Anda di halaman 1dari 26

Diary Edukasi "Bila kau tak tahan lelahnya belajar, maka kau harus tahan menanggung perihnya

kebodohan” — Imam Syafi'i

telusuri

MAR

22

KOMPONEN-KOMPONEN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Latar Belakang

Arus globalisasi yang semakin pesat membawa kita ke era dimana memperoleh informasi tidak hanya
melalui media cetak maupun elektronik. Adanya jaringan internet lebih mempermudah siapapun untuk
mengonsumsi berbagai berita maupun informasi kapanpun. Dengan semakin mudahnya menggunakan
jaringan internet maka tak heran jika pengguna internet semakin meningkat setiap tahunnya, terutama
untuk orang-orang yang tinggal di perkotaan. Di tahun 2012 saja data yang dirilis oleh MarkPlus Insight
menunjukkan data bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 61,08 juta orang, hal tersebut
meningkat 10% dari tahun sebelumnya.

Lalu, apakah pengguna interenet itu hanya orang-orang yang bekerja di kantoran atau minimalnya
adalah remaja mulai sekitar umur 17 tahun?. Berdasarkan data yang dilansir di kominfo.go.id dalam
artikel Siaran Pers Tentang Riset Kominfo dan UNICEF Mengenai Perilaku Anak dan Remaja Dalam
Menggunakan Internet menunjukkan fakta di lapangan bahwa setidaknya 30 juta anak-anak dan remaja
di indonesia merupakan pengguna internet, mayoritas dari mereka yang disurvei telah menggunakan
media online selama lebih dari satu tahun, dan hampir setengah dari mereka mengaku pertama kali
belajar tentang internet dari teman. Data yang diperoleh mengungkapkan bahwa 69% responden
menggunakan komputer untuk mengakses internet. Sekitar sepertiga atau 34% menggunakan laptop,
dan sebagian kecil atau hanya 2% terhubung melalui video game. Lebih dari setengah responden (52%)
menggunakan ponsel untuk mengakses internet, namun kurang dari seperempat (21%) untuk
smartphone dan hanya 4 persen untuk tablet.

Fakta tersebut mengundang pertanyaan bagaimana dampak yang diberikan terhadap anak-anak dan
remaja pengguna internet. Dampak yang diberikan pastinya bisa dampak positif maupun dampak
negatif, tergantung bagaimana penggunanya. Jangan sampai internet hanya menimbulkan dampak
negatif akan tetapi harus dipandang bahwa penggunaan internet juga memberikan dampak positif untuk
dunia pendidikan. Hal tersebut memunculkan tentang urgensi bimbingan dan pengawasan orangtua
kepada anak-anaknya dalam menggunakan internet. Akan tetapi, bukan hanya tanggungjawab oarngtua
di rumah saja untuk melakukan bimbingan dan pengawasan, pihak sekolah pun terlibat dalam upaya ini.
Penting bagi pihak sekolah melaksanakan pelayanan bimbingan terhadap siswanya, agar perkembangan
zaman yang semakin maju ini dapat diiringi pula oleh kemajuan sumberdaya manusia terutama di
Indonesia. Lalu siapakah yang mempunyai peran penting di sekolah untuk mealkukan bimbingan, apah
hanya wali kelas atau gurtu BK atau kepala sekolah?. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami
mengangkat topik tentang “Komponen Layanan Bimbingan dan Konseling”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana layanan dasar yang diberikan dalam ruang lingkup bimbingan dan konseling?

2. Bagaimana layanan responsif yang diberikan dalam ruang lingkup bimbingan dan konseling?

3. Bagaimana perencanan individual dalam ruang lingkup bimbingan dan konseling?

4. Bagaimana dukungan sistem yang mencakup kegiatan pengumpulan data dan orientasi-informasi,
penempatan dalam ruang lingkup bimbingan dan konseling?

5. Bagaimana evaluasi dan follow up dalam ruang lingkup bimbingan dan konseling?

C. Tujuan

1. Mengetahui layanan dasar dalam ruang lingkup bimbingan dan konseling.

2. Mengetahui layanan responsif dalam ruang lingkup bimbingan dan konseling.

3. Mengetahui perencanaan individual dalam ruang lingkup bimbingan dan konseling.

4. Mengetahui dukungan sistem dalam ruang lingkup bimbingan dan konseling.

5. Mengetahui evaluasi dan follow up dalam ruang lingkup bimbingan dan konseling.

A. Pelayanan Dasar

1. Pengertian

Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh siswa melalui kegiatan
penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam
rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan
yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam
menjalani kehidupannya. Penggunaan instrumen asesmen perkembangan dan kegiatan tatap muka
terjadwal di kelas sangat diperlukan untuk mendukung implementasi komponen ini. Asesmen
kebutuhan diperlukan untuk dijadikan landasan pengembangan pengalaman terstruktur yang
disebutkan.

1. Tujuan
Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh perkembangan yang normal,
memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain
membantu siswa agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan
pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu siswa agar (1) memiliki kesadaran
(pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya, dan agama), (2)
mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat
tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, (3) mampu menangani atau
memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan (4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka
mencapai tujuan hidupnya.

2. Fokus Pengembangan

Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi,
sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu siswa dalam mencapai tugas-
tugas perkembangannya. Materi pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas dasar standar
kompetensi kemandirian antara lain mencakup pengembangan: (1) self-esteem, (2) motivasi berprestasi,
(3) keterampilan pengambilan keputusan, (4) keterampilan pemecahan masalah, (5) keterampilan
hubungan antar pribadi atau berkomunikasi, (6) penyadaran keragaman budaya, dan (7) perilaku
bertanggung jawab. Hal-hal yang terkait dengan perkembangan karir (terutama di tingkat SMP/SMA)
mencakup pengembangan: (1) fungsi agama bagi kehidupan, (2) pemantapan pilihan program studi, (3)
keterampilan kerja professional, (4) kesiapan pribadi (fisik-psikis, jasmaniah-rohaniah) dalam
menghadapi pekerjaan, (5) perkembangan dunia kerja, (6) iklim kehidupan dunia kerja, (7) cara melamar
pekerjaan, (8) kasus-kasus kriminalitas, (9) bahayanya perkelahian masal (tawuran), dan (10) dampak
pergaulan bebas.

A. Strategi Implementasi Program Pelayanan Dasar

1. Bimbingan Klasikal

Program yang dirancang menuntut guru untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di
kelas. Secara terjadwal, guru memberikan pelayanan bimbingan kepada para peserta didik. Kegiatan
bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau brain storming (curah pendapat).

2. Pelayanan Orientasi

Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan Sekolah/Madrasah, untuk
mempermudah atau memperlancar berperannya mereka di lingkungan baru tersebut. Pelayanan
orientasi ini biasanya dilaksanakan pada awal program pelajaran baru. Materi pelayanan orientasi di
Sekolah/Madrasah biasanya mencakup organisasi Sekolah/Madrasah, staf dan guru-guru, kurikulum,
program bimbingan dan konseling, program ekstrakulikuler, fasilitas atau sarana prasarana, dan tata
tertib Sekolah/Madrasah.

a. Layanan Orientasi di Sekolah

Bagi siswa, ketidakkenalan atau ketidaktahuannya terhadap lingkungan lembaga pendidikan (sekolah)
yang di sekolah baru dimasukinya itu dapat memperlambat kelangsungan proses belajarnya kelak.
Bahkan lebih jauh dari itu dapat membuatnya tidak mencapai hasil belajar yang diharapkan. Oleh sebab
itu, mereka perlu diperkenalkan dengan berbagai hal tentang lingkungan lembaga pendidikan baru itu.

