Disusun oleh :
4. Pengertian Nyeri
5. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri
kronis. Nyeri akut merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial
atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa. Gejala yang terjadi tiba-
tiba atau lambat dan intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi, dan durasi kurang dari 3 bulan (NANDA 2018),
sedangkan nyeri kronis merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial
atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa. Gejala yang terjadi tiba-
tiba atau lambat dan intensitas ringan hingga berat, terjadi secara konstan atau
berulang tanpa akhir yang dapat diprediksi atau diantisipasi dan berlangsung lebih
dari 3 bulan (NANDA 2018)
6. Pengkajian Nyeri
Pengkajian Nyeri Persepsi nyeri dapat di ukur dengan menggunakan alat uku
intensitas nyeri. Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas nyeri adalah
dengan memakai skala intensitas nyeri. Adapun skala intensitas nyeri yang
dikemukakan oleh Potter dan Perry adalah sebagai berikut.
1) Visual Analog Scale (VAS)
Skala ini berbentuk daris horizontal sepanjang 10cm, ujung kiri skala
mengidentifikasi tidak ada nyeri dan ujung kanan menandakan nyeri yang
berat. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis
dan jarak yang dibuat klien pada garis tidak ada nyeri, kemudian
diukurdan ditulis dalam ukuran cm pada skala ini, garis dibuat memanjang
tanpa ada suatu tanda angka kecuali angka 0 dan angka 10. Skala ini dapat
di persepsikan sebagai berikut:
0 = Tidak ada nyeri
1-2 = Nyeri ringan
3-4 = Nyeri sedang
5-6 = Nyeri berat
7-8 = Nyeri sangat berat
9-10 = Nyeri buruk sampai tidak tertahankan
2) Skala intensitas nyeri numeric rating scale (NRS)
Skala ini berbentuk garis horizontal yang menunjukan angka-angka dari 0-
10, yaitu angka 0 menunjukan tidak ada nyeri dan angka 10 menunjukan
nyeri yang paling hebat. Skala ini merupakan garis panjang berukur 10cm,
yaitu setiap panjangnya 1cm diberi tanda. Skala ini dapat dipakai pada
klien dengan nyeri yang hebat atau klien yang baru mengalami operasi.
Tingkat angka yang menunnjukkan oleh klien dapat digunakan untuk
mengkaji efektifitas dari intervensi pereda rasa nyeri. Skala ini dapat
dipersepsikan sebagai berikut
0 = Tidak ada nyeri
1-3 = Sedikit nyeri
4-7 = Nyeri sedang
8-9 = Nyeri hebat
10 = Nyeri yang paling hebat
3) Skala Faces Pain Rating Scale (FPRS)
FPRS meupakan skala nyeri dengan model gambar kartun dengan enam
tingkatan nyeri dan dilengkapi dengan angka dari 0 sampai dengan 5.
Skala ini biasanya banyak digunakan untuk mengukur skala nyeri pada
anak. Adapun pendeskripsian skala tersebut adalah sebagai berikut
0 = tidak menyatikan
1 = sedikit sakit
2 = lebih menyakitkan
3 = lebih menyakitkan lagi
4 = jauh menyakitkan lagi
5 = benar-benar menyakitkan (Elkin, Perry&Potter)
Nyeri secara keilmuan (pengakuan yang subyektif) terpisah dan berbeda dari
istilah nonsisepsi. Nonsisepsi merupakan ukuran kejadian fisiologis. Nonsisepsis
merupakan sistem yang membawa informasi mengenai peradangan, kerusakan, atau
ancaman kerusakan pada jaringan spinalis dan otak. Nonsisepsi biasanya muncul
tanpa ada rasa nyeri dan berada dialam bawah sadar. (Black & Hawks 2014).
Nyeri mungkin disertai respon fisik yang dapat diobservasi seperti
(1) peningkatan atau penurunan tekanan darah,
(2) takikardi,
(3) diaforesi,
(4) takipneu,
(5) fokus pada nyeri, dan
(6) melindungi bagian tubuh yang nyeri.
Respon kardiovaskuler dan pernafasan akibat stimulasi sistem saraf simpatis
sebagai bagian dari respon fight or flight. Nyeri akut yang teratasi akan memicu
sistem nyeri kronis. (Amin Huda & Hardhi Kusuma 2015).
