Laporan Fix Sce D Blok
Laporan Fix Sce D Blok
BLOK 28
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan rahmat dan
hidayah-Nya lah penyusun bisa menyelesaikan tugas laporan tutorial ini dengan baik tanpa
aral yang memberatkan.
Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas laporan tutorial skenario D
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada Blok Kegawatdaruratan. Terima
kasih tak lupa pula kami sampaikan kepada dr. Debby Handayati yang telah membimbing
dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang terlibat, baik dalam memberikan
saran, arahan, dan dukungan materil maupun inmateril dalam penyusunan tugas laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang baru bagi
penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.
Kelompok Tutorial II
ii
DAFTAR ISI
JUDUL ..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR…........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 2
I. Skenario D................……….............................................................. 2
V. Kerangka Konsep...............................................................................
I. KESIMPULAN.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:
1
BAB II
PEMBAHASAN
I. Skenario D
Ny. N umur 30 tahun, seorang janda dengan 3 orang anak, bekerja sebagai
asisten rumah tangga tiga hari yang lalu, malam hari, hujan deras, tiba tiba
mengeluh sesak dan nafas berbunyi. Ny. N menggunakan obat inhaler pelega
sesak nafas yang selama ini dipakainya dan makan obat salbutamol, keluhan sesak
sedikit berkurang. Ny. N juga mengeluhkan batuk dan susah mengeluarkan dahak,
merasa batuknya berkurang bila dahaknya keluar. Sejak 1 hari ini keluhan sesak
nafas makin berat sampai harus duduk, sesak disertai suara mengi dan tidak ada
perbaikan dengan obat yang dipakainya, lalu diantar oleh tetangganya ke unit
gawat darurat RSMH.
Sudah satu bulan ini Ny. N juga mengalami gejala sesak yang timbul hamper
setiap hari dan terbangun malam hari karena sesaknya rata-rata 2 kali dalam
seminggu. Ny. N hanya memakai inhaler pelega sesak setiap hari tetapi tidak
memakai obat inhaler untuk mencegah serangan. Sesak ini mengganggu aktifitas
sehari-hari Ny. N.
Enam bulan yang lalu, Ny. N mengalami serangan asma dan dibawa ke UGD,
dinebulisasi 2 kali, sesak berkurang lalu pulang dan mendapatkan obat oral
bronkodilator. Tiga hari kemudia berobat ke poliklinik, dilakukan spirometri
( tanggal 10 april 2016) dan mendapat obat inhaler pelega dan pencegah serangan.
Pada saat control ke poliklinik tanggal 21 meil 2016, tidak ada keluhan sesak,
skor tes control asma Ny. N adalah 24 dan dilakukan spirometri saat itu.
Riwayat sesak seperti ini mulai dialami Ny. N sejak usia 15. Selain cuaca
dingin, Ny. N juga akan mengalami sesak bila terhirup debu, tercium bau yang
menyengat atau bila kelelahan. Ayah Ny. N juga menderita penyakit yang sama
sedangkan bibinya sering gatal-gatal bila makan udang atau ikan laut. Kakanya
sering bersin-bersin, hidung mengeluarkan secret encer bila terhirup debu atau
tercium bau yang menyengat.
2
Pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum tampak sakit berat, sesak bila berbicara, hanya dapat berbicara
beberapa kata, sensorium gelisah, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 102
kali/menit, frekuensi nafas 30 kali / menit, suhu 37.1C, saturasi oksigen 90 %.
Keadaan spesifik :
Kepala : konjuctiva pucat (-), ikterik (-)
Leher : JVP (5-2) cm H2O
Thoraks : Paru : inspeksi tampak retraksi sela iga, auskultasi: vesicular normal,
ekspirasi memanjang, wheezing diluruh lapangan paru.
Pemeriksaan laboratorium : Hb : 12.5 gr%, WBC : 8.000/mm3, hitung jenis :
0/5/6/70/18/1; LED : 20 mm/jam.
3
No. Istilah Definisi
4
yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa setelah
inspirasi maksimal
5
disertai suara mengi dan tidak ada perbaikan dengan obat yang
dipakainya, lalu diantar oleh tetangganya ke unit gawat darurat
RSMH.
2 Ny. N juga mengeluhkan batuk dan susah mengeluarkan dahak, Keluhan
merasa batuknya berkurang bila dahaknya keluar. tambahan
3 Sudah satu bulan ini Ny. N juga mengalami gejala sesak yang
timbul hamper setiap hari dan terbangun malam hari karena Riwayat
sesaknya rata-rata 2 kali dalam seminggu. Ny. N hanya perjalanan
memakai inhaler pelega sesak setiap hari tetapi tidak memakai penyakit
obat inhaler untuk mencegah serangan. Sesak ini mengganggu
aktifitas sehari-hari Ny. N.
