Anda di halaman 1dari 3

NYANYIAN ANGSA Dan lagi sudah jelas ia hampir mati.

karya W.S Rendra Kenapa mesti dikasih obat mahal


yang diimport dari luar negri?”
Majikan rumah pelacuran berkata kepadanya:
“Sudah dua minggu kamu berbaring. (Malaikat penjaga Firdaus.
Sakitmu makin menjadi. Wajahnya iri dan dengki
Kamu tak lagi hasilkan uang. dengan pedang yang menyala
Malahan kapadaku kamu berhutang. menuding kepadaku.
Ini beaya melulu. Aku gemetar ketakutan.
Aku tak kuat lagi. Hilang rasa. Hilang pikirku.
Hari ini kamu harus pergi.” Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang takut dan celaka.)
(Malaikat penjaga Firdaus.
Wajahnya tegas dan dengki Jam satu siang.
dengan pedang yang menyala Matahari masih dipuncak.
menuding kepadaku. Maria Zaitun berjalan tanpa sepatu.
Maka darahku terus beku. Dan aspal jalan yang jelek mutunya
Maria Zaitun namaku. lumer di bawah kakinya.
Pelacur yang sengsara. Ia berjalan menuju gereja.
Kurang cantik dan agak tua). Pintu gereja telah dikunci.
Karna kuatir akan pencuri.
Jam dua-belas siang hari. Ia menuju pastoran dan menekan bel pintu.
Matahari terik di tengah langit. Koster ke luar dan berkata:
Tak ada angin. Tak mega. “Kamu mau apa?
Maria Zaitun ke luar rumah pelacuran. Pastor sedang makan siang.
Tanpa koper. Dan ini bukan jam bicara.”
Tak ada lagi miliknya. “Maaf. Saya sakit. Ini perlu.”
Teman-temannya membuang muka. Koster meneliti tubuhnya yang kotor dan
Sempoyongan ia berjalan. berbau.
Badannya demam. Lalu berkata:
Sipilis membakar tubuhnya. “Asal tinggal di luar, kamu boleh tunggu.
Penuh borok di klangkang Aku lihat apa pastor mau terima kamu.”
di leher, di ketiak, dan di susunya. Lalu koster pergi menutup pintu.
Matanya merah. Bibirnya kering. Gusinya Ia menunggu sambil blingsatan dan
berdarah. kepanasan.
Sakit jantungnya kambuh pula. Ada satu jam baru pastor datang kepadanya.
Ia pergi kepada dokter. Setelah mengorek sisa makanan dari giginya
Banyak pasien lebih dulu menunggu. ia nyalakan crutu, lalu bertanya:
Ia duduk di antara mereka. “Kamu perlu apa?”
Tiba-tiba orang-orang menyingkir dan Bau anggur dari mulutnya.
menutup hidung mereka. Selopnya dari kulit buaya.
Ia meledak marah Maria Zaitun menjawabnya:
tapi buru-buru jururawat menariknya. “Mau mengaku dosa.”
Ia diberi giliran lebih dulu “Tapi ini bukan jam bicara.
dan tak ada orang memprotesnya. Ini waktu saya untuk berdo’a.”
“Maria Zaitun, “Saya mau mati.”
utangmu sudah banyak padaku,” kata dokter. “Kamu sakit?”
“Ya,” jawabnya. “Ya. Saya kena rajasinga.”
“Sekarang uangmu brapa?” Mendengar ini pastor mundur dua tindak.
“Tak ada.” Mukanya mungkret.
Dokter geleng kepala dan menyuruhnya Akhirnya agak keder ia kembali bersuara:
telanjang. “Apa kamu – mm – kupu-kupu malam?”
Ia kesakitan waktu membuka baju “Saya pelacur. Ya.”
sebab bajunya lekat di borok ketiaknya. “Santo Petrus! Tapi kamu Katolik!”
“Cukup,” kata dokter. “Ya.”
Dan ia tak jadi mriksa. “Santo Petrus!”