Allan & McKean (1984) menegaskan bahwa tanpa program-program orientasi, periode penyesuaian
untuk sebagian besar siswa berlangsung kira-kira tiga atau empat bulan. Dalam kaitan itu, penelitian
Allan dan McKean menunjukkan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu:

1) Program orientasi yang efektif mempercepat proses adaptasi; dan juga memberikan kemudahan
utuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

2) Murid-murid yang mengalami masalah penyesuaian ternyata kurang berhasil di sekolah.

3) Anak-anak dari kelas sosio-ekonomi yang rendah memerlukan waktu yang lebih lama untuk
menyesuikan diri daripada anak-anak dari kelas sosio-ekonomi yang lebih tinggi.

Individu yang memasuki lingkungan baru perlu segera dan secepat mungkin memahami lingkungan
barunya itu. Hal-hal yang perlu diketahui itu pada garis besarnya adalah keadaan lingkungan fisik, materi
dan kondisi kegiatan, peraturan dan berbagai ketentuan lainnya, jenis personal yang ada, tugas masing-
masing dan saling hubung di antara mereka. Untuk lingkungan sekolah misalnya, materi orientasi yang
mendapat penekanan adalah:

a) Sistem penyelenggaraan pendidikan pada umunya;

b) Kurikulum yang ada;

c) Penyelenggaraan pengajaran;

d) Kegiatan belajar siswa yang diharapkan;

e) Sistem penilaian, ujian, dan kenaikan kelas;

f) Fasilitas dan sumber belajar yang ada seperti: ruang kelas, lab, perpustakaan, ruang praktek, dll;

g) Staf pengajar dan tata usaha;

h) Hak dan kewajiban siswa;

i) Organisasi siswa;

j) Organisasi orang tua siswa;


k) Organisasi sekolah secara menyeluruh.

b. Metode Layanan Orientasi Sekolah

Keluasan dan kedalaman masing-masing pokok materi di atas yang disampaikan kepada siswa
disesusikan dengan jenjang sekolah dan tingkat perkembangan anak. Untuk anak-anak yang segera akan
memasuki SMP, Allen dan Mc Kean menyarankan beberapa kegiatan:

1) Kunjungan ke SD pemasok.

Petugas dari SMP mengunjungi SD yang para lulusannya akan memasuki SMP tersebut. Di sana, para
petugas itu menjelaskan berbagai hal-ihwal SMP itu kepada murid-murid SD kelas tinggi yang
diharapkan akan memasuki SMP yang dimaksudkan. Alangkah baiknya kalau penjelasan itu dilengkapi
dengan penyajian gambar, film, poster, dan lain sebagainya. Tanya jawab dengan murid-murid SD itu
juga dibuka seluas-luasnya.

2) Kunjungan ke SMP pemesan

Murid-murid SD kelas tinggi mengunjungi SMP yang akan mereka masuki. Di sana mereka melihat
lingkungan dan kelengkapan sekolah, menerima penjelasan lengkap dengan gambar, film, poster, dan
tanya jawab.

3) Malam pertemuan dengan orang tua

Orang tua murid baru diundang menghadiri suatu pertemuan untuk beramah-tamah staf sekolah dan
menerima penjelasan tentang hal-ihwal sekolah tempat anak-anak mereka belajar.

4) Staf guru BK bertemu dengan guru lain membicarakan siswa-siswa baru

Dengan guru-guru dan kepala sekolah, guru BK membicarakan materi orientasi dan cara-cara
penyampaiannya kepada siswa. Guru-guru melaksanakan kegiatan orientasi itu (dengan koordinasi guru
BK).
5) Mengunjungi kelas

Guru BK berkeliling mengunjungi kelas-kelas murid baru. Guru BK menjelaskan dengan berbagai alat
bantu dan prosedur tanya jawab tentang berbagai materi tersebut di atas.

6) Memanfaatkan siswa yang lebih tinggi tingkatan kelasnya

Setiap baru diberi kawan pendamping siswa yang kelasnya lebih tinggi untuk memberikan penjelasan
dan membantu siswa baru itu dalam segala hal yang berkenaan dengan keadaan sekolah dan bagaimana
berlaku sebagai siswa yang baik di sekolah itu.

c. Layanan Orientasi di Luar Sekolah.

Demikian juga individu-individu yang memasuki lingkungan baru di luar (seperti pegawai baru, anggota
baru suatu organisasi, bekas narapidana yang kembali ke masyarakat setelah sekian lama menjalani
masa hukumannya, dan tidak terkecuali pengantin baru) memerlukan orientasi tentang lingkungan
barunya itu. Dengan orientasi itu proses penyesuaian diri atau penyesuaian diri kembali akan
memperoleh sokongan yang sangat berarti.

Cara penyajian orientasi di luar sekolah sangat tergantung pada jenis orientasi yang diperlukan dan siapa
yang memerlukanya. Lembaga-lembaga seperti Badan Penasihat Perawinan, Pusat Rehabilitasi
Narapidana, Pusat Orientasi Tenaga Kerja, dan lainnya dapat dibentuk dan konselor (karena di luar
sekolah) menjadi tenaga ahli serta penggerak lembaga bantuan khusus di masyarakat itu.

3. Pelayanan Informasi.

Yaitu pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi peserta didik melalui
komunikasi langsung maupun tidak langsung (melalui media cetak maupun elektronik, seperti: buku,
brosur, leaflet, majalah, dan internet).

4. Bimbingan Kelompok

Guru BK memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui kelompok-kelompok kecil yang
beranggotakan 5 s.d 10 orang. Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para
peserta didik. Topik yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini, adalah masalah yang bersifat
umum dan tidak rahasia, seperti: cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan
mengelola stres.
5. Pelayanan Pengumpulan Data (Aplikasi Instrumentasi)

Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi peserta didik, dan
lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes
maupun non-tes.

B. Pelayanan Responsif

1. Pengertian

Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada siswa yang menghadapi kebutuhan dan
masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat
menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan. Konseling individual,
konseling krisis, konsultasi dengan orangtua, guru dan alih tangan kepada ahli lain adalah ragam
bantuan yang dapat dilakukan dalam pelayanan responsif.

2. Tujuan

Tujuan pelayanan responsif adalah membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya dan
memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu siswa yang mengalami hambatan, kegagalan
dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai
upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi siswa yang muncul segera dan
dirasakan saat itu. Hal tersebut berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karir, dan atau masalah
pengembangan pendidikan.

3. Fokus Pengembangan

Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan siswa. Masalah dan kebutuhan
siswa berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal karena dipandang penting bagi
perkembangan dirinya secara positif. Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk memperoleh informasi
antara lain tentang pilihan karir dan program studi, sumber-sumber belajar, bahaya obat terlarang,
minuman keras, narkotika, pergaulan bebas. Masalah lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal
yang dirasakan mengganggu kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri siswa, karena
tidak terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangan. Masalah siswa
pada umumnya tidak mudah diketahui secara langsung tetapi dapat dipahami melalui gejala-gejala yang
ditampilkannya.

Masalah (gejala perilaku bermasalah) yang mungkin dialami siswa diantaranya : (1) merasa cemas
tentang masa depan, (2) merasa rendah diri, (3) berperilaku impulsif (kekanak-kanakan atau melakukan
sesuatu tanpa mempertimbangkannya secara matang), (4) membolos dari sekolah/madrasah, (5) malas
belajar, (6) kurang memiliki kebiasaan belajar yang positif, (7) kurang bisa bergaul, (8) prestasi belajar
rendah, (9) malas beribadah, (10) masalah pergaulan bebas (free sex), (11) masalah tawuran, (12)
manajemen stres, dan (13) masalah dalam keluarga.

Untuk memahami kebutuhan dan masalah siswa dapat ditempuh dengan cara asesmen dan analisis
perkembangan siswa dengan menggunakan berbagai teknik, misalnya inventori tugas-tugas
perkembangan (ITP), angket siswa, wawancara, observasi, sosiometri, daftar hadir siswa, leger, psikotes,
dan daftar masalah siswa atau alat ungkap masalah (AUM).

