Anda di halaman 1dari 14

JPSD Vol. 4 No.

2, September 2018
ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558

LITERASI CERITA ANAK DALAM KELUARGA BERPERAN SEBAGAI


PEMBELAJARAN PEMBENTUK KARAKTER
ANAK SEKOLAH DASAR
Ilmi Solihat, Erwin Salpa Riansi
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
ilmisolihat@yahoo.co.id

Abstrak. Anak pertama kali akan memeroleh penguasaan dan pemahaman terkait pengetahuan
secara kognitifnya melalui pengalaman pembelajaran di rumah. Sekaitan dengan itu, penerapan
karakter secara tidak langsung terjadi di dalamnya. Persoalannya terkadang orang tua terlalu
mendominasi seorang anak dengan berbagai kalimat larangan dalam mengajarkan karakter
terhadap anaknya. Banyak anggota keluarga di masyarakat yang menyepelekan persoalan sastra.
Masyarakat memiliki perspektif bahwa sastra hanya menghadirkan khayalan dan angan-angan
semata pada seorang anak. Literasi memang tidak melulu selalu yang bermakna membaca buku,
namun membaca atau mendengarkan cerita melalui sastra anak sebagai bagian dari tahap awal
seorang anak mendekati sastra dalam menumbuhkan karakter pada seorang anak, khususnya anak
usia sekolah dasar. Sementara itu, tantangan teknologi informasi semakin pesat berkembang maju.
Sehingga apabila seorang anak tidak dibiasakan dengan literasi yang baik, maka dapat terjebak
dalam hegemoni media sosial dan melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak mencerminkan
karakter. Anak akan menjadi pribadi yang asing di lingkungan masyarakatnya bahkan terhadap
orang tuanya sendiri. Sementara itu, sastra dapat menghadirkan kebijaksanaan seseorang melalui
karakter-karakter tokoh yang dihadirkan di dalamnya. Seorang anak dapat diajak berdiskusi
mengenai isi cerita yang ada di dalamnya. Selain itu juga, seorang anak dapat memperoleh
pembelajaran sastra secara tidak langsung dan kegiatan literasi menjadi bagian dalam
kehidupannya. Dengan demikian adanya keterkaitan literasi cerita anak dalam keluarga berperan
penting dalam pembentukan karakter anak usia sekolah dasar.

Kata Kunci: Literasi, Cerita Anak, Pembelajaran Karakter

Abstract. Children will first acquire mastery and related understanding through home experience.
Related to that, the application of indirect characters takes place inside it. The problem with
parents is also very different from children. Many family members are underestimated. Society has
a perspective that literature presents only delusions and delusions to a child. Literacy is not simply
meaning reading a book, but reading or receiving stories through child literature as part of early
learning for boys to learn, elementary school children. Meanwhile, information technology is
getting ahead. No one can get used to good literacy, can be incorporated into social media and
perform activities that do not reflect the character. The child will become a normal person in the
community even the parents themselves. Meanwhile, literature can present a person through the
characters presented in it. A child can be invited to discuss because of the content of the story in it.
In addition, a child can learn directly and literacy activities become part of his life. Thus, there is
a significant correlation between literacy of children's stories in families in character building and
elementary school time.

Keywords: Literacy, child literature,Character building.

