Anda di halaman 1dari 23

1

LAPORAN LENGKAP
PRAKTIKUM GENETIKA

Nama : Nur Fadilah


NIM : 1814142017
Kelompok : VI (Enam)
Kelas : Pendidikan Biologi A
Asisten : Agung Gunawan

JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020
2

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Genetika dengan judul “Penyimpangan semu mendel”


disusun oleh :
nama : Nur Fadilah
NIM : 1814042017
kelas : Pendidikan Biologi A
kelompok : VI
telah diperiksa dan dikonsultasikan kepada Asisten dan Koordinator Asisten,
maka dinyatakan diterima.

Makassar, September 2020


Koordinator Asisten, Asisten

Muhammad Habil Ahmad Agung Gunawan


Nim. 1614142011 Nim. 1614142001

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Hartati, S.Si, M.Si, Ph.D


NIP. 19740405200003 2
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Drosophila melanogaster atau yang sering kita kenal dengan istilah lalat
buah. Lalat buah sering kali ditemukan pada buah yang sudah mulai membusuk,
ternyata merupakan hama yang memilki arti penting bagi pertanian. Terdapat
beberapa spesies lalat buah di dunia dan di antaranya merupakan hama penting
pada buah-buahan termasuk didalamnya buah-buahan komersial yang mempunyai
nilai ekonomi tinggi. Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada
di suatu daerah perlu diketahui dan dilaporkan sebagai langkah antisipasi dan
pengendalian pada tanaman buah yang dibudidayakan.
Lalat buah Drosophila sp. banyak digunakan dalam praktikum maupun
penelitian genetika, karena mempunyai banyak sifat yang menguntungkan,
diantaranya yaitu mudah dipelihara, tidak memerlukan kondisi yang steril,
mempunyai siklus hidup yang pendek, mempunyai jumlah kromosom yang sedikit
(4-5 pasang kromosom), mempunyai kromosom raksasa, mempunyai banyak
mutan dan dapat menghasilkan keturunan yang banyak. Siklus hidup lalat buah
berkisar sekitar 10 hari sampai 12 minggu. Telur berbentuk lonjong dengan
panjang kira-kira 0,5 mm. pada ujung anteriornya terdapat dua tangkai kecil
seperti sendok. Pada spesies lainnya bentuk tersebut jumlah lebih dari 2. Siklus
hidupnya14 hari saja sehingga membantu setiap praktikan dalam mengetahui hasil
keturunan melalui perkawinan Drosophila sp ini (Ramesh dkk, 2014).
Hukum pewarisan sifat dikenal juga dengan hukum Mendel. Hal ini
dikarenakan ilmuwan bernama Gregor Mendel melakukan persilangan antara
kacang ercis untuk membuktikan pendapatnya yaitu bahwa sifat-sifat dapat
diturunkan dari satu generasi ke genererasi berikutnya.Percobaan ini telah
dilakukan bertahun-tahun sebelum kromosom dapat diamati dengan mikroskop.
Pada awalnya teori ini tidak diterima. Namun seiring dengan perkembangan
zaman dan ilmu pengetahuan hukum ini akhirnya diterima. Hukum pewarisan
sifat ini terbagi atas dua yaitu hukum segregasi dan hukum dipasangkan secara
4