4 Tiga hari yang lalu, malam hari, hujan deras, tiba tiba mengeluh Riwayat
sesak dan nafas berbunyi. Ny. N menggunakan obat inhaler perjalanan
pelega sesak nafas yang selama ini dipakainya dan makan obat penyakit
salbutamol, keluhan sesak sedikit berkurang.
5 Enam bulan yang lalu, Ny. N mengalami serangan asma dan
dibawa ke UGD, dinebulisasi 2 kali, sesak berkurang lalu
pulang dan mendapatkan obat oral bronkodilator. Tiga hari Riwayat
kemudia berobat ke poliklinik, dilakukan spirometri( tanggal penyakit
10 april 2016) dan mendapat obat inhaler pelega dan dahulu
pencegah serangan. Pada saat control ke poliklinik tanggal
21 meil 2016, tidak ada keluhan sesak, skor tes control asma
Ny. N adalah 24 dan dilakukan spirometri saat itu.
6 Riwayat sesak seperti ini mulai dialami Ny. N sejak usia 15. Riwayat
Selain cuaca dingin, Ny. N juga akan mengalami sesak bila penyakit
terhirup debu, tercium bau yang menyengat atau bila kelelahan. dahulu
7 Ayah Ny. N juga menderita penyakit yang sama sedangkan
bibinya sering gatal-gatal bila makan udang atau ikan laut. Riwayat
Kakanya sering bersin-bersin, hidung mengeluarkan secret keluarga
encer bila terhirup debu atau tercium bau yang menyengat.
8 Pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum tampak sakit berat, sesak bila berbicara, hanya Pemeriksaan
dapat berbicara beberapa kata, sensorium gelisah, tekanan darah fisik
6
120/80 mmHg, denyut nadi 102 kali/menit, frekuensi nafas 30
kali / menit, suhu 37.1C, saturasi oksigen 90 %.
9 Keadaan spesifik :
Kepala : konjuctiva pucat (-), ikterik (-)
Leher : JVP (5-2) cm H2O Keadaan
Thoraks : Paru : inspeksi tampak retraksi sela iga, auskultasi: spesifik
vesicular normal, ekspirasi memanjang, wheezing diluruh
lapangan paru.
10 Pemeriksaan laboratorium : Hb : 12.5 gr%, WBC : 8.000/mm 3, Pemeriksaan
hitung jenis : 0/5/6/70/18/1; LED : 20 mm/jam. laboratorium
11 Pemeriksaan spirometry tanggal 10 April 2016
Pemeriksaan Prediksi Hasil %
VEP1 2.505 1,68 67
KVP 3,121 2,81 95
VEP1/KVP 78 60 69
Pemeriksaan
Pemeriksaan spirometry tanggal 21 Mei 2016 spirometri
Pemeriksaan Prediksi Hasil %
VEP1 2.505 2,204 88
KVP 3,121 2,90 96
VEP1/KVP 78 82 91
IV. Analisis Masalah
Untuk usia dan jenis kelamin, tidak ada hubungan khusus dengan
penyakit yang diderita oleh Ny. N. Pada usia 30 tahun tidak ada
perbedaan signifikan antara kejadian asma pada wanita maupun laki
7
laki. Pekerjaan Ny. N sebagai asisten rumah tangga menyebabkan Ny.
N terpapar kepada debu, serta kemungkinan kondisi tempat tinggal
yang tidak sesuai (terlalu dingin) menjadi risiko terhadap serangan
asma pada kasus.
Keluhan sesak nafas semakin berat, sesak disertai suara mengi tidak ada
perbaikan setelah menggunakan inhaler dikarenakan telah terjadi
progresivitas dari asma yang diderita. Pada asma kronik, bronkus kecil
8
menunjukkan perluasan epitel membrana basalis dan hilangnya sebagaian
sel-sel mukosa. Lumen terisi mukus dan debris sel, dan submukosa
dipadati oleh banyak sekali sel radang termasuk eosinofil. Akibat
kerusakan epitel oleh karena inflamasi dapat juga meningkatkan penetrasi
alergen dan mediator inflamasi, iritasi ujung-ujung saraf otonom sehingga
semakin cepat perburukan dan tidak mengalami perbaikan.