C. Strategi Implementasi Program Pelayanan Responsif

1. Konseling individual dan kelompok

Pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk membantu siswa yang mengalami kesuliatan,
mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. melalui konseling, siswa dibantu
untuk mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah, dan
pengambilan keputusan secara lebih tepat. Konseling ini dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok.

2. Referal (rujukan atau alih tangan)

Apabila guru BK merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah siswa, sebiknya dia
mereferal atau mengalihtangankan siswa kepada pihak lain yang lebih berwenang, seperti psikolog,
psikiater, dokter, dan kepolisisan. Siswa yang sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki masalah,
seperti depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba dan penyakit kronis.

3. Kolaborasi dengan guru mata pelajaran atau wali kelas

Guru BK berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang siswa
(seperti prestasi belajar, kehadiran dan pribadinya), membantu memecahkan masalah siswa dan
mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran. Aspek-aspek
itu diantaranya : (1) menciptakan iklim sosio-emosional kelas yang kondusif bagi belajar siswa, (2)
memahami karakteristik siswa yang unik dan beragam, (3) menandai peserta didik yang diduga
bermasalah, (4) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar malalui program remedial
teaching, (5) mereferal (mengalihtangankan) siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada guru pembimbing, (6) memberikan informasi yang up to date tentang kaitan mata
pelajaran dengan bidang kerja yang diminati siswa, (7) memahami perkembangan dunia industri atau
perusahaan, sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepeda siswa tentang dunia kerja
(tuntutan keahlian kerja, persyaratan kerja dan prospek kerja), (8) menampilkan pribadi yang matang,
baik dalam aspek emosional, sosial maupun moral-spritual (hal ini penting karena guru merupakan
figure central bagi siswa) dan (9) memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran
yang diberikannya secara efektif.

4. Kolaborasi dengan orang tua

Guru BK perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua siswa. Kerjasama ini penting agar proses
bimbingan terhadap siswa tidak hanya berlangsung di sekolah/madrasah, tetapi juga oleh orang tua di
rumah. Melalui kerjasama ini memungkinkan terjadinya saling memberikan informasi, pengertian dan
tukar pikiran antar guru BK dan orang tua dalam upaya mengembangkan potensi siswa atau
memecahkan masalah yang mungkin dihadapi siswa. Untuk melakukan kerjasama dengan orang tau ini,
dapat dilakukan beberapa upaya, seperti : (1) kepala sekolah/madrasah atau komite sekolah/madrasah
mengundang para orang tua untuk datang ke sekolah/madrasah (minimal satu semester satu kali), yang
pelaksanaannya dapat bersamaan dengan pembagian rapor, (2) sekolah/madrasah memberikan
informasi kepada orang tua (melalui surat) tentang kemajuan belajar atau masalah siswa dan (3) orang
tua diminta untuk melaporkan keadaan anaknya di rumah ke sekolah/madrasah, terutama menyangkut
kegiatan belajar dan perilaku sehari-harinya.

5. Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah/madrasah

Yaitu berkaitan dengan upaya sekolah/madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur
masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama
ini seperti dengan pihak-pihak (1) instansi pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi profesi, seperti
ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia), (4) para ahli dalam bidang tertentu yang terkait,
seperti psikolog, psikiater dan dokter, (5) MGP (Masyawarah Guru Pembimbing) dan (6) DEPNAKER
(dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan).

6. Konsultasi

Guru BK menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak pimpinan sekolah/madrasah
yang terkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada para
peserta didik, menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang kondusif bagi perkembangan siswa,
melakukan referal dan meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
7. Bimbingan teman sebaya (peer guidance/peer facilitation)

Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lainnya.
Siswa yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh guru BK. Siswa
yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu siswa lain dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Disamping itu, dia juga
berfungsi sebagai mediator yang membantu guru BK dengan cara memberikan informasi tentang
kondisi, perkembangan atau masalah peserta didik yang perlu mendapat pelayanan bantuan bimbingan
atau konseling.

8. Konferensi kasus

Yaitu kegiatan untuk membahas permasalahan siswa dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-
pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya
permasalahan siswa itu. Pertemuan konferensi kasus ini bersifat terbatas dan tertutup.

9. Kunjungan rumah

Yaitu kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan tentang siswa tertentu yang sedang ditangani
dalam upaya mengentaskan masalahnya melalui kunjungan ke rumahnya.

D. Pelayanan Perencanaan Individual

1. Pengertian

Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada siswa agar mampu merumuskan dan
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan
kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di
lingkungannya. Pemahaman siswa secara mendalam dengan segala karakteristiknya, penafsiran hasil
asesmen, dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki siswa
sangat diperlukan sehingga siswa mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam
mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus siswa.
Kegiatan orientasi, informasi, konseling individual, rujukan, kolaborasi, dan advokasi diperlukan di dalam
implementasi pelayanan ini.

Menurut Yusuf (2005) layanan perencanaan individual dapat diartikan sebagai layanan bantuan kepada
siswa agar mampu membuat dan melaksanakan perencanaan masa depannya, berdasarkan pemahaman
akan kekuatan dan kelemahan dirinya. Perencanaan inidividual ini meliputi rencana pendidikan, karir,
dan sosial pribadi sehingga rencana tersebut diharapkan dapat diimplementasikan oleh siswa
bersangkutan sesuai dengan kemampuan.

Strategi yang digunakan dalam layanan perencanaan individual adalah konsultasi dan konseling (Juntika
& Sudianto, 2005). Sedangkan isi dari layanan ini meliputi bidang pendidikan, bidang karir, dan bidang
sosial pribadi. Menurut Gysbers (2006), strategi dalam layanan perencanaan individual, meliputi :

1. Individual appraisal, individu diminta oleh konselor untuk menginterpretasi tentang bakat, minat,
keterampilan, dan prestasi yang ada dalam dirinya sendiri.

2. Individual advisement, konselor meminta individu yang bersangkutan untuk mempertimbangkan


tentang pendidikan, karir, sosial dan pribadi. Kemudian bagaimana individu tersebut untuk
merealisasikan.

3. Transition planning, konselor bekerjasama dengan pihak guru yang lain membantu individu untuk
membuat rencana apakah akan melanjutkan sekolah, bekerja, atau mengikuti training/kursus.

4. Follow up, konselor bekerjasama dengan pihak guru yang lain menindaklanjuti dari data yang
diperoleh untuk kemudian dievaluasi.

2. Tujuan

Perencanaan individual bertujuan untuk membantu siswa agar (1) memiliki pemahaman tentang diri dan
lingkungannya, (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap
perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir, dan (3) dapat
melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya. Tujuan
perencanaan individual ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi individu untuk
merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan pengembangan sosial-pribadi
oleh dirinya sendiri. Isi layanan perencanaan individual adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan siswa
untuk memahami secara khusus tentang perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian meskipun
perencanaan individual ditujukan untuk memandu seluruh siswa, pelayanan yang diberikan lebih
bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh
masing-masing siswa. Melalui pelayanan perencanaan individual, siswa diharapkan dapat:

a. Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan


mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi
tentang sekolah/madrasah, dunia kerja, dan masyarakatnya.

b. Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya.

c. Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya.

d. Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.


