Anda di halaman 1dari 50

Journal Reading

Acoustic voice analysis in patients with


Laryngopharyngeal Reflux

Disusun Oleh :
Alessandra Nidia
NIM : 1965050067
Pembimbing:
dr. Lina Marlina,Sp.THT-KL
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT THT
PERIODE 19 OKTOBER-31 OKTOBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Abstrak
• Paparan mukosa laring ke getah lambung à trauma secara langsung maupun
melalui mekanisme sekunderà menyebabkan batuk kronis.
• Trauma mukosa laring dapat menyebabkan gangguan suara, yang merupakan
keluhan yang sering terjadi pada penderita refluks laringofaring (LPR).
• Analisis suara akustik menggunakan Multi-Dimensional Voice Program (MDVP)
à metode yang relatif nyaman dan obyektif untuk penilaian gangguan suara.
• Penelitian ini menilai perbedaan antara nilai parameter suara akustik pada pasien
LPR dan pasien tanpa LPR.
Abstrak
• Studi banding cross sectional dilakukan di Poliklinik Rawat Jalan RSUD Cipto
Mangunkusumo = bulan Mei sampai November 2016 (kelompok LPR, n = 40; kelompok
non-LPR, n = 20).

• Beberapa parameter suara akustik pada kelompok LPR lebih tinggi dibandingkan pada
kelompok non-LPR.

• Pasien pria menunjukkan nilai jitter, Pitch Perturbation Quotient (PPQ), dan Noise /
Harmony noise (NHR) yang lebih tinggi secara signifikan, sedangkan pasien wanita
menunjukkan nilai shimmer dan Amplitude Perturbation Quotient (APQ) yang lebih
tinggi secara signifikan.jitter, PPQ, APQ, dan NHR antara pasien laki-laki dalam
kelompok LPR ringan dan kelompok LPR sedang-berat.
Pendahuluan
• laryngopharyngeal reflux (LPR) à refluks isi lambung ke saluran napas bagian
atas.
• Asosiasi LPR dengan berbagai kelainan laring telah dilaporkan, à laring rentan
terhadap cedera dari cairan lambung karena kurangnya mekanisme pertahanan
intrinsik dan ekstrinsik pada epitel laring.

• LPR dapat menyebabkan kelainan laring karena iritasi langsung pada mukosa
laring oleh isi lambung atau melalui mekanisme sekunder yang menyebabkan
batuk kronis dan akhirnya menyebabkan trauma laring
Pendahuluan
• Penilaian subjektif terhadap kualitas suara kemungkinan besar akan
dipengaruhi oleh pengalaman dan keahlian pemeriksa.
• Beberapa program komputer untuk analisis akustik suara saat ini
tersedia dan yang paling umum digunakan = Multi-Dimensional Voice
Program (MDVP).
• Merupakan metode yang obyektif dan relatif langsung yang aman dan
nyaman bagi pasienà menilai hubungan antara disfonia dan LPR
pendahuluan
• Saat ini belum ada data tentang nilai suara akustik pada pasien dengan LPR
diperiksa menggunakan MDVP di Departemen Telinga, Hidung, dan
Tenggorokan (THT) - Bedah Kepala dan Leher, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

• Oleh karena itu, perlu dilakukan studi kasus ini mengingat kasus LPR
merupakan salah satu dari sekian banyak kasus yang ditemukan di bidang THT.
Selain itu penilaian kualitas suara pada pasiendengan LPR saat ini hanya secara
subyektif perseptual.
Metode
• Studi cross-sectional, membandingkan :
• parameter suara akustik antara pasien LPR (kelompok LPR)
• pasien tanpa LPR (kelompok non-LPR).
• LPR didasarkan pada nilai RSI> 13 dan nilai skor temuan refluks (RFS)> 7.
• Pasien pada kelompok non-LPR tidak menunjukkan kelainan laring yang
signifikan pada pemeriksaan laringoskopi nasofaring, tidak menunjukkan
tanda-tanda subjektif atau objektif dari LPR (RSI ≤13 dan nilai RFS ≤7).
Metode
• Kriteria eksklusi
• Gangguan fungsi paru atau kelainan paru (waktu fonasi maksimal kurang dari
normal),
• penyakit tiroid, tumor / riwayat trauma / pembedahan di daerah leher dan
laring, kelainan neurologis.
• gangguan imun.
• gangguan kardiorespirasi atau endokrin yang berhubungan dengan laring.
kelainan mukosa atau gangguan kualitas suara, lesi pada pita suara selain lesi
yang disebutkan dalam nilai RFS .
Metode
• Data dianalisis dengan SPSS (Paket Statistik untuk Ilmu Sosial; IBM Corp.) 20.0
• Analisis dimulai dengan analisis univaria karakteristik pasien .