9
adanya inflamasi kelenjar mukosa, serta adanya produksi mucus yang
berlebihan. Batuk pada penderita asma bronkhiale sangat bervariasi,
yang dapat dilihat dari frekuensi atau seringnya batuk. Frekuensi
seringnya batuk pada penderita asthma bronkhiale dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut:
3. Sudah satu bulan ini Ny. N juga mengalami gejala sesak yang timbul
hampir setiap hari dan terbangun malam hari karena sesaknya rata-rata 2
kali dalam seminggu. Ny. N hanya memakai inhaler pelega sesak setiap hari
tetapi tidak memakai obat inhaler untuk mencegah serangan. Sesak ini
mengganggu aktifitas sehari-hari Ny. N.
b. Apakah makna klinis dari sesak terjadi hampir setiap hari dan
terbangun 2 kali dalam seminggu pada malam hari ?
10
inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >
60% dan < 80%.
11
serangan asma lebih dari dua kali dalam seminggu, harus
menggunakan inhaler pereda lebih dari dua kali dalam seminggu,
atau terbangun pada malam hari sekali atau lebih dalam seminggu
akibat serangan asma. Inhaler pencegah biasanya mengandung
obat-obatan steroid seperti budesonide, beclometasone,
mometasone, dan fluticasone. Merokok dapat menurunkan kinerja
obat ini.
12
ringan, sedang atau berat dan digunakan untuk pencegahan
serangan asma.
13
Pelepasan kejang dan bronchodilasi dapat dicapai dengan
dengan merangsang adrenergic dengan adrenergika atau melalui
penghambatan sistim kolinergis dengan antikolinergika, juga
dengan teofilin.
a. agonis β adrenerrgik atau (β-mimetika)
salbutamol,terbutalin, klenbuterol, salmeterol, fenoterol, formoterol
dan prokaterol.
Contoh :
o Kerja singkat (1-3 jam): epinefrin, isoproterenol, isoetarin
o Kerja sedang (3-6 jam): salbutamol, bitolterol, fenoterol,
metaproterenol. pributerol, terbutalin.
o Kerja lama (lebih dari 12 jam): formoterol, salmeterol,
bambuterol.
Zat zat ini bekerja selktif tehadap reseptor β adrenergic
(bronchospasmolysis) dan praktis tidak terhadap reseptor β1
(stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua reseptor
sebaiknya jangan digunakan lagi berhubung efeknya terhadap
jantung. Seperti efedrin,isoprenalin, dan orsiprenalin.pengecualian
ada adrenalin (reseptor-α dan – β) dan yang sangat efektif pada
keadaan kemelut.
Mekanisme kerjannya adalah melaui stimulasi reseptor β2
yang banyak terdapat di trachea (batang tenggorok dan bronchi
yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase.Enzim ini
memperkuat pengubahan adenosintrifosfat (ATP) yang kaya energi
menjadi cyclic-adenosine-monophosphape (cAMP) dengan
pembebasan enersi yang digunakan proses-proses dalam
sel.Meningkatnya kadar (cAMP) didalam sel menghasilkan
beberapa efek melalui enzim fosfokinase.
Farmakodinamika : Zat zat ini bekerja selektif terhadap
reseptor beta-2 adrenergik (bronchospasmolysis) dan praktis tidak
terhadap reseptor beta-1 (stimulasi jantung).
14
Indikasi : Untuk mencegah dan untuk mengatasi
bronkospasme.
Farmakokinetik : diadsorbsi minimal dari saluran cerna,tidak
melintasi blood-brain barier ,dimetabolisme secara ekstensif dalam
hepar menjadi metabolit in aktif,dieksresi secara cepat melaui urin
dan feses.
Efek samping :
1. Kerja pendek: mulut kering,tremors,tachycardia,paradoxial
bronchospasm
2. Kerja lama: bronchospasm, tachycardia
Penggunaanya semula sebagai monoterapi kontinu,yang ternyata
berangsur meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi
paru karena tidak menanggulangi peradangan dan peningkatan
kepekaan bagi allergen. Pada pasien alergis.oleh karena itu sejak
beberapa tahun sejak beberapa tahun hanya untuk melawan
serangan dan sebagai pemeliharaan dalam kombinasi dengan zat
anti radang yaitu kortikosteroid inhalasi. Salbutamol dan butalin
dapat di gunakan oleh wanita hamil,begitu pula penoterol dan
hekso-prenalin settelah minggu ke 16.salbutamol, terbutalin dan
salmeterol mencapaiair susu ibu.dari obat lainnya belum terdapat
data untuk menilai keamanannya tetapi cukup pada binatang
percobaan salmeterol ternyata merugikan janin.
15
yang lebih parah pada episode sesak berikutnya. Pada serangan asma
berat, hal ini akan menyebabkan berkurangnya respon terhadap terapi.
4. Tiga hari yang lalu, malam hari, hujan deras, tiba tiba mengeluh
sesak dan nafas berbunyi. Ny. N menggunakan obat inhaler pelega sesak
nafas yang selama ini dipakainya dan makan obat salbutamol, keluhan sesak
sedikit berkurang.