bebas. Hukum segregasi juga dikenal dengan Hukum I Mendel sedangkan hukum
dipasangkan secara bebas dikenal sebagai Hukum II Mendel (Campbell dkk,
2010).
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Mendel diterima secara
keseluruhan oleh masyarakat pendidikan. Namun setelah dilakukan penelitian-
penelitian berikutnya sering ditemukan perbandingan rasio fenotip yang aneh dan
seperti tidak mengikuti Hukum Mendel. Hal ini menunjukkan adanya
penyimpangan terhadap Hukum Mendel. Oleh karena itu untuk mengetahui
bagaimana peyimpangan Hukum Mendel maka dilakukan praktikum ini.
B. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui pola-pola modifikasi persilangan dua sifat atau lebih
2. Menjelaskan penyebab suatu fenotipe hasil persilangan berbeda dengan
Hukum Mendel
C. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui pola-pola modifikasi persilangan dua sifat
atau lebih
2. Mahasiswa dapat menjelaskan penyebab suatu fenotipe hasil persilangan
berbeda dengan Hukum Mendel
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Mendel
Hukum Mendel telah memposisikan Darwinisme pada keadaan yang
genting. Para ilmuwan pendukung Darwinisme bersepakat mengembangkan
suatu rumusan evolusi lain di perempat pertama abad ke-20. Kemudian lahirlah
“neo-Darwinisme” atau pembaharu Darwin. Mendel tak hanya menentang model
evolusi Lamarck, tetapi juga Darwin. seperti yang dia tuliskan dalam karyanya
berjudul “Mendel’s Opposition to Evolution and Darwin” Penentangan Mendel
atas Evolusi dan Darwin] yang dipublikasikan dalam Journal of Heredity.
Dijelaskan bahwa Mendel sangat memahami The Origin of Species (Asal Usul
Spesies) dan ia menentang teori Darwin; Darwin mendukung munculnya
keturunan dengan perubahan melalui seleksi alam, sedangkan Mendel
mendukung keyakinan agama tentang penciptaan khusus (Helmi, 2017).
Mendel mengembangkan suatu model untuk menjelaskan pola pewarisan
sifat 3:1 yang secara konstan muncul pada keturunan F2 pada percobaannya
dengan ercis. Ia mendeskripsikan empat konsep terkait yang menyusun model ini
yaitu hukum segregasi. Mendel menguji ketujuh karakter ercisnya dalam berbagai
kombinasi dihibrid dan selalu menemukan rasioa fenotip 9: 3:3 :1 pada generasi
F2. Hasil-hasil percobaan dihibrid Mendel merupakan dasar apa yang kita sebut
hukum pemilihan bebas. Secara ketat, hukum ini hanya berlaku pada gen-gen
(pasangan alel) yang terletak pada kromosom-kromosom berbeda, artinya pada
kromosom yang tidak homolog (Campbell dkk, 2010).
Genetika melibatkan beberapa organisasi biologis tingkat-gen, protein, sel,
jaringan, organ, dan lain-lain. Oleh sebab itu miskonsepsi pada konsep genetika
harus segera diidentifikasi dan diatasi karena dapat menyebabkan efek yang
destruktif pada perkembangan akademik selanjutnya. Ada beberapa cara yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi diantaranya yaitu penyajian
peta konsep, tes pilihan ganda dengan alasan terbuka, pembuatan karya tulis
ilmiah, menggunakan concept assessment, dan CRI dengan wawancara
6

terstruktur. CRI dapat digunakan mengidentifikasi miskonsepsi, sekaligus dapat


membedakannya dengan yang tidak tahu konsep (Mustika dkk, 2014).
Para Ilmuwan yang bersikeras menyatukan Darwinisme dengan ilmu
genetika, dengan berbagai cara mereka kemudian berkumpul dalam sebuah
pertemuan yang diadakan oleh the Geological Society of America
(Perkumpulan Masyarakat Geologi Amerika) pada tahun 1941. Setelah
pembicaraan panjang, mereka setuju pada kesepakatan untuk membuat
penjelasan baru tentang Darwinisme; dan beberapa tahun setelah itu, para ahli
menghasilkan sebuah sintesis (rumusan hasil perpaduan) dari erbagai bidang
mereka menjadi sebuah teori evolusi yang telah diperbaharui (Helmi, 2017).
Di abad ke-20, ahli genetika meluaskan prinsip-prinsip mendelian tidak
hanya untuk beraneka ragam organisme, melaimkan juga pola-pola pewarisan
sifat yang lebih kompleks daripada yang dijelaskan oleh mendel. Mendel sendiri
menyadari bahwa ia tidak dapat menjelaskan pola-pola yang lebih kompleks
daripada ia amati tanaman lain. Akan tetapi, ini tidak mengurangi kegunaan
genetka mendelian (disebut juga mendelisme), karena prinsip-prinsip dasar
segregasi dan pemilahan bebas juga diterapkan untuk pola-pola pewarisan sifat
yang lebih rumit (Hartati dan Ferry, 2017).
B. Penyimpangan Semu Hukum Mendel
1. Komplementer
Komplementer yaitu suatu peristiwa antara dua gen dominan saling
memengaruhi atau saling melengkapi dalam mengekspresikan suatu sifat.
Diketahui C (gen penumbuh bahan mentah pigmen), c (gen tidak mampu
menumbuhkan bahan mentah pigmen), R (gen penumbuh enzim pigmentasi
kulit ), dan r (gen tidak mampu menumbuhkan enzim pigmentasi kulit ). Jika
disilangkan induk berwarna (CCRR) dengan tidak berwarna (ccrr). Maka akan
dihasilkan keturunan 100% berwarna (Lovleen dan Ishrat, 2017).
Fenotipe-fenotipe identik dihasilkan oleh kedua genotipe resesif
homozigot. Maka rasio F2-nya dari hasil pesilangan dan mengahsilkan
modifikasinya menjadi 9 :7. Genotipe aaB-, A-bb, dan aabb menghasilkan satu
fenotipe. Kedua alel dominan yang ada secara bersamaan , saling
7

berkomplemen dan menghasilkan sebuah fenotipe yang berbeda (Elrod dan


William, 2007).
Terjadinya interaksi terhadap dua gen atau lebih dari lokus yang
berbeda dalam membentuk suatu fenotip disebut dengan epistasis. Epistasis
terdiri atas dua yaitu epistasis komplementer dan epistasis duplikat.
Komplementer adalah terjadinya interaksi gen dimana fungsi dari suatu gen
akan diperlukan gen yang lainnya untuk dapat membentuk suatu fenotip,
sedangkan duplikat interaksi yang terjadi jika yang hanya ada dua gen yang
dapat menghasilkan bahan yang sama dan membentuk fenotip yang sama
(Sayurandi dan sekar, 2016).
2. Atavisme (Kriptomer)
Kriptomeri adalah peristiwa suatu faktor dominan yang baru tampak
pengaruhnya apabila bertemu dengan faktor dominan lain yang bukan alelnya.
Faktor dominan ini seolah-olah tersembunyi (kriptos). Misalnya pada
percobaan Correns pada tumbuhan Linaria maroccana yang berbunga merah
galur murni dengan yang berbunga putih juga galur murni. Persilangan tersebut
diperoleh F1 semua berbunga ungu, sedangkan F2 terdiri atas tanaman dengan
perbandingan ungu: merah: putih = 9: 3: 4. Warna bunga dari linaria yaitu
ungu, merah dan putih ditentukan oleh pigmen hemosianin yang terdapat
dalam plasma sel dan sifat keasaman plasma sel. Pigmen hemosianin akan
menampilkan warna merah dalam plasma atau air sel yang bersifat asam dan
akan menampilkan warna ungu pada plasma sel yang bersifat basa (Ramesh
dkk, 2015).
Interaksi gen yang mana dapat menyebabkan tersembunyi suatu sifat
keturunan untuk beberapa generasi tersebut. Charles Darwin menamakan
peristiwa timbulnya kembali suatu sifat keturunan yang telah menghilang
untuk beberapa generasi atavisme. Atavisme sering dijumpai pada burung dara.
Burung dara India yang mempunyai ekor terbuka seperti kipas apabila
dikawinkan sesamanya untuk beberapa generasi. Burung dara india kadang-
kadang sekonyong-konyong menghasilkan anak berekor lurus menyerupai
burung dara liar (Suryo, 2012).
8

3. Epistasis dan Hipostasis


Gen R dan gen P adalah bukan alel, tetapi masing-masing domain
terhadap alelnya (R dominan terhadap r, P domain terhadap p). sebuah atau
sepasang gen yang menutupi (mengalahkan) ekspresi gen lain yang bukan
alelnya dinamakan gen yang epistasis. Terjadinya interaksi terhadap dua gen
atau lebih dari lokus yang berbeda dalam membentuk suatu fenotip disebut
dengan epistasis. Genyang dikalahkan ini tadi dinamakan gen hipostasis
(Suryo, 2012).
Epistasis dari kata Yunani yang berarti “berdiri pada”, suatu gen pada
satu lokus kedua. Misalnya pada mencit dan mamalia lain, warna rambutnya
yaitu hitam maka artinya domain terhadap coklat. Jadi jika simbolnya B dan b
sebagai alel dua alel untuk karakter ini. Agar mencit memiliki rambut yang
coklat, maka genotipnya haruslah bb. Gen kedua menentukan apakah pigmen
akan didepositan di rambut(Campbell dkk, 2010).
Epistasis-hipostasis merupakan suatu peristiwa gen dominan menutupi
pengaruh gen dominan lain yang bukan alelnya. Gen yang menutupi suatu sifat
disebut epistasis, dan yang ditutupi disebut dengan istilah hipostasis. Epistasis
dibedakan menjadi 3, yaitu Peristiwa epistasis dominan terjadi pada penutupan
ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Peristiwa epistasis
resesif terjadi pada apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang
bukan alelnya. Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari
pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya,
sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan
gen I (Erlond dan William, 2007).
9

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Hari / Tanggal : Senin / 12 Oktober 2020
Waktu : 14.40 – 15. 50 WITA
Tempat : di rumah

B. AlatdanBahan
1. Alat
a. Pensil 1 buah
2. Bahan
a. Papan 1 buah
b. Balok Kayu 1 buah
c. Tripleks 4 buah
d. Paku 4 buah
e. Lem 1 sendok

C. ProsedurKerja

Menyiapkan baling-baling Memasukkan hasil simulasi


yang telah dibuat. ke dalam tabel lalu uji
seluruh data dengan
menggunakan chi-square
10

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Persilangan Komplomenter
P1 CCRR x ccrr
(Berwarna) (tidak berwarna)
G CR cr
F1 CcRr
(Berwarna)
P2 CcRr x CcRr
G CR, Cr, Cr, cr CR, Cr, Cr, cr
F2
Jantan/
CR Cr cR cr
Betina
CCRR CCRr CcRR CcRr
CR
(Berwarna) (Berwarna) (Berwarna) (Berwarna)

CCrr Ccrr
CCRr CcRr
Cr ( tidak (tidak
(Berwarna) (Berwarna)
berwarna) berwarna)

ccRR ccRr
CcRR CcRr
cR (tidak (tidak
(Berwarna) (Berwarna)
berwarna) berwarna)

Ccrr ccRr Crcr


CcRr
Cr (tidak (tidak (tidak
(Berwarna)
berwarna) berwarna) berwarna)

Rasio Fenotipe 9 : 7
11

Fenotipe Genotipe Observed Expected (O-E)2 (O-E)2 /E.

Berwarna C_R_ 28 56 798 14

Tidak
C_rr 41
Berwarna

Tidak
ccR_ 21 44 514 28
Berwarna

Tidak
Ccrr 10
berwarna

Total 100 100 1312 43

2. Persilangan Atavisme
P1 RRpp x rrPP
(Rose) (pea)
G RP rP
F1 RrPp
(Walnut)
P2 RrPp x RrPp
G RP, Rp, rP, rp RP, Rp, rP, rp
F2
Jantan/Betina RP Rp rP rp

RRPP RRPp RrPP RrPp


RP (Walnut) (Walnut) (Walnut) (Walnut)

RrPp RRpp RrPp Rrpp


Rp (Walnut) ( rose) (Walnut) (Rose)

RrPP RrPp rrPP rrPp


rP (Walnut) (Walnut) (pea) (pea)

RrPp Rrpp rrPp rrpp


rp (Walnut) (rose) (Walnut) (Single)
12

Ratio Fenotipe 9 :3 : 3 : 1
Analisis Data
Fenotipe Genotipe Observed Expected (O-E)2 (O-E)2 /E.

