Anda di halaman 1dari 16

TUGAS ILMU KEPERAWATAN DASAR

MAKALAH
ROLEPLAY
 “KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN LANSIA ”

Oleh :

:1. Martina Ugipa (20150811024107)

2 .Desi

KEMENTERIAN RESET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS CENDERAWASIH FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Mana Esa. Atas pmemberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga mampu menyelesaikan Makalah ini tepat dan baik, yang
mana berjudul ”Roleplay komunikasi Terapeutik Pada Lansia”.
Makalah ini berisikan informasi tentang Roleplay komunikasi teraufeutik pada Lansia,
atau lebih khususnya membahas pada komunikasi lansia.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
komunikasi teraufeutik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................             ii


DAFTAR ISI.............................................................................................................             ii

BAB I          PENDAHULUAN…………………………………………………………….1


1.1    Latar Belakang..................................................................... ................     1
1.2    Tujuan................................................................................... ................    2
1.3    Manfaat ............................................................................... ................     2

BAB II       PEMBAHASAN………………………………………………………………3


2.1     Pengertian Lanjut Usia....................................................... ......................................3
2.2    Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi pada Pasien lanjut usia......     3
2.3    Sekilas Komunikasi………………………………………………….. 4
2.4    Teknik Umum untuk Berkomunikasi dengan Pasien lanjut usia.........     5
2.5.   Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia.........     7
2.6.   Pendekatan untuk Berkomunikasi.............................................................8    
2.7.     Hambatan Komunikasi.................................................................................9     

BAB III  PENUTUP


4.1. Kesimpulan........................................................................... ...............      10
4.2. Saran....................................................................................................       10

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 11
BAB I

PENDAHULUAN

I.I .  Latar Belakang

                                    Dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk lanjut usia berbagai


masalah klinis pada pasien lanjut usia akan menjadi semakin sering dijumpai di praktek
klinis. Jumlah penduduk di Indonesia menurut data Perserikatan Bangsa Bangsa, Indonesia
diperkirakan mengalami peningkatan jumlah warga lanjut usia yang tertinggi di dunia, yaitu
414 %, hanya dalam waktu 35 tahun (1990-2025), sedangkan di tahun 2020 diperkirakan
jumlah penduduk lanjut usia akan mencapai 25,5 juta. Menurut Lembaga Demografi
Universitas Indonesia, persentase jumlah penduduk berusia lanjut tahun 1985 adalah 3,4 %
dari total penduduk, tahun 1990 meningkat menjadi 5,8 % dan di tahun 2000 mencapai 7,4
%,, seperti terlihat pada tabel 1. (Czeresna, 2006). Dokter yang berpraktek perlu memahami
kebutuhan yang unik pada populasi pasien lanjut usia ini sehingga mereka akan lebih siap
berkomunikasi secara efektif selama kunjungan pasien lanjut usia tersebut (Hingle & Sherry,
2009).
Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak
hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian
terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun
pelayanan kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka
tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam
penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu
dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada
pasien lanjut usia (William et al., 2007).
I.II       Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
perawat dapat memahami dan dapat menarapkan  tentang  aplikasi komunikasi terapeutik
pada lansia.

1.2.2  Tujuan khusus


1.       Untuk mengetahui komunikasi pada Lansia (lanjut usia).
2.       Untuk mengetahui konsep dasar keperawatan tentang komunikasi terapeutik pada Lansia.

I.III     Manfaat
1. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok  dalam
penerapan komunikasi terapeutik pada lansia.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang komunikasi terapeutik
pada lansia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lanjut Usia (Lansia)

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang
menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga
kelompok yakni : Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru
memasuki lansia, kelompok lansia (65 tahun ke atas), Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu
lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 katagori, yaitu :

1.      Usia lanjut : 60 – 74 tahun


2.      Usia tua : 75 -89 tahun
3.      Usia sangat lanjut : lebih dari 90 tahun.
II.        Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi pada Pasien lanjut usia

            Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan dengan
komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang terkait usia dan
penurunan memori. Orang ketiga juga dapat menjadi bagian dari interaksi, karena pasien
lanjut usia seringkali ditemani oleh anggota keluarga yang dicintai yang aktif terlibat pada
perawatan pasien dan berpartisipasi dalam kunjungan. Ada banyak faktor lain yang
mempengaruhi efektivitas komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia sering
hadir dengan masalah yang kompleks dan beberapa keluhan utama, yang memerlukan waktu
untuk menyelesaikannya. Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien
kemungkinan mengalami satu penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80 tahun, orang
kemungkinan memiliki paling tidak 4 penyakit kronis (Vieder et al., 2002). Faktor lain adalah
bahwa pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai
kewenangan dokter (Haug & Ory, 1987;Greene et al.,1989). Masalah usia atau dikenal
dengan istilah ageism juga merupakan hal yang lazim dijumpai pada perawatan kesehatan
dan secara tidak sengaja berperan terhadap buruknya komunikasi dengan pasien lanjut usia
(Ory et al., 2003).