Perencanaan individual bagi siswa diimplementasikan melalui beberapa strategi sebagai berikut (Uman
Suherman : 2009) :

a. Penilaian individual / kelompok kecil

Guru BK mengadakan analisis dan evaluasi terhadap kemampuan, minat, keterampilan, dan prestasi
siswa. Uji informasi dan data lainnya sering digunakan sebagai dasar bagi pemberian bantuan pada
siswa dalam mengembangkan rencana jangka pendek dan jangka panjang mereka.

b. Pemberian saran pada individual / kelompok kecil

Guru BK memberi saran pada siswa dengan menggunakan informasi pribadi / sosial karir dan pasar
tenaga kerja dalam perencanaan tujuan pribadi, edukasional dan okupasional siswa.

c. Contoh topik dalam komponen ini adalah :

1) Review skor tes, interpretasi dan analisis;

2) Promosi dan retensi informasi;

3) Kesadaran karir;

4) Survei dan interview dengan siswa senior dan alumni;

5) Seleksi persoalan tahunan;

6) Bantuan financial;

7) Perangkat pengungkap minat;

8) Keterampilan sosial;

9) Strategi penguasaan tes;

10) Seleksi perguruan tinggi;

11) Bayangan pekerjaan ;

12) Penetapan rencana bagi siswa senior;

13) Review terhadap rencana – rencana yang berkaitan dengan tingkah laku.

3. Fokus pengembangan

Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek akademik, karir,
dan sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara lain mencakup pengembangan aspek: (1)
akademik meliputi memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau
pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar
sepanjang hayat; (2) karir meliputi mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan-
latihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosial-pribadi
meliputi pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif.

E. Strategi Implementasi Program Pelayanan Perencanaan Individual

Guru BK membantu peserta didik menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya berdasarkan data atau
informasi yang diperoleh, yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan, atau aspek-
aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir. Melalui kegiatan penilaian diri ini, peserta didik akan memiliki
pemahaman, penerimaan, dan pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif.

Pelayanan perencanaan individual ini dapat dilakukan juga melalui pelayanan penempatan (penjurusan,
dan penyaluran), untuk membentuk peserta didik menempati posisi yang sesuai dengan bakat dan
minatnya.

Siswa menggunakan informasi tentang pribadi, sosial, pendidikan dan karir yang diperolehnya untuk :

1. Merumuskan tujuan, dan merencanakan kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang


pengembangan dirinya, atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya.

2. Melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan.

3. Mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukannya.

F. Dukungan Sistem

Dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur
(misalnya teknologi informasi dan komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional guru BK
secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada siswa atau memfasilitasi
kelancaran perkembangan siswa.

Program ini memberikan dukungan kepada guru BK dalam memperlancar penyelenggaraan pelayanan di
atas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program
pendidikan di sekolah/madrasah. Dukungan sistem ini meliputi aspek-aspek: (1) pengembangan jejaring
(networking), (2) kegiatan manajemen, serta (3) riset dan pengembangan.

1. Pengembangan Jejaring (networking)

Pengembangan jejaring yang menyangkut kegiatan guru BK meliputi:

a. Konsultasi dengan guru-guru,

b. Menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat,


c. Berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sekolah/madrasah,

d. Bekerjasama dengan personel sekolah/madrasah lainnya dalam rangka menciptakan lingkungan


sekolah/madrasah yang kondusif bagi perkembangan siswa,

e. Melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan
konseling, dan

f. Melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan
dan konseling.

2. Kegiatan Manajemen

Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan
mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan: (a) pengembangan program, (b)
pengembangan staf, (c) pemanfaatan sumber daya, dan (d) pengembangan penataan kebijakan.

a. Pengembangan Profesionalitas

Guru BK secara terus-menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya


melalui (1) in-service training, (2) aktif dalam organisasi profesi, (3) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah
seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau (4) melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi
(pascasarjana).

b. Pemberian Konsultasi dan Berkolaborasi

Guru BK perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf sekolah/madrasah
lainnya, dan pihak institusi di luar sekolah/madrasah (pemerintah atau swasta) untuk memperoleh
informasi dan umpan balik tentang pelayanan bantuan yang telah diberikannya kepada para siswa,
menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang kondusif bagi perkembangan siswa, melakukan referal,
serta meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling. Dengan kata lain strategi ini berkaitan
dengan upaya sekolah/madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang
dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti
dengan pihak-pihak: (1) instansi pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi profesi seperti ABKIN
(Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia), (4) para ahli dalam bidang tertentu yang terkait seperti
psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua siswa, (5) MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling),
dan (6) Depnaker dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan.

c. Manajemen Program
Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan tercapai bila
tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas,
sistematis, dan terarah.

3. Riset dan Pengembangan

Kegiatan riset dan pengembangan merupakan aktivitas guru BK yang berhubungan dengan
pengembangan profesional secara berkelanjutan meliputi:

a. Merancang, melaksanakan dan memanfaatkan penelitian dalam bimbingan dan konseling untuk
meningkatkan kualitas layanan bimbingan dan konseling sebagai sumber data bagi kepentingan
kebijakan sekolah dan implementasi proses pembelajaran, serta pengembangan program bagi
peningkatan unjuk kerja profesional guru BK;

b. Merancang, melaksanakan dan mengevaluasi aktivitas pengembangan diri guru BK profesional


sesuai dengan standar kompetensi guru BK;

c. Mengembangkan kesadaran komitmen terhadap etika profesional;

d. Berperan aktif di dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.

G. Penempatan dan Penyaluran Layanan Bimbingan dan Konseling

Purwoko (2008: 59) menjelaskan bahwa layanan penempatan dan penyaluran adalah serangkaian
kegiatan bantuan yang diberikan kepada siswa agar siswa dapat menempatkan dan menyalurkan segala
potensinya pada kondisi yang sesuai. Pendapat yang sama juga di kemukakan oleh Mulyadi (2003:26)
yang menjelaskan bahwa layanan penempatan dan penyaluran merupakan layanan bimbingan dan
konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat
(misalnya penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan atau program studi,
program latihan, magang, kegiatan ekstrakurikuler) sesuai dengan potensi, bakat, dan minat, serta
kondisi pribadinya.

Siswa sering mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan, sehingga tidak sedikit siswa yang bakat,
kemampuan minat, dan hobinya tidak tersalurkan dengan baik. Siswa seperti itu tidak mencapai
perkembangan secara optimal. Mereka memerlukan bantuan atau bimbingan dari orang-orang dewasa
terutama guru BK dalam menyalurkan potensi dan mengembangkan dirinya.

Di sekolah banyak wadah dan kegiatan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bakat,
kemampuan dan minat serta hobi, misalnya kegiatan kepramukaan, Palang Merah Remaja (PMR),
kelompok pencinta alam, kegiatan kesenian, olahraga, kelompok-kelompok belajar, dan sebagainya.
Demikian juga untuk pengembangan bakat dan minat yang lebih lanjut, sekolah penyediaan jurusan-
jurusan dan program-program khusus pendidikan dan latihan.

1. Penempatan dan Penyaluran Siswa di Sekolah


Penempatan dan penyaluran siswa di sekolah dapat berupa (a) penempatan siswa di dalam kelas, (b)
penempatan dan penyaluran ke dalam kelompok-kelompok belajar, (c) ke dalam kegiatan ko/ekstra
kurikuler, dan (d) ke dalam jurusan/program studi yang sesuai.

a. Layanan Penempatan di dalam Kelas

Jika diperhatikan keadaan di sekolah-sekolah kita, satu kelas biasanya terdapat 30 sampai dengan 40
orang siswa. Di sekolah-sekolah yang “padat” satu kelas itu kadang-kadang diisi oleh 45 orang siswa atau
lebih. Bagaimana cara menempatkan anak itu pada tempat duduk yang tersedia? Si A didudukkan di
depan, si B di belakang, si F di samping kiri bagian depan, si H di tengah, si L duduk berdampingan
dengan M, dan sebagainya. Pada hari pertama masuk sekolah, tempat duduk anak-anak itu boleh
ditetapkan secara acak, tetapi pada hari-hari berikutnya keadaan mereka itu sudah harus diperhatikan.
Setiap orang secara individual dilihat keadaan dan responnya berkenaan dengan tempat duduknya. Hasil
pengamatan hari pertama itu diramu dengan data lain tentang masing-masing siswa untuk dijadikan
bahan pertimbangan penempatan tempat duduk siswa pada hari-hari berikutnya.

