Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


PADA POSTNATAL DENGAN SECTIO CAESARIA

OLEH:
Nama : Ni Luh Gede Leody Raccillia Putri
NIM : P07120321034
Kelas : A Ners
Prodi : Ners Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
DAN KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA POSTNATAL DENGAN SECTIO CAESARIA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Sectio Caesarea (SC) adalah suatu cara untuk melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.(Nurarif &
Kusuma, 2015).
Sectio Caesarea (SC) adalah proses persalinan dengan melalui pembedahan
dimana irisan dilakukan di perut untuk mengeluarkan seorang bayi (Endang
Purwoastuti and Siwi Walyani, 2014)
Jadi berdasarkan sumber diatas dapat disimpulkan bahwa sectio caesarea
adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui depan perut atau vagina untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
2. Faktor Predisposisi
Menurut Manuaba (2013), adapun penyebab sectio caesarea yang berasal dari
ibu yaitu ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan
panggul, plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I-II,
komplikasi kehamilan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya). indikasi ibu
dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum,
ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin
besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat
diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran- ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB
yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan
tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Nurarif &
Kusuma, 2015).
3. Pohon Masalah

Menyusui tidak efektif


4. Klasifikasi
a. Sectio Caesarea (SC) abdomen
SC transperitonealis
b. Sectio Caesarea (SC) vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, SC dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Sayatan yang memanjang
2) Sayatan yang melintang
3) Sayatan yang berbentuk huruf T
c. Sectio Caesarea (SC) klasik
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira – kira
sepanjang 10 cm. Tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan karena memiliki
banyak kekurangan namun pada kasus seperti operasi berulang yang memiliki
banyak perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.
d. Sectio Caesarea (SC) ismika
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira – kira sepanjang 10 cm (Nurarif & Kusuma, 2015)
5. Gejala klinis
a. Bedah Caesar Klasik/Corporal.
1) Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting
sampaisepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua
jari operator.
2) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
3) Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
4) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
5) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara:
a) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
b) Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
c) Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
6) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan
air ketuban
7) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda


1) Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
2) Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih
1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan
gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi
janin dengan dua jari operator.
3) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan
dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
4) Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
5) Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
6) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
7) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
b) Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
c) Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang
plain catgut no.1 dan 2
8) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan
air ketuban
9) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

c. Bedah Caesar Ekstraperitoneal


1) Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia
digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
2) Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.
d. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)
1) Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian
juga cara melahirkan janinnya.
2) Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan
klem secukupnya.
3) Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
4) Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada
tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem
tersebut.
5) Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada
tunggul serviks uteri diatasi. Jahit cabang arteria uterine yang diklem
dengan menggunakan benang sutera no. 2.
6) Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut
( no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
7) Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks
uteri.
8) Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera
abdominis.
9) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
6. Pemeriksaan Diagnostic/Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang
itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
a) Fungsi lumbal:
Menganalisis cairan serebrovaskuler
b) Hitung darah lengkap:
Mengevaluasi trombosit dan hematocrit
c) Panel elektrolit
d) Skrining toksik dari serum dan urin
e) AGD
f) Kadar kalsium darah
g) Kadar natrium darah
h) Kadar magnesium darah
7. Penatalaksanaan Medis
a. Perawatan awal
1) Letakan pasien dalam posisi pemulihan
2) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
3) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
4) Transfusi jika diperlukan
5) Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
1) Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
2) Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
3) Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
4) Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
e. Perawatan fungsi kandung kemih
1) Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
2) Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
3) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
4) Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral
per hari sampai kateter dilepas
5) Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
f. Pembalutan dan perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu
banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
g. Jika masih terdapat perdarahan
1) Lakukan masase uterus
2) Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
h. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien
bebas demam selama 48 jam :
1) Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
2) Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
3) Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
i. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
2) Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
3) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
4) Injeksi = penitidine 90 - 75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

8. Komplikasi
Komplikasi pada sectio caesarea menurut (Mochtar, 2013, hal. 87) adalah
saebagai berikut :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi:
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
3) Berat, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme
paru yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri. Yang sering terjadi pada ibu bayi : kematian perinata

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin,
prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register, dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan
kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan :
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah
pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono,
yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola penanggulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri.
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan
nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya
proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan
yang mengalami perdarahan, sklera kuning
4) Telinga
Bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan
yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang
striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
7) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
8) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
9) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan gangguan sensorik motorik
yang ditandai dengan retensi urine.
b. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan yang ditandai dengan
ketidakmampuan membasuh tubuh, ketidakmampuan mengenakan pakaian
pada bagian bawah tubuh, ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi
secara komplet.
c. Ketidakefektifan Pemberian ASI berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan orangtua tentang pentingnya pemberian ASI yang ditandai
dengan inefektif laktasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera yang ditandai dengan
ekspresi wajah nyeri (meringis), perubahan posisi untuk menghindari nyeri,
dan sikap melindungi area nyeri.
e. Resiko infeksi yang berhubungan dengan episiotomi, laserasi jalan lahir,
bantuan pertolongan
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan fungsi peran ditandai dengan
kecemasan pada pasien
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
cara menjadi orangtua ditandai dengan ketidaksiapan menjadi Ibu