Mekanisme kerja
Salbutamol termasuk dalam golongan obat Agonis Reseptor Beta-2
Adrenergik. Golongan 0bat ini merupakan obat terbaik untuk
mengurangi serangan penyakit asma yang terjadi secara tiba-tiba dan
untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga.
16
Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor
beta-adrenergik. Bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-
2 adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa
denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar)
otot. Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta-2
adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru),
hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya.
Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek
samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua
reseptor beta-2 adrenergik.
Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi
efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih
baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya
lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah
serangan.
Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat
yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan
mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula
kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang
mengalami penyumbatan berat.
Indikasi
Kejang bronkus pada semua jenis asma bronchial, bronchitis kronis
dan emfisema.
Kontrindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.
Efek samping
Pada dosis yang dianjurkan, tidak ditemukan adanya efek samping
yang serius. Pada pemakaian dosis besar dapat menyebabkan tremor
halis pada otot skelet biasanya pada tangan), palpitasi, kejang otot,
takikardia, sakit kepala dan ketegangan. efek ini terjadi pada semua
17
perangsangan adrenoreseptor beta. Vasodilator perifer, gugup,
hiperaktif, epitaksis (mimisan), susah tidur.
4. Enam bulan yang lalu, Ny. N mengalami serangan asma dan dibawa
ke UGD, dinebulisasi 2 kali, sesak berkurang lalu pulang dan
mendapatkan obat oral bronkodilator. Tiga hari kemudia berobat
ke poliklinik, dilakukan spirometry (tanggal 10 april 2016) dan
mendapat obat inhaler pelega dan pencegah serangan. Pada saat
control ke poliklinik tanggal 21 meil 2016, tidak ada keluhan sesak,
skor tes control asma Ny. N adalah 24 dan dilakukan spirometri
saat itu.
18
a. Bagaimana cara menghitung skor tes control asma ?
19
b. Apa saja obat oral bronkodilator ?
20
d. Apakah Indikasi dan kontraindikasi nebulisasi ?
Pelaksanaan :
1. Siapkan alat spirometri
2. Nyalakan alat terlebih dahulu dengan memencet tombol ON
21
3. Masukkan data seperti nama, umur, jenis kelamin, TB, BB
4. Kemudian masukkan mouthpiece yang ada dalam alat spirometri
kedalam mulutnya dan tutuplah hidung dengan penjepit hidung.
5. Untuk mengatur pernapasan, bernapaslah terlebih dahulu dengan
tenang sebelum melakukan pemeriksaan
6. Tekan tombol start jika sudah siap untuk memulai pengukuran
7. Mulai dengan pernapasan tenang sampai timbul perintah dari alat
untuk ekspirasi maksimal (tidak terputus). Bila dilakukan dengan
benar maka akan keluar data dan kurva pada layar monitor
spirometri
8. Kemudian ulangi pengukuran dengan melanjutkan inspirasi dalam
dan ekspirasi maksimal
9. Setelah selesai lepaskan mouthpiece, periksa data dan kurva
kemudian dilanjutkan dengan mencetak hasil rekaman (tekan
tombol print pada alat spirometri)
f. Klasifikasi gangguan respirasi ( % nilai prediksi )
a. Gangguan restriksi :Vital Capacity (VC) < 80% nilai prediksi;
FVC < 80% nilai prediksi
b. Gangguan obstruksi : FEV1 < 80% nilai prediksi; FEV1/FVC <
75% nilai prediksi
c. Gangguan restriksi dan obstruksi : FVC < 80% nilai prediksi;
FEV1/FVC < 75% nilai prediksi.
22
menentukan prognosis penyakit yang berkaitan dengan respirasi dan
menilai status kesehatan sebelum memulai program latihan.
2. Monitoring: menilai intervensi terapeutik, memantau perkembangan
penyakit yang mempengaruhi fungsi paru, monitoring individu yang
terpajan agen berisiko terhadap fungsi paru dan efek samping obat
yang mempunyai toksisitas pada paru.
3. Evaluasi kecacatan/kelumpuhan: menentukan pasien yang
membutuhkan program rehabilitasi, kepentingan asuransi dan
hukum.
4. Kesehatan masyarakat: survei epidemiologis (skrining penyakit
obstruktif dan restriktif ) menetapkan standar nilai normal dan
penelitian klinis.
5. Riwayat sesak seperti ini mulai dialami Ny. N sejak usia 15. Selain
cuaca dingin, Ny. N juga akan mengalami sesak bila terhirup debu,
tercium bau yang menyengat atau bila kelelahan.
a. Apakah makna klinis dari sesak dialami bila terhirup debu, tercium
bau yang menyengat atau bila kelelahan ?