Layanan penempatan di dalam kelas itu merupakan jenis layanan yang paling sederhana dan mudah
dibandingkan dengan layanan penempatan penyaluran lainnya. Namun demikian, penyelenggaraannya
tidak boleh diabaikan. Penempatan masing-masing siswa secara tepat akan membawa keuntungan
sebagai berikut.

1) Bagi siswa yang bersangkutan, yaitu memberikan penyesuaian dan pemeliharaan terhadap kondisi
individual siswa (kondisi fisik, mental, sosial).

2) Bagi guru, khususnya dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas dengan penempatan yang tepat
menjadi lebih mudah menggerakkan dan mengembangkan semangat belajar siswa.

Kedua keuntungan di atas bermuara pada pemberian kemudahan bagi pengembangan siswa secara
optimal sesuai dengan tahap perkembangan masing-masing.

Tempat duduk siswa dalam kelas tidak seharusnya menetap sepanjang tahun, semester atau
caturwulan. Perubahan penempatan setiap kali dapat dilakukan untuk mencapai manfaat yang setinggi-
tingginya dari pelayanan penempatan itu. Dalam kaitan itu, dan hal yang patut mendapat perhatian
umum ialah: (a) jangan sampai penempatan seorang siswa pada suatu tempat merupakan hukuman
yang diterapkan kepadanya, dan (b) sedapat-dapatnya alasan penempatan masing-masing siswa itu
diketahui dan disetujui oleh seluruh warga kelas. Oleh karena itu, guru atau wali kelas dengan bantuan
guru BK perlu menjelaskan kepada warga kelas kebijaksanaan yang ditempuh dalam penempatan siswa.
Layanan penempatan akan lebih terbantu lagi, apabila formasi kelas sewaktu-waktu dapat diubah sesuai
dengan keperluan pengajaran atau kegiatan kelas pada umumnya.

Formasi duduk melingkar merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh dalam pelayanan
penempatan itu.
b. Penempatan dan Penyaluran ke dalam Kelompok Belajar

Pembentukan kelompok belajar mempunyai dua tujuan pokok. Pertama, untuk memberikan
kesempatan bagi siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Tujuan ini biasanya
diterapkan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar yang menggunakan sistem maju berkelanjutan.
Dalam sistem ini setiap siswa mempunyai kesempatan untuk maju sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya tanpa harus menunggu atau didesak oleh siswa lain. Pada dasarnya dalam sistem ini masing-
masing siswa dapat maju setiap ada kesempatan, ibarat pengikut perlombaan balap sepeda, balap
mobil, dan sebagainya. Tetapi mengingat adanya beberapa kendala, terutama kendala prosedur
administrasi dan pengelolaannya, maka siswa-siswa itu dikelompokkan atas beberapa kelompok belajar.
Untuk siswa satu kelas (40 orang) tidak ada ketentuan berapa banyaknya kelompk yang harus dibentuk.
Yang jelas jangan terlalu banyak sehingga kembali menyulitkan administrasi dan pengelolaannya, dan
jangan terlalu sedikit sehingga siswa-siswa seolah-olah tidak terdeferensiasi kemampuannya. Untuk itu
dapat digunakan rentangan antara 3 sampai 5 kelompok. Dengan tiga kelompok cepat (A), kelompok
sedang (B), dan kelompok lambat (C); sedangkan dengan lima kelompok, siswa dikelompokkan atas
kelompok cepat sekali (A), kelompok cepat (B), kelompok sedang (C), kelompok lambat (D), kelompok
lambat sekali (E). Di samping memudahkan prosedur administrasi dan pengelolaannya, pengelompokan
seperti ini mempunyai keuntungan yaitu memungkinkan guru dan guru BK dapat menyesuaikan metode
pengajaran dan pelayanan lainnya dengan kemampuan dan cara belajar siswa.

Kedua, untuk wadah belajar bersama. Berbeda dengan cara pengelompokan pertama, pengelompokan
ini dilakukan tidak menurut kemampuan siswa, melainkan dilakukan sedemikian rupa sehingga di dalam
suatu kelompok belajar akan terdapat siswa-siswa yang kemampuannya pandai, sedang dan kurang.
Atau dapat juga dilakukan berdasarkan atas pilihan siswa. Dalam hal ini, para siswa bebas memilih
teman-teman sekelas yang paling disukainya untuk dijadikan teman belajar. Pembentukan kelompok
seperti ini bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa siswa dapat belajar bersama, saling memberi dan
menerima, saling tukar pengetahuan dan keterampilan. Karena dalam kelompok itu ada siswa yang
pandai dan ada siswa yang kurang pandai, maka siswa yang pandai dapat menularkan apa yang ia miliki
kepada siswa lain yang kurang pandai. Sedangkan siswa yang pandai itu sendiri dapat semakin
memantapkan pengetahuan dan keterampilannya.

c. Penempatan dan Penyaluran ke dalam Kegiatan Ko/Ekstra Kurikuler

Kegiatan ko/ekstra kurikuler merupakan bagian dari kurikulum. Sebagaimana dengan kegiatan-kegiatan
lain, kegiatan ko/ekstra kurikuler pun dapat menjadi wadah belajar bagi siswa. Ia menempati tingkat
kepentingan yang setara dengan kegiatan-kegiatan akademik lainnya walaupun sifatnya berlainan.
Tetapi sangat disayangkan, kegiatan-kegiatan ini masih dipandang sebagai “hiasan” tambahan, sebagai
kegiatan yang tidak terlalu menentukan perkembangan siswa.

Salah satu ciri yang menonjol dari kegiatan ko/ekstra kurikuler adalah keanekaragamannya, mulai dari
memasak sampai musik, dari pengumpulan perangko sampai dengan permainan hoki. Hampir semua
minat remaja dapat digunakan sebagai bagian dari kegiatan ko/ekstra kurikuler. Banyak kebutuhan
siswa yang dapat dilayani melalui kegiatan ko/ekstra kurikuler. Misalnya, dalam menyesuaikan diri
dengan teman-teman di lingkungannya yang baru atau dalam usaha mendapatkan teman-teman baru.

Pada kenyataannya sebagian siswa enggan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan ko/ekstra kurikuler.
Sering keengganan mereka itu disebabkan mereka tidak memiliki keterampilan yang memadai.
Penempatan dalam kegiatan ko/ekstra kurikuler yang tepat dapat membantu siswa-siswa itu
memperoleh pemahaman yang diperlukannya untuk dapat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan itu secara
efektif.

d. Penempatan dan Penyaluran ke Jurusan/Program Studi

Setiap awal tahun ajaran, banyak siswa SMA yang menghadapi masalah “jurusan/program apa yang
sebaiknya saya ikuti?”. Sebagian siswa dapat merencanakan atau menentukan sendiri jurusan/program
studi apa yang akan diambilnya. Mereka menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Namun di samping itu,
banyak juga siswa yang tidak dapat membuat rencananya secara realistis. Mereka membuat rencana
hanya berdasarkan atas kemauan dan keinginan, tidak menyesuaikannya dengan bakat dan kemampuan
yang dimilikinya, atau bahkan ada siswa-siswa yang tidak mampu membuat rencana sama sekali.
Terhadap siswa-siswa yang seperti itu perlu diberikan bantuan agar mereka dapat membuat rencana-
rencana dan mengambil keputusan secara bijaksana.

