Baru
Baru
Berdasarkan tabel karakteristik 4.1 terlihat bahwa dari 96 responden yang berpartisipasi dalam
penelitian ini 80,2% ibu hamil dalam usia reproduksi sehat, 81,3% sebagai ibu rumah tangga, 59,4%
responden memiliki penghasilan keluarga dibawah UMR, dan 51,0% responden dengan pendidikan
terakhir SMA. Proporsi ibu hami trimester dua dan trimester tiga hampir sama, yakni 44,8% dan
43,8%. 38,5% responden dengan kehamilan pertama (primigravida) dan 40,6% responden dengan
nulipara (belum pernah melahirkan sebelumnya). Hampir semua responden (92,7%) memilih sarana
pemeriksaan kehamilan ke bidan swasta.
Tabel 2. Obstetric/maternal and health system factors associated with use of herbal medicine
durig pregnancy
Characteristik Use herbal No herbal OR P-
medicine medicine Value
Obstetric/maternal factors
Age
<20 6 2 7.98 (4.45-14.30) <0.001
20-35 58 19
>35 8 3
Used HM previus pregnancy 90 6 (2.51, 1.21-5.19), <0.001
Parity
Nuliparous 32 7 0.50 (0.25-0.98) 0.042
Primiparous 28 7
Multiparous 14 8
Number of ANC
<4 58 12 1.18 (0.72-1.96 0.508
>4 10 16
Health system factors
Drugs acces HM
Available 12 10 0.64 (0.39-1.06) 0.080
Not Availabe 66 8
Cost of health service
Expensive 8 12 1.49 (0.89-2.49) 0.124
Not expensive 68 8
Distance for hf
≤5 km 10 15 2.43 (1.46-4.05) 0.001*
>5km 50 21
wFisher’s Exact est, *P-value significant (<0.05), OR Odd’s ratio, CI 95 % confidence interval, HF Health facility, HM
Herbal medicine
Distance from health facility (>5 km/≤5 km) 1.45 (0.71-2.97) 0.310
Selain jahe, pada penelitian ini ditemukan responden yang mengonsumsi sari kurma selama
kehamilan. Di indonesia, buah kurma banyak diproduksi dalam bentuk sari kurma. Sari kurma
adalah salah satu jenis minuman khusus yang berfungsi untuk pengobatan dan merawat
kesehatan. Sari kurma mengandung zat mineral yaitu besi yang esensial untuk meningkatkan
kadar hemoglobin14. Selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiowati bahwa
sari kurma dapat menigkatkan kadar hemoglobin pada ibu hamil, hal ini didukung oleh teori dari
Rahayu bahwa faktor pembentuk hemoglobin seperti Fe, B12, dan asam folat semuanya terdapat
dalam kurma. Namun, harus diperhatikan bahwa kandungan zat besi pada kurma sebanyak 0,90
mg tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu hamil apabila tidak disertai dengan
konsumsi tablet Fe secara rutin15-17.
Pada penelitian ini ditemukan juga responden yang mengonsumsi madu selama kehamilan.
Responden mulai menggunakan herbal madu pada trimester pertama dengan alasan tidak ingin
mengonsumsi obat modern, karena merasa dengan mengonsumsi herbal madu sudah cukup
memenuhi kebutuhan nutrisi selama kehamilan dan merasa herbal lebih aman dikonsumsi.
Berdasarkan penelitian Wulandari mendapatkan bahwa madu mengandung vitamin C, vitamin A,
zat besi, dan vitamin B12 yang berfungsi sebagai pembentuk sel darah merah dan hemoglobin,
sehingga madu dapat mencegah anemia pada ibu hamil. Madu merupakan cairan gula
supernatan, dan memiliki kandungan gula berupa fruktosa dan glukosa yang merupakan jenis
gula monosakarida yang dapat diserap usus. Selain itu, madu mengandung vitamin, mineral,
asam amino, dan bahan-bahan aromatik18.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nyeko menyatakan bahwa kebanyakan wanita
tidak menyadari bahwa trimester pertama adalah masa paling kritis kehamilan saat
organogenesis janin terjadi dan penggunaan obat herbal harus diperhatikan untuk mengurangi
risiko morbiditas dan mortalitas janin. Oleh karena itu, penggunaan obat-obatan herbal selama
kehamilan untuk pengobatan tidak dianjurkan karena sebagian obat herbal belum terbukti secara
ilmiah sehingga dapat memiliki kerugian seperti gawat janin, kelahiran prematur, menekan
pertumbuhan janin, penurunan kelangsungan hidup janin, dan kelainan bawaan19.
Penelitian Mothupi bahwa penggunaan obat herbal pada ibu hamil telah dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya faktor sosial dan budaya7. Selain itu, pemanfaatan obat herbal oleh
masyarakat juga didasari oleh faktor agama20, selaras dengan penelitain oleh Indrawati bahwa
pengambilan keputusan tentang penggunaan obat herbal tidak hanya didasari oleh kepercayaan,
kegunaan, dan khasiat jenis tumbuhan herbal tetapi didasari juga oleh pengalaman dan seringkali
dikaitkan dengan nilai-nilai religius9. Pola hidup yang cenderung kembali ke alam menyebabkan
masyarakat lebih memilih menggunakan obat herbal karena diyakini tidak memiliki efek samping
dan harga lebih terjaungkau21.
Dalam hal ini peran bidan sebagai tenaga kesehatan sangat dibutuhkan berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Handayani menyatakan bahwa peran petugas kesehatan harus
mampu sebagai komunikator dan fasilitator. Petugas harus memberikan informasi secara jelas
kepada pasien. Pemberian informasi sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan
sikap masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit. Sehingga, diperlukan komunikasi yang
efektf dari petugas kesehatan terutama bidan, sebagaimana terdapat dalam Undang-undang
No.4 Tahun 2019 pada pasal 47 ayat 1(c) tentang peran bidan sebagai penyuluh dan konselor
dan ayat 1(d) tentang pendidik, pembimbing, dan fasilitator klinik. Konseling dapat menjadi
intervensi yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan hasil praktik penggunaan
obat selama kehamilan22-24.
Conclution
1) Karakteristik responden pada penelitian ini memiliki perbedaan jika dilihat dari usia yaitu
80,2% ibu hamil dalam usia reproduksi sehat, 81,3% sebagai ibu rumah tangga, 59,4%
responden memiliki penghasilan keluarga dibawah UMR, dan 51,0% responden dengan
pendidikan terakhir SMA. Proporsi ibu hami trimester dua dan trimester tiga hampir sama,
yakni 44,8% dan 43,8%. 38,5% responden dengan kehamilan pertama (primigravida) dan
40,6% responden dengan nulipara (belum pernah melahirkan sebelumnya). Hampir semua
responden (92,7%) memilih sarana pemeriksaan kehamilan ke bidan swasta.
2). The use of herbal medicines during pregnancy among women in Gulu district is common,
which may be an indicator for poor access to conventional western healthcare.
The factors associated with use of herbal medicines during pregnancy include believe that herbal
medicines are effective and safe, and having ever used herbal medicines during previous
pregnancies and for other reasons. Many users have confidence in the efficacy of herbal
medicines as an alternative treatment, with oral ingestion being the major
method of use. This therefore calls for community sensitization drives on the dangers of
indiscriminate use of herbal medicine in pregnancy, as well as integration of trained traditional
herbalists and all those community persons who influence the process in addressing the aried
health needs of pregnant women.