Anda di halaman 1dari 4

1

Hadits Tentang Tetangga


Baitul Muslim, Hadits
8/9/2008 | 07 Ramadhan 1429 H | Hits: 6.281
Oleh: Tim dakwatuna.com

dakwatuna.com - Pelaksanaan wasiat kepada tetangga ini adalah dengan berbuat baik semaksimal
mungkin, sesuai kemampuan seperti memberikan hadiah, memberi salam, berwajah cerah ketika berjumpa,
mencari tahu jika tidak kelihatan, membantunya ketika memerlukan bantuan, mencegah berbagai macam
gangguan, material maupun inmaterial, menghendaki kebaikannya, memberikan nasehat terbaik,
mendoakannya semoga mendapatkan hidayah Allah, bermuamalah dengan santun, menutupi kekurangan
dan kesalahannya dari orang lain, mencegahnya berbuat salah dengan santun –jika masih memungkinkan–,
jika tidak maka dengan cara menjauhinya dengan tujuan mendidik, disertai dengan mengkomunikasikan hal
ini agar tidak melakukan kesalahan.

Wasiat Rasulullah saw. tentang tetangga

‫ ” ما زال جبريل يوصيني بالجار ن حتى ظننت أنه سيورثه ” رواه‬: ‫عن عائشة ـ رضي هللا عنها ـ عن النبي ـ صلى هللا عليه وسلم ـ قال‬
‫ الترمذي‬. ‫ وابن ماجه‬. ‫ وأبو داود‬. ‫ ومسلم‬. ‫البخاري‬

Dari Aisyah r.a., dari Nabi Muhammad saw. bersada, “Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat
kepadaku tentang tetangga sehingga aku menduga bahwa ia akan memberikan warisan kepadanya.”
(Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Kata ‫ الوصاءة‬dengan wawu dibaca fathah, bersama dengan shad tanpa titik dan dibaca panjang, lalu hamzah
sesudahnya, adalah bentuk lain dari kata ‫( الوصية‬wasiat), demikian juga dengan ‫ الوصاية‬mengganti ya’ pada
posisi hamzah.

Kalimat ‫“ يوصيني بالجار‬berwasiat kepadaku tentang tetangga” tanpa dibedakan kafir atau muslim, ahli ibadah
atau ahli maksiat, setia atau memusuhi, kenal baik atau masing asing, menguntungkan atau merugikan,
keluarga dekat atau orang lain, dekat rumah atau jauh.

‫ حتى ظننت أنه سيورثه‬Sehingga aku menyangka bahwa ia akan mewarisi, ia menyuruhku –berdasarkan perintah
Allah–, bahwa tetangga itu mewarisi tetangga lainnya, dengan menjadikannya bersama-sama dalam harta,
sesuai dengan bagian yang ditentukan dalam pembagian waris.

Imam Bukhari meriwayatkan juga hadits ini dari Jabir r.a., dari Rasulullah saw. dengan kalimat: “ ‫ما زال‬
ً ‫ ”جبريل يوصيني بالجار حتى ظننت أنه يجعل له ميراثا‬Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang
tetangga sehingga aku menyangka ia menjadikan warisan harta tertentu baginya.

At-Thabrani meriwayatkan dari Jabir r.a., dari Nabi Muhammad saw. bersabda:
2

” ‫ وجار له ثالثة‬، ‫ له حق الجوار وحق اإلسالم‬: ‫ وهو المسلم‬، ‫ وجار له حقان‬، ‫ له حق الجوار‬: ‫ وهو المشرك‬، ‫ جار له حق‬: ‫الجيران ثالثة‬
‫ والرحم‬، ‫ واإلسالم‬، ‫ له حق الجوار‬، ‫ جار مسلم له رحم‬: ‫حقوق‬

“Tetangga itu ada tiga macam: tetangga yang hanya memiliki satu hak, yaitu orang musyrik, ia hanya
memiliki hak tetangga. Tetangga yang memiliki dua hak, yaitu seorang muslim: ia memiliki hak tetangga
dan hak Islam. Dan tetangga yang memiliki tiga hak, yaitu tetangga, muslim memiliki hubungan kerabat; ia
memiliki hak tetangga, hak Islam dan hak silaturrahim.”