III.       Sekilas Komunikasi


a.      Kegunaan Komunikasi
            Komunikasi berguna untuk pertukaran informasi dan untuk membina hubungan
dengan orang lain, atau dengan kata lain komunikasi merupakan aspek dasar pada hubungan
antar manusia dan merupakan sarana untuk berhubungan dengan orang lain. Pada pasien
lanjut usia berbagai bentuk dari penyakit dan ketidakmampuan dapat berpengaruh terhadap
proses komunikasi dan perawatan kesehatannya, sehingga diperlukan cukup perhatian dan
sikap yang baik untuk proses komunikasi tersebut Sering kali terjadi bahwa baik pihak
keluarga maupun medis melupakan atau tidak memperhatikan berbagai hambatan yang ada
untuk tercapainya komunikasi yang efektif pada pasien lanjut usia yang akhirnya dapat
mengakibatkan interpretasi yang keliru terhadap pesan yang disampaikan maupun yang
diterima oleh mereka (Smith & Buckwalter, 1993).
b.      Komponen pada proses komunikasi
1. Pembicara : Orang yang menyampaikan pesan.
2. Pendengar : Orang yang menerima pesan.
3. Pesan verbal : Kata kata yang secara aktual diucapkan atau disampaikan.
4. Pesan nonverbal: Kesan yang ditangkap saat kata kata tersebut diucapkan termasuk
ekspresi wajah, tekanan suara, postur dan sikap tubuh dan pilihan kosa kata yang
digunakan.
5. Umpan Balik : Respon berupa tanggapan baik verbal maupun non verbal.
6. Konteks : Fisik dan lingkungan sosial atau pengaturan dalam pesan yang dikirim.
7. Persepsi : Kemampuan untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan informasi indrawi
menjadi dimengerti dan bermakna.
8. Evaluasi : Kemampuan untuk menganalisa informasi yang diterima, berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan masa lalu.
9. Transmisi : Ekspresi yang sebenarnya dari informasi dari pengirim kepada penerima
(pesan lisan dan pesan nonverbal) (Smith & Buckwalter, 1993).

IV.       Teknik Umum untuk Berkomunikasi dengan Pasien lanjut usia


a.      Menunjukkan Hormat dan Keprihatinan
            Komunikasi pasien yang baik didasarkan pada respect atau hormat kepada pasien dan
memahami serta mengapresiasi setiap pasien sebagai sosok manusia yang unik. Untuk
menunjukkan rasa hormat, anda harus menghadapi pasien secara formal dan menyapa dengan
“Bapak” atau “Ibu”, kecuali pasien sebelumnya telah meminta anda untuk memanggil dengan
nama pertamanya, dan hindarkan menggunakan istilah yang merendahkan seperti “manisku”,
“sayangku”, ‘cintaku”. Berkomunikasi yang saling bertatap mata dengan duduk di kursi dan
langsung menatap pasien. Dengan melakukan hal ini, anda menunjukkan perhatian sejati dan
aktif mendengarkan, serta membantu pasien untuk mendengar dan memahami anda secara
lebih baik. Sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak pasien akan menyampaikan rasa
turut prihatin dan perhatian (Adelman et al., 2000).
b.      Memastikan bahwa Pasien Didengar dan Dipahami
            Mempertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif antara pasien lanjut usia dan dokter (Adelman et al., 2000 ; Ory et al.,
2003). Membiarkan pasien lanjut usia untuk berbicara beberapa menit tentang masalahnya
tanpa interupsi akan memberikan lebih banyak informasi daripada riwayat pendukung yang
terstruktur cepat. Merasa sedang diburu-buru akan menyebabkan mereka merasa bahwa
mereka sedang  Tidak didengarkan atau dipahami (Adelman et al., 2000). Penelitian
menunjukkan bahwa pasien lanjut usia dan dokter sering tidak sepaham tentang tujuan dan
masalah medis yang dihadapi. Komunikasi yang buruk dapat mengganggu pertukaran
informasi serta menurunkan kepuasan pasien (Greene et al., 1989).
            Pada umumnya, anda harus berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa berteriak,
menggunakan bahasa dan kalimat yang singkat dan sederhana. Karena pasien lanjut usia
umumnya lebih sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter,
khususnya penting untuk sering merangkum dan memancing pertanyaan (Adelman et al.,
2000;Robinson et al., 2006).