Asma adalah penyakit yang mempunyai banyak faktor penyebab,
dimana yang paling sering adalah karena faktor atopic atau alergi. Hal
23
ini bermakna bahwa debu, bau menyengat, dan kelelahan merupakan
faktor resiko yang dapat menyebabkan asma pada kasus.
24
8. Pemeriksaan fisik didapatkan :
25
memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan.
Frekuensi nafas 30 Meningkat, normal: Pada saat serangan asma
kali/menit 16-24 kali/menit akan terjadi
bronkokonstriksi. Hal ini
menyebabkan penderita
akan sangat kesulitan
dalam proses bernapas,
oleh karena itu penderita
akan berusaha untuk
melakukan inspirasi
dengan lebih cepat.
Suhu 37,1 C Normal -
Saturasi oksigen 90% Menurun, normal: Saturasi oksigen
>95% menunjukkan jumlah
oksigen yang diikat oleh
hemoglobin. SO
berkurang akibat
kurangnya oksigen yang
masuk dan dapat diikat
oleh Hb.
9. Keadaan spesifik :
Kepala : konjuctiva pucat (-), ikterik (-)
Leher : JVP (5-2) cm H2O
Thoraks : Paru : inspeksi tampak retraksi sela iga, auskultasi: vesicular
normal, ekspirasi memanjang, wheezing diluruh lapangan paru.
a. Apakah Interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormal dari
pemeriksaan spesifik ?
26
Keadaan Analisis Interpretasi Interprestasi Mekanisme
Spesifik
Keadaan Konjugtiva pucat (-), Konjuntiva tidak Normal Normal
spesifik: ikterik (-) pucat, tidak ikterik,
Kepala: Leher: JVP (5-2) JVP 5-2cmH2O
cmH2O
Thoraks: Retraksi sela iga, Tidak ada retraksi, Abnormal Karena
paru: vesikuler normal, vesikular normal, patogenesis asma
inspeksi ekspirasi eksipirasi yang
tampak memanjang.Wheezing memanjang, tidak menyebabkan
auskultasi: diseluruh lapangan ada wheezing obstruksi saluran
Pemeriksa paru. pernapasan
an terutama pada saat
eksipirasi
Laboratori Hb 12,5 gr%, Hb 12-15g/dl, Normal Normal
um: LED:
27
menurun biasanya menunjukkan
respon yang tepat
terhadap sel-sel
abnormal, parasit atau
bahan-bahan penyebab
reaksi alergi (alergen)
LED 20 mm/jam Cenderung meningkat, Menunjukkan adanya
wanita: 0-20 mm/jam radang atau infeksi.
Gangguan ventilasi
Obstruksi (perlambatan aliran udara ekspirasi) : VEP< 80% nilai prediksi
VEP/ KVP < 75%
Restriksi (gangguan pengembangan paru) KV < 80% nilai prediksi
28
hasil pemeriksaan spirometri tanggal 21 Mei 2016 menunjukkan tidak
adanya gangguan ventilasi (perbaikan)
V. Hipotesis
29
c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau
penyakit alergi yang lain.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah,
penderita lebih nyaman dalam posisi duduk.
b. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.
c. Paru :
Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong
ke bawah.
Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.
Perkusi : hipersonor
Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri
Pemeriksaan laboratorium
a. Darah rutin didapat peningkatan eosinofil dan IgE
b. Sputum didapat adanya eosinofil, spiral crushman, kristal charcot
Leyden.
c. Foto toraks dapat normal diluar serangan, hiperinflasi saat
serangan, adanya penyakit lain
d. Faal paru (spirometri /peak flow meter) menilai berat obstruksi,
reversibilitas, variabilitas
e. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis
2) Apakah pemeriksaaan penunjang pada kasus?
30
Uji Kulit: tujuannya untuk menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik dalam tubuh. IgE pada alergi dikenal sebagai antibodi reagin.
Uji IgE Spesifik dan IgE Total pada Sputum: ini dilakukan apabila
uji kulit hasilnya kurang dapat dipercaya/tidak dapat dilakukan
Uji Gas Darah: hanya dilakukan pada pasien yang mengalami asma
berat. Terjadi hipoksemia dan hiperkapnea (PaCO2 <35 atau >45mmHg).
Asthma bronkiale
PPOK
31
5) Apakah definisi diagnosis pada kasus?
32
Klasifikasi Asma berdasarkan penyebabnya, yaitu:
A. Asma Alergik
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan
alergen. Alergen yang masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan,
kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makofrag
yang bekerja sebagai antigen presenting cells(APC).
33
mempunyai gejala klasik. Bagian Anak FKUI/ RSCM melakukan
studi prevalensi asma pada anak usia SLTP di Jakarta Pusat pada
1995-1996 dengan menggunakan kuesioner modifikasi dari ATS
1978, ISAAC dan Robertson, serta melakukan uji provokasi bronkus
secara acak. Seluruhnya 1296 siswa dengan usia 11 tahun 5 bulan – 18
tahun 4 bulan, didapatkan 14,7% dengan riwayat asma dan 5,8%
dengan recent asthma. Tahun 2001, Yunus dkk melakukan studi
prevalensi asma pada siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2234
anak usia 13-14 tahun melalui kuesioner ISAAC (International Study
of Asthma and Allergies in Childhood), dan pemeriksaan spirometri
dan uji provokasi bronkus pada sebagian subjek yang dipilih secara
acak. Dari studi tersebut didapatkan prevalensi asma (recent asthma )
8,9% dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%.
34
mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma
untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya
eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap.
Faktor Pejamu
Prediposisi genetic
Atopi
Hiperesponsif jalan napas
Jenis kelamin
Ras/ etnik
Faktor Lingkungan
Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan
predisposisi asma
Alergen di dalam ruangan.
Mite domestic
Alergen binatang
Alergen kecoa
Jamur (fungi, molds, yeasts)
Alergen di luar ruangan
Tepung sari bunga
Jamur (fungi, molds, yeasts)
Bahan di lingkungan kerja
Asap rokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Polusi udara
Polusi udara di luar ruangan
Polusi udara di dalam ruangan
Infeksi pernapasan
Hipotesis hygiene
Infeksi parasit
Status sosioekonomi
35
Besar keluarga
Diet dan obat
Obesiti
Faktor Lingkungan
Mencetuskan eksaserbasi dan atau`menyebabkan gejala-gejala asma
menetap
Alergen di dalam dan di luar ruangan
Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
Infeksi pernapasan
Exercise dan hiperventilasi
Perubahan cuaca
Sulfur dioksida
Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
Ekspresi emosi yang berlebihan
Asap rokok
Iritan (a.l. parfum, bau-bauan merangsang, household spray)
36
produksimukus. Obstruksi terjadi selama ekspirasi ketika saluran napas
mengalami volumepenutupan dan menyebabkan gas di saluran napas
terperangkap.Bahkan, pada asmayang berat dapat mengurangi aliran udara
selama inspirasi. Sejumlah karakteristik anatomi dan fisiologi memberi
kecenderungan bayi dan anak kecil terhadappeningkatan risiko obstruksi
saluran napas antara lain ukuran saluran napas yanglebih kecil,recoil
elasticparu yang lebih lemah, kurangnya bantuan otot polossaluran napas
kecil, hiperplasia kelenjar mukosa relatif dan kurangnya saluranventilasi
kolateral (pori cohn) antar alveolus.
37
- Menghilangkan obstruksi secepat mungkin
- Mengembalikan faal paru ke normal secepat mungkin
- Mencegah kekambuhan
Tatalaksana Asma Eksaserbasi di Fasilitas Pelayanan Primer
A. Pasien dengan gejala eksaserbasi ringan sedang diberikan SABA: 4-
10 semprot
dengan MDI + spacer, ulangi setiap 20 menit selama 1 jam. Berikan
Prednisolon: dewasa 1mg/kg, maks. 50 mg, anak 1-2 mg/kg, maks.
40 mg. Berikan Oksigen (jika ada): target saturasi 93-95% (anak:
94-98%). Observasi selama 1 jam bila belum ada perubahan secara
klinis pindahkan ke fasilitas penanganan akut (UGD).
B. Pasien dengan gejala eksaserbasi berat dan mengancam jiwa
langsung
pertimbangkan untuk pemindahan ke fasilitas penanganan akut
(UGD). Selama menunggu: berikan SABA, O2, kortikosteroid
sistemik.
Tatalaksana Asma Eksaserbasi di Fasilitas Penanganan Akut (UGD)
A. Pasien dengan gejala eksaserbasi ringan sedang diberikan Beta-2-
agonis kerja
cepat (SABA), pertimbangkan ipratropium bromida, kontrol O2
untuk mempertahankan saturasi hingga 93-95% (pada anak 94-98%)
, kortikosteroid oral dan observasi selama 1 jam. Bila selama
observasi keadaan memburuk lakukan terapi sebagai derajad berat.
B. Pasien dengan gejala eksaserbasi berat diberikan Beta-2-agonis kerja
cepat ,
Ipratropium bromida, kontrol O2 untuk mempertahankan saturasi
hingga 93-95% (pada anak 94-98%), kortikosteroid oral atau IV,
pertimbangkan kortikosteroid inhalasi, Bila selama perjalanan
observasi keadaan memburuk dipertimbangkan untuk perawatan
ICU untuk pertimbangan penggunaan intubasi.