• Perbedaan antar kelompok sehubungan dengan variabel terdistribusi normal


dinilai menggunakan uji-t tidak berpasangan dan yang terkait dengan variabel
terdistribusi tidak normal dinilai dengan uji Mann-Whitney nonparametrik.
Hasil
• Populasi penelitian terdiri 60 pasien: 40 di kelompok LPR dan 20 di kelompok non-LPR. Semua
pasien memiliki waktu fonasi maksimal> 11 detik, yang menunjukkan tidak ada kelainan fungsi
paru. Kelompok LPR Kelompok non-LPR
Variabel (n= 40) (n = 20)

**** (
Umur 28−60)
(tahun) Pria 32.5 ** 30,5 (28−53) **
Perempuan 45.5 (29−60) ** 36,5 (25−56) **
Nilai RFS Pria 12.5 (8−15) ** 6.5 (3−7) **
Perempuan 12,31 ± 2,15 * 4.5 ± 1,99 *


Hasil
• Jumlah perempuan lebih besar dari jumlah laki-laki di kedua kelompok; proporsi pria dan
wanita. sebanding dalam dua kelompok.tidak menunjukkan risiko penyalahgunaan vokal.
Proporsi perokok juga sebanding pada kedua kelompok.

Kelompok LPR
(n = 40) Kelompok Non-LPR (n = 20)
Variabel
Jenis kelamin Pria 14 6
Perempuan 26 14
Pola Penggunaan Risiko penyalahgunaan
Suara vokal 40 20
Tidak ada risiko
penyalahgunaan vokal 0 0
Merokok Bukan perokok 34 17
Perokok 6 3

Hasil
• Keluhan paling umum (berdasarkan kuesioner indeks gejala refluks)
dari sabarPada kelompok LPR adalah aliran lendir ke tenggorokan
Variabel Jumlah pasien (n = 40) (%)
Utama Suara serak / berisik 3 7.5
keluhan Membersihkan tenggorokan 4 10
Lendir mengalir ke tenggorokan (post-nasal
(RSI) drip) 12 30
Kesulitan menelan 0 0
Batuk setelah makan atau berbaring 2 5
Kesulitan bernapas atau tersedak 0 0
Batuk yang mengganggu 7 17.5
Sensasi benjolan di tenggorokan 8 20
Sensasi jus mulas / nyeri dada / refluks lambung 4 10

Hasil
Kelompok non-LPR (n =
Variabel Kelompok LPR (n = 40) 20) p

• Parameter suara akustik di grup LPR dan non- F0 Pria 132.46 ± 13.61* 126.67 ± 5.90* 0,335***
Perempuan 208.68 ± 34.36* 215.27 ± 24.6* 0.457***
LPR. Naik

• Nilai F0 pada pria lebih tinggi di LPR kelompok, opelet Pria 0.71 (0,30−2,81) ** 0.36 (0,27−0,69) ** 0,021****
(0,24−2,15) ** (0,13−0,86) ** 0,084****
sedangkan nilai F0 perempuan lebih tinggi pada PPQ
Perempuan 0,50
Pria 0.44 (0,17−1,90) **
0.39
0.21 (0,17−0,41) ** 0,032****
kelompok non-LPR. Perempuan 0.31 (0,13−1,27)
**
0.23 (0,07−0,5)
**
0.122
****