Usaha pemberian bantuan seperti yang dimaksud di atas diawali dengan menyajikan informasi
pendidikan dan jabatan yang cukup luas. Informasi itu, sebagaimana telah digambarkan terdahulu,
hendaknya dapat mengarahkan siswa untuk memahami tujuan, isi (kurikulum), sifat, syarat-syarat
memasuki program studi tertentu, cara dan keterampilan belajar, kesempatan-kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan, dan kesempatan-kesempatan kerja setelah tamat dari setiap jurusan/program
studi. Selanjutnya, bagi siswa-siswa yang memerlukan dapat diadakan konsultasi pribadi atau konseling
perorangan.

2. Penempatan dan Penyaluran Lulusan

Pada setiap akhir tahun ajaran ratusan ribu atau bahkan jutaan anak muda menamatkan studi dari
jenjang pendidikan tertentu. Pada umumnya mereka mendambakan untuk dapat melanjutkan
pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi. Atau bagi yang memang tidak bermaksud untuk melanjutkan
pendidikan, mereka mendambakan untuk dapat diterima pada lapangan kerja yang sesuai.

Saat seperti itu merupakan saat yang kritis bagi kebanyakan para lulusan, baik tamatan pendidikan
dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi. Mereka berada dalam masa transisi dari satu
tingkat pendidikan ke tingkat pendidikan lainnya atau dari dunia pendidikan ke dunia kerja. Dalam
suasana ini, mereka dihinggapi oleh berbagai perasaan seperti cemas, bingung, tidak menentu, dan
sebagainya. Perasaan-perasaan seperti ini terutama sekali dialami oleh lulusan yang sebelumnya kurang
mempersiapkan dirinya dengan baik.
Masalah lain yang dihadapi ialah banyak di antara para lulusan tadi yang setelah diterima pada lembaga
pendidikan yang lebih tinggi, justru tidak dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan. Mereka
mengundurkan diri atau pindah ke sekolah yang lain, atau terhambat kemajuan belajarnya di sekolah
yang sama. Begitu juga bagi yang diterima pada lapangan kerja tertentu, banyak di antaranya yang
merasa tidak betah pada jabatan/pekerjaan itu, sehingga tidak dapat melaksanakan tugas-tugasnya
dengan baik, dan sebagainya.

a. Penempatan dan Penyaluran ke dalam Pendidikan Lanjutan

Penempatan dan penyaluran siswa pada pendidikan lanjutan tidak dapat dilakukan secara acak, tetapi
memerlukan perencanaan yang matang sebelum siswa tamat dari bangku sekolah yang sedang
didudukinya. Karena hal ini, baik langsung maupun tidak langsung, juga akan menyangkut citra sekolah
secara keseluruhan, maka sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menyelenggarakan
pelayanan penempatan dan penyaluran para siswanya setelah mereka tamat nantinya. Masalah-
masalah sebagaimana dikemukakan di atas tidak perlu terjadi atau setidak-tidaknya dapat dikurangi
bilamana sekolah memberikan bantuan dalam pengembangan dan penyusunan rencana pendidikan
lanjutan bagi para siswanya. Rencana yang baik ialah rencana yang disusun berdasarkan atas
pertimbangan kekuatan dan kelemahan siswa dari segi-segi yang amat menentukan keberhasilan studi
pada program pendidikan lanjutannya terutama segi kemampuan dasar, bakat, minat, serta kemampuan
keuangan. Oleh sebab itu sangat penting diungkapkan bakat, minat, kemampuan dan ciri-ciri
kepribadian lainnya yang dimiliki siswa, serta keadaan sosial ekonomi orang tua/wali siswa. Bertitik tolak
dari pemahaman yang mendalam itu, guru atau guru BK membantu siswa membuat rencana
penempatan dan penyalurannya ke lembaga pendidikan yang sesuai. Adalah sangat mustahil untuk
memberikan bantuan bagi penempatan dan penyaluran seorang siswa memasuki akademi perawat
misalnya, sementara itu sendiri tidak menyenangi mata pelajaran biologi. Atau juga tidak mungkin untuk
mengarahkan penempatan dan penyaluran siswa ke bidang teknik mesin jika siswa itu sendiri tidak
memiliki pemahaman matematika yang memadai.

b. Penempatan dan Penyaluran ke dalam Jabatan/Pekerjaan

Di samping penempatan dalam pendidikan, sekolah juga membantu para siswanya yang akan memasuki
dunia kerja. Walaupun di keliling siswa tersedia berbagai lapangan kerja, tetapi tidak semua lapangan
kerja itu dapat dengan mudah atau cocok untuk dimasuki. Sebagaimana halnya dengan dunia
pendidikan, maka masing-masing bidang pekerjaan itu memiliki sifat dan ciri-ciri tersendiri. Kondisi, sifat
dan ciri pekerjaan tercantum pada informasi pekerjaan sebagaimana telah diutarakan. Selanjutnya,
untuk keperluan praktis informasi tersebut dituangkan ke dalam kriteria penerimaan tenaga kerja.
Kriteria itu pada umumnya tidak dimiliki oleh setiap orang karena setiap siswa itu berbeda antara satu
dengan yang lainnya baik bakat, minat, kemampuan, atau sifat-sifat kepribadian lainnya. Prinsip lain
yang perlu diperhatikan ialah bahwa bagi setiap lapangan kerja, penambahan tenaga kerja berarti
peningkatan produktivitas pada lapangan kerja yang dimaksud. Penambahan jumlah tenaga kerja tanpa
diikuti dengan peningkatan produktivitas sama dengan pemborosan. Sedangkan peningkatan
produktivitas hanya mungkin dicapai apabila tenaga kerja yang bersangkutan mempunyai motivasi yang
tinggi untuk berprestasi, mempunyai kemauan untuk bekerja keras, mencintai dan menyayangi
pekerjaannya di samping memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dalam melaksanakan
pekerjaannya itu.

Layanan penempatan dan penyaluran boleh dikatakan sebagai bentuk khusus yang paling nyata dari
berbagai fungsi pemeliharaan dan pengembangan dalam segala pelayanan bimbingan dan konseling.
Dengan layanan tersebut siswa dipelihara kondisinya, sambil memperbaiki kondisi-kondisi yang kurang
memungkinkan. Pemeliharaan dan perbaikan kondisi itu tidak lain untuk memungkinkan terjadinya
proses perkembangan yang semakin cepat dan lancar sehingga tercapai keadaan optimal sesuai dengan
tahap perkembangan yang sedang dijalaninya. Demi suksesnya layanan penempatan dan penyaluran itu,
kerjasama antar guru BK dan guru sangat menentukan. Guru merupakan kunci suksesnya layanan
karena gurulah yang menguasai lapangan, tempat siswa setiap hari berada; guru adalah pengelola
ruangan kelas dan sekaligus pengelola proses pembelajaran murid; guru merupakan pengelola sebagian
besar kehidupan siswa di sekolah. Dibanding peranan guru, peranan guru BK adalah sebagai arsitek yang
memungkinkan dibangunnya layanan penempatan dan penyaluran dengan warna tertentu; guru BK
merupakan penasihat dan penyumbang utama berbagai data, masukan dan bahan-bahan pertimbangan
tentang arah dan penetapan penempatan dan penyaluran itu. Antara arsitek dan pengelola lapangan
harus terjadi kerjasama yang seerat-eratnya agar bangunan yang berupa upaya “penempatan dan
penyaluran” siswa dapat terwujud dengan kokoh dan nyaman.