3. Rencana Asuhan Keperawatan


No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut (D. 0077) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (I.08238)
Definisi keperawatan selama… x … Tindakan
Pengalaman sensorik atau maka Tingkat Nyeri (L. 08066) Observasi
emosional yang berkaitan menurun dengan kriteria hasil:  Identifikasi lokasi,
dengan kerusakan jaringan  Kemampuan menuntaskan karakteristik, durasi,
actual atau fungsional, aktivitas meningkat (5) frekuensi, kualitas, intensitas
dengan onset mendadak atau  Keluhan nyeri menurun (5) nyeri
lambat dan berintensitas  Meringis menurun (5)  Identifikasi skala nyeri
ringan hingga berat yang  Sikap protektif menurun (5)  Identifikasi respons nyeri non
berlangsung kurang dari 3  Gelisah menurun (5) verbal
bulan.  Kesulitan tidur menurun (5)  Identifikasi faktor yang
Penyebab  Menarik diri menurun (5) memperberat dan
 Agen pencedera  Berfokus pada diri sendiri memperingan nyeri
fisiologis (mis. menurun (5)  Identifikasi pengetahuan dan
 Diaforesis menurun (5) keyakinan tentang nyeri
inflamasi, iskemia,  Perasaan depresi (tertekan)  Identifikasi pengaruh budaya
neoplasma) menurun (5) terhadap respon nyeri
 Agen pencedera kimiawi  Perasaan takut mengalami  Identifikasi pengaruh nyeri
(mis. terbakar, bahan cedera berulang menurun (5) pada kualitas hidup
kimia iritan)  Anoreksia menurun (5)  Monitor keberhasilan terapi
 Agen pencedera fisik  Perinium terasa tertekan komplementer yang sudah
(mis. abses, amputasi, menurun (5) diberikan
terbakar, terpotong,  Uterus teraba membulat  Monitor efek samping
mengangkat berat, menurun (5) penggunaan analgetik
prosedur operasi,  Ketegangan otot menurun (5) Terapeutik
trauma, latihan fisik  Pupil dilates menurun (5)  Berikan teknik
berlebihan)  Muntah menurun (5) nonfarmakologis untuk
Gejala dan Tanda Mayor  Mual menurun (5) mengurangi rasa nyeri
Subjektif  Frekuensi nadi membaik (5)  Kontrol lingkungan yang
 Mengeluh nyeri  Pola napas membaik (5) memperberat rasa nyeri (mis.
Objektif  Tekanan darah membaik (5) suhu ruangan, pencahayaan,
 Tampak meringis  Proses berpikir membaik (5) kebisingan)
 Bersikap protektif (mis.  Fokus membaik (5)  Fasilitasi istirahat dan tidur
waspada, posisi  Fungsi berkemih membaik  Pertimbangkan jenis dan
menghindari nyeri) (5) sumber nyeri dalam pemilihan
 Gelisah  Perilaku membaik (5) strategi meredakan nyeri
 Frekuensi nadi  Nafsu makan membaik (5) Edukasi
meningkat Pola tidur membaik (5)  Jelaskan penyebab, periode,
 Sulit tidur dan pemicu nyeri
Gejala dan Tanda Minor  Jelaskan strategi meredakan
Subjektif nyeri
(Tidak tersedia)  Anjurkan memonitor nyeri
Objektif secara mandiri
 Tekanan darah  Anjurkan menggunakan
meningkat analgetik secara tepat
 Pola napas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berpikir  Ajarkan teknik
terganggu nonfarmakologis untuk
 Menarik diri mengurangi rasa nyeri
 Berfokus pada diri Kolaborasi
sendiri  Kolaborasi pemberian
 Diaforesis analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik (I. 08243)