38
ALGORITMA TATA LAKSANA ASMA DI FASILITAS TINGKAT
PERTAMA
39
Catatan :
40
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma:
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma
dikatakan terkontrol bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis b2 kerja singkat) minimal (idealnya
tidak
diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Edukasi pasien
Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam
penatalaksanaan asma. Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk :
- Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum
dan pola penyakit asma sendiri)
41
- Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma
sendiri/asma mandiri)
- Meningkatkan kepuasan
- Meningkatkan rasa percaya diri
- Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
- Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan
mengontrol asma
Bentuk pemberian edukasi
a. Komunikasi/nasehat saat berobat
b. Ceramah
c. Latihan/training
d. Supervisi
e. Diskusi
f. Tukar menukar informasi (sharing of information group)
g. Film/video presentasi
h. Leaflet, brosur, buku bacaan
Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya
meningkatkan kepatuhan pasien dilakukan dengan :
1. Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap
tindakan/penanganan yang akan dilakukan. Jelaskan sepenuhnya
kegiatan tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan pasien
2. Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang
penanganan yang diberikan dan bagaimana pasien melakukannya. Bila
mungkin kaitkan dengan perbaikan yang dialami pasien (gejala dan
faal paru).
3. Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien.
4. Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma.
5. Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan
pasien, sehingga pasien merasakan manfaat penatalaksanaan asma
secara konkret.
42
6. Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui
bersama dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan.
7. Mengajak keterlibatan keluarga.
8. Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan
status sosioekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan
asma
43
4) Kontrol secara teratur
5) Pola hidup sehat
Dapat dilakukan dengan :
- Penghentian merokok
- Menghindari kegemukan
- Kegiatan fisik misalnya senam asma
4A.
Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter adalah lulusan dokter
mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
2 Learning Issue
A. Asma
44
Definisi Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik
menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
Gambar 2:
mekanisme dasar
kelainan asma
Asma
merupakan
inflamasi
kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast,
eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor
lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat
pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma
persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti
asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan
aspirin.
INFLAMASI AKUT
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor
antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi
akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti
reaksi asma tipe lambat.
45
Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan
terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan
preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated
mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan
kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
INFLAMASI KRONIK
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel
tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast
dan otot polos bronkus.
Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe
Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas
dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-
CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan
bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-
5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang
ketahanan hidup eosinofil.
Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti
molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme
terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi
46
plasma, eosinophil granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-
cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel.
EOSINOFIL
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi
tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma
adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan
mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-
alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5
dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang
ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang mengandung granul protein ialah
eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein (MBP), eosinophil
peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang toksik
terhadap epitel saluran napas.
Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-
linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast.
Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti
histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain
prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara
lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.
47
Gambar3. Inflamasi dan remodeling pada asma
Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada
orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh
percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara
lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam proses
inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran
tersebut melalui a.l sekresi growth-promoting factors untuk fibroblast, sitokin,
PDGF dan TGF-.
AIRWAY REMODELING
Proses inflamasi kronik pada asma akan meimbulkan kerusakan jaringan
yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process)
yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian selsel mati/rusak dengan
sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi/perbaikan
jaringan yang rusak/injuri dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian
jaringan yang rusak/injuri dengan jaringan peyambung yang menghasilkan
jaringan skar. Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan
struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks dan banyak belum
diketahui dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme tersebut sangat
heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi,
dediferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh
restitusi/pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai
fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mukus.
48
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling.
Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen
lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstisial,
fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos,
kelenjar mukus.
Perubahan struktur yang terjadi :
• Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas
• Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
• Penebalan membran reticular basal
• Pembuluh darah meningkat
• Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
• Perubahan struktur parenkim
• Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
Dari uraian di atas, sejauh ini airway remodeling merupakan fenomena sekunder
dari inflamasi atau merupakan akibat inflamasi yang terus menerus (longstanding
inflammation).
Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma
seperti hipereaktiviti jalan napas, masalah distensibiliti/regangan jalan napas dan
obstruksi jalan napas. Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam
manajemen asma terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut.
49
akibat pajanan polutan, meningkatnya penglepasan sitokin dan mediator inflamasi
dari epitel akibat pajanan polutan, yang berdampak pada proses inflamasi dan
remodeling.