258
A. Pendahuluan

Keluarga menjadi tempat menghadirkan khayalan dan angan-


pendidikan pertama dan paling utama angan semata pada seorang anak.
dalam hirarki dunia pendidikan. Anak Pemahaman ini yang masih terus
pertama kali akan memperoleh dipegang oleh masyarakat sehingga
penguasaan dan pemahaman terkait ketika seorang anak membaca komik,
pengetahuan secara kognitifnya melalui orang tua akan mencibir anaknya
pengalaman pembelajaran di rumah. dengan berbagai umpatan yang
Menurut Syamsu Yusuf (2009), (Inten, melemahkan literasi dan nilai-nilai
2017). Keluarga merupakan lingkungan yang dihadirkan oleh karya sastra.
yang utama dalam memberikan : rasa Literasi memang tidak melulu
aman fisik maupun psikis, kasih selalu yang bermakna membaca buku,
sayang, model perilaku yang baik namun membaca atau mendengarkan
untuk anak hidup dalam masyarakat cerita melalui sastra anak sebagai
serta memberikan bimbingan dalam bagian dari tahap awal seorang anak
belajar, untuk mengoptimalisai mendekati sastra dalam menumbuhkan
pengembangan inspirasi dan prestasi karakter pada seorang anak sejak usia
anak. Sedangkan dalam UU No 2 tahun dini sampai anak usia sekolah dasar.
1989 Bab IV Pasal 10 ayat 4, Literasi merupakan kemampuan
Pendidikan keluarga merupakan bagian memahami, mengelola, dan
dari jalur pendidikan luar sekolah yang menggunakan informasi dalam
diselenggarakan dalam keluarga dan berbagai konteks (Hartati, 2017).
yang memberikan keyakinan agama, Senada dengan hal tersebut, Aan
nilai budaya, nilai moral dan Subhan Pamungkas memaparkan
keterampilan. literasi sebagai kemampuan membaca
Banyak anggota keluarga di dan memahami teks, grafik, tabel,
masyarakat yang menyepelekan diagram dalam berbagai konteks
persoalan sastra. Masyarakat memiliki (Pamungkas, 2017). Sedangkan
perspektif bahwa sastra hanya menurut Ana Nurhasanah, kemampuan

JPSD Vol. 4 No. 2, September 2018 Ilmi & Erwin


ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558
259
literasi juga dapat berupa kemampuan dengan berbagai fitur yang dihasilkan.
menyaring dan mengolah informasi Belum lagi, banyak lagi jejaring sosial
sehingga dapat bermanfaat bagi diri yang hadir terbuka luas dan dapat
manusia (Nurhasanah, 2016). Berbeda diakses setiap orang melalui media
dengan Hamdan Husein Batubara gadgetnya. Sehingga, apabila seorang
mengemukakan kemampuan literasi anak tidak dibiasakan dengan literasi
terdiri dari kemampuan mengakses, yang baik, maka dapat terjebak dalam
memahami, dan dan memanfaatkan hegemoni media sosial dan melakukan
informasi secara cerdas (Batubara, kegiatan-kegiatan yang tidak
2018). Dengan demikian literasi berarti mencerminkan karakter.
kemampuan Memahami informasi dari Sementara itu, sastra dapat
berbagai sumber. menghadirkan kebijaksanaan seseorang
Kemampuan seseorang dalam melalui karakter-karakter tokoh yang
memelajari dan mengelola informasi dihadirkan di dalamnya. Seorang anak
menjadi modal penting bagi seseorang dapat diajak berdiskusi mengenai isi
dalam meningkatkan pengetahuan, cerita yang ada di dalamnya. Dalam hal
mental, cara berpikir, dan budi ini, orang tua dapat mendekati seorang
pekertinya (Rahma, Pratiwi, & Lastiti, anak dengan literasi melalui media
2015), (Rahayu: 2016). sastra. Dengan kegiatan ini akan
Sementara itu, tantangan menguraikan adanya keterkaitan
teknologi informasi semakin pesat literasi cerita anak dalam keluarga
berkembang maju. Saat ini banyak sehingga terbentuklah karakter anak
anak usia dini dan anak usia sekolah usia dini sampai dengan usia sekolah
dasar yang sudah mampu dasar.
mengoperasikan laptop bahkan gadget

