Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi kesehatan (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat


fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan.
Definisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera yang positif,
bukan sekedar keadaan tanpa penyakit. Seseorang dapat bertanggung jawab dan
berfungsi dengan efektif dalam kehidupannya serta memiliki kepuasan dengan
hubungan interpersonal jika memiliki kesejahteraan fisik, sosial, maupun emosional
(Videbeck, 2008).
Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya (Yosep, 2007). Seseorang dikatakan memiliki keseimbangan jiwa jika
dapat menjalankan fungsi individual, interpersonal, dan sosial secara
berkesinambungan. Adanya ketidakpuasan dengan karakteristik pribadi, hubungan
tidak efektif terhadap peristiwa kehidupan atau perilaku menyimpang dari budaya
dapat menjadi indikasi suatu gangguan jiwa (Videbeck, 2008).
Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna
yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada
satu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2011). Menurut Yosep (dalam
Daimayanti, 2010) gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental yang meliputi
gangguan jiwa dan sakit jiwa. Seseorang yang mengalami gangguan jiwa masih
mengetahui dan merasakan kesulitannya, serta kepribadiannya tidak jauh dari realitas
dan masih hidup dalam alam kenyataan. Sedangkan orang yang terkena sakit jiwa
tidak memahami kesulitannya, kepribadiaanya dari segi tanggapan, perasaan, dan
dorongan motivasinya sangat terganggu. Orang tersebut hidup jauh dari alam
kenyataan.
Menurut hasil studi Bank Dunia WHO menunjukkan bahwa beban yang
ditimbulkan gangguan jiwa sangat besar, dimana terjadi global burden of disease
akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1 %. Angka ini lebih tinggi dari TBC
(7,2%), kanker (5,8%), penyakit jantung (4,4%), dan malaria (2,6%) (Simanjuntak
dan Daulay, 2006).
Berdasarkan data kependudukan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, dari
387.813 jumlah penduduk Kota Yogyakarta, 32.033 atau 8,25 persen diantaranya
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Terdiri dari 30.676 orang gangguan mental
emosional, dan 1.357 orang ganguan jiwa berat. Namun, khusus bagi yang
mengalami gangguan jiwa berat, dari pendataang RSJ Grahasia Yogyakarta tahun

1
2012, hanya menemukan 568 orang atau 41,86 persen dari jumlah yang ada. Sehingga
masih ada 789 orang atau 58,14 persen yang belum diketahui (Setyawan, 2013).
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia.
Skizofrenia adalah suatu sindrom yang mempengaruhi otak dan menyebabkan
timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu.
Insiden puncak awitannya adalah 15 sampai 25 tahun untuk pria dan 25 sampai 35
tahun untuk wanita. Prevalensi skizofrenia diperkirakan sekitar 1% dari seluruh
penduduk. Di Amerika Serikat angka tersebut menggambarkan bahwa hampir tiga
juta penduduk yang sedang, telah, atau akan terkena gangguan tesebut. Insiden dan
prevalensi seumur hidup secara kasar sama di seluruh dunia (Videbeck, 2008).
Gejala yang sering muncul pada skizofrenia adalah halusinasi dimana gejala ini
mencapai 70% dari seluruh gejala yang ada. Halusinasi didefinisikan hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal atau pikiran dan
rangsangan eksternal atau dunia luar. Seseorang memberi persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah suatu proses yang berkaitan erat dengan kepribadian
seseorang, karena itu halusinasi selalu dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman
psikologi seseorang. Misalnya seseorang yang mengalami stres, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Hal ini dapat mempengaruhi
perilaku menjadi maladaptif seperti suka menyendiri, tertawa sendiri, dan respon
verbal yang lambat. Apabila hal tersebut berkelanjutan, seseorang akan menjadi
terbiasa dikendalikan halusinasinya dan tidak mampu mematuhi perintah, bahkan
dalam fase yang lebih buruk, orang yang mengalami halusinasi dapat berpotensi
menjadi perilaku kekerasan bahkan bunuh diri (Kusumawati, 2010).
Data rekam medik di RSJD Surakarta menunjukan pasien pada tahun 2012
diantaranya rawat jalan 26.449 klien, rawat inap 2.906 klien, dari rawat inap yang
mengidap penyakit skizofrenia 2.233 klien, laki-laki 1.495 (66,9%) perempuan 738
(33,1%) (Yosep, 2012). Berdasarkan laporan periode bulan April 2013, pasien yang
dirawat di ruang Abimanyu RSJD Surakarta di dapatkan dari 32 klien yang
mengalami gangguan jiwa terdapat 16 klien yang mengalami gangguan persepsi
sensori: halusinasi yang rata-rata berumur antara 23 tahun sampai 65 tahun.