Studi pada binatang percobaan mendapatkan bahwa injuri sel epitel menghasilkan
penglepasan mediator proinflamasi yang bersifat fibroproliferasi dan
profibrogenic growth factors terutama TGF- dan familinya (fibroblast growth
factor, insulin growth factor, endothelin-1, platelet-derived growth factor, dan
sebagainya) yang berdampak pada remodeling. Dari berbagai mediator tersebut,
TGF- adalah paling paling penting karena mempromosi diferensiasi fibroblas
menjadi miofibroblas yang kemudian akan mensekresi kolagen interstisial,
sedangkan mediator/growth factor lainnya sebagai mitogen otot polos dan sel
endotel. TGF- dan efeknya pada fibroblas dan miofibroblas dimulai pada sel
epitel dan diteruskan ke submukosa. Komunikasi antara sel-sel epitel dan sel-sel
mesenkim tersebut dikaitkan dengan perkembangan embriogenik jalan napas
mendatangkan pikiran adanya epithelial mesenchymal tropic unit (EMTU) yang
tetap aktif setelah lahir atau menjadi reaktivasi pada asma dan menimbulkan
remodeling jalan napas pada asma. Berdasrkan pemikirantersebut, inflamasi dan
remodeling yang terjadi pada asma adalah konsekuensi dari peningkatan
kecenderungan injuri, kelemahan penyembuhan luka atau keduanya.
Epidemiologi
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada
SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian
(mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di
seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan
obstruksi paru 2/ 1000.
50
Penelitian lain
Berbagai penelitian menunjukkan bervariasinya prevalensi asma ,
bergantung kepada populasi target studi, kondisi wilayah, metodologi yang
digunakan dan sebagainya.
Faktor Risiko
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadinya asma
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu
(host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi
genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma,
alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan
mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau
menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan
yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi
pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi
faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan :
Faktor pejamu
51
kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena kompleksnya gambaran klinis asma,
maka dasar genetik asma dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip perantara
yang dapat diukur secara objektif seperti hipereaktiviti bronkus, alergik/ atopi,
walau disadari kondisi tersebut tidak khusus untuk asma. Banyak gen terlibat
dalam patogenesis asma, dan beberapa kromosom telah diidentifikasi berpotensi
menimbulkan asma, antara`lain CD28, IGPB5, CCR4, CD22, IL9R,NOS1,
reseptor agonis beta2, GSTP1; dan gen-gen yang terlibat dalam menimbulkan
asma dan atopi yaitu IRF2, IL-3,Il-4, IL-5, IL-13, IL-9, CSF2 GRL1, ADRB2,
CD14, HLAD, TNFA, TCRG, IL-6, TCRB, TMOD dan sebagainya.
52
penting dalam respons imun atopi, baik dalam menimbulkan diferensiasi sel Th2
maupun merangsang produksi IgE oleh sel B. Gen IL-4 dan gen-gen lain yang
mengatur regulasi ekspresi IL-4 adalah gen yang berpredisposisi untuk terjadi
asma dan atopi.
Faktor lingkungan
Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator
53
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
Riwayat keluarga (atopi)
Riwayat alergi / atopi
Penyakit lain yang memberatkan
Perkembangan penyakit dan pengobatan
Pemeriksaan Jasmani
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah
mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar
normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan
jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema
dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi
penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi
menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan
menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang
sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar
bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas
Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi
mengenai asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai
dispnea dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru
antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter
objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:
54
reversibiliti kelainan faal paru
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima
secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan
arus puncak ekspirasi (APE).
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita
sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP 1/ KVP < 75% atau
VEP1 < 80% nilai prediksi.
Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma
55
(PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan
mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas
ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/
dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di
rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE
dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.
Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE
harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat
berat penyakit (lihat klasifikasi)
Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di
samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi.
Oleh karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai
terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai
terbaik penderita yang bersangkutan..
DIAGNOSIS BANDING
56
Disfungsi larings
Obstruksi mekanis (misal tumor)
Emboli Paru
KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting
bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat
asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan
berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai
PROGRAM PENATALAKSANAAN ASMA
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma
adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang
menimbulkan hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik.
Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang
dapat dilaksanakan (applicable), mempunyai manfaat, aman dan dari segi harga
terjangkau. Integrasi dari pendekatan tersebut dikenal dengan :
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
57
Ketujuh hal tersebut di atas, juga disampaikan kepada penderita dengan bahasa
yang mudah dan dikenal (dalam edukasi) dengan “7 langkah mengatasi asma”,
yaitu :
EDUKASI
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti, menjaga
penderita agar tetap masuk sekolah/ kerja dan mengurangi biaya pengobatan
karena berkurangnya serangan akut terutama bila membutuhkan kunjungan ke
unit gawat darurat/ perawatan rumah sakit. Edukasi tidak hanya ditujukan untuk
penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang membutuhkan seperti :
58
3 Kerangka Konsep
BAB II
PEMBAHASAN
4 Kesimpulan
5 Daftar Pustaka
59