Berkilau Pria 4.61 ± 2.49* 3.29 ± 0,99* 0.230***


Perempuan 3.67 ± 1,29* 2.59 ± 1.00* 0,010***
APQ Pria 3.55 ± 1.69* 3.10 ± 1.08* 0,565***
Perempuan 2.85 ± 1,04* 2.05 ± 0.64* 0,013***
NHR Pria 0.16 ± 0,03* 0.13 ± 0,02* 0,03***
Perempuan 0.13 (0,10−0,18)** 0.13 (0,12−0,16)** 0.469****
SPI Pria 11,20 (5,50−13,64)** 8.36 (5.32−14.58)** 0.680****
Perempuan 8.13 (2.41−57.62)** 7.64 (2.88−26.20)** 0.887****
FTRI Pria 0.20 (0,00−1,159) ** 0.21 (0,00−0,28) ** 0,650****
Perempuan 0.29 (0,00−0,583) ** 0.15 (0,00−0,37) ** 0,064****
ATRI Pria 1,01 (0,00−8,66) ** 1.60 (0,00−4,61) ** 0,932****
** ** ****
Perempuan 3.59 (0,00−17,15) 1.43 (0,00−5,95) 0,083
Hasil
• usaha untuk menilai korelasi potensial antara derajat LPR (severity) dan nilai parameter
suara akustik.
• Karena tidak ada metode yang dipublikasikan untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan
LPR, lalu mengklasifikasikan tingkat keparahan LPR berdasarkan nilai RFS.
• Nilai RFS 7-13 à LPR ringan, nilai RFS 14-26 à LPR sedang-berat.
Umur
(Tahun) Pria 39,9 ± 12,46 * 33 ± 5,099 *
Perempuan 44 (29−59) ** 46 (39−60) **
Nilai RFS Pria 10.50 (8−13) ** 14,50 (14−15) **
Perempuan 11.32 ± 1,45 * 15 ± 1,15 *

Hasil
• Jenis kelamin dan kebiasaan merokok pasien dalam kelompok LPR
ringan dan sedang berat-LPR.
Kelompok LPR ringan K elom pok L PR sedang-berat (n =
Variabel (n = 29) 11)
Jenis kelamin Pria 10 4
Perempu
an 19 7
Kebiasaan
merokok Pria 4 2
Perempu
an 0 0


Kelompok LPR Kelompok LPR sedang-
ringan berat

Hasil Variabel Pria


(n = 10)
Perempu
an
(n = 19)
Pria
(n = 4)
P erem p u an
(n = 7)
Edema subglottic Ditemukan 0 3 0 0
Tidak
ditemukan 10 16 4 7
Tidak
• Karakteristik gangguan laring berdasarkan Hiperemik ditemukan 1 3 0 0
skor temuan refluks pada pasien LPR. Ventrikel
Penghapusan
Sebagian
Lengkap
9
0
15
1
4
0
6
1
Tidak
ditemukan 0 0 0 0
Hanya
aritenoid 10 17 1 4
Membaur 0 2 3 3
Moderat 2 7 3 4
Berat 0 0 0 3
Menghalangi 0 0 0 0
Tidak
Comissura Posterior ditemukan 0 0 0 0
Hipertrofi Ringan 5 5 0 0
Moderat 5 14 4 7
Berat 0 0 0 0
Menghalangi 0 0 0 0
Tidak
Jaringan granulasi ditemukan 10 19 4 6
Ditemukan 0 0 0 1
Tidak
Endolaryngeal tebal ditemukan 5 9 1 3
Lendir Ditemukan 5 10 3 4

Variabel Kelompok LPR ringan Kelompok LPR sedang-berat p
(n = 29) (n = 11)
* * ***

Hasil
F0 Pria 131.35 ± 15.38 135,22 ± 8,903 0,650
Perempua * * ***
n 214.44 ± 29.66 193.28 ± 23.36 0.100
Naik 0.7 *
1.8 * ***
opelet Pria 2 ± 0,46 1 ± 0.88 0,009
Perempua 0.4 **
0.8 ** ****
n 9 (0,24−1,25) 8 (0,24−2,15) 0.470
0.4 1.1
• Parameter suara akustik pasien dalam kelompok LPR PPQ Pria
*
2 ± 0,27
*
1 ± 0.61 0,010
***

ringan dan sedang-berat.
Perempua
n
0.3 **
0 (0,14−0,73)
0,5 **
1 (0,13−1,27) 0,583
****

3.8 6.4
• Nilai F0 pada pria lebih tinggi pada kelompok LPR Berkilau Pria
*
8 ± 2.24
*
4 ± 2.35 0,080
***

sedang-berat, sedangkan nilai F0 pada perempuan l
Perempua
n
3.7 *
7 ± 1,38
3.4 *
0 ± 1,05 0,526
***

ebih tinggi pada kelompok LPR ringan. APQ Pria
2.6 **
9 (1,34−7,60)
4.2 **
0 (3,58−6,27) 0,048
****