Walnut R_P_ 49 56 49 1
Rose R_pp 22 19 9 0
Pea rrP_ 18 19 1 0
Single Rrpp 11 6 25 4
Total 100 100 84 5

3. Persilangan Epistasis-Hipostasis
P1 HHkk x hhKK
(hitam) (Kuning)
G Hk hK
F1 HhKk
(Hitam)
P2 HhKk x HhKk
(Hitam) (Hitam)
G HK, Hk, hK, hk.
F2

Jantan/Betina HK Hk hK Hk
HHKK HHKk HhKK HhKk
HK (Hitam) (Hitam) (Hitam) (Hitam)

HHKk HHkk HhKk Hhkk


Hk (Hitam) (Hitam) (Hitam) (Hitam)

HhKK HhKk hhKK hhKk


hK (Hitam) (Hitam) (Kuning) (Kuing)
HhKk Hhkk hhKk Hhkk
hk (Hitam (Hitam) (Kuning) (Putih)
13

Ratio Fenotipe 12 : 3 : 1
Fenotipe Genotipe Observed Expected (O-E)2 (O-E)2 /E.

Hitam H_K_
78 75 9 0,12
Hitam H_kk
Kuning hhK_ 14 19 25 1,3
Putih hhkk 8 6 4 0,7

Total 100 100 38 2,12

A. Analisis Data
1. Analisis Data Gen Komplementer
Expected (E)

= 56

= 44

(O-E)2
(O-E)2 = (51-56)2 = 25
(O-E)2 = (49-44)2 = 16
(O-E)2/E
25/56 = 0.5
16/44 = 0.4
Dik.
H0 : Tidak sesuai dengan hukum Mendel
H1 : Sesuai dengan hukum Mendel
XTab :7,81
XHit : 0,9
Kesimpulan :
14

Hipotsesis diterima (H0), jika XHit < XTab. Berdasarkan hal ini, hipotesis kami
tentang hasil persilangan dihibrid dengan nisbah fenotip 9:7 diterima karena
hasil XHit lebih kecil dari XTab yaitu 0,9 <7,81
2. Analisis Data Gen Atavisme
Expected (E)

= 56

= 19

= 19

=6

(O-E)2
(O-E)2 = (49-56)2 = 49
(O-E)2 = (22-19)2 = 9
(O-E)2 = (18-19)2 = 1
(O-E)2 = (11-6)2 = 26
(O-E)2/E
49/56 = 1
9/19= 0
1/19= 0
25/6= 4
Dik.
H0 : Tidak sesuai dengan hukum Mendel
H1 : Sesuai dengan hukum Mendel
XTab :7,81
XHit : 5
Kesimpulan :
15

Hipotsesis diterima (H0), jika XHit > XTab. Berdasarkan hal ini, hipotesis kami
tentang hasil persilangan dihibrid dengan nisbah fenotip 9:3:3:1 diterima
karena hasil XHit lebih kecil dari XTab yaitu 5<7,81
3. Analisis Data Gen Epistasis-Hipostasis
Expected (E)

= 75

= 19

=6

(O-E)2
(O-E)2 = (78-75)2 = 9
(O-E)2 = (14-19)2 = 25
(O-E)2 = (8-6)2 = 4
(O-E)2/E
9/75= 0,12
25/19= 1,3
4/6= 0,7
Dik.
H0 : Tidak sesuai dengan hukum Mendel
H1 : Sesuai dengan hukum Mendel
XTab :7,81
XHit : 2,12
Kesimpulan :
Hipotsesis diterima (H0), jika XHit < XTab. Berdasarkan hal ini, hipotesis
kami tentang hasil persilangan dihibrid dengan nisbah fenotip 9:3:3:1
diterimakarena hasil XHit lebih kecil dari XTab yaitu 2,12<7,81
16