Strategi Umum Tambahan untuk Memperbaiki Komunikasi dengan Pasien Lanjut Usia
· Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian untuk bertemu, karena pasien
pasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan yang kompleks.
· Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali (yaitu tidak bercerita dulu kepada
perawat atau asisten kemudian baru kepada anda) untuk meminimalkan frustasi dan kelelahan
pasien.
· Menghindarkan jargon medis.
· Menyederhanakan dan menuliskan instruksi.
· Menggunakan diagram, model, dan gambar.
· Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka umumnya lebih siap dari
segi waktu dan secara klinis cenderung kurang sibuk.
Sumber : Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006
c.        Menghindari Ageism
            Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi dengan pasien
lanjut usia adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah yang pertama disampaikan
oleh Robert Butler, direktur pertama the National Institute on Aging, adalah systematic
stereotyping dan diskriminasi terhadap seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler,
1969). Ageism adalah hal yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan
dalam tindakan seperti meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa yang bersifat
merendahkan, hanya memberikan sedikit edukasi tentang regimen preventif, menawarkan
sedikit pengobatan untukmasalah kesehatan mental, menggunakan panggilan yang bernada
menghina, menghabiskan lebih sedikit masalah psikososial, dan membuat stereotype orang
tua (Ory et al., 2003).
            Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia sebagai satu
pribadi dengan riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini memungkinkan anda
untuk menemui setiap pasien lanjut usia sebagai individu yang unik dengan pengalaman
seumur hidup yang berharga bukan orang tua yang tidak produktif dan lemah (Roter, 2000).
Juga penting untuk tidak mengasumsikan bahwa semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa
saja dijumpai “orang berjiwa muda” dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa tua” dengan
usia 60 tahun. Setiap pasien dan setiap masalah harus diperlakukan dengan unik.
d.      Mengenal Kultur dan Budaya
            Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian
mengaplikasikannya dalam komunikasi dokter-pasien lanjut usia juga merupakan hal penting
dalam mempengaruhi persepsi pasien terhadap baik dan berkualitasnya pelayanan kesehatan
yang diberikan dokter (Ong et al., 1995).
V.        Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia

a. Strategi Umum
1. Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak penerangan dan menurunkan
kebisingan (mempertimbangkan kemungkinan berkurangnya penglihatan dan pendengaran)
2.    Memanggil pasien dan anggota keluarga dengan sebutan “Bapak” atau “Ibu” dan
menghindarkan sebutan “manis”, “sayang”, atau “cintaku”
3.    Bicaralah dengan pelan, jelas, tanpa berteriak, menggunakan nada yang kalem dan
ekspresi yang menyenangkan.
4.      Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau bahu.
5.      Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa menit
untuk mengekspresikan masalahnya jika mampu
6.      Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
7.      Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting
8.      Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
9.      Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.

b. Gangguan Kognitif Pasien


1.  Jangan mengabaikan pasien.
2.  Bertanyalah dengan pertanyaan sederhana yang hanya memerlukan jawaban “ya” atau
“tidak” dan bahasa tubuh sederhana.
3.  Ketika melakukan pemeriksaan, berikan instruksi satu persatu.

c. Pertemuan dengan Keterlibatan Pihak Ketiga.


1.  Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan dengan 3 kursi dalam bentuk segitiga.
2.  Pada mulanya berikan pertanyaan kepada pasien, kemudian mintalah masukan dari
pendamping pasien.
3.    Mintalah pasien dan pendamping pasien untuk mengulang kembali setiap instruksi yang
penting.
VI.              Pendekatan untuk Berkomunikasi
            Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang berkurang,
tataplah pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan isyarat mata.
Meminimalkan kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal.
Berteriak akan menghambat komunikasi, mengubah nada berfrekuensi tinggi, dan
mempersulit pasien untuk memahami kata-kata anda. Jika suara anda melengking, meredam
lengkingan ketika anda berbicara dapat membantu pasien untuk mendengar anda dengan
lebih baik. Ketika memberikan instruksi untuk medikasi, tes, atau pengobatan, hindarkan
untuk bertanya kepada pasien apakah dia mengerti. Orang dengan gangguan pendengaran
mungkin akan menjawab “ya” tanpa menyadari bahwa mereka belum mendengar apapun atau
salah memahami beberapa informasi. Pendekatan yang lebih baik untuk mengecek
pemahaman pasien adalah dengan meminta pasien untuk mengulang instruksi (Adelman et
al., 2000). Akhirnya, karena pendengaran memburuk dikemudian hari, appointment yang
lebih awal umumnya lebih baik (Veras & Mattos, 2007). Jika tersedia, pengeras suara (alat
portable yang memperkuat suara dokter dan memancarkannya ke headphones yang dipakai
oleh pasien) diketahui sangat memudahkan komunikasi dengan pasien yang mengalami
gangguan pendengaran (Fook & Morgan, 2000).
Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan, lingkungan klinik
dapat diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan warna-warna kontras
untuk membuat objek lebih jelas (mis. kerangka pintu, kursi yang berada dilantai klinik), dan
menggunakan huruf yang besar serta berwarna kontras untuk setiap tanda. Setiap bahan
dengan tulisan harus dicetak paling tidak dengan huruf berukuran 14 diatas kertas berwarna.
Direkomendasikan untuk menggunakan dua sumber cahaya, pencahayaan untuk latar
belakang dan lampu tertutup (Roter, 2000).
            Ketika membahas rencana pengobatan, ingatlah masalah keamanan potensial yaitu
gangguan penglihatan. Sebagai contoh, pasien lanjut usia kadang-kadang akan meletakkan
obatnya dalam satu wadah dan tergantung pada satu warna untuk mengenalinya. Ini dapat
menjadi masalah keamanan, karena banyak obat yang berwarna putih, biru muda, hijau muda,
yang akan terlihat berwarna abu-abu oleh mata yang telah menua. Warna merah, oranye, dan
kuning paling baik dilihat dan dapat digabungkan kedalam perawatan. Pada contoh lain,
pasien yang mengalami kesulitan memastikan dosis insulin dapat diinstruksikan untuk
ditempatkan pada warna merah diatas meja, yang akan mempermudahnya untuk melihat
jarum dan vial. Kertas kontak berwarna merah dapat dibalutkan pada pegangan untuk
berjalan, tongkat atau tabung oksigen untuk membantu pasien lanjut usia untuk
mengambilnya (Adelman et al., 2000).