Lalu ia berbisik kepada jururawat: Tiga detik tanpa suara.
“Kasih ia injeksi vitamin C.” Matahari terus menyala.
Dengan kaget jururawat berbisik kembali: Lalu pastor kembali bersuara:
“Vitamin C? “Kamu telah tergoda dosa.”
Dokter, paling tidak ia perlu Salvarzan.” “Tidak tergoda. Tapi melulu berdosa.”
“Untuk apa? “Kamu telah terbujuk setan.”
Ia tak bisa bayar. “Tidak. Saya terdesak kemiskinan.
Dan gagal mencari kerja.” Rambutnya jadi tipis.
“Santo Petrus!” Mukanya kurus dan hijau
“Santo Petrus! Pater, dengarkan saya. seperti jeruk yang kering.
Saya tak butuh tahu asal usul dosa saya. Lalu jam lima.
Yang nyata hidup saya sudah gagal. Ia sampai di luar kota.
Jiwa saya kalut. Jalan tak lagi beraspal
Dan saya mau mati. tapi debu melulu.
Sekarang saya takut sekali. Ia memandang matahari
Saya perlu Tuhan atau apa saja dan pelan berkata: “Bedebah.”
untuk menemani saya.” Sesudah berjalan satu kilo lagi
Dan muka pastor menjadi merah padam. ia tinggalkan jalan raya
Ia menuding Maria Zaitun. dan berbelok masuk sawah
“Kamu galak seperti macan betina. berjalan di pematang.
Barangkali kamu akan gila.
Tapi tak akan mati. (Malaekat penjaga firdaus
Kamu tak perlu pastor. wajahnya tampan dan dengki
Kamu perlu dokter jiwa.” dengan pedang yang menyala
mengusirku pergi.
(Malaekat penjaga firdaus Dan dengan rasa jijik
wajahnya sombong dan dengki ia tusukkan pedangnya perkasa
dengan pedang yang menyala di antara kelangkangku.
menuding kepadaku. Dengarkan, Yang Mulya.
Aku lesu tak berdaya. Maria Zaitun namaku.
Tak bisa nangis. Tak bisa bersuara. Pelacur yang kalah.
Maria Zaitun namaku. Pelacur terhina).
Pelacur yang lapar dan dahaga.)
Jam enam sore.
Jam tiga siang. Maria Zaitun sampai ke kali.
Matahari terus menyala. Angin bertiup.
Dan angin tetap tak ada. Matahari turun.
Maria Zaitun bersijingkat Haripun senja.
di atas jalan yang terbakar. Dengan lega ia rebah di pinggir kali.
Tiba-tiba ketika nyebrang jalan Ia basuh kaki, tangan, dan mukanya.
ia kepleset kotoran anjing. Lalu ia makan pelan-pelan.
Ia tak jatuh Baru sedikit ia berhenti.
tapi darah keluar dari borok di klangkangnya Badannya masih lemas
dan meleleh ke kakinya. tapi nafsu makannya tak ada lagi.
Seperti sapi tengah melahirkan Lalu ia minum air kali.
ia berjalan sambil mengangkang.
Di dekat pasar ia berhenti. (Malaekat penjaga firdaus
Pandangnya berkunang-kunang. tak kau rasakah bahwa senja telah tiba
Napasnya pendek-pendek. Ia merasa lapar. angin turun dari gunung
Orang-orang pergi menghindar. dan hari merebahkan badannya?
Lalu ia berjalan ke belakang satu retoran. Malaekat penjaga firdaus
Dari tong sampah ia kumpulkan sisa dengan tegas mengusirku.
makanan. Bagai patung ia berdiri.
Kemudian ia bungkus hati-hati Dan pedangnya menyala.)
dengan daun pisang.
Lalu berjalan menuju ke luar kota.
Jam tujuh. Dan malam tiba.
Serangga bersuiran.
(Malaekat penjaga firdaus Air kali terantuk batu-batu.
wajahnya dingin dan dengki Pohon-pohon dan semak-semak di dua tepi
dengan pedang yang menyala kali nampak tenang
menuding kepadaku. dan mengkilat di bawah sinar bulan.