Peranan orang tua atau wali siswa juga cukup penting, terutama dalam memberikan data pendukung
tentang siswa. Menjalankan keputusan tentang penempatan dan penyaluran yang dilakukan oleh
sekolah dengan layanan serta perlakuan orang tua terhadap anak dan dalam memberikan kemudahan-
kemudahan bagi kegiatan belajar siswa (seperti izin bagi anak untuk melakukan kegiatan, khususnya
kegiatan di luar jam pelajaran; penyediaan buku-buku dan alat-alat keperluan pembelajaran; serta
biaya). Apabila trio “guru – guru BK – orang tua” kompak dan matang dalam menangani layanan
penempatan dan penyaluran demi kebahagiaan siswa, sangat dapat diharapkan perkembangan siswa
berada pada jalur yang tepat.

H. Evaluasi dan Akuntabilitas

1. Pengertian Evaluasi BK

Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Evaluation. Dalam buku “Essentials of Educational
Evaluation”, Edwind Wand dan Gerald W. Brown, mengatakan bahwa : “Evaluation rafer to the act or
prosses to determining the value of something”. Jadi menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu
tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari pada sesuatu. Sesuai dengan pendapat tersebut
maka evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu
proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah
yang diharapkan oleh Departemen Pendidikan.
Perlu dijelaskan disini bahwa evaluasi tidak sama artinya dengan pengukuran (measurement).
Pengertian pengukuran (measurement) adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas atau
kuantitas dari pada sesuatu.

Dari definisi evaluasi atau penilaian dan pengukuran (measurement) yang disebut diatas, maka dapat
diketahui perbedaannya dengan jelas antara arti penilaian dan pengukuran. Sehingga pengukuran akan
memberikan jawaban terhadap pertanyaan “How Much” (berapa banyak), sedangkan penilaian akan
memberikan jawaban dari pertanyaan “What Value” (apa nilai).

Walaupun ada perbedaan antara pengukuran dan penilaian, namun keduanya tidak dapat dipisahkan.
Karena antara pengukuran dan penilaian terdapat hubungan yang sangat erat. Penilaian yang tepat
terhadap sesuatu terlebih dahulu harus didasarkan atas hasil pengukuran-pengukuran. Pada akhir
pelaksanaan program bimbingan dan konseling selalu tercantum suatu kegiatan yang telah dilaksanakan
sesuai dengan rencana tertentu.

Evaluasi ini dapat pula diartikan sebagai proses pengumpulan informasi (data) untuk mengetahui
efektivitas (keterlaksanaan dan ketercapaian) kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dalam upaya
mengambil keputusan. Pengertian lain dari evaluasi ini adalah suatu usaha mendapatkan berbagai
informasi secara berkala, berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari
perkembangan sikap dan perilaku, atau tugas-tugas perkembangan para siswa melalui program kegiatan
yang telah dilaksanakan.

Penilaian yang dilakukan terhadap kegiatan bimbingan dan konseling ditujukan untuk menilai
bagaimana kesesuaian program, bagaimana pelaksanaan yang dilakukan oleh para petugas bimbingan,
dan bagaimana pula hasil yang diperoleh dari pelaksanaan program tersebut. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa evaluasi terhadap kegiatan bimbingan dan konseling, mengandung tiga aspek
penilaian, yaitu:

a. Penilaian terhadap program bimbingan dan konseling.

b. Penilaian terhadap proses pelaksanaan bimbingan dan konseling.

c. Penilaian terhadap hasil (Product) dari pelaksanaan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling.

2. Tujuan Evaluasi BK

Kegiatan evaluasi bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan dan ketercapaian tujuan dari
program yang telah ditetapkan.

Dalam melaksanakan suatu program, dalam hal ini program bimbingan dan konseling, peranan evaluasi
sangatlah penting. Hasil evaluasi akan memberikan manfaat yang sangat berarti bagi pelaksanaan
program tersebut untuk selanjutnya.

a. Tujuan Umum
Secara umum, penyelenggaraan evaluasi bimbingan dan konseling bertujuan sebagai berikut:

1) Mengetahui kemajuan program bimbingan dan konseling atau subjek yang telah memanfaatkan
layanan bimbingan dan konseling.

2) Mengetahui tingkat efesiensi dan efektifitas strategi pelaksanaan program bimbingan dan konseling
yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.

3) Secara operasional, penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling


ditujukan untuk:

a) Meneliti secara berkala pelaksanaan program bimbingan dan konseling.

b) Mengetahui tingkat efisiensi dan efektifitas dari layanan bimbingan dan konseling.

c) Mengetahui jenis layanan yang sudah atau belum dilaksanakan dan atau perlu diadakan perbaikan
dan pengembangan.

d) Mengetahui sampai sejauh mana keterlibatan semua pihak dalam usaha menunjang keberhasilan
pelaksanaan program bimbingan dan konseling.

b. Tujuan Khusus

Sedangkan secara khusus tujuan evaluasi bimbingan dan konseling adalah:

1) Untuk mengetahui jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling apakah sudah ada atau belum
diberikan kepada siswa di sekolah/madrasah.

2) Untuk mengetahui aspek-aspek lain apakah yang perlu dimasukkan kedalam program bimbingan
untuk perbaikan layanan yang diberikan.

3) Untuk membantu kepala sekolah/madrasah, guru-guru termasuk pembimbing atau konselor dalam
melakukan perbaikan tata kerja mereka dalam memahami dan memenuhi kebutuhan tiap-tiap siswa.

4) Untuk mengetahui dalam bagian-bagian manakah dari program bimbingan yang perlu diadakan
perbaikan-perbaikan.

5) Untuk mendorong semua personil bimbingan agar bekerja leih giat dalam mengembangkan
program-program bimbingan.

3. Fungsi Evaluasi BK

Adapun fungsi evaluasi program bimbingan dan konseling di sekolah adalah:

a. Memberikan umpan balik (feed back) kepada guru pembimbing (konselor) untuk memperbaiki atau
mengembangkan program bimbingan dan konseling.
b. Memberikan informasi kepada pihak pimpinan sekolah, guru mata pelajaran, dan orang tua siswa
tentang perkembangan sikap dan perilaku, atau tingkat ketercapaian tugas-tugas perkembangan siswa,
agar secara bersinergi atau berkolaborasi meningkatkan kualitas implementasi program bimbingan dan
konseling di sekolah/madrasah.

4. Aspek-aspek yang Dievaluasi

Ada dua macam aspek kegiatan penilaian program kegiatan bimbingan, yaitu penilaian proses dan
penilaian hasil. Penilaian proses dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana keefektifan
pelayanan bimbingan dilihat dari prosesnya, sedangkan penilaian hasil dimaksudkan untuk memperoleh
informasi keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari hasilnya. Aspek yang dinilai baik prosesnya
maupun hasil antara lain:

a. kesesuaian antara program dengan pelaksanaan;

b. keterlaksanaan program;

c. hambatan-hambatan yang dijumpai;

d. dampak pelayanan bimbingan terhadap kegiatan belajar mengajar;

e. respon peserta didik, personel sekolah/madrasah, orang tua, dan masyarakat terhadap pelayanan
bimbingan;

f. perubahan kemajuan peserta didik dilihat dari pencapaian tujuan pelayanan bimbingan, pencapaian
tugas-tugas perkembangan dan hasil belajar, dan keberhasilan peserta didik setelah menamatkan
sekolah/madrasah baik pada studi lanjutan ataupun pada kehidupannya di masyarakat.

Apabila dilihat dari sifat evaluasi, evaluasi bimbingan dan konseling lebih bersifat penilaian dalam proses
yang dapat dilakukan dengan cara berikut ini.

a. Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta didik dalam kegiatan pelayanan bimbingan.

b. Mengungkapkan pemahaman peserta didik atas bahan-bahan yang disajikan atau


pemahaman/pendalaman peserta didik atas masalah yang dialaminya.

c. Mengungkapkan kegunaan pelayanan bagi peserta didik dan perolehan peserta didik sebagai hasil
dari partisipasi/aktivitasnya dalam kegiatan pelayanan bimbingan.

d. Mengungkapkan minat peserta didik tentang perlunya pelayanan bimbingan lebih lanjut.

e. Mengamati perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu (butir ini terutama dilakukan dalam
kegiatan pelayanan bimbingan yang berkesinambungan).

f. Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan kegiatan pelayanan.