Perempua 2.9 2.6
• Nilai NHR pada pria pada kelompok LPR sedang-berat n
*
5 ± 1,15
*
0 ± 0.67 0.464
***

secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok NHR Pria
0.1 **
4 (0,13−0,18)
0.1 **
8 (0,17−0,23) 0,023
****

LPR ringan Perempua * * ***
n 0,135 ± 0,022 0,132 ± 0,018 0.746
** ** ****
SPI Pria 12,47 (5,67−13,640) 10,63 (5,50−11,69) 0.120
Perempua 7.5 ** ** ****
n 6 (2.41−57.62) 10,11 (5,15−21,79) 0.435
0.2 **
0,0 ** ****
FTRI Pria 4 (0,13−1,16) 1 (0,00−0,29) 0,066
Perempua 0.2 *
0.3 * ***
n 8 ± 0,14 4 ± 0,14 0.341
0.4 **
4.5 ** ****
ATRI Pria 3 (0,00−8,66) 7 (0,00−8,23) 0.339
Perempua 3.8 ** 3.3 ** ****
n 5 (0,00−15,15) 3 (0,00−6,17) 0,540

Diskusi
• Dalam penelitian ini, parameter suara akustik pada kelompok non-LPR mewakili
nilai normal parameter suara akustik.

• Karakteristik suara dipengaruhi oleh banyak faktor,


• anatomi kepala dan leher (terutama bentuk dan ukuran laring)
• serta faktor budaya, psikologis, lingkungan, dan genetik.

• Diperlukan nilai referensi normal parameter suara akustik yang konsisten dengan
karakteristik populasi penelitian, meskipun parameter akustik suara normal
diprogram dalam perangkat lunak MDVP.
• Jumlah pasien pada kelompok LPR lebih tinggi dibandingkan pada kelompok non-
LPR à jumlah kasus pasien LPR yang lebih tinggi terlihat di URJT Departemen
THT FKUI-RSCM.

• Oleh karena itu, populasi penelitian merupakan perwakilan dari populasi dengan
LPR yang berkunjung ke departemen kami. Pada penelitian ini sampel suara
untuk analisis suara akustik berupa pengucapan vokal “a” selama beberapa saat.
• Dalam penelitian ini, usia pasien adalah 18-60 tahun untuk menghindari bias
karena faktor usia
• Peneliti tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam nilai F0 pada anak
laki-laki dan perempuan di bawah usia 12 tahun;,Namun, nilai F0 pada anak laki-
laki menunjukkan penurunan yang tajam setelah usia 12 tahun dan mendekati
nilai F0 pada laki-laki dewasa.
• Peneliti melaporkan bahwa nilai F0 pada anak-anak pra-pubertas
menurun dan nilai F0 menurun dengan bertambahnya usia, terutama
pada anak laki-laki.
• Fenomena ini disebabkan perkembangan struktur laring sebagai
bagian dari pertumbuhan anak. Nilai parameter jitter dan shimmer
juga menurun seiring bertambahnya usia karena stabilitas gerakan
laring meningkat dengan bertambahnya usia
• pada subjek berusia 70-90 tahun, nilai F0 pada pria lanjut usia diprediksi
meningkat, sedangkan pada wanita lanjut usia lebih rendah atau sebanding
dengan wanita dewasa muda.

• Fenomena ini diyakini terkait dengan perubahan degeneratif dan perubahan


kadar hormonal.

• Beberapa penelitian juga menemukan bahwa jitter, shimmer, dan nilai NHR pada
lansia pria dan wanita lebih tinggi dibandingkan orang dewasa muda. à
disebabkan oleh gangguan kontrol suara karena perubahan degeneratif
• Perbedaan karakteristik struktur laring serta panjang, massa, dan distribusi
matriks ekstraseluler pita suara antara laki-laki dan perempuan dapat
menjelaskan perbedaan parameter akustik terkait jenis kelamin.