Aisyah r.a. meriwayatkan tentang batasan tetangga, yaitu empat puluh rumah dari semua arah.

At-Thabrani meriwayatkan dengan sanad dhaif (lemah) dari Ka’ab bin Malik r.a., dari Nabi Muhammad
saw: “‫“ ”أال إن أربعين دار جار‬Ingatlah bahwa empat puluh rumah itu adalah tetangga.”

Pelaksanaan wasiat kepada tetangga ini adalah dengan berbuat baik semaksimal mungkin, sesuai
kemampuan seperti memberikan hadiah, memberi salam, berwajah cerah ketika berjumpa, mencari tahu
jika tidak kelihatan, membantunya ketika memerlukan bantuan, mencegah berbagai macam gangguan,
material maupun inmaterial, menghendaki kebaikannya, memberikan nasehat terbaik, mendoakannya
semoga mendapatkan hidayah Allah, bermuamalah dengan santun, menutupi kekurangan dan kesalahannya
dari orang lain, mencegahnya berbuat salah dengan santun –jika masih memungkinkan–, jika tidak maka
dengan cara menjauhinya dengan tujuan mendidik, disertai dengan mengkomunikasikan hal ini agar tidak
melakukan kesalahan.

Hadits ini dengan tegas menunjukkan tentang besarnya hak tetangga. Dan bahwa mengganggu tetangga
adalah di antara dosa besar.

Dosa orang yang tetangganya tidak aman dari ganggunannya

ِ‫ َم ْن يَا َرسُوْ َل هللا‬: ‫يل‬


َ ِ‫ ق‬. ُ‫ َوهللاِ ال ي ُْؤ ِمن‬. ُ‫ َوهللاِ ال ي ُْؤ ِمن‬. ُ‫ ” َوهللاِ ال ي ُْؤ ِمن‬: ‫ي ـ صلى هللا عليه وسلم ـ قا َل‬ َّ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ـ‬
َّ ِ‫أن النَّب‬ ٍ ‫ع َْن أبي ُش َري‬
ِ ‫ْح ـ َر‬
َّ
ُ‫ ال ِذي ال يَأ َمن‬: ‫قال‬
َ ‫؟‬
‫رواه البخاري‬. ” ُ‫َجا ُرهُ بَ َوائِقُه‬

Dari Abu Syuraih r.a. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, “Demi Allah, seseorang tidak beriman; demi
Allah, seseorang tidak beriman; demi Allah, seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya, “Siapa itu, Ya
Rasulallah?” Jawab Nabi, “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (Bukhari)

Kata ‫ بوائقه‬bentuk jamak dari kata ‫ بائقة‬-ba’ dan qaf- berarti: bencana, pencurian, kejahatan, hal-hal yang
membahayakan, hal-hal yang menjadi pelampiasan kebenciannya.

‫ عن أبي شريح‬dengan syin dibaca dhammah, ra’ dibaca fathah, diakhiri dengan ha’ tanpa titik, yang dimaksud
adalah Khuwailid A- Khuza’iy as-Shahabiy.

‫ وهللا ال يؤمن‬diulang tiga kali, artinya tidak sempurna imannya, atau hilang iman sama sekali bagi yang
menganggapnya halal, atau ia tidak mendapatkan balasan seorang mukmin sehingga dapat masuk surga
sejak awal. Pengulangan ini untuk menegaskan dan memberatkan larangan.

‫ َم ْن يَا َرسُوْ َل هللاِ ؟‬:‫ قِي َْل‬Dalam Fathul Bari, Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa dialah yang
bertanya. Rasulullah saw menjawab: ُ‫الَّ ِذي ال يَأ َمن َجا ُرهُ بَ َوائِقُه‬

Dari hadits di atas dapat diambil pelajaran tentang pentingnya hak tetangga. Sehingga Rasulullah saw. harus
bersumpah tiga kali, menafikan iman orang yang mengganggu tetangganya, baik dengan ucapan maupun
perbuatan.