B. Pembahasan
Mendel mengembangkan suatu model untuk menjelaskan pola pewarisan
sifat 3:1 yang secara konstan muncul pada keturunan F2 pada percobaannya
dengan ercis. Ia mendeskripsikan empat konsep terkait yang menyusun model ini
yaitu hukum segregasi. Mendel menguji ketujuh karakter ercisnya dalam berbagai
kombinasi dihibrid dan selalu menemukan rasioa fenotip 9: 3: 3 :1 pada generasi
F2. Hasil-hasil percobaan dihibrid Mendel merupakan dasar apa yang kita sebut
hukum pemilihan bebas. Secara ketat, hukum ini hanya berlaku pada gen-gen
(pasangan alel) yang terletak pada kromosom-kromosom berbeda, artinya pada
kromosom yang tidak homolog (Campbell dkk, 2010).
Praktikum penyimpangan semu Hukum Mendel ini dilakukan dengan
menggunakan baling-baling. Hal ini dilakukan untuk memudahkan kita
melakukan percobaan. Baling- baling diputar hingga mendapatkan tanda gamet
yang diberi tanda dengan simbol huruf HK, Hk, hK, dan hk. Jumlah pemutaran
baling-baling ini digunakan untuk menghitung nilai harapan yang sesuai dengan
teori.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum yang
berjudul “Penyimpangan Semu Hukum Mendel” terdapat tiga jenis kegiatan yang
dilakukan yaitu, persilangan komplementer, persilangan atavisme, dan persilangan
epistasis-hipostasis.
1. Persilangan Komplementer
Pada persilangan ini menggunakan suatu media berupa baling-baling yang
terbuat dari kayu biasa disebut dengan baling-baling genetika.Pada pengamatan
diketahui parentalnya adalah CCRR x ccrr.Dalam percobaan menggunakan
baling-balinggenetika dilakukan 50 kali.
Berdasarkan pengamatan dan hasil analisis yang telah dilakukan dimana
diperolah hasil hipotesis kami, tentang hasil persilangan komplementer dengan
fenotip 9:7 dimana terdapat 9 fenotip berwarna dan 7 fenotip tak berwarna. ini
terdapat penyimpangan semu dimana dari interaksi antar gen dominan dengan
sifat yang berbeda yang saling melengkapi, memunculkan fenotip tertentu.
2. Persilangan Atavisme (Kriptomeri)
17

Pada pengamatan kedua sama dengan kegiatan satu yang menggunakan


baling-baling genetika 50 kali putaran baling-baling secara acak.Parental RRPP x
rrppmenghasilkan keturunan FI yaitu RrPp, kemudian hasil F1 disilangkan
kembali dengan sesamanya dan membentuk gamet RP, Rp, rP, rp dengan rasio
fenotip 9:3:3:1 dimana terdapat 9 fenotip walnut, 3 fenotip pea, 3 fenotiprose dan
1 fenotip single.Adapun hasil dari X2h diperoleh dari total pemjumlahan (O-E)2/E
Berdasarkan pengamatan dan hasil analisis yang telah dilakukan dimana
diperolah hasil hipotesis kami, tentang hasil persilangan atavisme dengan fenotip
9:3:3:1 dimana terdapat 9 fenotip walnut dan 3 fenotip rose, 3 fenotip pea, dan 1
febotip single. Adapun hasil dari X2h diperoleh XHit lebih kecil dari XTab .
3. Persilangan Epistasis-Hipostasis
Pada pengamatan ketiga inisama dengan kegiatan satu dan yang
menggunakan baling-baling genetika. Parental dari persilangan ini yaitu HHKK x
hhkk dan menghasilkan keturunan pertama (F1) yaitu HhKk, kemudian hasil F1
disilangkan lagi dengan sesamanya dan membentuk gamet 4 macam gamet
diantaranya HK, Hk, hK, hk dengan rasio fenotip 12:3:1 dimana terdapat 12
hitam, 3 kuning dan 1 putih.Adapun hasil dari X2h diperoleh dari total
pemjumlahan (O-E)2/E.
Berdasarkan pengamatan dan hasil analisis yang telah dilakukan dimana
diperolah hasil hipotesis kami, tentang hasil persilangan epistasis-hipostasis
dengan fenotip 12:3:1 dimana terdapat 12 fenotip hitam dan 3 fenotip kuning, dan
1 fenotip putih. Adapun hasil dari X2h diperoleh XHit lebih kecil dari XTab
Berdasarkan ketentuan sebagai berikut :
a. Jika X2h < X2t maka hipotesis diterima. Dengan kesimpulan bahwa rasio
fenotip hasil persilangan tidak mengalami penyimpangan terhadap rasio
fenotip hukum Mendel (data memenuhi rasio 9:3:3:1).
b. Jika X2h < X2t maka hipotesis ditolak. Dengan kesimpulan bahwa rasio
fenotip hasil persilangan mengalami penyimpangan terhadaprasio fenotip
hukum Mendel (data tidak memenuhi rasio 9:3:3:1).
18