B. Tujuan

Penulis dapat memperoleh gambaran dan pengalaman belajar secara nyata serta
dapat mengelola pasien dan penerapan diagnosa keperawatan secara komprehensif
pada pasien dengan gangguan kejiwaan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikososial, dan
spiritual (Direja, 2011).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah dari data pengkajian yang
digunakan untuk mengarahkan perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan
(Damayanti, 2012).
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan
khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian
permasalahan dari diagnosa tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian
tujuan khusus telah dicapai (Direja, 2011).
Menurut Stuart (2001, dalam Direja, 2011), tujuan khusus berfokus pada
penyelesaian etiologi dari diagnosa tersebut. Tujuan khusus merupakan rumusan
kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan ini dapat bervariasi
sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien. Umumnya, kemampuan klien pada
tujuan khusus dapat dibagi menjadi tiga aspek yaitu kemampuan kognitif yang
diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosa keperawatan, kemampuan
psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat teratasi dan kemampuan afektif yang
perlu dimiliki agar klien percaya pada kemampuan menyelesaikan masalah.
4. Implementasi
Implementasi merupakan standar dari standar asuhan yang berhubungan dengan
aktivitas keperawatan profesional yang dilakukan oleh perawat, dimana implementasi
dilakukan pada pasien, keluarga dan komunitas berdasarkan rencana keperawatan
yang dibuat (Damayanti, 2012).
5. Evaluasi
Menurut Kurniawati (2004, dalam Nurjanah, 2005), Evaluasi adalah proses
yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien.
Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai berikut: S:
Subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, O: Respon
obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. A: Analisa
diatas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap

3
muncul atau muncul masalah baru atau data-data yang kontra indikasi dengan
masalah yang ada. P: perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut perawat (Direja,
2011). Dalam penulisan kasus ini penulis menggunakan evaluasi hasil (sumatif) serta
menggunakan system penulisan S.O.A.P sesuai dengan teori diatas. Evaluasi
dilakukan setiap hari sesudah dilakukan interaksi terhadap klien.

4
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Contoh Kasus Asuhan Keperawatan Klien dengan


Kejiwaan

A. Pengkajian

1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Kendal
Pendidikan : SMA
Status : Belum kawin
Tanggal masuk : 11 Januari 2009
Diagnosa medis: Skizofrenia Katatonik
2. Riwayat Kesehatan
a. Alasan masuk
Klien datang ke Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondhohutomo
Semarang diantar keluarganya pada tanggal 11 Januari 2009 dengan alasan sering
melamun.
b. Faktor predisposisi
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Klien mengatakan sebelumnya tidak mengalami gangguan jiwa. Klien tidak
mengalami trauma kepala. Klien tidak mengalami penganiayaan fisik maupun seksual
tidak mengalami kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
c. Stresor presipitasi
Kurang lebih satu bulan sebelum masuk rumah sakit jiwa klien mengatakan
tidak bekerja, klien juga mengatakan malu dengan kondisi rumahnya yang jelek.
d. Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital
TD: 130/80 mmHg
N: 84 x/menit
RR: 20 x/menit
S: 36,5 ºC
2. Ukur
BB: 51 Kg
TB: 162 Cm

5
3. Keadaan fisik
Kesadaran : Composmentis
Kulit : Sawo matang, turgor baik, tidak ada luka
Kepala : Rambut hitam, kotor tidak tersisir
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada
kelainan pada mata
Hidung : Simetris, tidak ada polip, tidak ada secret
Mulut dan gigi : Mukosa bibir kering, gigi agak kuning tidak ada caries
Leher : Tidak ada pembesaran tiroid
Dada : Bersih tidak ada luka
Abdomen : Tidak ada masa, tidak ada benjolan

6
B. Pengkajian Dasar Data Klien

Nama Klien/Umur: Tn. A/26 Tahun


Data Etiologi Masalah keperawatan
DS: Klien mengatakan tidak berguna, tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi menghasilkan sesuatu Gangguan konsep diri:
sehingga klien tidak bisa membantu keluarga terutama adiknya karena adiknya masih sekolah Harga diri rendah
dan klien tidak bisa membantu membiayainya. Klien merasa malu dan tidak percaya diri
dengan kondisi yang dialaminya saat ini.
DO: Klien sering menyalahkan dirinya sendiri, klien sering menundukkan kepala, klien banyak
berdiam diri, kontak mata kurang, bicara kalau ditanya.
DS: Klien mengatakan tidak mengikuti kegiatan dalam ruangan misalnya TAK, klien Isolasi Sosial
mengatakan lebih suka sendirian.
DO: Klien lebih banyak diam, senang menyendiri dan tidak berinteraksi dengan teman satu
ruangan.
DS: Klien mengatakan mendengar suara-suara anjing yang menggonggong sebanyak 3-4 kali, Perubahan Sensori
suara itu muncul dimalam hari, klien menjerit. Persepsi: Halusinasi
DO: Senyum dan tertawa sendiri, menghindar dengan orang lain, diam dan asyik sendiri. Pendengaran
DS: Klien mengatakan ingin melanjutkan kuliah 4 tahun yang lalu tetapi tidak mempunyai Ideal Diri tidak Realistik
biaya karena kondisi keluarga yang tidak mampu. Klien juga ingin bekerja dan ingin
mempunyai gaji yang banyak sedangkan klien hanya lulusan SMA. Klien juga ingin membantu
adiknya yang masih sekolah padahal klien tidak bekerja.