Tindakan
Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri
(mis. pencetus, Pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic (mis. narkotika,
non- narkotik, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan
nyeri
 Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk mencapai
analgesa optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesic, sesuai
indikasi
2. Ganguan eliminasi Urine Setelah dilakukan intervensi Manajemen Eliminasi Urine
Definisi keperawatan selama… x … (I.04152)
Disfungsi eliminasi urin maka Eliminasi Urin (L. 04034) Observasi
Penyebab membaik dengan kriteria hasil:
 Identifikasi tanda dan gejala
 Penurunan kapasitas  Sensasi berkemih meningkat
retensi urine atau
kandung kemih (5)
inkontenensia urine
 Iritasi kandung kemih  Desakan berkemih menurun
 Identifikasi faktor yang
 Penurunan kemampuan (5)
menyeebabkan retensi urine
menyadari tanda-tanda  Distensi kandung kemih
dan inkontenesia urine
gangguan kandung menurun (5)
 Monitor eliminasi urine
kemih  Berkemih tidak tuntas
( frekuensi, konsistensi,
 Efek tindakan medis dan (hesitancy) menurun (5)
aroma, volume dan warna
diagnostik (mis. operasi  Volume residu urine
Terapeutik
ginjal , operasi saluran menurun (5)
 Catat waktu dan haluaran
kemih, anestesi, dan  Urin menetes (dribbling)
berkemih
obat-obatan) menurun (5)
 Batasi asupan cairan
 Kelemahan otot pelvis  Nokturia menurun (5)
 Ambil sampel urine
 Mengompol menurun (5)
Edukasi
 Ketidakmampuan  Enuresis menurun (5)  Apakah ada tanda gejala
mengakses toilet (mis.  Disuria menurun (5) saluran infeksi saluran kemih
imobilitas)  Anuna menurun (5)  Ajarakan mengukur asupan
 Hambatan lingkungan  Frekuensi BAK membaik (5) cairan dan haluaran urine
 Ketidakmampuan  Karakteristik urin membaik  Ajarkan mengambil specimen
mengkomunikasikan (5) urine
kebutuhan eliminasi  Ajarkan mengenali tanda
 Outlet kandung kemih berkemih dan waktu yang
tidak lengkap (mis. tepat untuk berkemih
anomali saluran kemih  Ajarkan terapi modalitas
kongenital) penguatan otot-otot panggul
 Imaturitas (pada anak  Anjurkan minum yang cukup
usia < 3 tahun)  Anjurkan mengurangi minum
Gejala dan Tanda Mayor sebelm tidur
Subjektif Kolaborasi
 Desekan berkemih  Kolaborasi pemberian obat
(Urgensi) suposituria uretra jika perlu
 Urin menetas (dribbling)
 Sering buang air kecil Dukungan perawatan diri
 Nokturia BAK/BAB (I.11349)
 Mengompol Observasi
 Enuresis
 Identifikasi kebiasaan
Objektif
BAB/BAK sesuai usia
 Distensi kandung kemih
 Monitor integritas kulit pasien
 Berkemih tidak tuntas
Terapeutik
(Hesitancy)
 Buka pakaian yang diperlukan
 Volume residu urin
untuk memudahkan eliminasi
meingkat
 Dukung penggunaan
Gejala dan Tanda Minor
toilet/commode/pispot/urinal
Subjektif
secara konsisten
(tidak tersedia)
 Jaga privasi selama eliminasi
Objektif  Ganti pakaian pasien setelah
(tidak tersedia) eliminasi jika perlu
Kondisi Klinis Terkait  Bersihkan alat bantu
 Infeksi ginjal dan BAB/BAK setelah digunakan
saluran kemih  Latih BAB/BAK sesuai
 Hiperglikemi jadwal jika perlu
 Trauma  Sediakan alat bantu (misal
 Kanker kateter eksternal, urinal )jika
 Cedera/tumor/infeksi perlu
medula spinalis Edukasi
 Neuropati diabetikum  Anjurkan BAB/BAK secara
 Neuropati alkoholik rutin
 Stroke  Anjurkan ke kamar
 Parkinson mandi/toilet jika perlu
 Skeloris multipel
 Obat alpha adrenergik Dukungan perawatan diri:
berpakaian (I.11350)
Observasi
 Identifikasi usia dan budaya
dalam membantu
berpakaian/berhias
Terapeutik
 Sediakan pakaian pada tempat
yang mudah dijangkau
 Sediakan pakaian pribadi
sesuai kebutuhan
 Fasilitasi mengenakan pakaian
jika perlu
 Fasilitasi berhias (mis
menyisir rambut, merapikan
kumis/jenggot)
 Jaga privasi selama berpakaian
 Tawarkan untuk laundry jika
perlu
 Berikan pujian terhadap
kemampuan berpakaian secara
mandiri
Edukasi
 Informasikan pakaian yang
tersedia untuk dipilih jika
perlu
 Ajarkan mengenakan pakaian
jika perlu
3. Defisit Perawatan Diri Setelah dilakukan intervensi Dukungan Perawatan Diri
(D.0109) keperawatan selama… x … Observasi
 Mandi maka Perawatan Diri (L.  Identifikasi kebiasaan
 Berpakaian 11103) membaik dengan kriteria aktivitas perawatan diri sesuai
 Makan hasil: usia
 Toileting  Kemampuan mandi  Monitor tingkat kemandirian
 Berhias meningkat (5)  Identifikasi kebutuhan alat
Definisi:  Kemampuan mengenakan bantu kebersihan diri,
Tidak mampu melakukan pakaian meningkat (5) berpakaian, berhias, dan
atau menyelesaikan aktivitas  Kemampuan makan makan
perawatan diri meningkat (5) Terapeutik
 Kemampuan ke toilet  Sediakan lingkungan yang
Penyebab: (BAB/BAK) meningkat (5) terapeutik (mis. Suasana
 Gangguan  Verbalisasi keinginan hangat, rileks, privasi)
musculoskeletal melakukan perawatan diri  Sediakan keperluan pribadi
 Gangguan meningkat (5) (mis. Parfum, sikat gigi, dan
neuromuskuler  Minat melakukan perawatan sabun mandi)
 Kelemahan diri meningkat (5)  Dampingi dalam melakukan
 Gangguan psikologis perawatan diri sampai mandiri
dan/atau psikotik Motivasi Meningkat (L. 09080)  Fasilitasi untuk menerima
dengan kriteria hasil: keadaan ketergantungan
 Penurunan  Pikiran berfokus masa depan  Fasilitasi kemandirian, bantu
motivasi/minat meningkat (5) jika tidak mampu melakukan
 Upaya menyusun rencana perawatan diri
Gejala dan Tanda Mayor: tindakan meningkat (5)  Jadwalkan rutinitas perawatan
Subjektif:  Upaya mencari sumber diri
 Menolak melakukan sesuai kebutuhan meningkat Edukasi
perawatan diri (5)  Anjuran melakukan perawatan
Objektif:  Upaya mencari dukungan diri secara konsisten sesuai
 Tidak mampu sesuai kebutuhan meningkat kemampuan
mandi/mengenakan (5)
pakaian/makan/ke  Perilaku bertujuan meningkat Dukungan Perawatan Diri:
toilet/berhias secara (5) BAB/BAK (I. 11349)
mandiri  Inisiatif meningkat (5) Observasi
 Minat melakukan  Harga diri positif meningkat  Identifikasi kebiasaan
perawatan diri kurang (5) BAB/BAK sesuai usia
 Keyakinan positif meningkat  Monitor integritas kulit pasien
Gejala dan Tanda Minor: (5) Terapeutik
Subjektif:  Suka pakaian yang diperlukan
Tidak tersedia untuk memudahkan eliminasi
Objektif:  Dukung penggunaan
Tidak tersedia toilet/commode/pispot/ urinal
secara konsisten
Kondisi Klinis Terkait:  Jaga privasi selama eliminasi
 Stroke  Ganti pakaian pasien setelah
 Cedera medulla spinalis eliminasi, jika perlu
 Depresi  Bersihkan alat bantu
 Arthritis rheumatoid BAB/BAK setelah digunakan
 Retardasi mental  Latih BAB/BAK sesuai
 Delirium jadwal, jika perlu
 Demensia  Sediakan alat bantu (mis.
 Gangguan amnestic Kateter eksternal, urinal) jika
perlu
 Skizofrenia dan Edukasi
gangguan psikotik lain  Anjurkan BAB/BAK secara
 Fungsi penilaian rutin
terganggu  Anjurkan ke kamar
mandi/toilet, jika perlu