• perbedaan yang berkaitan dengan paru-paru, kadar hormon, hidrasi, dan


kapasitas psikologis semuanya dapat berkontribusi pada variasi akustik antara
pria dan wanita

• Dalam penelitian ini, analisis data dipilah berdasarkan jenis kelamin untuk
meminimalkan bias yang disebabkan oleh faktor-faktor ini
• Dalam studi ini, proporsi perempuan di kelompok LPR dan non-LPR lebih tinggi
dibandingkan laki-laki

• Kadakia et al.à pada awal siklus menstruasi, terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan hormon progesteron ini dapat menyebabkan penurunan motilitas lambung
yang meningkatkan risiko refluks asam lambung.

• Hunter et alà peningkatan risiko LPR pada wanita dikaitkan dengan waktu transit yang
lebih lama dari makanan di perut (rata-rata waktu tinggal lambung rawat jalan) pada
wanita dibandingkan pada pria, Selain itu, wanita juga lebih rentan mengalami
gangguan makan (anoreksia dan bulimia).
• Merokok menyebabkan berbagai perubahan pada laring, seperti
peradangan kronis, eritema, dan kekeringan pada mukosa laring, yang
kesemuanya dapat menyebabkan gangguan fonasi.

• Gonzalez dkk à melaporkan nilai F0 yang lebih rendah pada bukan


perokok dan frekuensi yang lebih tinggi serta nilai parameter
gangguan tremor di antara perokok daripada di antara bukan
perokok.
• Dalam penelitian ini, keluhan yang paling umum à pasien pada kelompok LPR ada
rasa lendir berlebih atau aliran lendir ke tenggorokan dan rasa sakit tenggorokan

• korelasi yang signifikan antara sensasi benjolan (sensasi benda asing) di


tenggorokan dan hipertrofi komisura posterior

• Peradangan pada laring dan faring, penumpukan sekresi di tenggorokan, dan


gangguan relaksasi otot deglutisi à iritasi akibat cairan lambung yang dimuntahkan
dapat menyebabkan sensasi benda asing di tenggorokan.
• Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa kelainan patologis pada laring
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai F0, kecuali pada kasus
kelumpuhan pita suara.
• Perbedaan nilai F0 dalam penelitian ini kemungkinan besar disebabkan oleh
perbedaan yang berhubungan dengan derajat inflamasi laring.
• Iritasi lambung dapat menyebabkan peradangan laring dan mengakibatkan
peningkatan massa dan penurunan ketegangan pita suara, yang selanjutnya
menyebabkan penurunan nilai F0
• Namun, pada kondisi inflamasi laring yang lebih parah, edema pita
suara akan menyebabkan peningkatan resistensi glotis à , tekanan
udara subglottic yang lebih besar diperlukan untuk memulai dan
mempertahankan fonasi. Tekanan udara subglottic yang lebih besar
meningkatkan ketegangan pita suara yang pada akhirnya akan
meningkatkan frekuensi suara
• Peningkatan tekanan udara subglottic juga akan meningkatkan intensitas dan
menurunkan kualitas suara.
• Selain refluks lambung, faktor merokok kemungkinan memperparah inflamasi
laring pada pria.
• perbedaan antara pria dan wanitapasien Sehubungan dengan nilai F0 juga dapat
dikaitkan dengan perbedaan intensitas suara serta perbedaan anatomis,
hormonal, psikologis, dan budaya (termasuk dialek bahasa), yang semuanya
diketahui mempengaruhi nilai F0.
• Peradangan pada daerah laring akibat iritasi lambung akan menyebabkan
peningkatan massa (edema) pita suara dan perubahan ketegangan pita suara
serta sekresi laring (akibat gangguan pembersihan mukosiliar) yang akan
mengganggu pola dan periodisitas pita suara.
• Parameter jitter digunakan untuk mengevaluasi gangguan frekuensi jangka
pendek dari sinyal suara, sedangkan parameter PPQ digunakan untuk
mengevaluasi gangguan frekuensi suara. Kedua parameter ini mencerminkan
ketidakstabilan getaran pita suara yang mungkin disebabkan oleh kondisi
patologis pita suara.