VII.     Hambatan Komunikasi


a.      Pasien dengan Defisit Sensorik
            Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait
dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian
mengindikasikan bahwa 16% - 24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami
pengurangan pendengaran yang mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ;
Mitchell, 2006). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik
meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et al., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan
penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan
dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang
berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata
“Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar vokal
dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake the hill in the morning (Dakilah
bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ; Ross et al., 2007).
            Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil;
lensa mata menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang
gelombang pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary
muscles, yang mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang
diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan
ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada
diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya
yang buruk, dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu
(Crews & Campbell, 2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan
penglihatannya yang terganggu (Chia et al., 2006).

b.      Pasien dengan Demensia


            Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk
berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya
diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang (Hingle & Sherry,
2009). Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien
demensia dan pasien tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga
atau perawat nonformal lain (Vieder et al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari point ini
untuk merujuk pada setiap orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal
caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat
membantu bila melibatkan caregiver (Roter, 2000).
            Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi.
Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin
disampaikan, pasien banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal
ini”, “sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon
yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000).
            Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi
pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan
mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang
konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller,
2008).

c.        Pasien yang Ditemani oleh Caregiver


            Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga, dengan
seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada
sepertiga kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat mengasumsikan
berbagai peran, termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar
kasus, caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya.
Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka tidak hanya
membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga, pemberian
obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver membantu
memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien
dalam perawatan mereka sendiri (Clayman et al., 2005 ; Wolff & Roter, 2008).
            Juga merupakan hal penting untuk memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks
atau sudut pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi keduanya (Griffith et al.,
2004).
BAB III
PENUTUP

3.1    KESIMPULAN
Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia dan
caregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang
tuatidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada
hubungan perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif. Dengan komunikasi
yang efektif antara dokter – pasien lanjut usia :
- Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan memungkinkan
dokter untuk membuat diagnosis yang lebih akurat.
-  Instruksi dan saran dokter akan lebih mungkin untuk ditaati.
- Kemungkinkan untuk melewatkan dosis atau menghentikan obat karena efek samping,
merasakan non efikasi, atau biaya obat dapat diminimalisir.
- Lebih memungkinkan untuk edukasi dalam memanajemen diri sendiri seperti pada pasien
diabetes dengan diet, olah raga, monitoring gula darah, dan perawatan kaki.
- Penurunan biaya tes diagnostik juga dihubungkan dengan komunikasi yang lebih baik antara
dokter dan pasien lanjut usia.

3.2 SARAN
Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi terapeutik pada lansia agar
pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat banyak sekali kesahalan. besar harapan kami
kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar
makalah ini menjadi lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older patients and
                their physicians. Clin Geriatr Med ;16:1–24
Brunner & Suddarth.2001.Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 1.Jakarta : EGC
Setyohadi. I. Alwi., M. Simadibrata.,S. Setiati (editor): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
III, edisi IV, hal. 1425 - 1430. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam     Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Majerovitz, S.D., Greene, M.G., Adelman, R.D., Rizzo, C. 1994. The effects of the
presence of a third person on the physician-older patient medical interview. J Am
Geriatr Soc;42:413–9
Stewart, M., Meredith, L., Brown, J.B., Galajda. J. 2000. The influence of older
patientphysician communication on health and health-related outcomes. Clin Geriatr Med ;
16(1) : 25-36
William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the
physician-older patient relationship: effective communication with vulnerable older
patients. Clin Interv Aging 2(3) : 453-67

Anda mungkin juga menyukai