B. Pembahasan

Sekitar 10 tahun belakangan ini, mewabah mulai dari yang sifatnya


di Indonesia, istilah literasi mulai lembaga formal, informal, dan juga

JPSD Vol. 4 No. 2, September 2018 Ilmi & Erwin


ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558
260
nonformal. Kementerian Pendidikan literacy (literasi), literary, literature/
dan Kebudayaan, melalui Gerakan litere (literatur) bahkan letter (huruf).
Literasi Nasional, mulai memunculkan Terlepas dari istilah-istilah yang
enam literasi dasar yaitu literasi bahasa, muncul tersebut dan pasti akan
literasi berhitung/ numerik, literasi berkembang sesuai dengan definisi
sains, literasi teknologi informasi dan yang dianut, potensi benang merah dari
media, literasi keuangan serta literasi semua itu adalah menukik pada
kebudayaan dan kewarganegaraan. aktivitas membaca dan menulis.
Secara etimologis, literasi Dengan demikian, konsep literasi
diambil dari bahasa latin “literatus” bermula pada dua keterampilan
yang berarti orang yang belajar. berbahasa tersebut, sehingga apapun
Menurut Unesco, pemahaman pengembangan definisi literasi, maka
seseorang mengenai makna literasi Ia tidak bisa melepaskan diri dari
sangat dipengarungi oleh penelitian aktivitas membaca dan menulis.
akademik, institusi, konteks nasional, Sekaitan dengan itu, merunut
nilai-nilai budaya, dan pengalaman. pada sejarah dijadikannya tanggal 8
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa September sebagai “International
entitas literasi tidak bisa berdiri sendiri. Literacy Day” yang didasari dari
Ia hadir atas pengaruh dari pelbagai konferensi Tingkat menteri Negara-
institusi sosial yang melingkupinya. negara anggota PBB pada tanggal 17
Sebagaimana dikatakan dalam november di Teheran, Iran. Waktu itu
Ma’mur (2010:26) “… budaya literasi, hampir 2/3 masyarakat dunia buta
yakni menumbuhkan budaya baca tulis, huruf sehingga momentum
dalam konteks kita, baik dalam bahasa “International Literacy Day” menjadi
daerah, Indonesia, Arab, maupun vocal point di dalam mengingatkan
Inggris secara bertahap berdasarkan dunia mengenai persoalan ini.
prioritas kebutuhan dan kemampuan.” Karakteristik cerita anak tidak
Namun, apabila kita menggali dari sisi berbeda halnya dengan hakikat sastra
istilah, maka kita akan bertemu pada umumnya. Menurut Nurgiyantoro
beberapa kata yang berdekatan yaitu (2005) pada hakikatnya sastra adalah

JPSD Vol. 4 No. 2, September 2018 Ilmi & Erwin


ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558
261
citra kehidupan, gambaran kehidupan. harus dapat dipahami oleh pembaca, di
Selanjutnya menurut pendapat Lukens dalam cerita itu pengarang juga ingin
(2003) “Cerita anak adalah cerita yang mempengaruhi pembaca (anak) untuk
menceritakan tentang gambar-gambar memberikan sikap sebagaimana yang
dan binatang-binatang maupun diberikan secara implisit dalam cerita.
manusia dengan lingkungan”. Dalam persoalan ini pengarang cerita
Dalam cerita anak tergambar anak perlu mempertimbangkan sisi
peristiwa kehidupan karakter tokoh estetika sebuah karya sastra
dalam menjalani kehidupan berdasarkan apresiasi pembaca anak.
sebagaimana diungkapkan dalam alur Secara etimologi, estetika sendiri
cerita. Dengan demikian cerita anak berasal dari kata aistheton (Yunani)
adalah subjek yang menjadi fokus yang artinya kemampuan melihat lewat
perhatian, dan hal itu tercermin secara pengindraan. Sumarjdo (2000)
konkret dalam cerita. Menurut mendefinisikan estetika sebagai
Nurgiyantoro (2005) “Cerita anak pengetahuan tentang keindahan alam
adalah cerita yang di mana anak dan seni. Dengan memiliki indra yang
merupakan subjek yang menjadi fokus sempurna, manusia mampu
perhatian. Tokoh cerita anak boleh menerjemahkan alam semesta ini
siapa saja, namun mesti ada anak- sebagai seni yang penuh dengan
anaknya, dan tokoh anak itu tidak keindahan.
hanya menjadi pusat perhatian, tetapi Sementara itu, apresiasi cerita
juga pusat pengisahan”. Berdasarkan anak adalah suatu kegiatan untuk
kedua pendapat dapat disimpulkan memeroleh pelajaran yang berharga
bahwa cerita anak adalah cerita yang sebagai pengalaman kehidupan anak
mengantarkan dan berangkat dari kaca sesuai dengan dunianya untuk
mata anak. mengembangkan fantasinya”
Bahasa yang dipergunakan dalam (Nurgiyantoro, 2005). Berdasarkan
teks-teks sastra dapat dipandang pendapat tersebut dapat disimpulkan
sebagai representasi suatu stile yaitu bahwa apresiasi cerita anak adalah
stile penulisannya. Stile itu sendiri suatu penilaian, pemahaman,