7
DO: Waktu luang hanya dihabiskn untuk melmun dan mondar-mandir.

C. Diagnosa Keperawatan

8
Nama Klien/Umur: Tn. A/26 Tahun
No. Diagnosa Keperawatan Tanggal Ditemukan Tanggal Teratasi TT/Nama
Jelas
1. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah 19 Januari 2009
2. Isolasi sosial 19 Januari 2009
3. Gangguan perubahan sensori persepsi: halusinasi dengar 19 Januari 2009
4. Ideal diri tidak realistik 19 Januari 2009

9
D. Proses Keperawatan

Nama Klien/Umur: Tn. A/26 Tahun


No Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
1 19/1/2009 DS: Klien mengatakan tidak berguna, tidak bisa berbuat apa- Klien memiliki konsep diri yang Kontak dan komunikasi a. Sapa klien dengan ramah
apa, apalagi menghasilkan sesuatu sehingga klien tidak bisa positif dengan pasien verbal maupun verbal

membantu keluarga terutama adiknya karena adiknya masih 1. Klien dapat membina hubungan b. Perkenalkan diri sopan
saling percaya c. Tanyakan nama lengkap
sekolah dan klien tidak bisa membantu membiayainya. Klien
2. Klien dapat mengidentifikasi aspek nama panggilan yang klien
merasa malu dan tidak percaya diri dengan kondisi yang
positif dan kemampuan yang d. Jelaskan pertemuan
dialaminya saat ini.
dimilliki e. Jujur menepati janji
DO: Klien sering menyalahkan dirinya sendiri, klien sering
3. Klien dapat menilai kemampuan f. Tunjukkan sikap dan
menundukkan kepala, klien banyak berdiam diri, kontak mata yang dimiliki untuk dilaksanakan menerima klien adanya
kurang, bicara kalau ditanya. 4. Klien dapat merencanakan g. Beri perhatian dan
kegiatan sesuai dengan kemampuan perhatikan kebutuhan dasar
yang dimiliki klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan
sesuai rencana yang dibuat
6. Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada

E. Catatan Keperawatan

10
Nama Klien/Umur: Tn. A/26 Tahun
Hari/Tanggal Jam Nomor Diagnosa Tindakan Keperawatan Paraf
Senin, 19/1/2009 11.00 1 Sp1p
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan
3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien
4. Melatih pasien kegiatan yang dipilih sesuai kemampuannya
5. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Selasa, 20/1/2009 11.00 1 Sp2p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih kegiatankedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai kemampuan
3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Rabu, 21/1/2009 11.00 1 Sp2p
1. Memvalidasi dan latihan sebelumnya
2. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih kemampuan
Kamis, 22/1/2009 11.00 1 Sp2p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya
2. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai kamampuan
3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

F. Evaluasi Catatan Perkembangan

11
Nama Klien/Umur: Tn. A/26 Tahun
No. Hari/Tanggal Jam Catatan Perkembangan Paraf
Diagnosa
1 Selasa, 20/1/2009 09.00 S: Klien mengatakan nama saya Tn. A alamat Kendal, kegiatan yang dilakukan dirumah yaitu membantu bersih-bersih
rumah dan nonton tv, klen mengatakan kegiatan yang dilakukan di RSJ yaitu senam pagi, jalan-jalan, menyapu, mengepel
dan mencicu gelas.
O: Suara klien lamban, ekspresi wajah ceria, kontak mata tidak dapat dipertahankan oleh perawat.
A: Tn. A mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Tn. A mampu menilai kemampuan yang
masih dapat digunakan. Tn. A mampu memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan. Tn. A mampu melatih
sesuai kegiatan yang dipilih sesuai kemampuannya. Tn. A mau belajar membuat dan mengisi jadwal kegiatan harian
P:
k:
1. Menganjurkan klien untuk menerapkan rencana kegiatan yang telah dibuat bersama.
2. Menganjurkan pada pasien untuk mempraktekkan kemampuan yang dimiliki baik di RS/di rumah.
3. Anjurkan klien untuk menyusun dalam jadwal harian.
p: Melanjutkan Sp2p
2 Rabu, 21/1/2009 09.00 S: Klien mengatakan ingat apa yang dilakukan kemarin. Klien menyapu, mengepel dan mencuci gelas. mengatakan membuat
jadwal harian.
O:Klien mampu membersihkan ruangan, menyapu mengepel, setelah klien mencuci gelas. Klien mampu membuat kegiatan
harian kemampuan.
1. Klien bisa menyapu dan mengepel
2. Klien bisa mencuci gelas
3. Klien tersenyum saat diberi pujian
A: Klien mampu memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. Klien melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan, klien