9. Penatalaksanaan Nyeri
Pentalaksanaan nyeri pada pasirn post op hernioraphy dapat dilakukan melalui
terapi farmakologi maupun terapi non farmakologis. Terapi farmakologis yaitu
pemberian obat-obatan analgesik dan penenang. Terapi non-farmakologis dapat
dilakukan dengan cara distraksi. Penatalaksanaan nyeri post op hernioraphy secara
non farmakologis bukan sebagai pengganti utama terapi analgesic yang telah
diberikan, namun sebagai terapi pelengkap untuk mengurangi nyeri setelah operasi.
Kombinasi penatalaksanaan secara farmakologis dan non farmakologis merupakan
cara terbaik untuk mengontrol nyeri post operasi. (Joyce M. Black & Jane Hokanson
Hawks, 2014).
1. Pengkajian
a. Identitas Klien : Penyakit Hernia sering terjadi pada anak2 dan pada dewasa
yang mengerjakan kegiatan berlebihan, melakukan pengangkatan benda berat.
b. Keluhan utama Ada pembekakan di inguinal dan terasa nyeri.
c. Riwayat penyakit sekarang : Klien mengeluh nyeri, ada benjolan,mual muntah.
d. Riwayat penyakit sebelumnya : Wawancara di tunjukan untuk mengetahui
penyakit yang di derita klien.
e. Riwayat psiko,sosio, dan spiritual : Klien masih berhubungan dengan temannya
dan bermain seperti biasanya, suka bekerja menolong orang tua, klien masih
dapat berkomunikasi dengan orang tuanya. Bagaimana dukungan keluarga
dalam keperawatan agar membantu dalam proses penyembuhan..
f. Aktivitas/istirahat
Gejala :
a. Sebelum MRS: Pasien sering melakukan aktivitas yang berlebihan, berkebun,
mengangkat2 sawit dan menimbang karet.
b. Sesudah MRS:
1) Membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur.
2) Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh.
3) Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
4) Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena.
5) Gangguan dalam berjalan.
g. Eliminasi
Gejala :
a. Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi. B
b. Adanya retensi urine.
h. Istirahat tidur.
Penurunan kualitas tidur.
i. Personal Higiane.
Penurunan kebersihan diri, ketergantungan.
j. Integritas Ego
a. Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan
finansial keluarga
b. Tanda : tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga/orang terdekat.
k. Kenyamanan
a. Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan
adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang
menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher.(Doenges, 1999 : 320-
321).
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Lemah.
TTV = TD : Normal / hipertensi (N: 120/80 mmHg).
Suhu : Hipotermi (N: 36oC- 37oC).
Nadi : Tachicardi (N: 80-120 x/mnt).
RR : Normal / meningkat (N: 30-60 x/mnt). 2.2.2.3
a. Kepala dan leher
Inspeksi : Ekspansi wajah menyeringai, merintih, menahanasakit.
Rambut : Lurus/keriting, distribusi merata/tidak, warna, Ketombe,
kerontokan Mata : Simetris / tidak, pupil isokhor, skelara merah
muda, konjunctiva tidak anemis Hidung : Terdapat mukus / tidak,
pernafasan cuping hidung.
Teling : Simetris, terdapat mukus / tidak Bibir : Lembab,tidak ada
stomatitis.
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfeapada
leher
b. Dada
Inspeksi : Simetris, tidak terdapat tarikan otot bantu pernafasan
Palpasi : Denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas, nyeri
tekan(-)
Perkusi : Jantung : Dullness
Auskultasi : Suara nafas normal.
c. Abdomen
Inspeksi : terdapat luka post operasi di abdomen regioninguinal
Palpasi : Teraba massa, terdapat nyeri tekan pada daerah inguinalis
Perkusi : Dullness
Auskultasi : Terdengar bising usus (N= kurang dari 5 detik)
d. Ekstremitas
Atas : Simetris, tidak ada edema
Bawah : Simetris, tidak ada edema
e. Genetalia Inspeksi : Scrotum kiri dan kanan simetris, ada lesi
3. Pemeriksaan penunjang
a. Cahya X abdomen menandadakan tanda tidak normalnya kadar gasyang
terdapat pada usus/ obstruksi usus.
b. Darah Lengkap. Cara mengetahui darah lengkap dan serum elektrolit dapat
menghaslkan peningkatan konsentrasi (peningkatan hemotokrit), peningkatan
sel darah putih dan ketidakseimbangan nya elektrolit.
4. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi 2.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah
3. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d kurang control situasional
4. Resiko tinggi perdarahan b.d pembedahan
5. Resiko tinggi infeksi b.d luka operasi
5. Intervensi Keperawatan
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. S
Umur : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Ds.Lisa Bata
Status : Kawin
Agama : Islam
Suku : Ambon
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Tanggal Masuk RS : 2 April 2021
Tanggal Pengkajian : 5 April 2021
Dx Medis : Hernia Inguinalis Dextra Ireponibel
B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. W
Umur : 53 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ds. Lisabata
Pendidikan : SMP
Pekerjaan :Petani
C. PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama : Nyeri danterdapat benjolan pada skrotum kanan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien datang kerumah sakit pada tanggal 2 April 2021 jam 10.45 WIB,diantar
oleh keluarga keruang poli bedah dengan tingkat kesadaran composmetis. Dengan
keluhan terasa ada benjolan di daerah region inguinal dextra tepatnya di skrotum
sebelah kanan berdiameter sekitar 4-5 cm. Benjolan terlihat terutama jelas saat
klien batuk, bersin, mengedan dan bila berdiri, tapi saat berbaring benjolan hilang
atau tidak nampak dan ada rasa nyeri pada benjolan.
TD : 130 / 80 mmhg, Nadi: 84 ×/menit, P : 20 ×/menit, S: : 36,5 ͦ, SPO2 = 98%
Ket :
= Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
= Meninggal
c. Sistem Perkemihan
Klien mengatakan BAB lancar, tetapi setelah operasi pasien belum BAB,
dikarenakan belum banyak bergerak dan makan, minum pasien belum
banyak. Klien BAK melalui selang kateter urine 1 hari produksi urine pasien
sampai 1500-2000 ml per hari.
d. Sistem Pencernaan
Abdomen
I : Terdapat luka post operasi di abdomen region inguinal dextra, wluka
tertutup verban dengan panjang ± 8 cm
Pa : Adanya nyeri tekan di area perut bekas operasi diabdomen.tidak ada
pembesaransplenomegali, turgor kulit baik.
Pe : Tympani
Aus : Bising usus 20x/menit
Klien makan dan Minum dengan Baik, Sementara diet di berikan oleh orang
Gizi
e. Sistem Muskuloskeletal
Ekstremitas Atas
Terpasang infus RL 28 TPM pada tangan sebelah kiri Klien, pergerakan
ekstremitas baik, capilary refil < 3 detik, akraba teraba hangat.
Ekstremitas Bawah
tidak teraba adanya massa. Karena faktor pembiusan spinal sehingga klien
merasakan kedua kaki nya masih terasa berat jika digerakan, dan terasa nyeri luka
bekas operasi bila digerakan.
f. Sistem Endokrin
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dari hasil pengkajian yang dilakukan penulis didapatkan bahwa diagnosa yang
muncul pada Klien Tn. S yaitu :
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Diskontuinitas Jaringan akibat tindakan Operasi
2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri.
F. INTERVENSI
H. CATATAN PERKEMBANGAN
Ahmad, J dan Nita, N. 2015. Nutrisi dan Keperawatan. Yogyakarta: Dua Satria Offset
Herdman. T.H dan S.Kamitsuru. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Defenisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Edisi 11.Jakarta: EGC
Tarwoto, Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 5.
Jakarta Selatan: Penerbit Salemba Medika.
Tarwoto, Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 4.
Jakarta Selatan: Penerbit Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standard Diagnosis Keperawatan Indonesia Defenisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Cetakan III (Revisi). Jakarta :Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standard Diagnosis Keperawatan Indonesia Defenisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II.Jakarta Selatan; Dewan Pengurus Pusat PPNI
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/77a862032c68b1170c7989f3858a1433.pdf
http://repository.bku.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/880/Gilang%20JatiKartiko-1-
72.pdf?sequence=1&isAllowed=y
file:///C:/Users/IWAN%20TEGUGU/Documents/49%20FEBRIZA%20YENI.pdf