JPSD Vol. 4 No. 2, September 2018 Ilmi & Erwin


ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558
262
penikmatan, dan penghargaan terhadap kemandirian, yaitu pada masa tatih (di
cerita anak. atas 18 bulan). Pada masa ini anak-
Anak-anak sering bertanya anak mulai mengenal bahasa dan
tentang banyak hal, baik yang tertarik untuk mempelajarinya.
berhubungan dengan hal-hal yang Berbagai pertanyaan kritis mulai
faktual maupun yang fiktif. terlontar.
Pertanyaan-pertanyaan ini, bagi anak- Pernyataan di atas sejalan dengan
anak, merupakan ekspresi dari rasa perkembangan anak sebagaimana
ingin tahu dan menyibak keraguannya, dikemukakan Papalia dan Old
sehingga anak tersebut terdorong untuk (Hawadi, 2001) yang membagi masa
mengajukan pertanyaan. Hal ini kanak-kanak dalam lima tahap :
merupakan kebutuhan psikis alamiah 1. Masa Prenatal, yaitu diawali
yang dinamakan dengan istilah “cinta dari masa konsepsi sampai
meneliti.”(Zurayk, 1997) masa lahir.
Cinta meneliti ini merupakan 2. Masa Bayi dan Tatih, yaitu saat
salah satu pertanda anak yang cerdas. usia 18 bulan pertama
Anak cerdas selalu ingin tahu dan kehidupan merupakan masa
terangsang untuk memcahkan masalah bayi, di atas usia 18 bulan
yang baru ditemukannya. Dengan pertama kehidupan merupakan
begitu, ia dapat mencoba hal-hal baru masa bayi, di atas usia 18 bulan
dan menciptakan produk-produk sampai tiga tahun merupakan
pemikiran bagi dirinya sendiri. masa tatih. Saat tatih inilah,
Gardner (Amstrong, 2005), anak-anak menuju pada
mendefinisikan kecerdasan sebagai penguasaan bahasa dan motorik
kemampuan untuk memecahkan serta kemandirian.
masalah dan menciptakan produk yang 3. Masa kanak-kanak pertama,
mempunyai nilai budaya. yaitu rentang usia 3-6 tahun,
Anak-anak mulai berpikir kritis masa ini dikenal juga dengan
dimulai ketika mereka menuju pada masa prasekolah.
panguasaan bahasa dan motorik serta

JPSD Vol. 4 No. 2, September 2018 Ilmi & Erwin


ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558
263
4. Masa kanak-kanak kedua, yaitu posisi sebagai kepala rumah tangga
usia 6-12 tahun, dikenal pula maupun anggota rumah tangga, atau
sebagai masa sekolah. Anak- pun posisi-posisi lainnya.
anak telah mampu menerima d) Sosialization, pendidikan serta
pendidikan formal dan pewarisan nilai-nilai sosial sehingga
menyerap berbagai hal yang ada anak-anak kemudian dapat diterima
di lingkungannya. dengan wajar sebagai anggota
5. Masa remaja, yaitu rentang usia masyarakat.
12-18 tahun. Saat anak mencari e) Economics, mencukupi kebutuhan
identitas dirinya dan banyak akan barang dan jasa dengan jalan
menghabiskan waktunya produksi, distribusi, dan konsumsi
dengan teman sebayanya serta yang dilakukan di antara anggota
berupaya lepas dari keluarga.
kungkungan orang tua. f) Care of the ages, perawatan bagi
Sekaitan dengan itu, maka anggota keluarga yang telah lanjut
perlunya peran keluarga terhadap usianya.
perkembangan anak. Sebagaimana g) Political center, memberikan posisi
dikemukakan Kingslet politik dalam masyarakat tempat
Davis (Murdianto, 2003) yang tinggal.
menyebutkan bahwa fungsi keluarga h) Physical protection, memberikan
ialah: perlindungan fisik terutama berupa
a) Reproduction, yaitu menggantikan sandang, pangan, dan perumahan
apa yang telah habis atau hilang bagi anggotanya.
untuk kelestarian sistem sosial yang Karakter adalah nilai yang unik
bersangkutan. baik yang terpatri dalam diri dan
b) Maintenance, yaitu perawatan dan terejawantahkan dalam perilaku
pengasuhan anak hingga mereka (Kemendiknas, 2010). Sedangkan
mampu berdiri sendiri. Scerenko dalam Samani dan Hariyanto
c) Placement, memberi posisi sosial (2012) menyatakan bahwa ”karakter
kepada setiap anggotanya, baik itu sebagai atribut atau ciri-ciri yang