• Pada penelitian ini dilakukan parameter jitter dan PPQ pada pria dan wanita pada
kelompok LPR lebih tinggi dari pada kelompok non-LPR. Namun, perbedaan antar
kelompok secara statistik signifikan hanya pada laki-laki.
• Parameter shimmer sering digunakan untuk evaluasi relatif gangguan amplitudo
jangka pendek dalam sampel suara. Pengukuran gangguan amplitudo suara
terbaik dengan parameter APQ diperoleh dari variasi amplitudo puncak dalam 11
iterasi.
• Perubahan nilai kilau dipengaruhi oleh resistensi glotis, dan keadaan adduksi pita
suara dikaitkan dengan kebisingan dan pernapasan.
• Parameter ini meningkat karena adduksi pita suara yang tidak memadai atau tidak
konsisten. Dalam penelitian ini, shimmer dan nilai APQ pada pria dan wanita relatif
lebih tinggi di kelompok LPR. Namun, perbedaan antara kelompok yang signifikan
diamati hanya pada wanita.
• NHR adalah ukuran kuantitas kebisingan dalam sampel suara. Penutupan pita
suara yang tidak memadai dan getaran pita suara aperiodik menyebabkan
turbulensi aliran udara dan kebisingan yang berlebihan
• SPI adalah komponen parameter noise dari analisis suara akustik yang terkait
dengan adduksi pita suara nilai parameter ini meningkat dengan bertambahnya
komponen breathiness.
• Dalam penelitian ini nilai NHR dan SPI pada laki-laki lebih tinggi pada kelompok
LPR, meskipun hanya NHR yang menunjukkan perbedaan antar kelompok yang
signifikan

• Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aduksi pita suara yang terganggu karena
turbulensi dan kebisingan yang disebabkan oleh peradangan pita suara.
Perempuanpasienpada kelompok LPR menunjukkan nilai NHR dan SPI yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok non-LPR, meskipun nilainya relatif sama
• Hasil peneliti sama dengan hasil menurut Oguz et al. à nilai NHR
yang lebih tinggi pada kelompok LPR dibandingkan pada kelompok
non-LPR; Namun, perbedaannya tidak signifikan secara statistik
• Beberapa penelitian telah meneliti karakteristik parameter tremor pada pasien
dengan LPR. Dalam sebuah studi oleh Domerecka-Kołodziej et al.

• pasien dengan LPR menunjukkan peningkatan nilai FTRI dan ATRI setelah
pengobatan, meskipun nilai sebelum dan sesudah pengobatan tidak berbeda
nyata. Getaran suara fisiologis dapat terjadi pada orang normal, terutama selama
fonasi frekuensi tinggi dan amplitudo rendah.
• Tremor suara patologis biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit
Parkinson dan polip pita suara. Pasien dengan penyakit Parkinson
memiliki pita suara yang kaku karena adduksi pita suara yang tidak
memadai dan perubahan massa dan ketegangan pita suara.

• disertai dengan gangguan motorik progresif, yang mengakibatkan


gemetar suara. Pada pasien dengan polip pita suara, adanya polip
mengganggu simetri adduksi pita suara dan menyebabkan getaran
pita suara .
• Peradangan laring akibat cairan lambung yang dimuntahkan juga menyebabkan
perubahan ketegangan pita suara, seperti yang dijelaskan sebelumnya à
menyebabkan ketidakstabilan dan ketidakteraturan getaran pita suara, sehingga
menyebabkan getaran suara.

• Dalam penelitian ini nilai FTRI dan ATRI pada laki-laki sebanding antara kedua
kelompok, sedangkan perempuan pasienpada kelompok LPR cenderung
menunjukkan nilai FTRI dan ATRI yang lebih tinggi dibandingkan pada kelompok
non-LPR.

• perbedaan antar kelompok sehubungan dengan nilai FTRI dan ATRI baik pada
perempuan maupun laki-laki tidak signifikan secara statistik
• Hal ini disebabkan à bahwa ketidakteraturan getaran pita suara akibat
perubahan inflamasi tidak separah yang disebabkan oleh polip pita suara atau
penyakit Parkinson. oleh karena itu, getaran suara tidak terlalu berbeda dengan
pasien non-LPR.