12
sudah belajar memasukkan jadwal kegiatan harian.
P:
k: Menganjurkan klien untuk menerapkan rencana kegiatan yang telah dibuat bersama. Menganjurkan klien untuk
memasukka kedalam jadwal kegiatan harian.
p: Melanjutkan Sp2p Melanjutkan Sp keluarga agar pasien mendapat dukungan dari keluarga.
3 Kamis, 22/1/2009 09.00 S: Klien mengatakan sudah melakukan kegiatan yaitu menyapu, mengepel dan mencuci gelas.
O: Klien mampu membersihkan ruangan, menyapu, mengepel dan mencuci gelas dan klien juga sudah memasukkannya
dalam jadwal kegiatan harian.
A: Klien mampu memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. Klien melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan klien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
P:
k: Menganjurkan klien untuk melakukan dan mempraktekkan kegiatan yang dipilih. Menganjurkan klien untuk memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
p:
Melanjutkan Sp Keluarga
Melanjutkan Sp2p
4 Jumat, 23/1/2009 09.00 S: Klien mengatakan telah melakukan kegiatan yang sudah ada di jadwal kegiatan harian, pasien mau melakukan kegiatan
yang belum dilakukan ruang yaitu menata ruangan dan membersihkan kamar mandi dan klien mau memasukkan kedalam
jadwal kegiatan harian.
O: Klien membersihkan menyapu, mengepel mencuci gelas, klien akan melaksanakan kegiatan yang belum dilaksanakan
menata ruangan membersihkan mandi.
A: Klien mampu memvalidasi masalah. Klien melatih keduayang sesuai kemampuan, membimbing apsien memasukkan
dalam kegiatan harian.
P:

13
k: Meganjurkan klien untuk melakukan kegiatan yang kemarin belum dilakukan yaitu menata dan membersihkan kamar
Memasukkan jadwal kegiatan harian.
p:
Melanjutkan Keluarga
Melanjutkan menarik diri

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
2. Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah dari data pengkajian yang digunakan
untuk mengarahkan perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
3. Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan
rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian
permasalahan dari diagnosa tertentu.
4. Implementasi merupakan standar dari standar asuhan yang berhubungan dengan
aktivitas keperawatan profesional yang dilakukan oleh perawat, dimana implementasi
dilakukan pada pasien, keluarga dan komunitas berdasarkan rencana keperawatan yang
dibuat.
5. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Daimayanti Mukhripah. 2010. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Refika


Aditama, Jakarta.

Daimayanti Mukhripah. 2012. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan edisi 2.


Refika Aditama, Jakarta.

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika,
Yogyakarta.

Keliat Budi Anna et all. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. EGC, Jakarta.

Kusumawati Farida & Hartono Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba
Medika, Jakarta.

Nurjanah Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan Pada Diagnosa Resiko Kekerasan
Diarahkan Pada Orang Lain Dan Gangguan Sensori Persepsi. Moco Medika,
Yogyakarta.

Setyawan Priyo. 2013. Penderita Gangguan Jiwa di Yogyakarta Tinggi, http://


daerah.sindonews.com/read/2013/02/26/22/721889/penderita-gangguan-jiwa-di-
yogya-tinggi. Diakses tanggal 27 April 2019.

Simanjuntak Ida Tiur & Daulay Wasrdiyah. 2006. Hubungan Pengetahuan Keluarga
dengan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi Anggota Keluarga yang Mengalami
Gangguan Jiwa di Rumah sakit Jiwa Propinsi Sumatra Utara, Medan.
http://scrib.com/2006/05/Jurnal-Keperawatan-Rufaidah-Sumatera-Utara/Vol-2/No-
1/. Diakses tanggal 27 April 2019.

Stuart Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC, Jakarta.

16
Videbeck Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC, Jakarta.

Yosep Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama, Bandung.

Yosep Iyus. 2012. Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Refika Aditama, Bandung.

17
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
KEJIWAAN

TRIMESTER II

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah ……………


Dosen: ……………………………………

Disusun oleh: KELOMPOK I

WASMAN

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN KEMENKES CIREBON


TAHUN AKADEMIK 2018/2019

18

Anda mungkin juga menyukai