Anda di halaman 1dari 5

Polusi dari Tumpahan Minyak di Laut

Polusi dari tumpahan minyak di laut merupakan salah satu sumber pencemaran laut yang selalu
menjadi fokus perhatian masyarakat luas, karena akibatnya sangat cepat dirasakan oleh
masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak lingkungan hidup di laut. Pencemaran
minyak semakin banyak terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan minyak untuk
industri yang harus diangkut dari sumbernya, meningkatnya jumlah anjungan pengeboran
minyak lepas pantai dan juga meningkatnya transportasi laut. Berdasarkan PP No.19/1999

‘pencemaran laut diartikan sebagai masuknya/dimasukannya mahkluk hidup, zat,energi dan/atau

komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun

sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku

mutu dan/atau fungsinya’ (Pramudianto, 1999).

Sedangkan menurut Konvensi Hukum Laut III (UNCLOS III) mengartikan bahwa pencemaran
laut adalah

perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara sungai (estuaries) yang


menimbulkan akibat yang buruk sehingga dapat merusak sumber daya hayati laut (marine
living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia,gangguan terhadap kegiatan di laut
termasuk perikanan dan penggunaan di laut secara wajar,menurunkan kualitas air laut dan
mutu kegunaan serta manfaatnya (Siahaan,1989a, 83).

Salah satu sumber pencemaran minyak di laut yaitu Kapal. Tumpahan minyak ke laut dapat
berasal dari kapal tanker yang mengalami tabrakan atau kandas, ataupun dari proses pencucian
tangki ballast dan transfer minyak antar kapal. Umumnya cemaran minyak dari kapal tanker
berasal dari pembuangan air tangki ballast.untuk tenker berbobot 50.000 ton, buangan air dari
tangki ballastnya mencapai 1.200 barel.
Tumpahan minyak ke laut juga dapat berasal dari Limbah kapal. Kegiatan operasional tersebut
dapat berupa pembersihan tangki-tangki baik secara rutin maupun pengedokan,pembuangan
kotoran yang ada di saluran got kapal, termasuk juga sampah dan limbah minyak dari mesin
kapal. Semua kapal yang beroperasi diwajibkan memiliki penampung limbah.
Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung dan menyebabkan air
laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen
sebagai deposit hitam pada pasir dan bebatuan di pantai.

Komponen hidrokarbon penyusunan minyak bumi yang bersifat toksik berpengaruh


pada reproduksi,perkembangan,pertumbuhan biota laut, terutama pada plankton, bahkan
dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan.Proses
emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi organisme,terutama pada telur, larva dan
perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar
(Fakhruddin, 2004).

Sumadhiharga (1965) dalam Misran (2002) memaparkan bahwa dampak yang disebabkan oleh
pencemaran minyak di laut adalah akibat jangka pendek dan akibat jangka panjang.

1. Akibat jangka pendek


Molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membrane sel biota laut, mengakibatkan
keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam sel. Berbagai jenis
udang dan ikan akan beraroma dan berbau minyak menyebabkan kematian pada ikan
karena kekurangan oksigen, keracunan karbon dioksida dan keracunan langsung oleh
bahan berbahaya.
2. Akibat jangka panjang
Lebih banyak mengancam biota muda. Minyak di dalam laut dapat termakan oleh biota
laut. Sebagian senyawa minyak dapat di keluarkan bersama-sama makanan, sedang
sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein.
Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisma satu ke organisma yang lain.
Secara tidak langsung, pencemaran laut akibat minyak dapat dapat membinasakan
kekayaan laut.
‘Lapisan minyak juga akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi

kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung

bentuk kehidupan laut yang aerob’ ( Fakhruddin, 2004, 219).


‘Pecahnya kapal tangki torrey canyon menyebabkan matinya

burung-burung laut sekitar 10.000 ekor di sepanjang pantai

dan sekitar 30.000 ekor lagi didapati tertutupi oleh genangan

minyak.’ (Farb, 1980).

‘Pembuangan air ballast di Alaska sekitar Februari-Maret

1970 telah pula mencemari seribu mil jalur pantai dan

diperkirakan paling sedikit 100 ribu ekor burung musnah’

(Siahaan, 1989b, 85).

Bukti-bukti di lapangan menunjukan bahwa minyak yang terperangkap di


dalam habitat berlumpur tetap mempunyai pengaruh racun selama 20 tahun
setelah pencemaran terjadi. Komunitas dominan species Rhizophora mungkin
bisa membutuhkan waktu sekitar 8 tahun untuk mengengbalikan kondisinya
seperti semula (O’Sullivan, 2011 & Jacques, 2001).

Salah satu Penanganan kondisi lingkungan yang tercemari


oleh minyak bumi di laut dapat dilakukan dengan mengambil
kembali minyak bumi yang tumpah dengan oil skimmer.
Oil skimmer adalah alat yang digunakan untuk memisahkan
partikel cair yang berada di atas cairan lain atau cairan yang
mengambang dikarenakan cairan tersebut tidak homogen atau
yang sering di sebut dengan oil separator.
Oil skimmer juga sering digunakan untuk mengangkat
tumpahan minyak di laut akibat kapal tanker yang bocor atau yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Fakhruddin. 2004. Dampak Tumpahan Minyak pada Biota Laut. Career Development Network.
Jakarta : Faculty of Engineering University of Indonesia

Farb, Peter. 1980. Ekologi. Pustaka Life. Jakarta : Tira Pustaka

O’sullivan, A.J dan Jacques, T.G. 2001. Impact Reference System – Effects of Oil in the Marine.
Environment : Impact of Hydrocarbons on fauna and flora, Internet Edition.
Brussel : European Commissions Directorate General Environment Civil Protection
And Environmental Accidents, Belgium.

Siahaan. 1989a. Pencemaran laut dan kerugian yang ditimbulkan (I), dalam Harian Angkatan
Bersenjata. Jakarta : 8 Juni 1989.

Siahaan. 1989b. Pencemaran Laut dan Kerugian yang ditimbulkan (II), dalam Harian Angkatan
Bersenjata. Jakarta : 9 Juni 1989.

Sumadhiharga, Kurnaen. 1995. “Zat-Zat yang Menyebabkan Pencernaan di Laut,” dalam jurnal
Pusat Studi Lingkungan Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia : Lingkungan dan
Pembangunan, 15 : 376-387 (April, 1995).

Undang – undang :

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran


Dan/Atau Perusakan Laut.

UNNCLOS III (1982), Konvensi Hukum Laut III, United Nations Convention on the law of the
Sea, Montego Bay, Jamaica, UNCLOS.
ARTIKEL ILMIAH JENIS ARGUMENTASI

Disusun oleh :

NAMA : STEPHANIE KEILUHU


NIM : 202069003
PRODI : TEKNIK PERKAPALAN
TUGAS : BAHASA INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai