Icel Seri Analisis Uu Cipta Kerja Sektor LH Dan Sda Compressed
Icel Seri Analisis Uu Cipta Kerja Sektor LH Dan Sda Compressed
Berbagai Problematika
Dalam UU Cipta Kerja
Sektor Lingkungan dan
Sumber Daya Alam
DAFTAR ISI
1 I. PENGANTAR
P
ada Senin, 5 Oktober 2020 dalam sidang paripurna DPR dan Pemerintah
menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja, meski berbagai lapisan masyarakat
terus menyuarakan ketidaksetujuannya karena prosedur dan substansi yang
bermasalah. Sejak diserahkan oleh Pemerintah pada 12 Februari 2020, pembahasan
RUU Cipta Kerja tetap dijalankan walaupun Indonesia tengah menghadapi pandemi
Covid-19. Dalam rancangan awal, undang-undang terdampak sejumlah 79 undang-
undang, yang pada akhirnya mengalami perubahan menjadi 76 undang-undang. Namun
secara pokoknya beberapa undang-undang yang selama ini mendapat kritik tetap
menjadi bagian dalam Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).1
“Dipaksakan”, adalah kata yang menggambarkan bagaimana cara DPR dan Pemerintah
dalam menyusun undang-undang ini. Sebelum membahas lebih lanjut, ijinkan kami
mengajukan pertanyaan dasar yang seharusnya dapat dijawab oleh penyusun undang-
undang: Adakah penyusun UU Cipta Kerja ini yang memahami dan mampu menjelaskan
undang-undang tersebut? Bukankah sudah sewajarnya seorang penyusun undang-
undang memahami dan tentunya mampu menjelaskan isi dari undang-undang yang
disusunnya?
Kami sangat meyakini bahwa tidak ada seorang penyusun pun yang benar-benar
memahami dan mampu menjelaskan UU Cipta Kerja. Keyakinan ini berdasarkan dari
beberapa temuan mendasar yaitu: rumitnya membaca beberapa pasal dan adanya
1UU Cipta Kerja yang dimaksud disini adalah hasil dari paripurna dan juga naskah yang beredar di masyarakat, dengan tetap melakukan
pengecekan berdasarkan hasil pemantauan.
1
materi yang seharusnya sudah dihapus, tetapi ternyata tidak dihapus dengan tuntas.
Untuk menjelaskan kedua temuan sederhana ini, ambil contoh Paragraf 3 tentang
Persetujuan Lingkungan. Mengenai materi yang seharusnya sudah dihapus, tetapi tidak
dihapus dengan tuntas terlihat pada izin lingkungan. Jelas sekali dalam Paragraf 3
tentang Persetujuan Lingkungan telah menghapus semua yang terkait dengan izin
lingkungan. Namun ketidakcermatan terjadi karena penyusun tidak menghapus Pasal
123 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang mengatur pengintegrasian izin-izin di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup (izin pembuangan air limbah dan izin pengelolaan limbah
B3) ke dalam izin lingkungan. Perlu diingat dalam UU Cipta Kerja, pasal-pasal yang tidak
dihapus berarti masih operasional. Apakah ini artinya pasal pengintegrasian izin
lingkungan masih berlaku? Contoh ini jelas menunjukan ketidakcermatan penyusunan.
Adapun mengenai rumitnya membaca pasal, dapat dilihat dalam rumusan Pasal 82B
ayat 2 huruf a yang mengatur mengenai perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dapat dijatuhkan sanksi administratif (hlm
78-79). Norma yang identik kemudian diatur dalam Pasal 82B ayat (3) yang pada intinya
setiap perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu dan kriteria baku
kerusakan lingkungan, juga dijatuhkan sanksi administratif (hlm 79). Seharusnya Pasal
82B ayat (3) dapat diintegrasikan kepada Pasal 82B ayat (2) huruf a, dengan penyusunan
redaksional yang lebih sederhana.
Kedua contoh di atas kami sampaikan sebagai pengantar bahwa UU Cipta Kerja memuat
masalah-masalah sejak dari hal yang paling sederhana. Karenanya, kami merasa
penting untuk menjelaskan lebih lanjut apa saja masalah yang kami temukan baik
secara umum dari UU Cipta Kerja maupun dari aspek prosedural dan aspek substantif
dari enam undang-undang kami bahas. Pemilihan keenam undang-undang tersebut
disesuaikan dengan hasil pemantauan yang kami lakukan dan ketersediaan data yang
cukup untuk melakukan analisis. Kami melakukan analisis terhadap UU Cipta Kerja yang
menurut referensi yang kami miliki adalah dokumen yang disahkan dalam sidang
paripurna. Pengecekan terhadap keabsahan UU Cipta Kerja yang kami analisis juga kami
sesuaikan dengan hasil pemantauan kami terhadap sidang panja DPR yang disiarkan
melalui TV Parlemen dan kanal informasi lainnya.
Secara garis besar, analisis meliputi analisis umum terhadap situasi umum penyusunan
undang-undang termasuk naskah akademik-nya dan analisis khusus terhadap keenam
undang-undang yang secara khusus kami angkat. Analisis dilakukan hanya terhadap
pasal-pasal yang bermasalah dan juga terhadap pasal yang memiliki kebaharuan atau
sisi positif. Analisis akan diperbaharui sesuai dengan perkembangan undang-undang
terkini (jika ditemukan perbedaan) dan jika ada kebutuhan lainnya yang mengharuskan.
2
II. CATATAN UMUM
S
ecara umum terdapat beberapa masalah yang terdapat dalam UU Cipta Kerja dan
Naskah Akademik antara lain: pelanggaran terhadap asas-asas dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan, ketidakjelasan dalam naskah
akademik dan kebutuhan perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009).
Setidaknya, terdapat dua asas dalam UU No. 12 Tahun 2011 yang dilanggar dalam
penyusunan UU Cipta Kerja, yakni asas keterbukaan dan asas dapat dilaksanakan.
Berkaitan dengan asas keterbukaan, asas ini mewajibkan proses perencanaan
hingga pengundangan suatu peraturan perundang-undangan perlu untuk bersifat
transparan dan terbuka agar seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan
yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Sayangnya, baik RUU Cipta Kerja dan Naskah Akademiknya
baru dapat diakses secara resmi setelah Surat Presiden diserahkan pada DPR.
Dalam tahap ini, tahap penyusunan RUU sebenarnya sudah selesai dan dengan
diserahkannya Surat Presiden, maka RUU tersebut akan dilanjutkan ke tahap
3
pembahasan. Selain itu, masyarakat juga tidak memiliki akses untuk dapat
memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam proses penyusunannya.
Selain itu, berkaitan dengan asas dapat dilaksanakan, asas ini menyatakan bahwa
setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan
efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik
secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Jika kita melihat pada materi UU Cipta
Kerja, justru UU ini memandatkan hal-hal yang sangat mendasar yang sebelumnya
diatur dalam tataran Undang-Undang untuk diatur di dalam Peraturan Pemerintah,
seperti terkait dengan pembagian kewenangan. Adapun penyusun UU berargumen
bahwa penghapusan pengaturan-pengaturan prinsipil yang sebelumnya menjadi
materi muatan UU ini adalah untuk memberikan fleksibilitas bagi Pemerintah Pusat
dalam mengambil kebijakan mengikuti dinamika masyarakat dan global yang
semakin cepat. Sebagai konsekuensi dari pandangan tersebut, UU Cipta Kerja justru
memandatkan 454 peraturan yang didelegasikan untuk mengimplementasikan
peraturan ini.2 Melihat hal ini, justru dikhawatirkan UU Cipta Kerja tidak dapat
langsung dioperasionalisasikan dengan baik sebelum Peraturan pelaksana yang
dimandatkan diselesaikan. Disamping itu, UU Cipta Kerja juga mengamanatkan agar
peraturan pelaksanaan dari UU yang telah mengalami perubahan dalam UU Cipta
Kerja agar disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan setelah UU Cipta Kerja disahkan.
Hal ini tentu tidak realistis dalam pelaksanaannya, mengingat tidak mudah untuk
menyesuaikan peraturan pelaksana dari 76 UU.
2 454 peraturan pendelegasian ini terdiri: a) 1 peraturan untuk diatur dengan Undang-Undang; b) 424 peraturan untuk diatur dengan PP; c) 7
Peraturan untuk diatur dengan Peraturan Presiden; d) 21 Peraturan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; dan e) 1 Peraturan untuk
diatur dengan Peraturan Kepala Daerah
4
(3) Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan
Daerah?
(4) Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan,
dan arah pengaturan?
Sayangnya, pada ulasan setiap UU yang direvisi, Naskah Akademik UU Cipta Kerja
tidak secara komprehensif menjelaskan mengapa berbagai peraturan ini perlu
diubah. Sebagai contoh, UU 32/2009. UU Cipta Kerja mengubah lingkup masyarakat
yang dapat berpartisipasi dalam penyusunan Amdal dari: a) masyarakat yang
terkena dampak; b) pemerhati lingkungan hidup; dan/atau c) yang terpengaruh atas
segala bentuk keputusan dalam proses Amdal, menjadi hanya masyarakat yang
terdampak langsung. Sayangnya, Naskah Akademik tidak memberikan kajian yang
komprehensif mengapa perubahan ini diperlukan. Penjelasan yang ada
(sebagaimana dilihat dalam Naskah Akademik RUU Cipta Kerja halaman 156)
hanyalah: “Keterlibatan masyarakat oleh sebagian pihak dianggap menjadi faktor
penghambat investasi, sehingga perlu kehati-hatian dalam perumusan pasal ini agar
hak masyarakat tidak hilang.” Terminologi ‘dianggap oleh sebagian pihak’ merupakan
sebuah asumsi dan tidak didukung dengan data maupun kajian yang jelas. Selain
itu, bagaimana limitasi lingkup partisipasi masyarakat ini berpengaruh terhadap
kemudahan perizinan sebagaimana yang menjadi tujuan RUU Cipta Kerja juga tidak
dikaji lebih lanjut. Adapun alasan yang tidak komprehensif seperti ini kerap
ditemukan di berbagai UU.
Satu hal penting yang perlu digaris bawahi adalah UU Cipta Kerja tidak menjawab
permasalahan pembangunan berkelanjutan yang secara faktual terjadi. UU Cipta
Kerja mengabaikan permasalahan penegakan hukum dan korupsi sebagai faktor
krusial penghambat iklim investasi. Naskah Akademik UU Cipta Kerja versi 12
Februari 2020 mengangkat indikator untuk menunjukkan bahwa sistem perizinan
yang berbelit serta over regulasi sebagai penyebab sulitnya melakukan usaha di
Indonesia.3 Akan tetapi, Naskah Akademik luput menyorot indikator lain yang
bernilai lebih buruk dibandingkan indikator regulasi dan perizinan,4 yaitu enforcing
5
contracts dalam Ease of Doing Business (EODB),5 dan incidence of corruption dalam
Global Competitiveness Index (GCI).6 Padahal, berbagai hasil penelitian telah
menunjukkan bahwa tata kelola pemerintahan (good governance) suatu negara turut
mempengaruhi nilai investasi asing (foreign direct investment/ FDI) maupun
pertumbuhan ekonomi (economic growth), dua hal yang hendak dicapai oleh UU
Cipta Kerja.7
Disisi lain, korupsi juga menimbulkan kerugian langsung bagi negara sebesar
Rp203,9 triliun dalam rentang waktu 2001 hingga 2015.8 UU Cipta Kerja berpotensi
gagal mewujudkan keadilan intragenerasi akibat sesat pikir penciptaan lapangan
kerja, dan justru memberikan stimulus bagi kegiatan usaha ekstraktif. Saat
Pemerintah terus mengeluarkan narasi untuk meningkatkan pertumbuhan
investasi, penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing
(PMA) Indonesia tumbuh secara stabil sejak tahun 2014, meski realisasi PMA
melambat pada tahun 2018.9 Indonesia bahkan mengalami kenaikan peringkat
dalam Foreign Direct Investment Inflows, Top 20 Host Economies (negara tujuan
investasi) pada tahun 2017.10 Akan tetapi, penyerapan tenaga kerja dari penanaman
modal yang ada cenderung stagnan bahkan menurun. Disisi lain, berlawanan
dengan tren investasi dan postur ketenagakerjaan yang bergeser dari sektor primer
(perkebunan, pertanian, perikanan, pertambangan) ke sektor sekunder (industri)
dan tersier (jasa, transportasi, perdagangan), UU Cipta Kerja justru memberikan
kemudahan berusaha bagi kegiatan usaha ekstraktif, baik kehutanan, perkebunan,
maupun pertambangan. Kewajiban dan tanggung jawab pelaku usaha atas
lingkungan hidup dilonggarkan, dan partisipasi publik dalam penyusunan Amdal
dibatasi pada masyarakat terdampak.
5 World Bank Group, Economy Profile Indonesia: Doing Business 2020, < https://www.doingbusiness.org/content/dam/doingBusiness/country/i/
indonesia/IDN.pdf> hlm. 97, diunduh pada 5 Oktober 2020
6 Klaus Schwab, World Economy Forum, “The Global Competitiveness Report 2019”, (World Economic Forum, Switzerland: 2019), hlm.283.
7 Sebagaimana dijelaskan oleh Daniel Kaufmann, tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang rendah dapat dijelaskan sebagai
kegagalan negara (state failure) akibat meningkatnya korupsi, tidak stabilnya jaminan atas hak kebendaan, distorsi pasar, serta kurangnya
demokrasi. D. Kaufmann, A. Kraay, P. Zoido-Lobaton: “Aggregating Governance Indicators,” World Bank Policy Research, Working Paper No.2196,
1999; D. Kaufmann, A. Kraay, M. Mastruzzi, Governance Matters IV: Governance Indicators for 1996-2004, World Bank, 2005. Sebagaimana
dikutip dari Rachid Mira dan Ahmed Hammadache, “Good Governance and Economic Growth: A Contribution to the Institutional Debate about
State Failure in Middle East and North Africa”, Asian Journal of Middle Eastern and Islamic Studies Vol. 11, No. 3, 2017, hlm. 108.
8“Kerugian akibat korupsi tembus Rp 200 Triliun Ancam Pembangunan Nasional” https://ekonomi.bisnis.com/read/20191018/9/1160721/kerugian-
akibat-korupsi-tembus-rp200-triliun-ancam-pembangunan-nasional , diunduh pada 5 Oktober 2020
9 Badan Koordinasi Penanaman Modal, “Domestic and Foreign Direct Investment Realization Quarter IV and January – December 2019”, hlm. 25.
10United Nations Connference on Trade and Development, “Global Foreign Direct Ivestment Slides for Third Consecutive Year”, Juni 2019, https://
unctad.org/en/pages/newsdetails.aspx?OriginalVersionID=2118. , diunduh pada 5 Oktober 2020
6
sekarang.11 Sementara itu, tendensi kemerosotan pengaturan dan penerapan asas
pembangunan berkelanjutan terus terlihat dalam berbagai kebijakan
pembangunan yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo. Misalnya, Pemerintah
memberikan berbagai keistimewaan kepada Proyek Strategis Nasional (PSN)
termasuk untuk menabrak perencanaan tata ruang nasional, padahal RTRW
Nasional disusun dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.12 Contoh lain, PP No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan
Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (PP OSS) yang memperlemah posisi Amdal
dari syarat penerbitan izin menjadi pemenuhan komitmen yang dapat dilakukan
setelah izin terbit. Sementara pencemaran kerusakan lingkungan hidup terus
terjadi dalam berbagai proyek pembangunan industri dan infrastruktur, UU Cipta
Kerja mendegradasi izin lingkungan menjadi Persetujuan Lingkungan sebagai syarat
perizinan berusaha, dan tidak mewajibkan semua kegiatan berusaha mendapatkan
“izin”, tergantung pada risiko yang prasyaratnya belum jelas.
11Pasal 2 huruf d UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara: Prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; Pasal 2
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan: asas lestari dan asas keterpaduan; Pasal 2 huruf c UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang:
asas keberlanjutan; Pasal 2 huruf j dan k UU No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Perikanan: asas kelestarian
dan asas pembangunan yang berkelanjutan; Pasal 2 huruf g dan h UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal: asas berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan.
12 Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (“Perpres No.3/2016”) memungkinkan
penyesuaian tata ruang jika PSN yang ditetapkan tidak selaras dengannya. Bahkan Peraturan Presiden No.58 Tahun 2017 yang mengubah Perpres
No.3/2016 memungkinkan rekomendasi kesesuaian lokasi dikeluarkan, meski lokasi PSN jelas melanggar tata ruang. Selanjutnya, PP No. 13 Tahun
2017 tentang Perubahan atas PP No.26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (“PP No.13 Tahun 2017”) memungkinkan PSN
untuk melanggar rencana tata ruang wilayah (“RTRW”) yang telah ditetapkan pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi, serta mendapat
rekomendasi dari menteri.
13 “Fires in Indonesia burn 1,6, ha of Land Mostly Former Forests: Satelite Data” https://www.thejakartapost.com/life/2019/12/02/fires-in-
indonesia-burn-1-6m-ha-of-land-mostly-former-forests-satellite-data.html , diunduh pada 5 Oktober 2020
14Mela Hapsari, “Lagi! Jatuh Korban ke 37 di Lubang Bekas Tambang Batubara di Kaltim” https://kaltim.idntimes.com/news/kaltim/melani-indra-
hapsari/lagi-jatuh-korban-ke-37-di-lubang-bekas-tambang-batu-bara-di-kaltim , diunduh pada 5 Oktober 2020
7
III. ANALISIS UNDANG-UNDANG TERDAMPAK
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Persetujuan Lingkungan
Penjelasan Umum:
Hak akses masyarakat terhadap partisipasi, informasi dan keadilan mengalami pereduksian signifikan bahkan sampai penghapusan. Hilangnya
kesempatan berpartisipasi dalam mengajukan keberatan dan penilaian AMDAL adalah contohnya. Dihapusnya izin lingkungan juga berdampak
terhadap potensi hilangnya akses masyarakat untuk menggugat. Yang lebih mengkhawatirkan, pengecualian atas larangan membakar bagi
masyarakat peladang tradisional juga dihapus. Disisi lain, masalah-masalah yang dihadapi selama ini seperti konsep uang paksa dalam Pasal 81
justru tidak selesaikan. Tetap ada ketentuan yang baik, tetapi jumlahnya minoritas dibandingkan yang bermasalah atau potensi bermasalah.
Terakhir, ketidakcermatan dalam menghapus akan jadi permasalahan dikemudian hari.
Pengecualian terhadap
penghapusan access to justice
masyarakat dapat dilakukan
melalui koreksi pembatalan
terhadap keputusan lingkungan
lainnya, salah satunya adalah
persetujuan lingkungan. Tentunya
Pemerintah harus menjamin hak
ini tetap terpenuhi.
Pasal
a. 39 Pasal 39 Pasal 39 Disetujui Panja Pada 13 Agustus
2020
(2) Pengumuman sebagaimana (2) Pengumuman sebagaimana (2) Pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) Norma dalam pasal perubahan
dilakukan dengan cara yang dilakukan melalui sistem dilakukan melalui sistem tidak mengatur kewajiban
mudah diketahui oleh elektronik dan atau cara lain elektronik dan atau cara lain pemerintah memastikan
masyarakat. yang ditetapkan oleh yang ditetapkan oleh masyarakat bisa mengakses
Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat. informasi atau tidak, melainkan
hanya mengatur cara informasi
Halaman 85 Halaman 70 itu diumumkan. Masyarakat
dengan keterbatasan
kemampuan mengakses
informasi (a.l. karena hambatan
bahasa, lokasi, akses terhadap
tekonologi informasi) akan lebih
sulit mengakses informasi. Lebih
jauh, ada potensi masyarakat
semakin sulit berpartisipasi dalam
proses permohonan hingga
penerbitan Surat Keputusan
Kelayakan Lingkungan Hidup
(SKKLH), apalagi melakukan upaya
hukum koreksi keputusan
kelayakan lingkungan hidup.
Halaman 76
Halaman 91 Halaman 77
11. Pasal 75 Pasal 75 Kembali kepada ketentuan UU Disetujui Panja pada 13 Agustus
32/2009 2020
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan Pasal 75 UU 32/2009
mengenai tata cara dihapus Tidak ada catatan.
pengangkatan pejabat
pengawas lingkungan hidup dan
tata cara pelaksanaan
pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat
(3), Pasal 73, dan Pasal 74 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Halaman 91
Halaman 78
Halaman 78-79
15. Pasal 82C Merupakan norma baru.
Penambahan denda administratif
(1) Sanksi administratif merupakan sebuah kemajuan,
sebagaimana dimaksud tetapi tetap meninggalkan
dalam Pasal 82A dan Pasal masalah karena konsep uang
82B ayat (1), ayat (2), dan paksa tidak dipergunakan. Selain
ayat (3) berupa: itu Pasal 81 UU 32/2009 yang
a. teguran tertulis; selama ini menjadi masalah
b. paksaan pemerintah; secara konsep dan praktik, masih
c. denda administratif; berlaku.
d. pembekuan perizinan
berusaha; dan/atau Konsep paksaan pemerintah
e. pencabutan perizinan disini perlu diperjelas dalam
berusaha. peraturan pelaksana, khususnya
(2) Ketentuan lebih lanjut hubungannya dengan uang
mengenai kriteria, jenis, paksa.
besaran denda, dan tata
cara pengenaan sanksi Konsep paksaan pemerintahan
administratif sebagaimana diambil dari perkembangan di
dimaksud pada ayat (1) Belanda. Dalam AwB paksaan
diatur dengan Peraturan pemerintahan dapat dilihat dalam
Pemerintah. artikel 5: 21 yang dikenal dengan
last onder bestuursdwang /
Halaman 79 administrative order of
rectification dan dalam artikel 5:
31 d serta artikel 5: 32 (last onder
dwangsom). Intinya, tujuan dari
paksaan pemerintah adalah untuk
memulihkan/mereparasi. Baik last
onder bestuursdwang dan last
onder dwangsom, sangat
dimungkinkan untuk
dikombinasikan dengan catatan
tidak diterapkan bersamaan.
Heldeweg bahkan berpendapat:
To competence to issue an order
under penalty is an accessory to
competence to issue an
administrative order of
rectification. Artinya last onder
dwangsom dijatuhkan mengikuti
last onder bestuursdwang.16
Kesimpulannya: paksaan
pemerintah (order dan concrete
action) dilakukan terlebih dahulu
sebelum dijatuhkan dwangsom.
Halaman 92-93
Halaman 93-95
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2004
Penjelasan Umum:
Terdapat beberapa perubahan yang substansial dalam UU Kehutanan. Misalnya ketentuan untuk mempertahankan minimal 30% kawasan hutan
berdasarkan daerah aliran sungai dan/atau pulau tetap dihapus meskipun fraksi-fraksi menolak saat rapat pembahasan. Perubahan peruntukan
dan fungsi kawasan hutan juga tidak lagi “didasarkan” melainkan hanya “mempertimbangkan” penelitian terpadu. Selain itu terdapat
pengecualian bagi masyarakat adat yang memanfaatkan hutan di kawasan hutan asalkan telah 5 tahun berturut-turut melakukannya dan
terdaftar dalam kebijakan penataan kawasan hutan. Pertanggungjawaban mutlak untuk pelaku usaha yang arealnya terbakar kembali
“dihidupkan” dalam draft terbaru. Adanya perubahan beberapa larangan dan tindak pidana yang dianggap tumpang tindih dengan UU 18/2013.
Terakhir, ketentuan mengenai PPNS Kehutanan yang dikembalikan pada ketentuan semula dalam UU 41/1999.
(1) Pemerintah menetapkan (1) Pemerintah Pusat (1) Pemerintah Pusat Ketentuan mempertahankan
dan mempertahankan menetapkan dan menetapkan dan minimal 30% kawasan hutan
kecukupan luas kawasan mempertahankan mempertahankan berdasarkan daerah aliran sungai
hutan dan penutupan hutan kecukupan luas kawasan kecukupan luas kawasan dan/atau pulau dihapus.
untuk setiap daerah aliran hutan dan penutupan hutan hutan dan penutupan hutan Pemerintah berwenang
sungai dan atau pulau, guna untuk setiap daerah aliran untuk setiap daerah aliran menentukan luas kawasan hutan
optimalisasi manfaat sungai, dan/atau pulau sungai, dan/atau pulau guna yang dipertahankan tanpa ada
lingkungan, manfaat sosial, guna optimalisasi manfaat optimalisasi manfaat batasan minimal melalui PP,
dan manfaat ekonomi lingkungan, manfaat sosial, lingkungan, manfaat sosial, termasuk untuk wilayah yang
masyarakat setempat. dan manfaat ekonomi dan manfaat ekonomi terdapat proyek strategis
(2) Luas kawasan hutan yang masyarakat setempat. masyarakat setempat. nasional.
harus dipertahankan (2) Pemerintah Pusat mengatur
sebagaimana dimaksud luas kawas an yang harus Halaman 156 Pada saat pembahasan 23
pada ayat (1) minimal 30 % dipertahankan sesuai September 2020 terdapat fraksi-
(tiga puluh persen) dari luas kondisi fisik dan geografis fraksi yang menolak rumusan dan
daerah aliran sungai dan DAS dan/atau pulau meminta minimal 30% kawasan
atau pulau dengan sebaran (3) Ketentuan lebih lanjut hutan tetap dipertahankan.
yang proporsional. mengenai luas kawasan
hutan yang harus Menurut pemerintah angka 30%
dipertahankan termasuk ini tidak lagi relevan karena
pada wilayah yang terdapat kondisi setiap daerah yang
proyek strategis nasional berbeda dan dukungan sains
diatur dengan Peraturan untuk pengelolaan hutan serta
Pemerintah. sumber daya air. Sedangkan DPR
melalui berbagai fraksi
Halaman 187 menyatakan 30% harus tetap
dipertahankan sebagai
keberpihakan dalam menjaga
kawasan hutan.
(1) Perubahan peruntukan dan (1) Perubahan peruntukan dan (1) Perubahan peruntukan dan Perubahan peruntukan dan fungsi
fungsi kawasan hutan fungsi kawasan hutan fungsi kawasan hutan kawasan hutan yang berdampak
ditetapkan oleh Pemerintah ditetapkan oleh Pemerintah ditetapkan oleh Pemerintah penting dengan cakupan yang
dengan didasarkan pada dengan Pusat dengan luas serta bernilai strategis, tidak
hasil penelitian terpadu. mempertimbangkan pada mempertimbangkan hasil lagi membutuhkan persetujuan
(2) Perubahan peruntukan hasil penelitian terpadu. penelitian terpadu. DPR. Pemerintah dapat langsung
kawasan hutan (2) Ketentuan tentang tata cara (2) Ketentuan mengenai tata mengatur dengan PP.
sebagaimana dimaksud perubahan peruntukan cara perubahan peruntukan
pada ayat (1) yang kawasan hutan dan kawasan hutan dan Dalam rapat panja 23 September
berdampak penting dan perubahan fungsi kawasan perubahan fungsi kawasan 2020 turut disebutkan bahwa
cakupan yang luas serta hutan sebagaimana hutan sebagaimana perubahan terminologi
bernilai strategis, ditetapkan dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) “didasarkan” menjadi
oleh Pemerintah dengan diatur dengan Peraturan diatur dengan Peraturan “mempertimbangkan” dianggap
persetujuan Dewan Pemerintah. Pemerintah. lebih lemah dan mayoritas
Perwakilan Rakyat. menginginkan kembali pada
(3) Ketentuan tentang tata cara Halaman 188 Halaman 156 istilah didasarkan. Namun
perubahan peruntukan rumusan akhir tetap tidak
kawasan hutan dan berubah.
perubahan fungsi kawasan
hutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pemegang hak atau izin Pemegang hak atau Perizinan (1) Pemegang hak atau Menambahkan ketentuan
bertanggung jawab atas Berusaha wajib melakukan Perizinan Berusaha wajib pencegahan sekaligus
terjadinya kebakaran hutan di upaya pencegahan dan melakukan upaya pertanggungjawaban pemegang
areal kerjanya. pengendalian kebakaran hutan pencegahan kebakaran hak atau Perizinan Berusaha saat
di areal kerjanya. hutan di areal kerjanya. terjadi kebakaran hutan di areal
(2) Pemegang hak atau kerjanya.
Halaman 191 Perizinan Berusaha
bertanggungjawab atas RUU CK Draft Februari mengubah
terjadinya kebakaran hutan istilah “bertanggung jawab”
di areal kerjanya. menjadi “wajib melakukan upaya
pencegahan dan pengendalian”,
Halaman 160 sedangkan UU Cipta Kerja
mencantumkan keduanya
sekaligus. Dengan demikian
pengaturan norma ini menjadi
lebih ketat, dengan catatan
pelaksanaan ayat (1) tidak
menjadi pengecualian dalam
pelaksanaan ayat (2).
(1) dicabut oleh UU 18/2013 (1) Setiap orang yang diberikan (1) Setiap orang yang diberikan Secara umum larangan
(2) Setiap orang yang diberikan Perizinan Berusaha di Perizinan Berusaha di penebangan pohon, termasuk
izin usaha pemanfaatan kawasan hutan dilarang kawasan hutan dilarang penebangan pohon di areal
kawasan, izin usaha melakukan kegiatan yang melakukan kegiatan yang tertentu seperti tepian danau dan
pemanfaatan jasa menimbulkan kerusakan menimbulkan kerusakan sungai, hingga perbuatan yang
lingkungan, izin usaha hutan. hutan. patut diduga mengarah pada
pemanfaatan hasil hutan (2) Setiap orang dilarang: (2) Setiap orang dilarang: pengangkutan hasil hutan tanpa
kayu dan bukan kayu, serta a. Merambah kawasan hutan; a. Mengerjakan, izin seperti membawa alat-alat
pemungutan hasil hutan b. Melakukan penebangan menggunakan, dan/atau berat ke dalam kawasan hutan,
kayu dan bukan kayu, pohon dalam kawasan menduduki kawasan hutan dihapus dan tidak lagi menjadi
dilarang melakukan hutan dengan radius atau secara tidak sah; larangan yang dapat dipidana
kegiatan yang menimbulkan jarak sampai dengan: b. Membakar hutan; melalui perubahan Pasal ini
kerusakan hutan. 1. 500 (lima ratus) meter c. Memanen atau memungut karena telah diakomodasi pada
(3) Setiap orang dilarang: dari tepik waduk atau hasil hutan di dalam hutan UU 18/2013 beserta
a. *dicabut oleh UU 18/2013 danau; tanpa memiliki hak atau perubahannya dalam UU Cipta
b. Merambah kawasan hutan; 2. 200 (dua ratus) meter persetujuan dari pejabat Kerja
c. Melakukan penebangan dari tepi mata air dan yang berwenang;
pohon dalam kawasan kiri kanan sungai di d. Menyimpan hasil hutan Terkait ketentuan larangan
hutan dengan radius atau daerah rawa; yang diketahui atau patut menggembalakan ternak di
jarak sampai dengan: 3. 100 (seratus) meter dari diduga berasal dari kawasan hutan, perlu untuk
1. 500 (lima ratus) meter kiri kanan tepi sungai; kawasan hutan yang diperhatikan bahwa berdasarkan
dari tepik waduk atau 4. 50 (lima puluh) meter diambil atau dipungut seara putusan MK No. 95/PUU-XII/2014
danau; dari kiri kanan tepi anak tidak sah; mengenai pengujian terhadap UU
2. 200 (dua ratus) meter sungai; e. Menggembalakan ternak di 18/2013 dan UU 41/1999, MK
dari tepi mata air dan 5. 2 (dua) kali kedalaman dalam kawasan hutan yang berpendapat harus ada
kiri kanan sungai di jurang dari tepi jurang; tidak ditunjuk secara pengecualian terhadap
daerah rawa; 6. 130 (seratus tiga puluh) khusus untuk maksud pelaksanaan pasal ini terutama
3. 100 (seratus) meter dari kali selisih pasang tersebut oleh pejabat yang bagi masyarakat yang sudah
kiri kanan tepi sungai; tertinggi dan pasang berwenang; tinggal turun temurun dan tidak
4. 50 (lima puluh) meter terendah dari tepi f. Membuang benda-benda untuk kepentingan komersil
dari kiri kanan tepi anak pantai yang dapat menyebabkan (diatur pada Pasal 50A)
sungai; c. Membakar hutan; kebakaran dan kerusakan
5. 2 (dua) kali kedalaman d. Menebang pohon atau serta membahayakan
jurang dari tepi jurang; memanen atau memungut keberadaan atau
6. 130 (seratus tiga puluh) hasil hutan di dalam hutan kelangsungan fungsi hutan
kali selisih pasang tanpa memiliki hak atau ke dalam kawasan hutan;
tertinggi dan pasang persetujuan dari pejabat dan
terendah dari tepi yang berwenang; g. Mengeluarkan, membawa,
pantai e. Menggembalakan ternak di dan mengangkut tumbuh-
d. Membakar hutan; dalam kawasan hutan yang tumbuhan dan satwa liar
e. *bertentangan dengan tidak ditunjuk secara yang tidak dilindungi
UUD 1945 dan tidak khusus untuk maksud Undang-Undang yang
mempunyai kekuatan tersebut oleh pejabat yang berasal dari kawasan hutan
hukum mengikat sepanjang berwenang; tanpa persetujuan pejabat
tidak dimaknai bahwa f. Membuang benda-benda yang berwenang.
ketentuan dimaksud yang dapat menyebabkan (3) Ketentuan tentang
dikecualikan terhadap kebakaran dan kerusakan mengeluarkan, membawa,
masyarakat yang hidup serta membahayakan dan/atau mengangkut
secara turun temurun di keberadaan atau tumbuhan dan/atau satwa
dalam hutan dan tidak kelangsungan fungsi hutan yang dilindungi, diatur
ditujukan untuk ke dalam kawasan hutan; sesuai dengan ketentuan
kepentingan komersial. dan peraturan perundang-
(Putusan MK Nomor g. Mengeluarkan, membawa, undangan.
95/PUU-XII/2014) dan mengangkut tumbuh-
f. *dicabut oleh UU 18/2013 tumbuhan dan satwa liar Halaman 160-161
g. *dicabut oleh UU 18/2013 yang tidak dilindungi
h. *dicabut oleh UU 18/2013 Undang-Undang yang
i. *bertentangan dengan berasal dari kawasan hutan
UUD 1945 dan tidak tanpa persetujuan pejabat
mempunyai kekuatan yang berwenang.
hukum mengikat sepanjang (3) Ketentuan tentang
tidak dimaknai bahwa mengeluarkan, membawa,
ketentuan dimaksud dan/atau mengangkut
dikecualikan terhadap tumbuhan dan/atau satwa
masyarakat yang hidup yang dilindungi, diatur
secara turun temurun di sesuai dengan ketentuan
dalam hutan dan tidak peraturan perundang-
ditujukan untuk undangan yang berlaku
kepentingan komersial.
(Putusan MK Nomor Halaman 191-192
95/PUU-XII/2014);
j. *dicabut oleh UU 18/2013
k. *dicabut oleh UU 18/2013;
l. Membuang benda-benda
yang dapat menyebabkan
kebakaran dan kerusakan
serta membahayakan
keberadaan atau
kelangsungan fungsi hutan
ke dalam kawasan hutan;
dan
m. Mengeluarkan, membawa,
dan mengangkut tumbuh-
tumbuhan dan satwa liar
yang tidak dilindungi
undang-undang yang
berasal dari kawasan hutan
tanpa izin pejabat yang
berwenang
Halaman 15-16
5. Tidak diatur Tidak diatur Pasal 50A Tidak dapat dipastikan kapan
Pasal ini disetujui
(1) Dalam hal pelanggaran
sebagaimana dimaksud Adanya pengecualian sanksi
dalam Pasal 50 ayat (2) huruf untuk larangan kegiatan tertentu
c, huruf d, dan/atau huruf e di hutan bagi masyarakat yang
dilakukan oleh orang telah 5 tahun terus menerus
perseorangan atau tinggal di hutan.
kelompok masyarakat yang
bertempat tinggal di dalam Apabila telah tinggal 5 tahun terus
dan/atau di sekitar kawasan menerus di hutan dan terdaftar
hutan paling singkat 5 (lima) dalam kebijakan penataan
tahun secara terus menerus kawasan hutan atau telah dikenai
dikenai sanksi administratif. sanksi sosial atau sanksi adat,
maka masyarakat tersebut tidak
(2) Pengenaan sanksi dikenai sanksi administratif.
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Apabila tidak terdaftar dan
dikecualikan terhadap: melanggar ketentuan Pasal 50
a. Orang perseorangan atau ayat (2) huruf c, d, dan/atau 5,
kelompok masyarakat yang maka hanya dikenai sanksi
bertempat tinggal di dalam administratif. Namun mekanisme
dan/atau di sekitar kawasan penjatuhan sanksi administratif
hutan paling singkat 5 (lima) harus sesuai dengan tujuan
tahun secara terus-menerus sanksi yang dijatuhkan. Misalnya
terdaftar dalam kebijakan bertujuan reparatoir.
penataan kawasan hutan;
atau Ketentuan ini ditujukan sebagai
b. Orang perseorangan yang pengecualian bagi masyarakat
telah mendapatkan sanksi adat yang secara turun temurun
sosial atau sanksi adat. telah tinggal dan mengusahakan
hutan adatnya.
Halaman 191-192
Halaman 192-194
UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Penjelasan Umum:
Terdapat dua perubahan utama yang patut menjadi perhatian. Pertama, ketentuan mengenai sanksi pidana yang semula pada Draft Februari
diubah menjadi “denda administratif” dikembalikan lagi pada ketentuan semula pada UU 18/2013, yaitu pidana penjara dan pidana denda.
Pengaturan ini lebih sesuai dengan dengan asas dan teori pemidanaan. Namun, sayangnya ditambahkan lagi satu ketentuan saat korporasi
tidak menjalankan pidana, maka pengurus dapat dikenakan pidana badan. Secara teoritis, ketentuan ini kurang tepat karena berpotensi
melanggar HAM pengurus dengan memidanakannya tanpa melalui proses peradilan yang tepat. Kedua, adanya pemberian sanksi administratif
(dan pengecualiannya) bagi masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan, yang berpotensi mengkriminalisasikan masyarakat adat apabila
tidak dibarengi dengan pendataan dan pengakuan hak masyarakat adat beserta hutannya yang tepat sasaran.
1. Tidak diatur Tidak diatur Pasal 12A Tidak dapat dipastikan kapan
Pasal ini disetujui
(1) Orang perseorangan yang
bertempat tinggal di dalam Merupakan norma baru.
dan/atau di sekitar kawasan Sanksi administratif dan
hutan paling singkat 5 (lima) pengecualian bagi masyarakat
tahun secara terus menerus adat yang tinggal di kawasan
yang melakukan pelanggaran hutan, komplementer dengan
terhadap pasal 12 huruf a Pasal 50A UU 41/1999 dalam UU
sampai dengan huruf f, dan/atau Cipta Kerja.
huruf h dikenai sanksi
administratif. Ketentuan ini mendapat
tantangan dalam implementasi,
(2) Pengenaan sanksi saat pengakuan hutan adat masih
administratif sebagaimana belum berjalan dengan baik, saat
dimaksud pada ayat (1), masyarakat adat yang
dikecualikan terhadap: bersangkutan belum diakui
a. orang perseorangan atau status, hak, dan hutannya.
kelompok masyarakat yang
bertempat tinggal di dalam Berdasarkan data Pusaka yang
dan/atau di sekitar kawasan mengutip KLHK, diketahui
hutan paling singkat 5 (lima) perkembangan penetapan
tahun secara terus-menerus dan pengakuan hutan adat hingga Mei
terdaftar dalam kebijakan 2019, sudah ada 49 unit hutan
penataan Kawasan Hutan; atau adat dengan luas 22.193 dan
b. orang perseorangan yang pencadangan hutan adat seluas
telah mendapatkan sanksi sosial 5.172 ha. Bagaimanapun jumlah
atau sanksi adat. luas hutan adat ini masih jauh
dari angka luas wilayah adat yang
Halaman 168 didaftarkan oleh Badan Registrasi
Wilayah Adat (2019), seluas 10,24
juta hektar.17
Halaman 169-170
(1) Selain dikenai sanksi pidana, (1) Selain dikenai sanksi (1) Selain dikenai sanksi pidana, Terdapat penambahan jenis
pelanggaran terhadap pidana, pelanggaran pelanggaran terhadap sanksi administratif berupa
ketentuan sebagaimana terhadap ketentuan ketentuan sebagaimana teguran tertulis, denda
dimaksud dalam Pasal 12 sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 12 administratif, dan pembekuan
huruf a, huruf b, huruf c, dalam Pasal 12 huruf a, huruf a, huruf b, huruf c, Perizinan Berusaha bagi pelaku
Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf b, huruf c, Pasal 17 Pasal 17 ayat (1) huruf b, usaha di bidang kehutanan.
huruf c, huruf e, dan Pasal ayat (1) huruf b, huruf c, huruf c, huruf e, atau Pasal
17 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf e, dan Pasal 17 ayat 17 ayat (2) huruf b, huruf c,
dan huruf e yang dilakukan (2) huruf b, huruf c, dan atau huruf e serta kegiatan
oleh badan hukum atau huruf e serta kegiatan lain lain di kawasan hutan tanpa
korporasi dikenai sanksi di kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha yang
administratif berupa: Perizinan yang dilakukan dilakukan oleh badan
a. paksaan pemerintah; oleh setiap orang sanksi hukum atau korporasi
b. uang paksa; dan/atau administratif berupa: 204 a. dikenai sanksi administratif
c. pencabutan izin. denda administrasi; b. berupa:
denda atas keterlambatan a.teguran tertulis:
(2) Ketentuan mengenai pembayaran denda; c. b.paksaan pemerintah
mekanisme dan tata cara paksaan pemerintah; d. c.denda administratif;
penerapan sanksi pembekuan izin; dan/atau d.pembekuan Perizinan
administratif sebagaimana e. pencabutan Perubahan Berusaha; dan/atau
dimaksud pada ayat (1) Perizinan. e.pencabutan Perubahan
diatur dengan Peraturan Perizinan.
Pemerintah. (2) Ketentuan mengenai
mekanisme dan tata cara (2) Ketentuan lebih lanjut
penerapan sanksi mengenai kriteria, jenis,
administratif sebagaimana besaran denda, dan tata
dimaksud pada ayat (1) cara pengenaan sanksi
diatur dengan Peraturan administratif sebagaimana
Pemerintah dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Halaman 203-204 Pemerintah.
Halaman 170
(1) Orang perseorangan yang (1) Orang perseorangan yang (1) Orang perseorangan yang Secara teori tindak pidana seperti
dengan sengaja: dengan sengaja: dengan sengaja: ini termasuk dalam kategori
a. memuat, membongkar, a. memuat, membongkar, a. memuat, membongkar, abstract endangerment atau
mengeluarkan, mengangkut, mengeluarkan, mengangkut, mengeluarkan, mengangkut, bahaya yang secara abstrak dapat
menguasai, dan/atau memiliki menguasai, dan/atau memiliki menguasai, dan/atau langsung diketahui, sehingga
hasil penebangan di kawasan hasil penebangan di kawasan memiliki hasil penebangan di dapat langsung dikenakan sanksi
hutan tanpa izin sebagaimana hutan tanpa Perizinan Berusaha kawasan hutan tanpa pidana tanpa adanya pembinaan
dimaksud dalam Pasal 12 huruf sebagaimana dimaksud dalam Perizinan Berusaha seperti sanksi administratif
d; Pasal 12 huruf d; sebagaimana dimaksud terlebih dahulu18 (karena
b. mengangkut, menguasai, b. mengangkut, menguasai, dalam 12 huruf d; dilakukan tanpa memiliki izin,
atau memiliki hasil hutan kayu atau memiliki hasil hutan kayu b. mengangkut, menguasai, sementara izin diberikan untuk
yang tidak dilengkapi secara yang tidak dilengkapi secara atau memiliki hasil hutan kegiatan yang secara default
bersama surat keterangan bersama surat keterangan kayu yang tidak dilengkapi memang dilarang, sejalan dengan
sahnya hasil hutan sahnya hasil hutan secara bersama surat konsep atur dan awasi).
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam keterangan sahnya hasil
Pasal 12 huruf e; dan/atau Pasal 12 huruf e; dan/atau c. hutan sebagaimana Namun ketentuan ini tetap
c. memanfaatkan hasil hutan memanfaatkan hasil hutan kayu dimaksud dalam Pasal 12 memiliki potensi
kayu yang diduga berasal dari yang diduga berasal dari hasil huruf e; dan/atau mengkriminalisasi masyarakat,
hasil pembalakan liar pembalakan liar sebagaimana c. memanfaatkan hasil hutan peladang, dsb. Karenanya
sebagaimana dimaksud dalam dimaksud dalam Pasal 12 huruf kayu yang diduga berasal dari ketentuan ini tidak memberikan
Pasal 12 huruf h, h, hasil pembalakan liar jawaban terhadap kriminalisasi
sebagaimana dimaksud yang dapat terjadi.
dipidana dengan pidana penjara dikenai sanksi administratif dalam Pasal 12 huruf h,
paling singkat 1 (satu) tahun berupa denda paling sedikit
dan paling lama 5 (lima) tahun Rp500.000.000,00 (lima ratus dipidana dengan pidana penjara
serta pidana denda paling juta rupiah) dan paling banyak paling singkat 1 (satu) tahun dan
sedikit Rp500.000.000,00 (lima Rp2.500.000.000,00 (dua miliar paling lama 5 (lima) tahun serta
ratus juta rupiah) dan paling lima ratus juta rupiah). pidana denda paling sedikit
banyak Rp2.500.000.000,00 (dua Rp500.000.000,00 (lima ratus
miliar lima ratus juta rupiah) Halaman 207 juta rupiah) dan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar
lima ratus juta rupiah).
Halaman 172-173
7. Pasal 84 ayat (4) Pasal 84 ayat (7) Pasal 84 ayat (3) Disetujui 23 September 2020
Korporasi yang membawa alat- Korporasi yang membawa alat- Korporasi yang membawa alat- Pengenaan pidana denda
alat yang lazim digunakan untuk alat yang lazim digunakan alat yang lazim digunakan untuk terhadap korporasi sudah tepat.
menebang, memotong, atau untuk menebang, memotong, menebang, memotong, atau Namun, tidak serta merta saat
membelah pohon di dalam atau membelah pohon di dalam membelah pohon di dalam korporasi tidak dapat membayar
kawasan hutan tanpa izin kawasan hutan tanpa Perizinan kawasan hutan tanpa Perizinan denda kemudian pengurusnya
pejabat yang berwenang Berusaha dari pejabat yang Berusaha dari pejabat yang dijerat dengan pidana badan. Hal
sebagaima dimaksud dalam berwenang sebagaima berwenang sebagaimana ini berpotensi menimbulkan
Pasal 12 huruf f dipidana dimaksud dalam Pasal 12 huruf dimaksud dalam Pasal 12 huruf f bahaya, yaitu berubahnya subjek
dengan pidana penjara paling f dikenai sanksi administratif dipidana bagi: hukum secara otomatis karena
singkat 2 (dua) tahun dan paling paling sedikit a. pengurusnya dengan pidana telah mencampuradukkan dan
lama 15 (lima belas) tahun dan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar penjara paling singkat 2 (dua) menganggap sama dua subjek
pidana denda paling sedikit Rp. rupiah) dan paling banyak tahun dan paling lama 15 (lima hukum yang sesungguhnya
2.000.000.000,00 (dua miliar Rp15.000.000.000,00 (lima belas belas) tahun dan pidana denda berbeda, yaitu korporasi dan
rupiah) dan paling banyak miliar rupiah). paling sedikit orang (pengurus korporasi). Juga
Rp.15.000.000.000,00 (lima Rp2.000.000.000,00 (dua miliar membuka celah
belas miliar rupiah). Pasal 84 ayat (8) rupiah) dan paling banyak memungkinannya penjatuhan
Dalam hal pelaku tidak Rp15.000.000.000,00 (lima belas pidana kepada orang tanpa
melaksanakan kewajiban miliar rupiah); dan/atau sebelumnya orang tersebut diadili
pemenuhan sanksi b. korporasi dikenakan (dijadikan terdakwa).19
sebagaimana dimaksud pada pemberatan 1/3 dari denda
ayat (7) dipidana dengan pidana pidana yang dijatuhkan. Dari sisi teori memang
penjara paling singkat 2 (dua) dimungkinan pengurus dijerat
tahun dan paling lama 15 (lima Halaman 175 dengan tindak pidana tersendiri
belas) tahun.. (dengan subjek orang bagi
dirinya) apabila memiliki peran
yang signifikan dalam tindak
pidana yang dilakukan korporasi.
8. Pasal 85 ayat (2) Pasal 85 ayat (3) Pasal 85 ayat (2) Disetujui 23 September 2020
Korporasi yang membawa alat- Korporasi yang membawa alat- Korporasi yang membawa alat- Sama dengan analisis terhadap
alat berat dan/atau alat-alat alat berat dan/atau alat-alat alat berat dan/atau alat-alat perubahan Pasal 84 ayat (3) UU
lainnya yang lazim atau patut lainnya yang lazim atau patut lainnya yang lazim atau patut 18/2013 dalam UU Cipta Kerja.
diduga akan digunakan untuk diduga akan digunakan untuk diduga akan
mengangkut hasil hutan di mengangkut hasil hutan di digunakan untuk mengangkut
dalam kawasan hutan tanpa izin dalam kawasan hutan tanpa hasil hutan di dalam
pejabat yang berwenang Perizinan Berusaha dari pejabat kawasan hutan tanpa Perizinan
sebagaimana dimaksud dalam 212 yang berwenang Berusaha dari pejabat
Pasal 12 huruf g dipidana sebagaimana dimaksud dalam yang berwenang sebagaimana
dengan pidana penjara paling Pasal 12 huruf g dikenai sanksi dimaksud dalam Pasal 12
singkat 5 (lima) tahun dan administratif berupa denda huruf g dipidana bagi:
paling lama 15 (lima belas) paling sedikit a. pengurusnya pidana penjara
tahun serta pidana denda Rp5.000.000.000,00 (lima miliar paling singkat 5
paling sedikit rupiah) dan paling banyak (lima) tahun dan paling lama 15
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar Rp15.000.000.000,00 (lima belas (lima belas) tahun
rupiah) dan paling banyak miliar rupiah). dan pidana denda paling sedikit
Rp15.000.000.000,00 (lima belas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
miliar rupiah). Pasal 85 ayat (4) rupiah) dan
Dalam hal pelaku tidak paling banyak
melaksanakan kewajiban Rp15.000.000.000,00 (lima belas
pemenuhan sanksi miliar rupiah); dan/atau
sebagaimana dimaksud pada b. korporasi dikenakan
ayat (3), dipidana dengan pemberatan 1/3 dari denda
pidana penjara paling singkat 5 pidana yang dijatuhkan.
(lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun Halaman 175
Halaman 211-212
9. Pasal 92 ayat (2) Pasal 92 ayat (3) Pasal 92 ayat (2) Disetujui 23 September 2020
Korporasi yang: Korporasi yang: Korporasi yang:
a. melakukan kegiatan a. melakukan kegiatan a. melakukan kegiatan Sama dengan analisis terhadap
perkebunan tanpa izin Menteri perkebunan tanpa Perizinan di perkebunan tanpa Perizinan di perubahan Pasal 84 ayat (3) UU
di dalam kawasan hutan dalam kawasan hutan dalam kawasan hutan 18/2013 dalam UU Cipta Kerja.
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) huruf b; Pasal 17 ayat (2) huruf b; Pasal 17 ayat (2) huruf b;
dan/atau dan/atau dan/atau
b. membawa alat-alat berat b. membawa alat-alat berat b. membawa alat-alat berat
dan/atau alat-alat lainnya yang dan/atau alat-alat lainnya yang dan/atau alat-alat lainnya yang
lazim atau patut diduga akan lazim atau patut diduga akan lazim atau patut diduga akan
digunakan untuk melakukan digunakan untuk melakukan digunakan untuk melakukan
kegiatan perkebunan dan/atau kegiatan perkebunan dan/atau kegiatan perkebunan dan/atau
mengangkut hasil kebun di mengangkut hasil kebun di mengangkut hasil kebun di
dalam kawasan hutan tanpa izin dalam kawasan hutan tanpa dalam kawasan hutan tanpa
Menteri sebagaimana dimaksud Perizinan dari Pemerintah Pusat Perizinan dari Pemerintah Pusat
dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam
dipidana dengan pidana penjara Pasal 17 ayat (2) huruf a, dikenai Pasal 17 ayat (2) huruf a,
paling singkat 8 (delapan) tahun sanksi administratif berupa dipidana dengan pidana penjara
dan paling lama 20 (dua puluh) denda paling sedikit bagi pengurusnya paling singkat
tahun serta pidana denda Rp20.000.000.000,00 (dua puluh 8 (delapan) tahun dan paling
paling sedikit Rp. miliar rupiah) dan paling banyak lama 20 (dua puluh) tahun serta
20.000.000.000,00 (dua puluh Rp50.000.000.000,00 (lima pidana denda paling sedikit
miliar rupiah) dan paling banyak puluh miliar rupiah). Rp20.000.000.000,00 (dua puluh
Rp. 50.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
puluh miliar rupiah). Pasal 92 ayat (4) Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
Dalam hal pelaku tidak miliar rupiah) dan/atau bagi
melaksanakan kewajiban korporasi dikenakan
pemenuhan sanksi pemberatan 1/3 dari denda
sebagaimana dimaksud pada pokoknya.
ayat (3), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 8 Halaman 176
(delapan) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun
Halaman 213
10. Pasal 93 ayat (3) Pasal 93 ayat (5) Pasal 93 ayat (3) Disetujui 23 September 2020
Korporasi yang: Korporasi yang: Korporasi yang: Sama dengan analisis terhadap
a. mengangkut dan/atau a. mengangkut dan/atau a. mengangkut dan/atau perubahan Pasal 84 ayat (3) UU
menerima titipan hasil menerima titipan hasil menerima titipan hasil 18/2013 dalam UU Cipta Kerja.
perkebunan yang berasal dari perkebunan yang berasal dari perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kegiatan perkebunan di dalam kegiatan perkebunan di dalam
kawasan hutan tanpa izin kawasan hutan tanpa izin kawasan hutan tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) huruf c; Pasal 17 ayat (2) huruf c; Pasal 17 ayat (2) huruf c;
b. menjual, menguasai, memiliki b. menjual, menguasai, memiliki b. menjual, menguasai, memiliki
dan/atau menyimpan hasil dan/atau menyimpan hasil dan/atau menyimpan hasil
perkebunan yang berasal dari perkebunan yang berasal dari perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kegiatan perkebunan di dalam kegiatan perkebunan di dalam
kawasan hutan tanpa izin kawasan hutan tanpa Perizinan kawasan hutan tanpa Perizinan
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) huruf d; Pasal 17 ayat (2) huruf d; Pasal 17 ayat (2) huruf d;
dan/atau dan/atau dan/atau
c. membeli, memasarkan c. membeli, memasarkan c. membeli, memasarkan
dan/atau mengolah hasil kebun dan/atau mengolah hasil kebun dan/atau mengolah hasil kebun
dari perkebunan yang berasal dari perkebunan yang berasal dari perkebunan yang berasal
dari kegiatan perkebunan di dari kegiatan perkebunan di dari kegiatan perkebunan di
dalam kawasan hutan tanpa izin dalam kawasan hutan tanpa dalam kawasan hutan tanpa
sebagaimana dimaksud dalam Perizinan sebagaimana Perizinan sebagaimana
Pasal 17 ayat (2) huruf e dimaksud dalam Pasal 17 ayat dimaksud dalam Pasal 17 ayat
dipidana dengan pidana penjara (2) huruf e (2) huruf e, dipidana dengan
paling singkat 5 (lima) tahun dikenai sanksi administratif pidana penjara bagi
dan paling lama 15 (lima belas) berupa denda paling sedikit pengurusnya paling singkat 5
tahun serta pidana denda Rp5.000.000.000,00 (lima miliar (lima) tahun dan paling lama 15
paling sedikit Rp. rupiah) dan paling banyak (lima belas) tahun dan/atau
5.000.000.000,00 (lima miliar Rp15.000.000.000,00 (lima belas pidana denda paling sedikit
rupiah) dan paling banyak Rp. miliar rupiah). (6) Dalam hal Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
15.000.000.000,00 (lima belas pelaku tidak melaksanakan rupiah) dan paling banyak
miliar rupiah). kewajiban pemenuhan sanksi Rp15.000.000.000,00 (lima belas
sebagaimana dimaksud pada miliar rupiah) dan/atau
ayat (5), dipidana dengan korporasi dikenakan
pidana penjara paling singkat 5 pemberatan 1/3 dari denda
(lima) tahun dan paling lama 15 pidana yang dijatuhkan.
(lima belas) tahun.
Halaman 177-178
Pasal 93 ayat (6)
Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan kewajiban
pemenuhan sanksi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun.
Halaman 215
11. Pasal 96 ayat (2) Pasal 96 ayat (2) Pasal 96 ayat (2) Disetujui 23 September 2020
Korporasi yang: Korporasi yang: Korporasi yang: Sama dengan analisis terhadap
a. memalsukan surat izin a. memalsukan Perizinan a. memalsukan Perizinan perubahan Pasal 84 ayat (3) UU
pemanfaatan hasil hutan kayu Berusaha terkait pemanfaatan Berusaha terkait pemanfaatan 18/2013 dalam UU Cipta Kerja.
dan/atau penggunaan kawasan hasil hutan kayu dan/atau hasil hutan kayu dan/atau
hutan sebagaimana dimaksud penggunaan kawasan hutan penggunaan kawasan hutan
dalam Pasal 24 huruf a; sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam
b. menggunakan surat izin palsu Pasal 24 huruf a; Pasal 24 huruf a;
pemanfaatan hasil hutan kayu b. menggunakan Perizinan b. menggunakan Perizinan
dan/atau penggunaan kawasan Berusaha terkait pemanfaatan Berusaha terkait pemanfaatan
hutan sebagaimana dimaksud hasil hutan kayu palsu dan/atau hasil hutan kayu palsu dan/atau
dalam Pasal 24 huruf b; penggunaan kawasan hutan penggunaan kawasan hutan
dan/atau sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam
c. memindahtangankan atau Pasal 24 huruf b; dan/atau Pasal 24 huruf b; dan/atau
menjual izin yang dikeluarkan c. memindahtangankan atau c. memindahtangankan atau
oleh pejabat yang berwenang menjual Perizinan Berusaha menjual Perizinan Berusaha
kecuali dengan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam
Menteri sebagaimana dimaksud Pasal 24 huruf c, Pasal 24 huruf c,
dalam Pasal 24 huruf c dipidana dipidana dengan pidana dipidana bagi:
dengan pidana penjara paling penjara paling singkat 5 (lima) 1. pengurusnya dipidana dengan
singkat 5 (lima) tahun dan tahun dan paling lama 15 (lima pidana penjara paling singkat 5
paling lama 15 (lima belas) belas) tahun serta pidana (lima) tahun dan paling lama 15
tahun serta pidana denda denda paling sedikit (lima belas) tahun serta pidana
paling sedikit Rp. Rp5.000.000.000,00 (lima miliar denda paling sedikit
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp. Rp15.000.000.000,00 (lima belas rupiah) dan paling banyak
15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah). miliar rupiah).
Halaman 216-217 2. korporasi dikenakan
pemberatan 1/3 dari denda
pidana yang dijatuhkan.
Halaman 178-179
UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
Penjelasan Umum:
Catatan utama dalam sektor perkebunan adalah pengaturan lebih lanjut kewajiban memiliki Amdal, analisis risiko, dan sarana prasarana
penanggulangan karhutla dalam PP. Di satu sisi kekuatan PP tentu lebih lemah dari UU karena tidak dapat memberikan sanksi pidana apabila
kewajiban yang diatur tidak dipenuhi. Di sisi lain, penilaian atas perubahan tersebut juga tidak dapat dilakukan sekarang karena masih harus
menunggu PP tersebut terbit. Catatan lainnya adalah mengenai pengembalian beberapa pasal yang dalam RUU CK Draft Februari dihapus,
namun akhirnya dikembalikan lagi dalam UU Cipta Kerja, seperti larangan pemindahan hak atas tanah, kewajiban mengusahakan lahan dalam
jangka waktu tertentu setelah mendapatkan izin, dan pengaturan mengenai fasilitasi kebun masyarakat (plasma) 20%.
1. Pasal 14 ayat (2) Pasal 14 ayat (2) Pasal 14 Ayat (2) Disetujui pada 25 Agustus 2020
Penetapan batasan luas Ketentuan lebih lanjut Penetapan batasan luas Dalam rapat panja 25 Agustus
sebagaimana dimaksud pada mengenai penetapan sebagaimana dimaksud pada 2020 terdapat perdebatan apakah
ayat (1) harus batasan luas diatur dengan ayat (1) harus sebaiknya ketentuan ini diatur
mempertimbangkan: Peraturan Pemerintah. mempertimbangkan: dalam UU atau PP. Mayoritas
a. jenis tanaman; a. jenis tanaman; fraksi memandang ketentuan ini
b. ketersediaan lahan yang Halaman 142-143 b. ketersediaan lahan yang harus tetap diatur dalam UU
sesuai secara agroklimat; sesuai secara agroklimat; supaya tidak terjadi fleksibilitas
c. modal; c. modal; atau pengaturan tersembunyi
d. kapasitas pabrik; d. kapasitas pabrik; yang tidak melindungi
e. tingkat kepadatan penduduk; e. tingkat kepadatan penduduk; masyarakat. Akhirnya disepakati
f. pola pengembangan usaha; f. pola pengembangan usaha; untuk reformulasi dan UU Cipta
g. kondisi geografis g. kondisi geografis; Kerja mengembalikan ketentuan
h. perkembangan teknologi; h. perkembangan teknologi; ini seperti semula pada UU
dan i. pemanfaatan lahan dan/atau 39/2014.
berdasarkan fungsi ruang i. pemanfaatan lahan
sesuai dengan ketentuan berdasarkan fungsi ruang sesuai
peraturan perundang- dengan ketentuan peraturan
undangan di bidang tata ruang. perundang-undangan di bidang
tata ruang.
Halaman 120
Perusahaan Perkebunan Ketentuan Pasal 15 dihapus Perusahaan perkebunan yang Hak atas tanah yang diberikan
dilarang memindahkan hak atas melakukan kegiatan kemitraan dalam bentuk izin yang juga
tanah Usaha Perkebunan yang Halaman 143 atau inti plasma dilarang merupakan suatu bentuk KTUN,
mengakibatkan terjadinya memindahkan hak atas tanah seharusnya bersifat konkret,
satuan usaha yang kurang dari Usaha Perkebunan yang individual, dan final. Penghapusan
luas minimum sebagaimana mengakibatkan terjadinya ketentuan dalam RUU CK Draft
dimaksud dalam Pasal 14. satuan usaha yang kurang dari Februari akan membuat tidak
luas minimum sebagaimana jelas sifat izin yang individual dan
dimaksud dalam Pasal 14. sejak awal diberikan kepada
entitas tertentu sesuai ketentuan
Halaman 120 tentunya tidak dapat seenaknya
dipindahkan tanpa seizin pemberi
izin.
3. Pasal 16 ayat (1) Pasal 16 Pasal 16 ayat (1) Disetujui pada 26 Agustus 2020,
kembali ke UU eksisting
Perusahaan Perkebunan wajib Ketentuan Pasal 16 dihapus. Perusahaan Perkebunan wajib
mengusahakan Lahan mengusahakan Lahan Kembalinya ketentuan Pasal 16
Perkebunan: Halaman 143 Perkebunan: patut disambut baik setelah
a. paling lambat 3 (tiga) tahun a. paling lambat 2 (dua) tahun sebelumnya dihapus dalam RUU
setelah pemberian status hak setelah pemberian status hak CK Draft Februari. Ketentuan ini
atas tanah, Perusahaan atas tanah, Perusahaan memaksa pelaku usaha untuk
Perkebunan wajib Perkebunan wajib tidak menelantarkan lahan yang
mengusahakan Lahan mengusahakan Lahan telah diberikan kepadanya untuk
Perkebunan paling sedikit 30% Perkebunan paling sedikit 30% dikelola dan segera
(tiga puluh perseratus) dari luas (tiga puluh perseratus) dari luas mengusahakan lahan
hak atas tanah; dan hak atas tanah; dan perkebunannya sesuai dengan
b. paling lambat 6 (enam) tahun b. paling lambat 6 (enam) tahun IUP dan HGU yang telah
setelah pemberian status hak setelah pemberian status hak dimilikinya.20
atas tanah, Perusahaan atas tanah, Perusahaan
Perkebunan wajib Perkebunan wajib Jika kewajiban ini tidak
mengusahakan seluruh luas hak mengusahakan seluruh luas hak dilaksanakan oleh pelaku usaha,
atas tanah yang secara teknis atas tanah yang secara teknis maka lahan perkebunan tersebut
dapat ditanami Tanaman dapat ditanami Tanaman harus segera dikembalikan ke
Perkebunan. Perkebunan negara agar dapat diberikan dan
dimanfaatkan oleh masyarakat
Ayat (2) yang lebih membutuhkan,
Jika Lahan Perkebunan tidak Ayat (2) misalnya melalui skema reforma
diusahakan sesuai dengan Jika Lahan Perkebunan tidak agraria.
ketentuan sebagaimana diusahakan sesuai dengan
dimaksud pada ayat (1), bidang ketentuan sebagaimana
Tanah Perkebunan yang belum dimaksud pada ayat (1), bidang
diusahakan diambil alih oleh Tanah Perkebunan yang belum
negara sesuai dengan diusahakan diambil alih oleh
ketentuan peraturan negara sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan peraturan perundang-
undangan.
Halaman 121
4. Pasal 58 ayat (1) Pasal 58 ayat (1) Pasal 58 ayat (1) Tidak dapat dipastikan kapan
Pasal ini disetujui karena status
Perusahaan Perkebunan yang Perusahaan Perkebunan yang Perusahaan Perkebunan yang terakhirnya pembahasan
memiliki izin Usaha Perkebunan melakukan kegiatan usaha mendapatkan Perizinan dipending
atau izin Usaha Perkebunan perkebunan dan kegiatan usaha Berusaha untuk budi daya yang
untuk budi daya wajib perkebunan budidaya wajib seluruh atau sebagian lahannya Dalam proses pembahasan,
memfasilitasi pembangunan memfasilitasi pembangunan berasal dari: terdapat perbedaan pendapat
kebun masyarakat sekitar paling kebun masyarakat . a. area penggunaan lain yang antara DPR dengan Pemerintah
rendah seluas 20% (dua puluh berada di luar hak guna usaha; mengenai sumber penghitungan
perseratus) dari total luas areal Halaman 146 dan/atau 20% dan menggunakan lahan
kebun yang diusahakan oleh b. areal yang berasal dari apa. Perubahan dalam Draft RUU
Perusahaan Perkebunan. pelepasan kawasan hutan, wajib Cipta Kerja menurut Pemerintah
memfasilitasi pembangunan didasarkan pada ketiadaan lahan
kebun masyarakat sekitar, di sekitar wilayah izin. Hal ini
seluas 20% (dua puluh persen) dipermasalahkan oleh beberapa
dari luas lahan tersebut. anggota fraksi yang menilai
bahwa seharusnya 20% diambil
Halaman 125 dari wilayah izin.
5. Pasal 67 ayat (1) Pasal 67 ayat (1) Pasal 67 ayat (1) Disetujui pada 26 Agustus 2020
Setiap Pelaku Usaha Setiap Pelaku Usaha Setiap Pelaku Usaha Pasal yang mengatur syarat
Perkebunan wajib memelihara Perkebunan wajib memelihara Perkebunan wajib memelihara perolehan Perizinan Berusaha
kelestarian fungsi lingkungan kelestarian fungsi lingkungan kelestarian fungsi lingkungan tidak lagi memuat kewajiban
hidup hidup. hidup. membuat Amdal/UKL-UPL,
analisis risiko, dan pernyataan
Ayat (2) Ayat (2) Ayat (2) kesanggupan penyediaan sarana
Kewajiban memelihara Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai prasarana penanggulangan
kelestarian fungsi lingkungan mengenai kewajiban kewajiban memelihara kebakaran hutan dan lahan
hidup sebagaimana dimaksud memelihara kelestarian diatur kelestarian lingkungan hidup sebagai syarat, melainkan hanya
pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada menyebutkan akan mengatur
dengan ketentuan peraturan ayat (1) diatur dengan Peraturan lebih lanjut pada PP.
perundang-undangan Halaman 147 Pemerintah
Pengaturan dalam PP dinilai lebih
Ayat (3) Halaman 126 lemah dibandingkan UU. Selain
Untuk memelihara kelestarian karena hanya dibuat oleh satu
fungsi lingkungan hidup pihak saja yaitu pemerintah, PP
sebagaimana dimaksud pada juga tidak dapat memuat sanksi
ayat (1), sebelum memperoleh pidana untuk pelanggaran berat
izin Usaha Perkebunan, yang merugikan publik. Dalam hal
Perusahaan Perkebunan harus: ini salah satu perhatian adalah
a. membuat analisis mengenai pada penyediaan sarana
dampak lingkungan hidup prasarana penanggulangan
atau upaya pengelolaan kebakaran hutan yang hampir
lingkungan hidup dan upaya setiap tahun terjadi di Indonesia.
pemantauan lingkungan
hidup Memang kewajiban ini mungkin
b. memiliki analisis dan tidak serta merta hilang, karena
manajemen risiko bagi yang masih harus menunggu terbitnya
menggunakan hasil rekayasa PP tersebut. Tapi yang jelas
genetik; dan terdapat pelemahan dengan
c. membuat pernyataan mengaturnya dalam PP dan
kesanggupan untuk bukannya dalam UU.
menyediakan sarana,
prasarana, dan sistem
tanggap darurat yang
memadai untuk
menanggulangi terjadinya
kebakaran
Ayat (4)
Setiap Perusahaan Perkebunan
yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditolak
permohonan izin usahanya
Setelah memperoleh izin usaha Ketentuan Pasal 68 dihapus. Ketentuan Pasal 68 dihapus. Penghapusan ketentuan ini
perkebunan sebagaimana tentunya masih sejalan dengan
dimaksud dalam Pasal 67 ayat Halaman 148 Halaman 126 alasan pengubahan Pasal 67 yang
(3), Pelaku Usaha Perkebunan telah dibahas sebelumnya.
wajib menerapkan: Dengan dalih akan mengaturnya
a. analisis mengenai dampak dalam PP, maka ketentuan ini
lingkungan hidup atau upaya dihapus. Dengan demikian
pengelolaan lingkungan hidup penilaian terhadap kewajiban
dan upaya pemantauan yang nantinya harus dilakukan
lingkungan hidup; masih akan menunggu terbitnya
b. analisis risiko lingkungan PP sama seperti ketentuan Pasal
hidup; dan 67.
c. pemantauan lingkungan
hidup
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Penjelasan Umum:
Secara umum, ketentuan yang berubah dalam UU Penataan Ruang lebih banyak terkait dengan relaksasi dalam prosedur penyelenggaraan
penataan ruang. Relaksasi ini utamanya ditujukan untuk mengakomodasi kebijakan nasional yang bersifat strategis. Sayangnya, tidak dijelaskan
apa yang dimaksud atau bagaimana lingkup kebijakan nasional yang bersifat strategis yang dapat mempengaruhi penyelenggaraan penataan
ruang tersebut. Hal ini dikhawatirkan akan mereduksi peran instrumen tata ruang sebagai instrumen pencegahan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup, serta instrumen untuk memastikan terselenggaranya pembangunan berkelanjutan.
1. Pasal 6 ayat (5) Pasal 6 ayat (5) Pasal 6 ayat (8) Disetujui dalam Rapat Panja RUU
Cipta Kerja pada 22 Juli 2020
Tidak ada ketentuan Dalam hal terjadi tumpang Dalam hal terjadi
tindih antara rencana tata ketidaksesuaian antara pola Permasalahan dari ketentuan ini
ruang dengan kawasan hutan, ruang rencana tata ruang adalah tidak dijelaskannya
izin dan/atau hak atas tanah, dengan kawasan hutan, izin panduan umum atau safeguard
penyelesaian tumpang tindih dan/atau hak atas tanah, terkait cara penyelesaian
tersebut diatur dalam penyelesaian ketidaksesuaian ketidaksesuaian yang akan diatur
Peraturan Presiden tersebut diatur dalam Peraturan dalam Peraturan Pemerintah.
Pemerintah Saat ini, jika terdapat
Halaman 20 ketidaksesuaian antara kawasan
Halaman 17 hutan dengan rencana tata ruang,
maka kawasan tersebut akan
dijadikan sebagai holding zone
(lihat Inpres No. 8 Tahun 2013).
Selain itu, jika terdapat
ketidaksesuaian antara izin
dengan tata ruang, maka akan
diberikan grace period agar izin
tersebut dapat menyesuaikan
dengan tata ruang.
Halaman 19
4. (Tidak ada ketentuan pasal ini) Pasal 14A ayat (1) Pasal 14A ayat (1) Disetujui dalam Rapat Panja RUU
Cipta Kerja pada 22 Juli 2020
Pelaksanaan penyusunan Pelaksanaan penyusunan
rencana tata ruang rencana tata ruang sebagaimana Pada dasarnya, kelemahan pasal
sebagaimana dimaksud dalam dimaksud dalam Pasal 14 ini adalah adanya pernyataan
pasal 14 dilakukan dengan dilakukan dengan bahwa “Pelaksanaan penyusunan
tetap memperhatikan aspek memperhatikan: rencana tata ruang dilakukan
daya dukung dan daya tampung a. daya dukung dan daya dengan memperhatikan aspek
lingkungan hidup yang disusun tampung lingkungan hidup dan daya dukung dan daya tampung
dalam suatu kajian lingkungan kajian lingkungan hidup lingkungan dan KLHS”. Kata
hidup strategis serta kesesuaian strategis; “memperhatikan” tidak memiliki
ketelitian peta rencana tata b. kedetailan informasi tata daya paksa yang kuat. Hal ini
ruang ruang yang akan disajikan serta secara gramatikal dapat
kesesuaian ketelitian peta ditafsirkan bahwa KLHS hanya
Pasal 14A ayat (2) rencana tata ruang. sebagai suatu dokumen yang
Penyusunan kajian lingkungan perlu diperhatikan dalam
strategis sebagaimana Pasal 14A Ayat (2) penyusunan RTRW dan bukan
dimaksud pada ayat (1) Penyusunan kajian lingkungan menjadikan suatu kewajiban
dilakukan melalui analisis daya hidup strategis sebagaimana untuk mendasari RTRW dengan
dukung dan daya tampung dimaksud pada ayat (1) huruf a KLHS.
lingkungan hidup dalam proses dilakukan dalam proses
penyusunan rencana tata ruang. penyusunan rencana tata ruang. Padahal perlu untuk diperhatikan
bahwa tata ruang merupakan
Pasal 14A Ayat (3) Pasal 14A Ayat (3) salah satu bagian instrumen
Pemenuhan kesesuaian Pemenuhan kesesuaian pencegahan pencemaran dan
ketelitian peta rencana tata ketelitian peta rencana tata perusakan lingkungan hidup.
ruang sebagaimana dimaksud ruang sebagaimana dimaksud Pencantuman tata ruang sebagai
pada ayat (1) dilakukan melalui pada ayat (1) huruf b dilakukan instrumen pencegahan ini adalah
penyusunan peta rencana tata melalui penyusunan peta untuk menegaskan keterkaitan
ruang berdasarkan peta rencana tata ruang di atas Peta antara perlindungan lingkungan
Rupabumi Indonesia Dasar. hidup dengan penataan ruang.
Yang mana salah satu bentuk
Pasal 14A Ayat (4) Pasal 14A Ayat (4) implementasinya adalah dengan
Dalam hal peta Rupabumi (4) Dalam hal Peta Dasar melandasi perencanaan penataan
Indonesia sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ruang dengan KLHS.21
dimaksud pada ayat (3) tidak ayat (3) belum tersedia,
tersedia, penyusunan rencana penyusunan rencana tata ruang Selain itu, dalam ayat (2) pasal ini,
tata ruang mempergunakan: dilakukan dengan menggunakan dijelaskan bahwa penyusunan
a. peta format digital dengan Peta Dasar lainnya. KLHS dilakukan dalam proses
ketelitian detail informasi sesuai penyusunan rencana tata ruang.
dengan skala perencanaan Seharusnya, penyusunan KLHS
rencana tata ruang; dan/atau Halaman 20-21 tidak hanya dilakukan pada saat
b. peta tematik pertanahan. proses penyusunan, namun juga
pada saat proses evaluasi rencana
Halaman 23-24 tata ruang (lih: pasal 2 PP No. 46
Tahun 2016 tentang Kajian
Lingkungan Hidup Strategis)
5. Pasal 17 ayat (1) Pasal 17 ayat (5) Pasal 17 ayat (5) Disetujui dalam Rapat Panja RUU
Cipta Kerja pada 22 Juli 2020.
Dalam rangka pelestarian Dalam rangka pelestarian Dalam rangka pelestarian
lingkungan sebagaimana lingkungan sebagaimana lingkungan sebagaimana Pasal ini tetap, tidak ada
dimaksud pada ayat (4), dalam dimaksud pada ayat (4), pada dimaksud pada ayat (4), pada perubahan dari yang diusulkan
rencana tata ruang wilayah rencana tata ruang wilayah rencana tata ruang wilayah dalam RUU Cipta Kerja versi
ditetapkan kawasan hutan ditetapkan luas kawasan hutan ditetapkan luas kawasan hutan Februari 2020
paling sedikit 30 (tiga puluh) dan penutupan hutan untuk dan penutupan hutan untuk
persen dari luas daerah aliran setiap pulau, DAS, provinsi, setiap pulau, DAS, provinsi, Pada dasarnya, penghilangan
sungai. kabupaten/kota, berdasarkan kabupaten/kota, berdasarkan minimal 30% kawasan hutan
kondisi biogeofisik, iklim, kondisi biogeofisik, iklim, dalam DAS pada rencana tata
penduduk, dan keadaan sosial penduduk, dan keadaan sosial ruang dikhawatirkan dapat
ekonomi masyarakat setempat. ekonomi masyarakat setempat. meningkatkan alih fungsi kawasan
hutan dalam proses perencanaan
Halaman 25 Halaman 21 ruang. Adapun
pada proses pembahasan,
perdebatan terjadi antara para
fraksi yang tidak menghendaki
ketentuan 30% tersebut untuk
dihapus dan tim pemerintah yang
menghendaki penghapusan
ketentuan tersebut dengan alasan
bahwa perlu adanya pembedaan
ketentuan minimum yang
menyesuaikan karakteristik setiap
provinsi, sehingga tidak dapat
dipukul rata.
6. Pasal 20 ayat (5) Pasal 20 ayat (5) Pasal 20 ayat (5) Pasal ini disetujui Panja pada 23
Juli 2020
Dalam kondisi lingkungan Peninjauan kembali rencana Peninjauan kembali rencana tata
strategis tertentu yang tata ruang dapat dilakukan ruang dapat dilakukan lebih dari Pasal ini tetap, tidak ada
berkaitan dengan bencana alam lebih dari 1 (satu) kali dalam 1 (satu) kali dalam periode 5 perubahan dari yang diusulkan
skala besar yang ditetapkan periode 5 (lima) tahun apabila (lima) tahun apabila terjadi dalam RUU Cipta Kerja versi
dengan peraturan perundang- terjadi perubahan lingkungan perubahan lingkungan strategis Februari 2020
undangan dan/atau perubahan strategis berupa: berupa:
batas teritorial negara yang Naskah Akademik RUU Cipta Kerja
ditetapkan dengan Undang- (a) bencana alam skala besar (a) bencana alam skala besar menjelaskan bahwa
Undang, Rencana Tata Ruang yang ditetapkan dengan yang ditetapkan dengan dimasukkannya “Perubahan
Wilayah Nasional ditinjau Peraturan Perundang Peraturan Perundang undangan; kebijakan nasional yang bersifat
kembali lebih dari 1 (satu) kali undangan; (b) perubahan batas teritorial strategis” sebagai salah satu
dalam 5 (lima) tahun. (b) perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan alasan untuk melakukan
negara yang ditetapkan dengan undang-undang; peninjauan kembali Rencana Tata
undang-undang; (c) perubahan batas wilayah Ruang diperlukan karena
(c) perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan penyusun RUU melihat tata ruang
daerah yang ditetapkan dengan undang-undang; dan merupakan salah satu hambatan
undang-undang; dan (d) perubahan kebijakan dalam mengakomodasi kebijakan
(d) perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis. nasional yang bersifat strategis.
nasional yang bersifat strategis. Sayangnya, tidak dijelaskan apa
Halaman 22 yang dimaksud dengan
Halaman 27 perubahan kebijakan nasional
yang bersifat strategis tersebut,
sehingga hal ini membuka ruang
penafsiran yang luas terkait
kebijakan-kebijakan nasional yang
bersifat strategis tersebut.
7. Pasal 23 ayat (5) Pasal 23 ayat (5) Pasal 23 ayat (5) Pasal ini disetujui Panja pada 23
Juli 2020
Dalam kondisi lingkungan Peninjauan kembali RTRW Peninjauan kembali RTRW
strategis tertentu yang Provinsi dapat dilakukan lebih Provinsi dapat dilakukan lebih Pasal ini tetap, tidak ada
berkaitan dengan bencana alam dari 1 (satu) kali dalam periode dari 1 (satu) kali dalam periode 5 perubahan dari yang diusulkan
skala besar yang ditetapkan 5 (lima) tahun apabila terjadi (lima) tahun apabila terjadi dalam RUU Cipta Kerja versi
dengan peraturan perundang- perubahan lingkungan strategis perubahan lingkungan strategis Februari 2020.
undangan dan/atau perubahan berupa: berupa:
batas teritorial negara dan/atau Untuk catatan sama seperti pasal
wilayah provinsi yang a. bencana alam skala e. bencana alam skala 20
ditetapkan dengan Undang- besar yang ditetapkan besar yang ditetapkan
Undang, rencana tata ruang dengan peraturan dengan peraturan
wilayah provinsi ditinjau perundang-undangan; perundang-undangan;
kembali lebih dari 1 (satu) kali b. Perubahan batas f. Perubahan batas
dalam 5 (lima) tahun teritorial negara yang teritorial negara yang
ditetapkan dengan UU; ditetapkan dengan UU;
c. Perubahan batas g. Perubahan batas wilayah
wilayah daerah yang daerah yang ditetapkan
ditetapkan dengan dengan undang-undang;
undang-undang; dan dan
d. Perubahan kebijakan Perubahan kebijakan nasional
nasional yang bersifat yang bersifat strategis
strategis
Halaman 24
Halaman 29-30
8. Pasal 26 ayat (6) Pasal 26 ayat (6) Pasal 26 ayat (6) Pasal ini disetujui Panja pada 23
Juli 2020
Dalam kondisi lingkungan Peninjauan kembali RTRW Peninjauan kembali RTRW
strategis tertentu yang kabupaten dapat dilakukan kabupaten dapat dilakukan lebih Pasal ini tetap, tidak ada
berkaitan dengan bencana alam lebih dari 1 (satu) kali dalam dari 1 (satu) kali dalam periode 5 perubahan dari yang diusulkan
skala besar yang ditetapkan periode 5 (lima) tahun apabila (lima) tahun apabila terjadi dalam RUU Cipta Kerja versi
dengan peraturan terjadi perubahan lingkungan perubahan lingkungan strategis Februari 2020.
perundangundangan dan/atau strategis berupa: berupa:
perubahan batas teritorial (a) bencana alam skala (a) bencana alam skala Catatan sama seperti Pasal 20
negara, wilayah provinsi, besar yang ditetapkan besar yang ditetapkan
dan/atau wilayah kabupaten dengan peraturan dengan peraturan
yang ditetapkan dengan perundang-undangan; perundang-undangan;
Undang-Undang, rencana tata (b) perubahan batas (b) perubahan batas
ruang wilayah kabupaten teritorial negara yang teritorial negara yang
ditinjau kembali lebih dari 1 ditetapkan dengan ditetapkan dengan
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Undang-Undang; Undang-Undang;
(c) perubahan batas (c) perubahan batas wilayah
wilayah daerah yang daerah yang ditetapkan
ditetapkan dengan dengan Undang-Undang;
Undang-Undang; dan dan
(d) perubahan kebijakan (d) perubahan kebijakan
nasional yang bersifat nasional yang bersifat
strategis. strategis.
Halaman 32 Halaman 27
9. Pasal 34A Pasal 34A ayat (1) Pasal 34A ayat (1) Adanya ketentuan pasal ini
menandakan bahwa rekomendasi
(Tidak ada pasal ini) Dalam hal terdapat perubahan Dalam hal terdapat perubahan kesesuaian kegiatan pemanfaatan
kebijakan nasional yang bersifat kebijakan nasional yang bersifat ruang dari Pemerintah Pusat
strategis sebagaimana strategis sebagaimana dimaksud dapat dijadikan sebagai landasan
dimaksud dalam Pasal 21 ayat dalam Pasal 21 ayat (5) huruf d, pemanfaatan ruang meskipun
(5) huruf d, Pasal 23 ayat (5) Pasal 23 ayat (5) huruf d, dan belum ada di dalam rencana tata
huruf d, dan Pasal 26 ayat (6) Pasal 26 ayat (6) huruf d belum ruang dan/atau rencana zonasi.
huruf d belum dimuat dalam dimuat dalam rencana tata Hal ini dikhawatirkan bahwa
rencana tata ruang dan/atau ruang dan/atau rencana zonasi, terdapat pemanfaatan ruang yang
rencana zonasi, pemanfaatan pemanfaatan ruang tetap dapat tidak dilakukan sesuai dengan
ruang tetap dapat dilaksanakan. dilaksanakan. perencanaan ruang serta KLHS.
Padahal, seperti yang telah
Pasal 34A Ayat (2) Pasal 34A Ayat (2) dijelaskan sebelumnya bahwa
keterkaitan antara instrumen tata
Pelaksanaan kegiatan Pelaksanaan kegiatan ruang dengan instrumen
pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang perlindungan dan pengelolaan
sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada lingkungan hidup adalah dengan
ayat (1) dilakukan dengan atau ayat (1), dapat dilakukan setelah menjadikan KLHS sebagai dasar
tanpa rekomendasi mendapat rekomendasi dalam perencanaan ruang.24
pemanfaatan ruang dari kesesuaian kegiatan Selain itu, Direktur Pemanfaatan
Pemerintah Pusat pemanfaatan ruang dari Ruang Kementerian ATR dalam
Pemerintah Pusat. Diskusi Teknis Elaborasi Rencana
Halaman 33 Kerja Pemerintah Tahun 2021 (1
Halaman 28 Juli 2020) juga telah
menyampaikan rekomendasinya
bahwa sebaiknya penerbitan
rekomendasi pemanfaatan ruang
dapat dikurangi25. Hal ini agar
pemanfaatan ruang dapat
dioptimalkan dengan mengacu
pada rencana tata ruang,
sehingga terdapat keterpaduan
antara rencana pembangunan
dengan rencana tata ruang.
Penjelasan Umum:
UU Cipta Kerja mengembalikan ketentuan terkait dengan otonomi daerah dan memberikan kewenangan secara atribusi kepada Pemerintah
Daerah. Hal ini merubah usulan ketentuan yang ada di dalam RUU Cipta Kerja versi Februari 2020 yang menghapus kewenangan Pemerintah
Daerah secara keseluruhan. Sekalipun begitu, ketentuan terkait ketenagalistrikan dalam UU Cipta Kerja juga masih memiliki beberapa masalah,
umumnya terkait dengan partisipasi publik dalam proses perencanaan, ketentuan mengenai local content, hingga pengawasan DPR yang
dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap usaha transisi energi Indonesia.
Halaman 203
Halaman 203-204
B
erdasarkan analisis di atas beberapa temuan terhadap masalah dan potensi
masalah lebih banyak dibandingkan temuan positif. Karenanya, kesimpulan yang
dapat ditarik adalah:
106
3. Berkaitan dengan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan, permasalahan utama terdapat pada
perumusan sanksi adminsitrasi dan pidana yang kurang tepat.
107
Narahubung
Raynaldo Sembiring • +62 813 7667 0167 • raynaldosembiring@icel.or.id
Isna Fatimah • +62 813 1923 0279 • isna@icel.or.id
info@icel.or.id