Dukungan Perawatan Diri:


Berpakaian (I. 11350)
Observasi
 Identifikasi usia dan budaya
dalam membantu
berpakaian/berhias
Terapeutik
 Sediakan pakaian pada tempat
yang mudah dijangkau
 Sediakan pakaian pribadi,
sesuai kebutuhan
 Fasilitasi mengenkan pakaian,
jika perlu
 Fasilitasi berhias (mis.
Menyisir rambut, merapikan
kumis/jenggot)
 Jaga privasi selama berpakaian
 Tawarkan unuk laundry, jika
perlu
 Berikan pujian terhadap
kemampuan berpakaian secara
mandiri
Edukasi
 Informasikan pakaian yang
tersedia untuk dipilih, jika
perlu
 Ajarkan mengenakan pakaian,
jika perlu

Dukungan Perawatan Diri:


Makan/Minum (I. 11351)
Observasi
 Identifikasi diet yang
dianjurkan
 Monitor kemampuan menelan
 Monitor status hidrasi pasien,
jika perlu
Terapeutik
 Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan selama makan
 Atur posisi yang nyaman
untuk makan/minum
 Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
 Letakkan makanan di sisi
mata yang sehat
 Sediakan sedotan untuk
minum, sesuai kebutuhan
 Siapkan makanan dengan suhu
yang meningkatkan nafsu
makan
 Sediakan makanan dan
minuman yang disukai
 Berikan bantuan saat
makan/minum sesuai tingkat
kemandirian, jika perlu
 Motivasi untuk makan di
ruang makan, jika tersedia
Edukasi
 Jelaskan posisi makanan pada
pasien yang mengalami
gangguan dengan
menggunakan arah jarum jam
(mis. Sayur di jam 12, rending
di jam 3)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
(mis. Analgesic, antiemetic)
sesuai indikasi