Yang Mulya, dengarkanlah aku. Maria Zaitun tak takut lagi.
Maria Zaitun namaku. Ia teringat masa kanak-kanak dan remajanya.
Pelacur lemah, gemetar ketakutan.) Mandi di kali dengan ibunya.
Memanjat pohonan.
Jam empat siang. Dan memancing ikan dengan pacarnya.
Seperti siput ia berjalan. Ia tak lagi merasa sepi.
Bungkusan sisa makanan masih di tangan Dan takutnya pergi.
belum lagi dimakan. Ia merasa bertemu sobat lama.
Keringatnya bercucuran. Tapi lalu ia pingin lebih jauh cerita tentang
hidupnya. ia merasa berlayar
Lantaran itu ia sadar lagi kegagalan hidupnya. ke samudra yang belum pernah dikenalnya.
Ia jadi berduka. Dan setelah selesai
Dan mengadu pada sobatnya ia berkata kasmaran:
sembari menangis tersedu-sedu. “Semula kusangka hanya impian
Ini tak baik buat penyakit jantungnya. bahwa hal ini bisa kualami.
Semula tak berani kuharapkan
(Malaekat penjaga firdaus bahwa lelaki tampan seperti kau
wajahnya dingin dan dengki. bakal lewat dalam hidupku.”
Ia tak mau mendengar jawabku. Dengan penuh penghargaan lelaki itu
Ia tak mau melihat mataku. memandang kepadanya.
Sia-sia mencoba bicara padanya. Lalu tersenyum dengan hormat dan sabar.
Dengan angkuh ia berdiri. “Siapakah namamu?” Maria Zaitun bertanya.
Dan pedangnya menyala.) “Mempelai,” jawabnya.
“Lihatlah. Engkau melucu.”
Dan sambil berkata begitu
Waktu. Bulan. Pohonan. Kali.
Maria Zaitun menciumi seluruh tubuh lelaki
Borok. Sipilis. Perempuan.
itu.
Bagai kaca
Tiba-tiba ia terhenti.
kali memantul cahaya gemilang.
Ia jumpai bekas-bekas luka di tubuh
Rumput ilalang berkilatan.
pahlawannya.
Bulan.
Di lambung kiri.
Di dua tapak tangan.
Seorang lelaki datang di seberang kali. Di dua tapak kaki.
Ia berseru: “Maria Zaitun, engkaukah itu?” Maria Zaitun pelan berkata:
“Ya,” jawab Maria Zaitun keheranan. “Aku tahu siapa kamu.”
Lelaki itu menyeberang kali. Lalu menebak lelaki itu dengan pandang
Ia tegap dan elok wajahnya. matanya.
Rambutnya ikal dan matanya lebar. Lelaki itu menganggukkan kepala: “Betul. Ya.”
Maria Zaitun berdebar hatinya.
Ia seperti pernah kenal lelaki itu.
(Malaekat penjaga firdaus
Entah di mana.
wajahnya jahat dan dengki
Yang terang tidak di ranjang.
dengan pedang yang menyala
Itu sayang. Sebab ia suka lelaki seperti dia.
tak bisa apa-apa.
“Jadi kita ketemu di sini,” kata lelaki itu.
Dengan kaku ia beku.
Maria Zaitun tak tahu apa jawabnya.
Tak berani lagi menuding padaku.
Sedang sementara ia keheranan
Aku tak takut lagi.
lelaki itu membungkuk mencium mulutnya.
Sepi dan duka telah sirna.
Ia merasa seperti minum air kelapa.
Sambil menari kumasuki taman firdaus
Belum pernah ia merasa ciuman seperti itu.
dan kumakan apel sepuasku.
Lalu lelaki itu membuka kutangnya.
Maria Zaitun namaku.
Ia tak berdaya dan memang suka.
Pelacur dan pengantin adalah saya.)
Ia menyerah.
Dengan mata terpejam

Anda mungkin juga menyukai