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kenampakan fenotip pada keturunan-keturunan hasil persilangan
menunjukkan adanya pola-pola pewarisan khusus yang dikenal sebagai
hukum pewarisan mendel. Hukum pewarisan mendel terdiri atas hukum
mendel I dan hukum mendel II. Penyimpangan semu hukum Mendel
merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe yang
berbeda dengan dasar pesilangan dihibrid menurut hukum Mendel.
2. Penyebab suatu fenotipe hasil persilangan berbeda dengan hukum mendel.
Karena adanya penyimpangan semu dalam hukum Mendel, terbagi menjadi
beberapa macam, yaitu: komplementer, atavisme (interaksi gen), dan
epistasis hipostasis.

B. Saran
19

Sebaiknya dalam melakukan percobaan persilangan ini dilakukan dengan


ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi kesalahan perhitungan dan data yang
diperoleh akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A., Jane B. Reece., Lisa A. Urry., Michael L. Cain., Steven A.
Wasserman., Peter V. Minorsky., dan Robert B. Jackson. 2010. Biologi I
Edisi Kedelapan Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Elrod, Susan., dan William Stansfield. 2007. Genetika Edisi Keempat. Jakarta:
Erlangga.

Hartati dan Ferry Irawan. 2017. Modul Genetika Berbasis Pendekatan Saintifik.
Makassar : Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Helmi. 2017. Evolusi Antar Species (Leluhur Sama Dalam Perspektif Para
Penentang). Jurnal Ilmiah Multi Sciences. Vol 9 (2) : 83-93.
Lovleen., Ishrat., dan Kashafi. 2017. Polytene Chromosome Aberrations Based
Genotoxicity Evaluation Of Dichlorvos Insecticide Using Drosophila
melanogaster. International Journal Of Pharm Tech Research. Vol 10 (2)
: 0974-4304.

Mustika, Adi, Andri. 2015. Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Biologi


Universitas Negeri Makassar Pada Konsep Genetika Dengan Metode
CRI. Jurnal Sainsmart. Vol 3 (2) : 122-129.
20

Ramesh, B.Y., Neethu, B.K., dan Harini, B.P. 2015. Carbohydrate and Protein
Are An Attribute To Enhance The Life-History Determinants In
Drosophila. International Journal Of Advanced Research. Vol 2 (1) : 527
– 536.

Sayurandi., Sekar W. 2016. Pendugaan Aksi Gen pada Karakter Komponen Hasil
dan Daya Hasil Lateks Beberapa Genotipe Karet Hasil Persilangan Tetua
Klon Ian 873 X Pn 3760. Jurnal Penelitian Karet. Vol 34(2): 141-150.

Suryo. 2012. Genetika untuk Strata 1. Yogyakarta : Gadjah Mada Uviversity


Press.

LAMPIRAN
21
22
23

Anda mungkin juga menyukai