Dukungan Perawatan Diri:


Mandi (I. 11352)
Observasi
 Identifikasi usia dan budaya
dalam membantu kebersihan
diri
 Identifikasi jenis bantuan yang
dibutuhkan
 Monitor kebersihan tubuh
(mis. Rambut, mulut, kulit,
dan kuku)
 Monitor integritas kulit
Terapeutik
 Sediakan peralatan mandi
(mis. Sabun, sikat gigi,
shampoo, pelembab kulit)
 Sediakan lingkungan yang
aman dan nyaman
 Fasilitasi menggosok gigi,
sesuai kebutuhan
 Fasilitasi mandi, sesuai
kebutuhan
 Pertahankan kebiasaan
kebersihan diri
 Berikan bantuan sesuai tingkat
kemandirian
Edukasi
 Jelaskan manfaat mandi dan
dampak tidak mandi terhadap
kesehatan
 Ajarkan kepada keluarga cara
memandikan pasien, jika perlu
4. Menyusui Tidak Efektif (D. Setelah dilakukan intervensi Edukasi Menyusui (I. 12393)
0029) keperawatan selama… x … Observasi
Definisi maka Status Menyusui  Identifikasi kesiapan dan
Kondisi dimana ibu dan Membaik (L. 03029) dengan kemampuan menerima
bayi mengalami kriteria hasil: informasi
ketidakpuasan atau  Perlekatan bayi pada  Identifikasi tujuan atau
kesukaran pada proses payudara ibu meningkat (5) keinginan menyusui
menyusui  Kemampuan ibu Terapeutik
memposisikan bayi dengan  Sediakan materi dan media
Penyebab benar meningkat (5) pendidikan kesehatan
Fisiologis  Miksi bayi lebih dari 8  Jadwalkan pendidikan
 Ketidakadekuatan suplai kali/24 jam meningkat (5) kesehatan
ASI  Berat badan bayi meningkat  Berikan kesempatan untuk
 Hambatan pada neonatus (5) bertanya
(mis. Prematuritas,  Suplai ASI adekuat  Dukung ibu meningkatkan
sumbing) meningkat (5) kepercayaan diri menyusui
 Anomali payudara Ibu  Lecet pada putting menurun  Libatkan sistem pendukung :
 Ketidakadekuatan reflex (5) suami, keluarga
oksitosis  Bayi rewel menurun (5) Edukasi
 Ketidakadekuatan reflex  Bayi menangis setelah  Berikan edukasi menyusui
menghisap bayi menyusui menurun (5)
 Payudara bengkak  Jelaskan manfaat menyusui
 Riwayat operasi bagi iu dan bayi
payudara  Ajarkan 4 posisi menyusui
 Kelahiran kembar  Ajarkan perawatan payudara
Situasional antepartum
 Tidak rawat gabung  Ajarkan perawatan payudara
 Kurang terpapar postpartum
informasi tentang
pentingnya menyusui
dan/atau metode
menyusui
 Kurangnya dukungan
keluarga
 Faktor budaya

Gejala Tanda Mayor


Subjektif

 Kelelahan maternal
 Kecemasan maternal
Objektif
 Bayi tidak mampu
melekat pada payudara
Ibu
 ASI tidak menetes /
memancar
 BAK Bayi kurang dari 8
kali dalam 24 jam
 Nyeri dan/atau lecet
terus menerus setelah
minggu kedua
Gejala tanda minor
Subjektif
Objektif

 Intake bayi tidak adekuat


 Bayi menghisap tidak
terus menerus
 Bayi menangis saat
disusui
 Bayi rewel dan
menangis terus
 Menolak untuk
menghisap

Kondisi Klinis Terkait

 Abses payudara
 Masitis
 Carpal tunnel syndrome
5. Risiko Infeksi (D.0142) Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi (I. 14539)
Definisi keperawatan selama… x … Observasi
Beresiko mengalami maka Tingkat Infeksi (L.  Monitor tanda dan gejela
peningkatan terserang 14137) menurun dengan kriteria infeksi local dan sitemik
organisme patogenik hasil: Terapeutik
Faktor Resiko  Kebersihan tangan  Batasi jumlah pengunjung
 Penyakit kronis (mis. meningkat (5)  Berikan perawatan kulit pada
Diabetes militus)  Kebersihan badan meningkat area edema
 Efek prosedur invasive (5)  Cuci tangan sebelum dan
 Malnutrisi  Nafsu makan meningkat (5) sesudah kontak dengan pasien
 Peningkatan paparan  Demam menurun (5) dan lingkungan pasien
organisme pathogen  Kemerahanmenurun (5)  Pertahankan kondisi aseptik
lingkungan  Nyeri menurun (5) pada pasien beresiko tinggi
 Ketidakadekuatan  Bengkak menurun (5) Edukasi
pertahanan tubuh primer  Vesikel menurun (5)  Jelaskan tanda dan gejala
 Gangguan peristaltic  Cairan berbau busuk infeksi
menurun (5)
 Kerusakan integritas  Sputum berwarna hijau  Ajarkan cara mencuci tangan
kulit menurun (5) dengan benar
 Perubahan sekresi pH  Drainase purulenmenurun (5)  Ajarkan etika batuk
 Penurunan kerja silialis  Pluria menurun (5)  Ajarkan cara memeriksa
 Ketuban pecah lama  Periode malaise menurun (5) kondisi luka atau luka oprasi
 Ketuban pecah sebelum  Periode menggigil menurun  Anjurkan meningkatkan
waktunya (5) asupan nutrisi
 Merokok  Letargi menurun (5)  Anjurkan meningkatkan
 Status cairan tubuh  Gangguan kognitif menurun asupan cairan
 Ketidakadekuatan (5)
pertahanan tubuh  Kadar sel darah putih Kolaborasi
sekunder membaik (5)  Kolaborasi pemberian
 Penurunan hemoglobin  Kultur darah membaik (5) imunisasi, jika perlu
 Imununosupresi  Kultur urine membaik (5)
 Leukopenia  Kultur sputum membaik (5)
 Supresi respon inflamasi  Kultur area luka membaik (5)
 Faksinasi tidak adekuat  Kultur feses membaik (5)
Kondisi klinis terkait :
 AIDS
 Luka bakar
 Penyakit paru obstruktif
kronis
 Diabetes militus
 Tindakan infasif
 Kondisi penggunaan
terapi steroid
 Penyalahgunaan obat
 Ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW)
 Kanker
 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati
6. Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan intervensi Reduksi Ansietas
Definisi keperawatan selama… x … Observasi
Kondisi emosi dan maka Tingkat Ansietas  Identifikasi saat tingkat
pengalaman subyektif Menurun (L. 09093) dengan ansietas berubah (mis.
individu terhadap objek yang kriteria hasil: Kondisi, waktu, stressor)
tidak jelas dan spesifik  Verbalisasi kebingungan  Identifikasi kemampuan
akibat antisipasi bahaya menurun (5) mengambil keputusan
yang memungkinkan  Verbalisasi khawatir akibat  Monitor tanda-tanda ansietas
individu melakukan kondisi yang dihadapi (verbal dan nonverbal)
tindakan untuk menghadapi menurun (5) Terapeutik
ancaman  Perilaku gelisah menurun (5)  Ciptakan suasana terapeutik
 Perilaku tegang menurun (5) untuk menumbuhkan
Penyebab  Konsentrasi membaik (5) kpercayaan
 Krisis situasional  Pola tidur membaik (5)  Temani pasien untuk
 Kebutuhan tidak Dukungan Sosial Meningkat mengurangi kecemasan, jika
terpenuhi (L. 13113) dengan kriteria hasil: memungkinkan
 Krisis maturasional  Kemampuan meminta  Pahami situasi yang membuat
 Ancaman terhadap bantuan pada orang lain ansietas dengarkan dengan
konsep diri meningkat (5) penuh perhatian
 Ancaman terhadap  Bantuan yang ditawarkan  Gunakan pendekatan yang
kematian oleh orang lain meningkat (5) tenang dan meyakinkan
 Kekhawatiran  Dukungan emosi yang  Tempatkan barang pribadi
mengalami kegagalan disediakan oleh orang lain yang memberikan
 Disfungsi system meningkat (5) kenyamanan
keluarga  Motivasi mengidentifikasi
 Hubungan orang tua- situasi yang memicu
anak tidak memuaskan kecemasan
 Faktor keturunan
(temperamen, mudah
teragitasi sejak lahir)
 Penyalahgunaan zat  Diskusikan perencanaan
 Terpapar bahaya realistis tentang peristiwa
lingkungan (mis. Toksik, yang akan datang
polutan, dan lain-lain) Edukasi
 Kurang terpapar  Jelaskan prosedur, termasuk
informasi sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara faktual
Gejala dan Tanda Mayor: mengenai diagnosis,
Subjektif: pengobatan, dan prognosis
 Merasa bingung  Anjurkan keluarga untuk
 Merasa khawatir dengan bersama pasien, jika perlu
akibat dari kondisi yang  Anjurkan melakukan kegiatan
dihadapi yang tidak kompetitif, sesuai
 Sulit berkonsentrasi kebutuhan
Objektif:  Anjurkan mengungkapkan
 Tampak gelisah perasaan dan persepsi
 Tampak tegang  Latih kegiatan pengalihan
 Sulit tidur untuk mengurangi ketegangan
 Laruhan penggunaan
Gejala dan Tanda Minor: mekanisme pertahanan diri
Subjektif: yang tepat
 Mengeluh pusing  Latih teknik relaksasi
 Anoreksia Kolaborasi
 Palpitasi  Kolaborasi pemberian obat
 Merasa tidak berdaya antlansietas, jika perlu

Objektif:
 Frekuensi nadi Terapi Relaksasi

meningkat Observasi

 Frekuensi napas  Identifikasi penurunan tingkat

meningkat energy, ketidakmampuan


 Tekanan darah berkonsentrasi, atau gejala
meningkat lain
 Diaphoresis yang mengganggu
 Tremor kemampuan kognitif
 Muka tampak pucat  Identifikasi teknik relaksasi
 Suara bergetar yang pernah efektif digunakan
 Kontak mata buruk  Identifikasi kesediaan,
 Sering berkemih kemampuan, dan penggunaan
 Berorientasi pada masa teknik sebelumnya
lalu  Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan darah,
Kondisi Klinis Terkait: dan suhu sebelum dan sesudah
 Penyakit kronis latihan
progresif (mis. Kaner,  Monitor respons terhadap
penyakit autoimun) terapi relaksasi
 Penyakit akut Terapeutik
 Hospitalisasi  Ciptakan lingkungan tenang
 Rencana operasi dan tanpa gangguan dengan
 Kondisi diagnosis pencahayaan dan suhu ruang
penyakit belum jelas nyaman, jika memungkinkan
 Penyakit neurologis  Berikan informasi tertulis
 Tahap tumbuh kembang tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
 Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai
Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. Music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
 Anjurkan mengambil posisi
nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang
dipilih
 Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. Napas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)

Dukungan Emosional
Observasi
 Identifikasi fungsi maarah,
frustasi, dan amuk bagi pasien
 Identifikasi hal yang telah
memicu emosi
Terapeutik
 Fasilitasi mengungkapkan
perasaan cemas, marah, atau
sedih
 Buat pernyataan suportif atau
empati selama fase berduka
 Lakukan sentuhan untuk
memberikan dukungan (mis.
Merangkul, menepuk-nepuk)
 Tetap bersama pasien dan
pastikan keamanan selama
ansietas, jika perlu
 Kurangi tuntutan berpikir saat
sakit atau lelah
Edukasi
 Jelaskan konsekuensi tidak
menghadapi rasa bersalah dan
malu
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan yang dialami (mis.
Ansietas, marah, sedih)
 Anjurkan mengungkapkan
pengalaman emosional
sebelumnya dan pola respons
yang biasa digunakan
 Ajarkan penggunaan
mekanisme pertahanan yang
tepat
Kolaborasi
 Rujuk untuk konseling, jika
perlu
2 Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan intervensi Bimbingan Sistem Kesehatan (I.
(D.0111) tentang: keperawatan selama… x … 12360)
 Kehamilan dan maka Tingkat Pengetahuan Observasi
Persalinan Meningkat (L. 12111) dengan  Identifikasi masalah kesehatan
 Kesehatan maternal kriteria hasil: individu, keluarga dan
pasca persalinan  Perilaku sesuai anjuran masyarakat
 Kesehatan maternal meningkat (5)  Identifikasi inisiatif individu,
prekonsepsi  Kemampuan menjelaskan keluarga dan masyarakat
Definisi: pengetahuan tentang suatu  Libatkan kolega atau teman
topik meningkat (5) untuk membimbing dalam
Keadaan atau kurangnya  Perilaku sesuai dengan pemenuhan kebutuhan
informasi kognitif yang pengetahuan meningkat (5) kesehatan
berkaitan dengan topic  Siapkan pasien untuk mampu
tertentu Tingkat Kepatuhan (L. 12110) berkolaborasi dan
 Verbalisasi kemampuan bekerjasama dalam
Penyebab: mematuhi program pemenuhan kebutuhan
 Keterbatasan kognitif perawatan atau pengobatan kesehatan
 Gangguan fungsi meningkat (5) Terapeutik
kognitif  Perilaku mengikuti program  Fasilitasi pemenuhan
 Kekeliruan mengikuti perawatan meningkat (5) kebutuhan kesehatan
anjuran  Perilaku menjalankan  Fasilitasi pemenuhan
 Kurang terpapar anjuran meningkat (5) kebutuhan kesehatan mandiri
informasi Edukasi
 Kurang minat dalam  Bimbing untuk bertanggung
belajar jawab mengidentifikasi dan
 Kurang mampu mengembangkan kemampuan
mengingat memecahkan masalah
 Ketidaktahuan kesehatan secara mandiri
menemukan sumber Edukasi Kesehatan (I. 12383)
informasi Observasi
 Identifikasi kesiapan dan
Gejala dan Tanda Mayor: kemampuan menerima
Subjektif: informasi
 Menanyakan masalah  Identifikasi faktor-faktor yang
yang dihadapi dapat meningkatkan dan
Objektif: menurunkan motivasi perilaku
 Menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat
tidak sesuai anjuran Terapeutik
 Menunjukkan persepsi  Sediakan materi dan media
yang keliru terhadap pendidikan kesehatan
masalah  Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
Gejala dan Tanda Minor:  Berikan kesempatan untuk
Subjektif: bertanya
Tidak tersedia Edukasi
Objektif:  Jelaskan faktor risiko yang
 Menjalani pemeriksaan dapat mempengaruhi
yang tidak tepat kesehatan
 Menunjukan perilaku  Ajarkan perilaku hidup bersih
berlebihan (mis. Apatis, dan sehat
bermusuhan, agitasi,  Ajarkan strategi yang dapat
hysteria) digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup
Kondisi Klinis Terkait: bersih dan sehat
 Kondisi klinis yang baru
dihadapi oleh klien Edukasi Dehidrasi
 Penyakit akut Observasi
 Penyakit kronis  Identifikasi kemampuan
pasien dan keluarga menerima
informasi
Terapeutik
 Persiapkan materi, media, dan
alat serta formulir balance
cairan
 Tentukan waktu yang tepat
untuk memberikan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
dengan pasien dan keluarga
 Berikan kesempatan pasien
dan keluarga bertanya
Edukasi
 Jelaskan tanda gejala dehidrasi
 Anjurkan tidak hanya minum
air saat haus, jika sedang
berolahraga atau beraktivitas
berat
 Anjurkan memperbanyak
minum
 Anjurkan memperbanyak
konsumsi buah yang
mengandung banyak air (mis.
Semangka, papaya)
 Ajarkan cara pemberian oralit,
jika perlu
 Ajarkan menilai status hidrasi
berdasarkan warna urine

Edukasi Keamanan Bayi (I.


12379)
Observasi
 Identifikasi kemampuan
pasien dan keluarga menerima
informasi
Terapeutik
 Persiapkan materi dan media
pendidikan kesehatan
 Tentukan waktu yang tepat
untuk memberikan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
dengan pasien dan keluarga
 Berikan kesempatan pasien
dan keluarga bertanya
Edukasi
 Anjurkan selalu mengawasi
bayi
 Anjurkan tidak meninggalkan
bayi sendirian
 Anjurkan menjauhkan benda
yang berisiko, membahayakan
bayi (mis. Kantung plastic,
karet, tali, kain, benda-benda
kecil, benda tajam, pembersih
lantai)
 Anjurkan memasang
penghalang pada sisi tempat
tidur
 Anjurkan menutup sumber
listrik yang terjangkau oleh
bayi
 Anjurkan mengatur perabotan
rumah tangga di rumah
 Anjurkan memberikan
pembatas pada area berisiko
(mis. Dapur, kamar mandi,
kolam)
 Anjurkan menggunakan kursi
dan sabuk pengaman
khususnya saat bayi
berkendara
 Anjurkan penggunaan sabuk
jenganan pada stroller (kursi
dorong bayi), kursi khusus
bayi dengan aman
 Anjurkan tidak meletakkan
bayi pada tempat tidur yang
tinggi
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan
5. EVALUASI
S (Subjektif) : Data subjektif berisi data dari pasien melalui anamnesis
(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung
O (Objektif) : Data objektif merupakan data dari hasil observasi melalui
pemeriksaan fisik
A (Assesment) : Analisis dan interpretasi berdasarkan data yang terkumpul
kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis
atau masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan tindakan segera.
P (Plan) : Perencanaan merupakan rencana tindakan yang akan
diberikan termasuk asuhan manndiri, kolaborasi, diagnosis atau laboratorium,
serta konseling untuk tindak lanjut
DAFTAR PUSTKA

Endang Purwoastuti, T., & Siwi Walyani, E. (2014). Panduan Materi Kesehatan
Reproduksi & Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustakabarupress.
Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Rights
Manuaba. 2013. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB Untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta: EGC
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC). Singapore: Elsevier Global Rights
Mochtar, Rustam. (2013). Sinopsis Obstetri (Jilid 1-2). Jakarta: EGC
Nurarif, Aminhuda dan Hardhikusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC Jilid 3. Jogjakarta:
Mediaction
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indoneisa:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 23 Agustus 2021


Clinical Teacher / CT Mahasiswa

(Ni Nyoman Hartati,S.Kep.,Ns.,M.BioMed) (Ni Luh Gede Leody Raccillia Putri)


NIP. 196211081985122000 NIM. P07120321034

Anda mungkin juga menyukai