Larangan meremehkan hadiah dari tetangga

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ـ يَقُوْ ُل‬ َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ـ‬


َ ‫ َكانَ النَّبِ ُّي ـ‬: ‫قال‬ ِ ‫ عن أبي هُ َري َْرةَ ـ َر‬:
” ‫ رواه البخاري ومسلم‬. ” ‫ارةٌ لِ َجا َرتِهَا َولَوْ فِرْ َسنَ َشا ٍة‬ َ َ ‫ت ال تَحْ قِ َر َّن‬
‫ج‬ ِ ‫يَا نِ َسا َء ال ُم ْسلِ َما‬
3

Dari Abu Haurairah r.a. berkata, Nabi Muhammad saw. pernah bersabda, “Wahai para wanita muslimah,
janganlah ada seorang tetangga yag meremehkan hadiah tetangganya meskipun kikil (kaki) kambing.”
(Bukhari dan Muslim)

‫ حقر أي استصغار‬berarti meremehkan, seperti kata: ‫احتقار واالستحقار‬

‫ يا نساء المسلمات‬mermakna “wahai wanita-wanita muslimah”, bentuk ‫ إضافة الموصوف إلى صفته‬idhafah
(penyandaran) maushuf (yang diterangkan) kepada sifat.

Atau bermakna lain: ‫“ يا فاضالت المسلمات‬wahai para pemuka muslimah”, seperti ungkapan Arab : ‫يا رجال القوم‬
‫ أي يا أفضلهم‬wahai para pemimpin kaum, artinya para pemuka mereka.

‫ ال تحقرن‬dengan qaf dibaca kasrah, artinya jangan meremehkan, menganggap kecil.

” ‫ ” جارة ” هديةً ” لجارتها‬tetangga memberikan hadiah pada tetangga lainnya. Atau meremehkan hadiah dari
tetangganya -lam- bermakna -min- sehingga kemungkinan makna larangan itu pada pemberi atau penerima,
sedangkan” ‫ولو ” كانت الهدية‬meskipun hadiah itu berupa kaki kambing ” ‫ ” فرسن شاة‬fa’ dibaca kasrah, ra’
dibaca sukun/mati, adalah bagian kaki di atas telapak/tumit.

Larangan bagi tetangga meremehkan hadiah tetangganya, meskipun hadiah itu pada umumnya kurang
berguna, atau tidak berkenan dan tidak bernilai di hati. Karena itulah tetangga dapat memberikan dan
menerima hadiah yang ada meskipun kecil nilainya. Hal ini lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
Dengan ini pula kebiasaan memberikan hadiah dapat terus berlangsung antara tetangga karena dengan
sesuatu yang murah dan mudah, dapat dilakukan dalam keadaan miskin maupun kaya, dapat membuahkan
rasa cinta dan kasih sayang. Dengan ini pula tidak diperbolehkan bagi laki-laki meremehkan hadiah antara
mereka. Penyebutan larangan secara khusus pada wanita karena merekalah yang lebih cepat bereaksi dalam
cinta dan benci, sehingga mereka lebih berhak mendapatkan perhatian, agar dapat menghindarkan diri dari
larangan itu, menghilangkan kebenciaan antara mereka dan mempertahankan rasa cinta antar mereka.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa tidak diperbolehkan meremehkan hadiah untuk
mempertahankan rasa cinta antara mereka.

