MAKALAH
ROLEPLAY
“KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN LANSIA ”
Oleh :
2 .Desi
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Mana Esa. Atas pmemberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga mampu menyelesaikan Makalah ini tepat dan baik, yang
mana berjudul ”Roleplay komunikasi Terapeutik Pada Lansia”.
Makalah ini berisikan informasi tentang Roleplay komunikasi teraufeutik pada Lansia,
atau lebih khususnya membahas pada komunikasi lansia.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
komunikasi teraufeutik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 11
BAB I
PENDAHULUAN
I.III Manfaat
1. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok dalam
penerapan komunikasi terapeutik pada lansia.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang komunikasi terapeutik
pada lansia.
BAB II
PEMBAHASAN
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang
menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga
kelompok yakni : Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru
memasuki lansia, kelompok lansia (65 tahun ke atas), Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu
lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan dengan
komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang terkait usia dan
penurunan memori. Orang ketiga juga dapat menjadi bagian dari interaksi, karena pasien
lanjut usia seringkali ditemani oleh anggota keluarga yang dicintai yang aktif terlibat pada
perawatan pasien dan berpartisipasi dalam kunjungan. Ada banyak faktor lain yang
mempengaruhi efektivitas komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia sering
hadir dengan masalah yang kompleks dan beberapa keluhan utama, yang memerlukan waktu
untuk menyelesaikannya. Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien
kemungkinan mengalami satu penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80 tahun, orang
kemungkinan memiliki paling tidak 4 penyakit kronis (Vieder et al., 2002). Faktor lain adalah
bahwa pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai
kewenangan dokter (Haug & Ory, 1987;Greene et al.,1989). Masalah usia atau dikenal
dengan istilah ageism juga merupakan hal yang lazim dijumpai pada perawatan kesehatan
dan secara tidak sengaja berperan terhadap buruknya komunikasi dengan pasien lanjut usia
(Ory et al., 2003).
Strategi Umum Tambahan untuk Memperbaiki Komunikasi dengan Pasien Lanjut Usia
· Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian untuk bertemu, karena pasien
pasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan yang kompleks.
· Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali (yaitu tidak bercerita dulu kepada
perawat atau asisten kemudian baru kepada anda) untuk meminimalkan frustasi dan kelelahan
pasien.
· Menghindarkan jargon medis.
· Menyederhanakan dan menuliskan instruksi.
· Menggunakan diagram, model, dan gambar.
· Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka umumnya lebih siap dari
segi waktu dan secara klinis cenderung kurang sibuk.
Sumber : Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006
c. Menghindari Ageism
Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi dengan pasien
lanjut usia adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah yang pertama disampaikan
oleh Robert Butler, direktur pertama the National Institute on Aging, adalah systematic
stereotyping dan diskriminasi terhadap seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler,
1969). Ageism adalah hal yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan
dalam tindakan seperti meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa yang bersifat
merendahkan, hanya memberikan sedikit edukasi tentang regimen preventif, menawarkan
sedikit pengobatan untukmasalah kesehatan mental, menggunakan panggilan yang bernada
menghina, menghabiskan lebih sedikit masalah psikososial, dan membuat stereotype orang
tua (Ory et al., 2003).
Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia sebagai satu
pribadi dengan riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini memungkinkan anda
untuk menemui setiap pasien lanjut usia sebagai individu yang unik dengan pengalaman
seumur hidup yang berharga bukan orang tua yang tidak produktif dan lemah (Roter, 2000).
Juga penting untuk tidak mengasumsikan bahwa semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa
saja dijumpai “orang berjiwa muda” dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa tua” dengan
usia 60 tahun. Setiap pasien dan setiap masalah harus diperlakukan dengan unik.
d. Mengenal Kultur dan Budaya
Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian
mengaplikasikannya dalam komunikasi dokter-pasien lanjut usia juga merupakan hal penting
dalam mempengaruhi persepsi pasien terhadap baik dan berkualitasnya pelayanan kesehatan
yang diberikan dokter (Ong et al., 1995).
V. Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia
a. Strategi Umum
1. Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak penerangan dan menurunkan
kebisingan (mempertimbangkan kemungkinan berkurangnya penglihatan dan pendengaran)
2. Memanggil pasien dan anggota keluarga dengan sebutan “Bapak” atau “Ibu” dan
menghindarkan sebutan “manis”, “sayang”, atau “cintaku”
3. Bicaralah dengan pelan, jelas, tanpa berteriak, menggunakan nada yang kalem dan
ekspresi yang menyenangkan.
4. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau bahu.
5. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa menit
untuk mengekspresikan masalahnya jika mampu
6. Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
7. Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting
8. Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
9. Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.
3.1 KESIMPULAN
Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia dan
caregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang
tuatidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada
hubungan perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif. Dengan komunikasi
yang efektif antara dokter – pasien lanjut usia :
- Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan memungkinkan
dokter untuk membuat diagnosis yang lebih akurat.
- Instruksi dan saran dokter akan lebih mungkin untuk ditaati.
- Kemungkinkan untuk melewatkan dosis atau menghentikan obat karena efek samping,
merasakan non efikasi, atau biaya obat dapat diminimalisir.
- Lebih memungkinkan untuk edukasi dalam memanajemen diri sendiri seperti pada pasien
diabetes dengan diet, olah raga, monitoring gula darah, dan perawatan kaki.
- Penurunan biaya tes diagnostik juga dihubungkan dengan komunikasi yang lebih baik antara
dokter dan pasien lanjut usia.
3.2 SARAN
Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi terapeutik pada lansia agar
pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat banyak sekali kesahalan. besar harapan kami
kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar
makalah ini menjadi lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older patients and
their physicians. Clin Geriatr Med ;16:1–24
Brunner & Suddarth.2001.Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 1.Jakarta : EGC
Setyohadi. I. Alwi., M. Simadibrata.,S. Setiati (editor): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
III, edisi IV, hal. 1425 - 1430. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Majerovitz, S.D., Greene, M.G., Adelman, R.D., Rizzo, C. 1994. The effects of the
presence of a third person on the physician-older patient medical interview. J Am
Geriatr Soc;42:413–9
Stewart, M., Meredith, L., Brown, J.B., Galajda. J. 2000. The influence of older
patientphysician communication on health and health-related outcomes. Clin Geriatr Med ;
16(1) : 25-36
William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the
physician-older patient relationship: effective communication with vulnerable older
patients. Clin Interv Aging 2(3) : 453-67