Berbeda dengan hasil evaluasi pengajaran yang pada umumnya berbentuk angka atau skor, maka hasil
evaluasi bimbingan dan konseling berupa deskripsi tentang aspek-aspek yang dievaluasi. Deskripsi
tersebut mencerminkan sejauh mana proses penyelenggaraan pelayanan/pendukung memberikan
sesuatu yang berharga bagi kemajuan dan perkembangan dan/atau memberikan bahan atau
kemudahan untuk kegiatan pelayanan terhadap peserta didik.

5. Langkah-langkah Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi program ditempuh melalui langkah-langkah berikut.

a. Merumuskan masalah atau instrumentasi. Karena tujuan evaluasi adalah memperoleh data yang
diperlukan untuk mengambil keputusan, maka konselor perlu mempersiapkan instrumen yang terkait
dengan hal-hal yang akan dievaluasi, pada dasarnya terkait dengan dua aspek pokok yang akan
dievaluasi yaitu: (1) tingkat keterlaksanaan program/pelayanan (aspek proses), dan (2) tingkat
ketercapaian tujuan program/pelayanan (aspek hasil).

b. Mengembangkan atau menyusun instrumen pengumpul data. Untuk memperoleh data yang
diperlukan, yaitu mengenai tingkat keterlaksanaan dan ketercapaian program, maka konselor perlu
menyusun instrumen yang relevan dengan kedua aspek tersebut. Instrumen itu diantaranya inventori,
angket, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan studi dokumentasi.

c. Mengumpulkan dan menganalisis data. Setelah data diperoleh maka data itu dianalisis, yaitu
menelaah tentang program apa saja yang telah dan belum dilaksanakan, serta tujuan mana saja yang
telah dan belum tercapai.

d. Melakukan tindak lanjut (follow up). Berdasarkan temuan yang diperoleh, maka dapat dilakukan
kegiatan tindak lanjut. Kegiatan ini dapat meliputi dua kegiatan, yaitu (1) memperbaiki hal-hal yang
dipandang lemah, kurang tepat, atau kurang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai, dan (2)
mengembangkan program, dengan cara mengubah atau menambah beberapa hal yang dipandang dapat
meningkatkan kualitas atau efektivitas program.

6. Akuntabilitas

Secara harfiah, konsep akuntabilitas atau accountability berasal dari dua kata, yaitu account (rekening,
laporan atau catatan) dan ability (kemampuan). Akuntabilitas bisa diartikan sebagai kemampuan
menunjukkan laporan atau catatan yang dapat dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas, meskipun
dibahas sebagai istilah tunggal, dapat dimaknai dengan cara yang berbeda. Stone & Dahir ( dalam diltz
and kimberly, 2010) mendefinisikan akuntabilitas sebagai kemampuan untuk menyediakan
dokumentasi tentang efektivitas hasil kegiatan profesional. Myrick, 2003 (dalam diltz and kimberly,
2010) mendefinisikan akuntabilitas sebagai jawaban atas tindakan seseorang, terutama dalam hal
menetapkan tujuan, melaksanakan prosedur, dan menggunakan hasil untuk perbaikan program. Ini
melibatkan pengaturan tujuan, mendefinisikan apa yang sedang dilakukan untuk menemui mereka, dan
mengumpulkan informasi yang mendukung setiap hasil prestasi yang diklaim. Studer dan Sommers,
2000 ( dalam diltz and kimberly, 2010) mendefinisikan akuntabilitas dengan tiga jenis evaluasi: (a)
program yang meliputi survei untuk menilai tujuan, dan kegiatan program, (b) personil, yang mencakup
daftar periksa pada portofolio untuk menentukan kinerja konselor sekolah untuk mempertahankan
pekerjaan nya, dan (c) evaluasi pelayanan individual, yang meliputi penilaian obyektif berdasarkan pada
indikator dari siswa atau perubahan perilaku kelompok yang baru. Akuntabilitas dalam bimbingan dan
konseling adalah perwujudan kewajiban konselor/guru BK/guru pembimbing atau unit organisasi
(bimbingan dan konseling) untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui
media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik.

Akuntabilitas pelayanan terwujud dalam kejelasan program, proses implementasi, dan hasil-hasil yang
dicapai serta informasi yang dapat menjelaskan apa dan mengapa sesuatu proses dan hasil terjadi atau
tidak terjadi. Hal yang amat penting di dalam akuntabilitas adalah informasi yang terkait dengan faktor-
faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan/atau kegagalan peserta didik di dalam mencapai
kompetensi. Oleh karena itu seorang konselor perlu menguasai data dan bertindak atas dasar data yang
terkait dengan perkembangan peserta didik.

I. Analisis Hasil Evaluasi Program dan Tindak Lanjut

Hasil evaluasi menjadi umpan balik program yang memerlukan perbaikan, kebutuhan peserta didik yang
belum terlayani, kemampuan personil dalam melaksanakan program, serta dampak program terhadap
perubahan perilaku peserta didik dan pencapaian prestasi akademik, peningkatan mutu proses
pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan.

Hasil analisis harus ditindaklanjuti dengan menyusun program selanjutnya sebagai kesinambungan
program, mengembangkan jejaring pelayanan agar pelayanan bimbingan dan konseling lebih optimal,
melakukan referal bagi peserta didik-peserta didik yang memerlukan bantuan khusus dari ahli lain, serta
mengembangkan komitmen baru kebijakan orientasi dan implementasi pelayanan bimbingan dan
konseling selanjutnya.

A. Kesimpulan

Bimbingan dan Konseling merupakan suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada
individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Layanan konseling merupakan kegiatan
yang terencana berdasarkan pengukuran kebutuhan (need assesment) yang diwujudkan dalam bentuk
program bimbingan dan konseling di sekolah. Program Bimbingan dan Konseling mengandung empat
komponen pelayanan, yaitu: (1) pelayanan dasar bimbingan; (2) pelayanan responsif, (3) perencanaan
individual, dan (4) dukungan sistem. Tujuan konsep dasar bimbingan dan konseling adalah bertujuan
untuk membantu siswa agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan
memperoleh keterampilan dasar dalam hidupnya, atau dengan kata lain membantu siswa agar mereka
mencapai tugas-tugas perkembangannya.

Program Bimbingan dan Konseling di sekolah sangat membantu pengembangan potensi siswa, jika siswa
dapat mengetahui potensinya maka siswa dapat lebih mengasah dan mengembangkan potensinya
tersebut. Menjadi seorang konselor harus mempunyai program-program dan tanggung jawab yang
sangat besar, maka dalam hal ini guru BK harus mempunyai kemauan yang keras untuk memajukan
sekolah dan memajukan pendidikan. Dengan adanya Program Bimbingan dan Konseling di sekolah dapat
membantu pihak sekolah menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik.

B. Saran

1. Perlunya peningkatan kualitas seorang konselor, guru BK sebaiknya menyusun dan melaksanakan
program kegiatan yang dapat mengembangkan potensi siswa, baik bidang akademik, non-akademik dan
psikologis melalui pembelajaran yang bermakna.

2. Guru BK harus bersinergi atau menjalin kerja sama dengan semua pihak yang terkait yang ada di
lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga siswa.

3. Untuk dapat melakukan evaluasi secara maksimal, konselor juga perlu memahami komponen-
komponen penilaian program BK.

*Makalah Kelompok 3 (Pendidikan Matematika A 2012)

Diposting 22nd March 2015 oleh Unknown

0 Tambahkan komentar

Memuat

Anda mungkin juga menyukai