Jika beriman, jangan sakiti tetangga

‫ ومن كان‬، ‫ فال يؤذ جاره‬، ‫ ” من كان يؤمن باهلل واليوم اآلخر‬: ‫ قال رسول هللا ـ صلى هللا عليه وسلم ـ‬: ‫عن أبي هريرة ـ رضي هللا عنه ـ قال‬
‫ وابن ماجه‬، ‫ ومن كان يؤمن باهلل واليوم اآلخر فليقل خيراً أو ليصمت “ رواه البخاري ومسلم‬، ‫ فليكرم ضيفه‬، ‫يؤمن باهلل واليوم اآلخر‬

Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, maka jangan menyakiti tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka hendaklah menghormati tamunya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah
berkata baik atau diam.” (Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)

ً‫ ومن كان يؤمن باهلل واليوم اآلخر” أي إيمانا كامال‬barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, artinya iman yang
sempurna.

Penyebutan hanya pada iman kepada Allah dan hari akhir, tidak dengan kewajiban lainnya, karena
keduanya merupakan permulaan dan penghabisan. Maksudnya, beriman dengan Penciptanya dan hari
mendapatkan balasan amal baik dan buruknya.

‫ فال يؤذ جاره‬berarti “maka jangan menyakiti tetangganya.” Tidak menyakiti tetangga itu bisa diaktualkan
dengan mengulurkan kebaikan kepadanya, mencegah hal-hal yang membahayakannya.

‫ فليكرم ضيفه‬berarti “hendaklah memuliakan tamunya” dengan menampakkan rasa senang, menyuguhkan
hidangan yang tersedia dan terjangkau.
4

‫ فليقل خيراً أو ليصمت‬hendaklah berkata baik atau diam dari ucapan buruk. Sebab, perkataan itu hanya dapat
digolongkan menjadi dua golongan, baik atau buruk.

Hadits ini berisi tiga hal penting yang menjadi kemuliaan akhlak dalam perbuatan atau perkataan. Dua
pertama dari perbuatan itu adalah berisi takhalliy (pengosongan diri) dari sifat tercela, dan tahalliy (berhias
diri) dengan akhlak mulia. Sedangkan yang ketiga berisi akhlaq qauliyah (ucapan).

Kesimpulannya, kesempurnaan iman seseorang diukur dari kebaikannya kepada sesama makhluk Allah,
baik dalam tutur kata kebaikan maupun diam dari kalimat buruk, dan melakukan apa yang sepatutnya
dilakukan dan meninggalkan apa yang membahayakan; antara lain adalah dengan tidak menyakiti tetangga.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa tidak menyakiti tetangga adalah bukti kesempurnaan iman
seseorang kepada Allah dan hari akhir.

Hak tetangga yang lebih dekat pintunya

‫ فإلى أيهما‬، ‫ إن لي جارين‬، ‫ يا رسول هللا‬: ‫عن عائشة ـ رضي هللا عنها ـ قالت‬
‫ ” إلى أقربهما منك بابا ً “ رواه البخاري‬: ‫أُهدي ؟ قال‬

Dari Aisyah r.a. berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki dua tetangga. Kepada tetangga yang
manakah aku berikan hadiah?” Jawab Nabi, “Kepada tetangga yang pintu rumahnya lebih dekat
denganmu.” (Bukhari)

Hadits ini masuk dalam ‫ باب حق الجوار في قرب األبواب‬Bab hak tetangga yang lebih dekat pintunya. Maksudnya,
barangsiapa yang pintunya lebih dekat, maka ia yang lebih berhak. Karena ia yang melihat apa yang keluar
masuk dari rumah tetangganya; berupa hadiah atau yang lainnya, sehingga kemungkinan ada harapan dan
keinginan, berbeda dengan yang jauh pintunya.

Pada ‫ أهدى‬hamzah dibaca dhammah dari kata Al Ihda’.

Rasulullah saw. menjawab, ً ‫ إلى أقربهما منك بابا‬kepada yang lebih dekat pintunya. Karena ia melihat keadaan
tetangga dan keperluannya. Tetangga yang lebih dekat yang lebih cepat menyahut jika dipanggil, ketika
tetangga sebelah memerlukan, terutama ketika terlena.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa hak tetangga mengikuti kedekatan pintunya. Yang lebih dekat
pintunya yang lebih diprioritaskan dari sebelahnya, demikian seterusnya.

Anda mungkin juga menyukai