yang sama kepada
makhluk. Mereka akan menggerutu dan
justru bosan dengan permintaan yang kita
lakukan terus-menerus!
Kesempatan kita untuk mengetuk pintu
Sang Raja adalah kesempatan yang
berharga, namun tidak perlu meminta izin
atau membuat janji sebagaimana hal itu
harus dilakukan terlebih dahulu jika kita
ingin bertemu dengan raja-raja dan orang-
orang penting di dunia. Kesempatan yang
merupakan nikmat luar biasa seperti yang
dikatakan al-Muzani rahimahullah,

“Siapakah yang hidupnya lebih nikmat


darimu, wahai anak cucu Adam?! Engkau
bisa berkhalwat di dalam mihrab

[4
Gratis tidak untuk diperjualbelikan

bermodalkan air untuk berwudhu, sehingga


setiap kali ingin bertemu dengan Allah,
engkau tinggal masuk ke dalam mihrab dan
mengerjakan shalat, dimana engkau bisa
berkomunikasi dengan Allah tanpa adanya
penerjemah” [az-Zuhd hlm. 246]
Tapi, ketika sahabat Abdullah ibn Mas’ud
radhiallahu ‘anhu menyatakan bahwa setiap
orang yang mengerjakan shalat tengah
mengetuk pintu Allah ta’ala dan pasti akan
menemui solusi atas permasalahan hidup
yang dikeluhkannya, hal itu bukan berarti
bahwa solusi akan otomatis dan segera
diberikan. Terkadang Allah ta’ala menunda
untuk membuka pintu-Nya dan memberikan
solusi bagi permasalahan yang dihadapi
hamba-Nya karena adanya hikmah yang
mendalam. Dengan demikian, ada kebaikan
di atas kebaikan yang mungkin tidak akan
diperoleh hamba ketika do’a dan
permintaannya langsung dikabulkan Allah
ta’ala!
Boleh jadi tertundanya jalan keluar atas
permasalahan yang dihadapi hamba
melahirkan berbagai ibadah pada diri hamba
seperti ikhbaat (merendahkan diri di

[5
Gratis tidak untuk diperjualbelikan

hadapan Allah) dan inaabah (kembali


kepada Allah); merasakan kelezatan tatkala
memohon dan bermunajat kepada Allah;
dan berbagai ibadah kalbu yang membawa
kehidupan bagi hati, yang mungkin tidak
pernah terbayang dalam benak hamba
sebelumnya.
Setiap orang yang terus-menerus mengetuk
pintu Sang Raja, tentu akan mendapatkan
solusi atas permasalahannya. Akan tetapi,
apakah hakikat solusi itu? Apakah hanya
terkabulnya do’a semata? Sebagaimana yang
disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, pengabulan do’a itu hanya salah
satu respon atas do’a yang dipanjatkan
hamba. Terkadang Allah mencegah musibah
agar tidak menimpa hamba, yang bisa jadi
lebih buruk dari permasalahan yang tengah
dihadapi. Atau Allah menundanya agar
balasannya diberikan kelak di hari kiamat.
Minimal, dan tentu hal ini bukan berarti
sedikit, Allah akan menetapkan pahala atas
upayanya mengetuk pintu Sang Raja, pahala
yang tentu sangat dibutuhkan karena lebih
berharga daripada seisi dunia di kala

[6
Gratis tidak untuk diperjualbelikan

seluruh hamba membaca lembaran-


lembaran catatan amalnya.
Solusi yang lebih besar dari itu semua
adalah Allah ta’ala menjadikan hamba cinta
dan larut dalam kesenangan bermunajat,
memanjatkan do’a kepada-Nya, dan
merasakan kedekatan dengan-Nya. Tak ada
nikmat dunia yang sebanding dengan itu,
dan tak ada musibah yang lebih besar ketika
hamba kehilangan setelah mampu
merasakannya. Ibnu Taimiyah rahimahullah
mengatakan,

[7
Gratis tidak untuk diperjualbelikan

“Terkadang hamba mengalami


permasalahan, sehingga dia pun bertujuan
memanjatkan keperluan dan memohon
solusi dari kesulitan. Hal itu mendorongnya
untuk meminta dan merendahkan diri di
hadapan Allah, yang merupakan salah satu
bentuk ibadah dan ketaatan. Pertama kali
boleh jadi tujuan hamba itu adalah sekadar
memperoleh rezeki, pertolongan, dan
keselamatan yang diinginkan. Namun, do’a
dan perendahan diri membukakan pintu
keimanan, makrifat, dan kecintaan kepada
Allah; memberi kesempatan kepada dirinya
untuk bersenang-senang dengan berdzikir
dan berdo’a kepada-Nya, yang semua itu
sebenarnya lebih baik baginya dan lebih
bernilai daripada keperluan duniawi yang
diinginkannya. Inilah salah satu bentuk
kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, di
mana Dia menggiring hamba untuk
memanjatkan kebutuhan dunianya, namun
membawa memberikan hasil mulia yang

[8
Gratis tidak untuk diperjualbelikan

membawa kebaikan pada agama” [Iqtidha


ash-Shirath al-Mustaqim 3/312-313].
Semoga Allah ta’ala tak menghalangi diri
kita dari kelezatan bermunajat kepada-Nya
dan kenyamanan berdekatan dengan-Nya.

♻ Silakan disebarluaskan

═══ ¤❁✿❁¤ ═══


Telegram: t.me/ayobelajartauhid
Broadcast harian via WA: bit.ly/daftar-broadcast-
belajar-tauhid
═══ ¤❁✿❁¤ ═══

[9

Anda mungkin juga menyukai