JPSD Vol. 4 No. 2, September 2018 Ilmi & Erwin


ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558
264
membentuk dan membedakan ciri judge what is right, care deeply about
what is right, and then do what they
pribadi, ciri etis dan kompleksitas
believe to be right, even in the face of
mental dari seseorang, suatu kelompok pressure from without and temptation
from within”.
atau bangsa”. Mengacu dari berbagai
Samani dan Hariyanto (2012)
pengertian dan definisi karakter
mengungkapkan bahwa “pendidikan
tersebut, maka karakter dapat dimaknai
karakter adalah proses pemberian
sebagai nilai dasar positif yang dimiliki
tuntunan kepada peserta didik untuk
seseorang, yang membedakannya
menjadi manusia seutuhnya yang
dengan orang lain serta diwujudkan
berkarakter dalam dimensi hati, pikir,
dalam perilakunya sehari-hari.
raga, serta rasa dan karsa”. Sedangkan
Dalam pengertian
Fakry Gaffar dalam Kesuma, dkk
sederhana pendidikan karakter adalah
(2012) menyatakan bahwa “pendidikan
hal positif yang yang dilakukan guru
karakter adalah sebuah proses
dan berpengaruh kepada pserta didik
transformasi nilai-nilai kehidupan
yang diajarnya. Winton dalam Samani
untuk ditumbuhkembangkan dalam
dan Hariyanto (2012) mendefinisikan
kepribadian seseorang sehingga
“pendidikan karakter adalah upaya
menjadi satu dalam perilaku kehidupan
sadar dan sungguh-sungguh dari
orang itu.” Jadi, pendidikan karakter
seorang guru untuk mengajarkan nilai-
adalah proses pengarahan dan
nilai kepada para siswanya”.
pembimbingan terhadap peserta didik
Menurut Elkind & Freddy Sweet
agar memiliki nilai dan berperilaku
(2004), pendidikan karakter dimaknai
yang baik, untuk menjadi manusia yang
sebagai berikut:
seutuhnya. Bagan di bawah ini
“character education is the deliberate
merupakan bagan keterkaitan ketiga
effort to help people understand, care
about, and act upon core ethical kerangka pikir.
values. When we think about the kind of
character we want for our children, it
is clear that we want them to be able to

JPSD Vol. 4 No. 2, September 2018 Ilmi & Erwin


ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558
265
Bagan 1. Keterkaitan antara komponen moral dalam rangka pembentukan
Karakter yang baik menurut Lickona

Merujuk pada konsep-konsep di Dalam hal ini ada beberapa hal


atas bahwa pada dasarnya sastra yang kerap kali dilupakan oleh para
khususnya cerita anak merupakan hasil orang tua pada umumnya saat ini, yaitu
karya seni yang di dalamnya sarat akan peran sebuah cerita dan efek yang
pesan moral melalui pesan tersirat dapat ditimbulkan melalui cerita
berdasarkan karakter-karakter tokoh tersebut. Sebab, cerita pada umumnya
anak yang dimainkan di dalamnya. lebih berkesan daripada nasihat murni,
Sementara itu keluarga sebagai bagian sehingga pada umumnya cerita terekam
penting yang mampu memantau jauh lebih kuat dalam memori manusia.
perkembangan seorang anak dan Cerita-cerita yang kita dengar dimasa
mengarahkannya menjadi pribadi- kecil masih bisa kita ingat secara utuh
pribadi yang memiliki karakter baik. selama berpuluh-puluh tahun
Anak yang dibesarkan dengan kemudian. Kedua, melalui cerita
berbagai kalimat perintah larangan, manuasi diajar untuk mengambil
maka tanpa disadari orang tua telah hikmah tanpa merasa digurui. Memang
menggiring anak-anaknya menjadi harus diakui, sering kali hati kita tidak
jiwa-jiwa yang penuh dengan rasa tidak merasa nyaman bila harus diceramahi
berani di suatu saat. dengan seribu nasehat yang
berkepanjangan.
JPSD Vol. 4 No. 2, September 2018 Ilmi & Erwin
ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558
266
Seiring dengan perkembangan mengapresiasi budaya literasi sejak
zaman, pendidikan moral dalam usia masih dini. Anak secara tidak
keluarga mulai luntur. Arus globalisasi langsung menjadi memiliki perilaku
menyerang di segala aspek kehidupan menyimak dengan baik. Di samping itu
bermasyarakat, tidak hanya masyarakat juga, anak dapat menirukan orang
kota tetapi juga masyarakat pedesaan. tuanya dengan banyak membaca buku-
Para orang tua terlalu mempercayakan buku bacaan. Adapun kontribusi lebih
sepenuhnya anak-anak pada kemajuan jauh melalui pendekatan bercerita dapat
teknologi (baca: gadget), sehingga merangsang anak menjadi seorang
kedekatan emosional antara orang tua pencerita (penulis cerita). Pada
dan anak menjadi kurang kuat yang dasarnya naluri budaya literasi
pada akhirnya anak menjadi bebas dan bercerita sudah tertanam dalam diri
tidak menghormati orang tuanya. seorang anak dan dapat menjadi sebuah
Melihat kenyataan saat ini, maka proses pembelajaran bersastra secara
keahlian bercerita merupakan salah tidak langsung pada diri seorang anak.
satu kemampuan yang wajib dikuasai 1. Anak-anak kerap kali berinteraksi
para orang tua bahkan tidak hanya dan berperan dengan berbagai
sebatas dikuasai namun, perlu karakter tokoh melalui barang-
diaplikasikan secara nyata. barang mainan seperti hal nya
Melalui metode bercerita inilah gambar-gambar mainan, boneka,
para orang tua mampu memberikan ataupun robot-robotan (bagi anak
pengetahuan dan menanamkan nilai laki-laki). Pada saat ini secara
budi pekerti luhur secara efektif, dan tidak langsung kemampuan
anak-anak menerimanya dengan bersastra anak mulai tumbuh
senang hati. Melalui perasaan senang perlahan dibarengi kemampuan
yang diterima seorang anak lewat komunikasinya dalam berbahasa
pengisahan sebuah cerita. serta mempraktikan beberapa
Selanjutnya, pola pengasuhan karakter tokoh.
anak melalui metode bercerita dapat 2. Anak-anak senang bermain peran
mendekatkan anak dalam melalui anggota keluarga atau

JPSD Vol. 4 No. 2, September 2018 Ilmi & Erwin


ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558
267
teman sebayanya seperti, dia akan media teknologi yang dimilikinya, pada
berperan sebagi dokter-dokteran akhirnya orang tua mengabaikan
dan salah satu anggota keluarga perannya dalam menumbuhkan
atau teman bermainnya diminta karakter bermoral dan lebih bebas
sebagai pasien. Dalam kegiatan melepas anak-anaknya jauh terjerumus
tersebut juga seorang anak telah dengan keasyikannya pada media
belajar bersastra dengan bermain teknologi yang dimilikinya.
peran dan memainkan beberapa Menghadapi tantangan
karakter. globalisasi yang semakin canggih ini,
3. Pada saat seorang ibu melakukan ada baiknya para orang tua kembali
kegiatan berdongeng saat anaknya merevitalisasi kebiasaan-kebiasaan
akan tidur atau sedang penanaman moralitas anak terhadap
menanamkan contoh-contoh kegiatan bersastra melalui bercerita.
karakter tertentu, maka si anak Dengan kemajuan teknologi tadi,
kerap kali memberikan tanggapan bukan berarti menutup segalanya dari
terkait tokoh-tokoh dalam kemajuan zaman, namun dapat berjalan
ceritanya. Pada saat ini beriringan tanpa mengabaikan
pembelajaran kemampuan kepentingan diantara satu dengan yang
bersastra semakin meninggat lainnya. Saat orang tua mendekatkan
melalui tanggapan kritisnya anaknya pada suatu cerita, maka para
terhadap isi cerita yang dibacakan orang tua dapat melakukannya dengan
ibunya. menggunakan media literasinya lewat
Namun, perilaku-perilaku seperti tampilan dalam media teknologi yang
di atas saat ini perlahan-lahan mulai dimilikinya. Adapun efek yang akan
luntur di diri seoarang anak. Kehadiran dirasakan, adanya kedekatan emosional
teknologi yang tidak mampu yang terjalin antara orang tuanya dan
terbentung telah mengubah segala anak.
aspek budaya di segala lini kehidupan. Sebagai lembaga sosial terkecil,
Saat ini yang terjadi, orang tua asyik keluarga merupakan miniatur
berselancar di dunia maya dengan masyarakat yang kompleks, karena

JPSD Vol. 4 No. 2, September 2018 Ilmi & Erwin


ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558
268
dimulai dari keluarga seorang anak Dengan demikian, jika keluarga
mengalami proses sosialisasi. Dalam mendekatkan pada pada literasi
keluarga, seorang anak belajar bersastra dengan penuh cinta kasih,
bersosialisasi, memahami, menghayati, maka ia akan tumbuh menjadi pribadi
dan merasakan segala aspek kehidupan yang memiliki karakter berbudaya dan
yang tercermin dalam kebudayaan. Hal bermoral tinggi. Di samping hal itu
tersebut dapat dijadikan sebagai juga, keluarga merupakan wadah
kerangka acuan di setiap tindakannya penempaan karakter individu. Nasihat
dalam menjalani kehidupan. Keluarga hidup bahwa manusia yang berkualitas
tidak menanamkan pembelajaran hanya akan lahir dari seorang pribadi
karakter secara kaku, namun dapat yang berkualitas, remaja yang
dilakukan melalui kegiatan yang berkualitas hanya akan tumbuh dari
menyenangkan pada diri seorang anak. anak yang berkualitas.
D. Simpulan

Uraian di atas cukup menjelaskan keluarga merupakan wadah


apa arti keluarga yang sesungguhnya. mencurahkan segala inspirasi. Keluarga
Keluarga bukan hanya wadah untuk menjadi tempat pencurahan segala
tempat berkumpulnya ayah, ibu, dan keluh kesah. Keluarga merupakan
anak. Lebih dari itu, keluarga suatu jalinan cinta kasih yang tidak
merupakan wahana awal pembentukan akan pernah terputus. Terlebih lagi
moral serta penempaan karakter keluarga menjadi tempat tumbuhnya
manusia. Berhasil atau tidaknya budaya literasi sastra pada diri seorang
seorang anak dalam menjalani hidup anak.
bergantung pada berhasil atau tidaknya Seiring dengan perkembangan
peran keluarga dalam menanamkan zaman, terjadi pergeseran nilai-nilai
ajaran moral kehidupan. Keluarga lebih kebudayaan pada masyarakat. Bukan
dari sekedar pelestarian tradisi, hanya siaran-siaran televisi bahkan
keluarga bukan hanya menyangkut media gadget telah kembali menjadi
hubungan orang tua dengan anak, salah satu faktor penyebab lunturnya

JPSD Vol. 4 No. 2, September 2018 Ilmi & Erwin


ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558
269
nilai-nilai tersebut. Hadirnya televisi nilai-nilai yang seharusnya diberikan
dan gadget telah merebut perhatian orang tua kepada anaknya. Oleh karena
anak terhadap orang tua. Anak itu, diperlukan sinergi antara pola
seringkali mengabaikan nasihat yang literasi yang akan dikembangkan oleh
diberikan oleh orang tua dengan alasan orang tua dengan arus perkembangan
nasihat tersebut terkesan kuno. Dalam budaya dan teknologi yang semakin
kondisi demikian, seorang anak tidak hari semakin maju.
mengetahui yang sebenarnya mengenai

Daftar Pustaka
Armstrong, Thomas. 2005. Setiap Anak Sekolah Dasar Terpencil Jawa
Cerdas. Jakarta : PT. Gramedia Barat). Edutech, 15 (3), 301-310.
Pustaka Utama Hawadi, Reni Akbar. 2001. Psikologi
Batubara, Hamdan Husein. 2017. Perkembangan Anak. Jakarta:
Implementasi Program Gerakan PT. Grasindo.
Literasi Sekolah di Sekolah Inten, Dinar Nur. 2017. Peran
Dasar Negeri Gugus Sungai Keluarga dalam Menanamkan
MIAI Banjarmasin. Jurnal Literasi Dini Pada Anak (Role of
Pendidikan Sekolah Dasar, 4 (1), The Family Toward Early
15-29. Literacy of The Children). Jurnal
Gunarsa, Singgih D. Menyikapi Pendidikan Anak Usia Dini
Periode Kritis Pada Anak dan Golden Age. 1 (1), 23-32.
Dampaknya Pada Profil Kesuma, Dharma, dkk.
Kepribadian tahun 2001 2012. Pendidikan Karakter
dalam Psikologi Perkembangan Kajian Teori dan Praktik di
Pribadi dari bayi sampai lanjut Sekolah. Bandung: PT. Remaja
usia. Editor: S. C. Utami Rosdakarya.
Munandar. Jakarta: UI Press. Lukens. 2003. Analisis Buku Cerita
2001. Anak Fiksi ‘Lost Dog! Anjing
Hartati, T. 2017. Multimedia in Hilang’ dengan Pendekatan
Literacy Development At Remote Objektif Berdasarkan Kriteria
Elementary Schools in West Java Fiksi Sastra. Jakarta: Penerbit
(Multimedia Dalam Erlangga.
Pengembangan Literasi di
JPSD Vol. 4 No. 2, September 2018 Ilmi & Erwin
ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558
270
Ma’mur, Ilzamudin. 2010. Membangun Sekolah. In The Progressive and
Budaya Literasi. Jakarta : Diadit fun Education Seminar. pp (179-
Media. 183). Surakarta: Universitas
Murdianto, Utomo dan Bambang S. Muhammadiyah Surakarta.
2003. Modul Mata Kuliah Rahma, N. M., Pratiwi, R. N., &
Sosiologi Pedesaan. Bogor: Lastiti, N.V. 2015. (Studi pada
Jurusan Sosial Ekonomi Ruang Baca Anak Perpustakaan
Pertanian, Fakultas Pertanian Umum dan Arsip Daerah Kota
IPB. Malang). Adminitrasi Publik
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra (JAP), 3 (5), 763-769.
Anak: Pengantar Pemahaman Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2012.
Dunia Anak. Yogyakarta. UGM Konsep dan Model Pendidikan
University Press. Karakter. Bandung: PT. Remaja
Nurhasanah, A. (2016). Penggunaan Rosdakarya.
Metode Simulasi dalam Sumarjdo, Jakob. 2000. Filsafat Seni.
Pembelajaran Keterampilan Bandung : ITB Press
Literasi Informasi IPS bagi Wahyono, Budi. 2016. Bahasa
mahasiswa PGSD. Jurnal Indonesia untuk SMK/MAK Kelas
Pendidikan Sekolah Dasar, 2 (1), X (KTSP 2006-Jilid 1). Jakarta :
87-95. Erlangga
Pamungkas, A. S. 2017. Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi
Pengembangan Bahan Ajar Perkembangan Anak & Remaja.
Berbasis Literasi pada Materi Bandung : Rosda.
Bilangan bagi Mahasiswa Calon Zurayk, Ma’ruf. 1997. Aku dan
Guru SD. Jurnal Pendidikan Anakku. Bandung: Al-Bayan
Sekolah Dasar, 3 (2), 228-240. (Kelompok Penerbit Mizan).
Rahayu, T. 2016. Penumbuhna Budi
Pekerti Melalui Gerakan Literasi

JPSD Vol. 4 No. 2, September 2018 Ilmi & Erwin


ISSN 2540-9093
E-ISSN 2503-0558
271

Anda mungkin juga menyukai