• Selain itu, meskipun FTRI dan ATRI adalah parameter tremor yang spesifik,
parameter ini biasanya memiliki konsistensi yang rendah. Ini kemungkinan
memainkan peran dalam inkonsistensi yang diamati antara nilai FTRI dan ATRI
dalam penelitian ini
• Penentuan derajat LPR pada penelitian ini hanya berdasarkan nilai RFS, dengan
asumsi semakin parah kelainan laring maka kualitas suaranya akan semakin
terganggu (terkait pola gangguan dan lama waktu getaran pita suara).
Semuapasien dalam penelitian ini menunjukkan ringan- derajat sedang dari
hipertrofi comissura posterior, hiperemia laring, dan edema pita suara ringan-
sedang yang ada pada tabel 7.
• Dalam penelitian ini nilai F0 berbeda nyata antara laki-laki dan perempuan
pasienpada kelompok LPR ringan dan sedang-berat, mungkin karena derajat
variabel inflamasi laring, seperti yang dijelaskan sebelumnya. Proporsi perokok di
antara priapasiendari kelompok LPR sedang sampai berat sedikit lebih besar dari
pada kelompok LPR ringan; ini kemungkinan memperburuk peradangan laring
• Oguz dkk --> menemukan bahwa semakin luas kelainan patologis pada pita
suara, semakin tinggi nilai jitter, yang konsisten dengan hasil kami. Dalam
penelitian kami, nilai jitter dan PPQ pada pria dan wanitapasiencenderung lebih
tinggi pada kelompok LPR sedang-berat; Namun, perbedaan antar kelompok
hanya signifikan pada laki-laki.
• Domeracka et al à edema dan lendir yang berlebihan di laring terkait dengan LPR
menyebabkan ketidakteraturan pita suara setelah pengobatan LPR, penurunan
edema laring diamati bersama dengan pita suara yang lebih teratur. Ini
menyiratkan bahwa keparahan kelainan laring mempengaruhi pola dan
periodisitas pita suara

• Semakin parah kelainan laring, semakin tidak teratur getaran pita suara. Temuan
ini konsisten dengan hasil penelitian, di mana shimmer dan nilai APQ pada pria
lebih tinggi pada kelompok LPR sedang-berat, meskipun perbedaan antar
kelompok hanya signifikan sehubungan dengan nilai APQ
• Shimmer dan nilai APQ shimmer dan APQ perempuan dalam dua kelompok.
• Kurangnya perbedaan signifikan antara kelompok yang diamati sehubungan
dengan shimmer dan nilai APQ kemungkinan disebabkan oleh kurangnya
perbedaan yang signifikan sehubungan dengan kelainan laring (seperti yang
tercermin dalam nilai RFS) antara kelompok LPR ringan dan sedang-bera
• Nilai NHR pada pria pasien dan nilai SPI pada wanita lebih tinggi pada kelompok
LPR sedang-berat.

• sedangkan nilai NHR perempuan pasien dan nilai SPI pada pria sedikit lebih tinggi
pada kelompok LPR ringan.

• Namun pada evaluasi lebih lanjut, parameter SPI berkisar pada laki-lakipasien
pada kelompok LPR ringan tidak berbeda jauh dengan kelompok LPR sedang-
berat.
• pasien dalam kelompok LPR sudah mengalami gangguan suara. Hal ini tercermin
pada nilai parameter akustik yang lebih tinggi pada kelompok LPR dibandingkan
pada kelompok non-LPR.

• Dalam studi ini, keparahan LPR ditentukan berdasarkan nilai RFS saja tanpa
melihat faktor lain, seperti onset dan durasi gejala LPR dan riwayat pengobatan
LPR.
• Dalam studi ini, hanya beberapa faktor perancu yang cocok, termasuk usia, risiko
penyalahgunaan vokal, dan merokok. Namun, beberapa faktor perancu lain yang
juga dapat mempengaruhi kualitas suara, seperti indeks massa tubuh, etnis,
status alergi, penyakit penyerta, kondisi psikologis, dan siklus menstruasi, tidak
diperhitungkan dalam analisis.
Kesimpulan
• Dalam penelitian ini keluhan utama pasien dengan LPR ada lendir yang
berlebihan atau aliran lendir ke tenggorokan dan sensasi benjolan di
tenggorokan.

• Beberapa parameter suara akustik pada kelompok LPR secara signifikan lebih
tinggi daripada pada kelompok non-LPR.

• Untuk pasien pria adalah parameter frekuensi gangguan (jitter dan PPQ) dan
parameter kebisingan (NHR), sedangkan untuk pasien wanita adalah parameter
gangguan amplitudo (shimmer dan APQ). Terdapat perbedaan yang signifikan.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai