DOSEN PENGAMPU
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2
Kelas : PSMP D 19
DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB IV PEMBAHASAN 14
BAB V PENUTUP 25
5.1 Kesimpulan 25
5.2 Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kelompok sosial merupakan representasi dari individu, karena pada dasarnya
manusia adalah makhluk yang memiliki naluri untuk hidup bersama dengan
manusia lain dan memiliki hasrat menjadi satu dengan lingkungan alamnya. Jika
kita melihat sejarah islam di abad klasik maupun di abad pertengahan kelompok
keagamaan memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarluaskan falsafah
islam maupun membangun peradaban. Melalui diskusi-diskusi atau pengajaran
mereka menghasilkan berbagai intelektual muslim, membangun ilmu
pengetahuan dan peradaban islam.
Di era modern ini kelompok keagamaan bukan hanya sekedar membahas
masalah keagaman, tetapi juga membahas ekonomi, sosial, dan bahkan politik.
Hal itu dibuktikan dengan sejarah Indonesia yang digerakkan atas nama kelompok
agama yang merupakan bentukan dari diskusi-diskusi ataupun pengajian
keagamaan yang diselenggarakan oleh kelompok tersebut. Selain itu juga terdapat
segi negatif dari munculnya kelompok-kelompok pengajian keagamaan tersebut
yaitu radikalisasi keagamaan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok islam
garis keras.
Pengajian menempati posisi sentral dalam berjalannya suatu kelompok sosial,
karena pengajian merupakan salah satu proses pentransferan amupun sosialisasi
nilai atau norma-norma kelompok terhadap para anggota baru, agar nantinya dapat
diinternalisasikan dan diimplementasikan oleh anggota baru tersebut yang
nantinya dijadikan standar pedoman dan perilaku. Pengajian dapat meningkatkan
solidaritas maupun jiwa kepedulian anggota karena berbagai persamaan baik itu
ideologi, cita-cita, maupun musuh bersama.
Namun dewasa ini fungsi pengajian tidak hanya sebatas itu, tetapi terdapat
juga fungsi laten lainnya, seperti fungsi ekonomi, sosial, dan bahkan politik.
Pengajian tidak lagi mutlak sebagai tempat penyaluran atau bentuk tindakan
rasionalitas nilai dari anggotanya. Hal inilah yang nantinya akan dibahas dalam
Mini Riset ini, yaitu bagaimana proses berlangsungnya kajian keagamaan dan
1
pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian dan integrasi sosial, dan juga
fungsi laten dari pengajian tersebut.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengajian
1. Pengertian Pengajian
Pengajian berasal dari kata “kaji” yang artinya meneliti atau mempelajari
tentang ilmu-lmu agama Islam. Pengajian merupakan pengajaran agama Islam
yang menanam norma-norma agama melalui media tertentu, sehingga
terwujud suatu kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia dan di akhirat
dalam ridho Allah SWT.
Dengan demikian maka pengajian merupakan bagian dari dakwah
Islamiyah yang menyeru kepada ma’ruh dan mencegah yang mungkar.
Sehingga kedua sifat ini merupakan satu-satunya yang tidak dapat dipisahkan.
2. Tujuan Pengajian
Pengajian merupakan salah satu unsur pokok dalam syiar dan
pengembangan agama Islam. Pengajian ini juga sering disebut dengan dakwah
Islamiyah, karena salah satu upaya dalam dakwah Islamiyah adalah lewat
pengajian. Dakwah Islamiyah diusahakan untuk terwujudnya ajaran agama dalam
semua segi kehidupan.
H.A Solaiman menjelaskan bahwa tujuan pengajian terbagi menjadi 2
(dua) tujuan utama, yakni: tujuan kurikuler dan tujaun final. Tujuan kurikuler
mengandung konsep teoritis umtuk mencapai target sasaran dakwah secara
bertahap sampai batas final. Tujuan ini mengandung 2 (dua) sub tujuan yaitu:
3
b. Amal ma’ruf nahi mungkar
1. Mengembangkan manusia yang sudah berada pada posisi ma’ruf supaya lebih
meningkat nilai-nilai ma’rufnya dan menjaga serta melindunginya jangan
sampai tergeser pada posisi yang mungkar.
2. Membawa lingkup hidup manusia yang berada pada posisi mungkar pada
posisi mungkar yang ma’ruf.
3. Meyakinkan mereka yang ragu-ragu betapa yang ma’ruf itu dengan segala
pengaruhnya yang konstruktif dan yang mungkar itu dengan segala
pengaruhnya destruktif kemudian membawanya secermat mungkin kepada
lingkup yang ma’ruf dan mengamankannya dari gangguan mungkar.
B. Kepribadian
1. Pengertian Kepribadian
Menurut Schermerhorn, Hunt, Osborn kepribadian ialah,
merepresentasikan keseluruhan profil atau kombinasi karakteristik serta
menangkap keunikan secara alami seseorang. sebagai reaksi dari interaksi dengan
orang lain. Pengertian ini berkaitan dengan penampilan fisik, kombinasi dari sifat
manusia dan sifat natural atua alami yang berada pada masing-masing individu
untuk berinteraksi dengan yang lain. Hal senada diutarakan oleh Kinichi and
Kreitner bahwa kepribadian didefinisikan sebagai kombinasi antara fisik dan
karakteristik mental secara seimbang yang menjadikan identitas bagi individu..
Selanjutny'a menurut Mc Shane and Von Glinow bahwa kepribadian mengacu
pada pola perilaku teladan, relatif seimbang dankonsisten dengan keadaan internal
yang menjelaskan kecenderungan tingkah laku seseorang. Intinya pengertian dari
personality kepribadian berkaitan dengan perilaku seseorang sebagai individu
untuk berinteraksi dengan lingkungan (ekternal maupun internal).
2. Dimensi kepribadian
Kepribadian (personality) juga berpengaruh terhadap tingkah Iaku
seseorang. Kepribadian adalah kumpulan dari sejumlah karakteristik, sikap, dan
nilai-nilai yang dianut seseorang yang membedakannya dari orang lain.
4
Silverman, mengemukakan terbentuknya kepribadian seseorang
dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Sedangkan Gibson mengemukakan bahwa
kepribadian dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1. Bawaan
2. Keluarga
3. Kebudayaan, dan
4. Kelas sosial serta keanegotaannya dengan kelompok yang Iain
5
b. Hal "Ego" memiliki kesadaran dan mengamati, baik secara internal maupun
eksternal. Disini terlokasi akal dan alam pemikiran. Ego hendak menyesuaikan
diri dengan kenyataan, prinsip realitas Dalam banyak hal. ego perlu
mengendalikan tenaga-tenaga. Kepribadian tidak selalu dapat hidup ke arah
keinginan-keinginan, seperti yang dipresentasikan oleh kehidupan tenaga.
Kaidah-kaidah hukum dan larangan-larangan ditegakkan yang kadangkadang
bertentangan dengan tenaga-tenaga dari hal Id, Hal, elemen Ego tidak
berfungsi berdasarkan prinsip hedonisme (lLtstprincipei), namun berdasarkan
prinsip realitas.
4. Sifat Kepribadian
Mc Shane and Von Glinow mengungkapkan sifat lain dari personality
(kepribadian) yaitu :
a. Locus of conyol (sumber kendali) mengacu pada persepsi seseorang akan
sumber dari nasibnya atau sampai sejauhmana orang yakin bahwa mereka
menguasai nasib rnereka sendiri. Tipe sumber kendali ada dua: pertama
internal yaitu individu-individu yakin bahrwa mereka mengendalikan apa
yang terjadi pada diri mereka. Kedua eksternal yaitu individu-individu yang
yakin bahwa apa yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan
luar seperti misalnya kemujuran dan peluang.
6
a. Locus of control berkaitan dengan sejauh mana seseorang dapat mengontrol
nasibnya dengan melihat orientasi ekstenal dan internal.
b. Authoritarianism/Dogmatism. Authoritarianism berkaitan dengan suatu
pandangan yang mempercayai bahwa harus ada perbedaan status dan
kekuasaan di antara orang-orang dalam suatu organisasi. Kepribadian dari
orang-orang yang berpegangan pada pandangan ini akan cenderung kaku,
sehingga akan kurang cocok untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan
kepekaan terhadap perasaan orang lain atau pekerjaan yang mengharuskan
menyesuaikan diri pada Iingkungan yang berubah-ubah. Dogmatism berkaitan
dengan ancaman yang berasal dari luarmenghormati atas perintah yang
absolute.
c. Machiqvellianism berkaitan dengan sejauhmana seorang individu bersifat
pragmatis, menjaga jarak emosional, dan meyakini bahwa rujuan dapat
menghalalkan cara.
d. Self monitoring berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan
dengan situasi atau lingkungan.
C. Integrasi Sosial
Sunyoto Usman menyebutkan integrasi adalah suatu proses ketika
kelompok-kelompok sosial tertentu dalam masyarakat saling memelihara dan
menjaga keseimbangan untuk mewujudkan kedekatan hubungan sosial, ekonomi
dan politik. Dalam konteks tersebut integrasi bukanlah untuk menghilangkan
diferensiasi, karena yang terpenting adalah kesadaran untuk memelihara dan
menjaga keseimbangan untuk menciptakan hubungan sosial yang harmonis.
Sedangkan Menurut Usman, integrasi merupakan bentuk kontradiktif dari
konflik, namun meskipun demikian integrasi dan konflik bukanlah dua hal yang
harus dipertentangkan. Karena integrasi bisa saja hidup bersebelahan dengan
konflik, bahkan melalui konflik keseimbangan hubungan dapat ditata dan
diciptakan kembali. Konsep yang ditawarkan tersebut mengisyaratkan bahwa
integrasi tercipta melalui proses interaksi dan komunikasi yang intensif.
Kelompok-kelompok sosial yang berintegrasi membangun sosial networks dalam
suatu unit sosial yang relatif kohesif. Prasyarat integrasi yang ditawarkan oleh
7
Usman, pertama, kesepakatan sebagian besar anggotanya terhadap nilai-nilai
sosial tertentu yaitu bersifat fundamental. Kedua, saling ketergantungan di antara
unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi. Memang diakui bahwa akibat adanya perbedaan dalam pemilikan dan
penguasaan sumber daya ekonomi dapat melibatkan terjadinya stratifikasi sosial
berdasarkan kelas kaya, menengah, dan miskin.
Sementara itu Cooley membedakan integrasi atas dua
kategori. Pertama, integrasi normatif, merupakan tradisi baku masyarakat untuk
membentuk kehidupan bersama bagi mereka yang mengikatkan diri dalam
kebersamaan itu. Kedua, integrasi komunikatif yaitu, komunikasi efektif hanya
dapat dibangun bagi mereka yang memiliki sikap yang saling tergantung dan mau
diajak kerjasama menuju tujuan yang dikehendaki. Ketiga, integrasi fungsional,
hanya akan terwujud bila anggota sungguh menyadari fungsi dan perannya dalam
kebersamaan itu. Lebih jauh Karsidi menggambarkan beberapa syarat bagi
masyarakat heterogen untuk dapat mencapai integrasi. Dikatakan di sini bahwa
integrasi hanya terjadi bila pertama, anggota masyarakat merasa tidak dirugikan
bahkan keuntungan akan diperoleh lebih besar. Kedua, adanya penyesuaian
paham tentang norma. Artinya tantangan dan bagaimana harus bertingkah laku
untuk mencapai tujuan dalam masyarakat. Ketiga, norma yang berlaku harus
konsisten, untuk membentuk suatu struktur yang jelas. Integrasi sosial terjadi
harus melalui tiga tahapan. Pertama, akomodasi, merupakan upaya para pihak
yang berbeda pendapat atau bertentangan untuk mencari pemecahan masalah atau
upaya mempertemukan perbedaan atau pertentangan atau upaya menyelesaikan
perbedaan melalui koordinasi. Kedua, Koordinasi merupakan perwujudan suatu
bentuk kerjasama. Ketiga, asimilasi atau akulturasi merupakan kontak kebudayaan
yang berlainan atau pertemuan dua kebudayaan yang lebih baik. Dalam
membangun nilai harmoni akan ditemukan tahapan ini atau dengan kata lain
terdapat relasi saling tergantung sehingga masing-masing pihak menyadari
perannya. Dalam proses ini tidak ada in group (kita) dan out group (mereka),
keduanya memiliki peran yang sama dalam membangun kehidupan yang lebih
baik.
8
D. Pengertian Kelompok Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, Pengertian dari Kelompok sosial adalah
himpunan atau kesatuan kesatuan manusia yang hidup bersama karena saling
berhubungan di antara mereka secara timbal balik dan saling mempengaruhi.
Menurut Paul B. Horton dan Chester L Hunt, Istilah kelompok sosial diartikan
sebagai kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotannya dan
saling berinteraksi. Sedangkan menurut George Homans, kelompok sosial adalah
kumpulan individu yang melakukan kegiatan, interaksi, dan memiliki perasaan
untuk membentuk suatu keseluruhan yang terorganisasi dan berhubungan
timbal balik.
1. Mahzab Columbia
Dalam Mahzab Columbia, dukungan kelompok sosial memiliki peranan
besar dalam membentuk sikap, persepsi, dan orientasi seseorang. Dalam banyak
Mini Riset, faktor agama, aspek geografis (kedaerahan), dan faktor kelas atau
status ekonomi (khususnya dinegara-negara maju) memang mempunyai korelasi
nyata dengan perilaku pemilih. Adapun kelompok sosial itu sendiri antara lain:
a. Kelompok Kategorial
Terbentuk oleh perbedaan umur, jenis kelamin, pendidikan
b. Kelompok Sekunder
Terbentuk berdasarkan jenis pekerjaan, Status sosio ekonomi dan kelas sosial,
Kelompok-kelompok etnis yang meliputi ras, agama, dan daerah asal.
c. Kelompok Primer
Terbentuk berdasarkan interaksi paling intens sehari-hari, yaitu keluarga.
9
yaitu kelompok pengajian, termasuk ke dalam kelompok sosial paguyuban
(gemeinschaft). Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama dimana
anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah
serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan
batin yang memang telah dikodratkan. Kelompok paguyuban dapat dilihat dalam
keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga, juga termasuk kelompok
pengajian.
E. Tindakan Sosial
Max Weber mendefinisikan tindakan sosial sebagai semua perilaku manusia
ketika sejumlah individu memberikan suatu makna subyektif terhadap terhadap
perilaku tersebut. Dalam teori tindakannya, tindakan bermakna sosial sejauh,
berdasarkan makna subyektifnya yang diberikan oleh individu atau individu-
individu, tindakan itu mempertimbangkan perilaku orang lain dan karenanya
diorentasikan dalam penampilannya.
Dalam berinteraksi dengan orang lain, maka seseorang akan melakukan
tindakan sosial Max Weber bahkan menjadikan tindakan sosial sebagai objek
kajian sosiologi. Tapi yang dimaksud dengan tindakan sosial di sini adalah
tindakan individu sepanjang tindakannya itu memiliki makna atau arti subyektif
bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain.
Menurut Max Weber, tindakan sosial dapat digolongkan menjadi empat
kelompok (tipe) untuk menjelaskan makna tindakan dalam konteks motif para
pelakunya, yaitu tindakan rasional instrumental, tindakan rasional berorientasi
nilai, tindakan afektif, dan tindakan tradisional.
1. Tindakan rasional instrumental. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekadar
menilai cara yang baik untuk mencapai tujuannya, tetapi juga menentukan
nilai dari tujuan itu sendiri. Tindakan yang didasarkan karena adanya
instrumen, kepentingan, atau tujuan tertentu. Contohnya kegiantan ekonomi
dan politik.
2. Tindakan rasionalitas nilai. Tindakan yang dilakukan sebagai tujuan akhir itu
sendiri. Tindakan karena adanya doktrin tertentu atau komitmen. Dalam
tindakan ini, aktor tidak mampu menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu
10
merupakan yang paling tepat, ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuan yang
lain. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya
sudah menentukan tujuan yang diinginkan.
3. Tindakan afektf. Tindakan ini ditampilkan oleh aktor hanya untuk
menunjukkan emosi. Tindakan ini dibuat-buat, dipengaruhi oleh perasaan
emosi dan kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami, kurang atau
tidak rasional.
4. Tindakan tradisional. Tindakan yang didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan
dalam mengerjakan sesuatu di masa lalu atau tindakan yang diwariskan
(given).
11
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Metode Interview
Interview adalah wawancara atau dialog yang dilakukan oleh peneliti dan
subjek Mini Riset yang bersifat dua arah, adapun pertanyaan telah terlebih dahulu
12
disistematisasi sesuai dengan tema Mini Riset, pertanyaan secara fleksibel dapat
berubah sesuai dengan arah pembicaraan agar tidak menimbulkan kecanggungan
subjek kajian.
b. Metode observasi
Observasi adalah teknik Mini Riset dengan melakukan pengamatan subjek
kajian secara langsung turun kelapangan, untuk mengkaji subjek kajian dengan
menelaah perilaku dan interaksi subjek kajian secara spontan dan alamiah. Teknik
ini menggunakan pemahaman secara mendalam terhadap subjek kajian.
D. Analisis Data
Analisis yang dipakai dalam Mini Riset ini adalah analisis deskriptif
(penggambaran), karena data yang dikumpulkan untuk mengkaji data bersifat
kualitatif. Dimana hasil tersebut merupakan hasil dari interview atau wawancara
secara langsung terhadap objek Mini Riset yang dilakukakan secara sistematis.
13
BAB IV
PEMBAHASAN
14
melakukan infak atau iuran disetiap pertemuannya, uang tersebut digunakan
sebagai alat untuk memeperlancar agenda kelompok misalnya acara malam
ibadah, olahraga, buka bersama, ataupun sebagai cadangan untuk membantu
anggota kelompok tersebut jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan.
Disetiap pertemuannya ustadz memberikan angket penilaian ibadah (lembar
mutaba’ah) yang dilakukan oleh anggota sebagai bahan evalalusi penerapan
keilmuan islam, misalnya berapa kali solat jamaah, sunah, puasa dan ibadah-
ibadah yang lainnya.
Posisi atau kedudukan ustadz dalam pengajian itu sebagai pengajar namun
terdapat interaksi yang sejajar antara mereka, artinya ustad tidak dikultuskan atau
diagung-agungkan seperti halnya islam tradisional. Karena latar belakang
pendidikanlah mereka cenderung bersikap rasional dalam memandang sesuatu,
dari hasil wawancara ustadz mengatakan bahwa “tidak ada pengkultusan terhadap
guru dalam kelompok ini, kami saling bertukar ilmu keagamaan karena pada
dasarnya masing-masing dari kami masih memiliki berbagai kekurangan sehingga
kami saling melengkapi”.
Dalam proses pengajian yang diobservasi menelaah suatu fakta yang cukup
menarik, yaitu meskipun kedudukan ustadz dianggap setara namun ada pola
ketimpangan komunikasi yang diwujudkan dalam doktrinansi. Para anggota tidak
mengkritisi secara mendalam apa yang diajarkan oleh ustadz, karena pemahaman
mereka yang bersifat normatif dan cenderung mudah dibentuk dan diarahkan oleh
ustadz. Ruang kosong inilah (doktrinasi) ini menjadi lebih efektif dan dengan
mudah diinternalisasi anggota. Sehingga jika ruang doktrinasi ini disalah gunakan
untuk menanamkan idiologi radikal maka akan dengan mudah diinternalisasi
anggota dikarnakan anggota cenderung menerima doktrin tersebut.
Diakhir pengajian meraka saling membahas permasalahan yang sedang
dihadapi, misalnya masalah-masalah dikampus ataupun diluar kampus. Melalui
pembicaraan itulah mereka memecahkan masalah-masalah yang ada pada setiap
anggotanya mereka saling membantu dalam member solusi pada masalah tersebut.
Selain kegiatan dalam forum pengajian, terdapat juga berbagai agenda diluar
forum pengajian tersebut misalnya, olahraga bersama, jalan-jalan (rihlah).
15
2. Kelompok Pengajian Ibu- Ibu
Kelompok pengajian ibu-ibu yang diteliti adalah kelompok pengajian ibu-ibu.
Kelompok pengajian ini telah lama berjalan. Menurut penuturan salah satu ibu-ibu
yang telah diwawancarai, pengajian ini telah ada sejak sekitar empat tahun yang
lalu. Pengajian ini rutin, diadakan setiap hari, namun tidak di satu tempat. Waktu
pengajian biasanya diadakan pagi hari, kecuali hari jumat yang diadakan sore hari.
Pengajian ini tidak terlalu lama, hanya sekitar satu jam-an. Mulai dari jam empat
sampai jam lima sore. Hari kamis dan minggu diadakan di masjid Sapen.
Berbeda halnya dengan kelompok pengajian pertama, latar belakang yang
dimiliki oleh anggota kelompok pengajian ibu-ibu ini tidak jelas. Karena sebagian
besar anggota yang mengikuti pengajian tersebut mayoritas anggota pengajian
terdiri dari mbah-mbah yag sudah sepuh dan ibu-ibu paruh baya. Susunan kegiata
di pengajian ini dimulai dari membaca shalawat nariyah, lalu membaca tahlil,
kemudian doa. Semua bacaan-bacaan amalan itu dipimpin oleh seorang “hajjah”
yang sangat disegani karena dianggap mumpuni di antara mereka. Setelah
membaca amalan-amalan tersebut, kegiatan selanjutnya adalah pengumuman dari
pemimpin acara (semacam MC). Pengumuman yang disampaikan mengenai
jumlah infaq yang terkumpul, jumlah uang kas mereka. Juga pengumuman-
pengumuman lain yang berhubungan dengan kelompok pengajian mereka.
Kegiatan mereka selanjutnya diisi dengan tausyiah oleh seorang ustazah yang
mengampu pengajian tersebut (sekaligus tuan rumah tempat pengajian itu
berlangsung). Isi tausyiah yang disampaikan sebagaimana taisyiah-tausyiah
pengajian pada umumnya. Berkisar surga, neraka, dan ibadah kepada Allah. Si
ustazah juga menyampaikan tentang cara bergaul dalam masyarakat dengan baik,
terkadang diselingi dengan membahas isu-isu politik atau berita terhangat yang
terjadi di negeri ini.
Bahasa yang digunakan selama pengajian berlangsung baik itu
pengumuman, dan tausyiah-tausyiah yang disampaikan semuanya. Selama
pengajian berlangsung, mereka mendengarkan tausyiah dengan seksama, dan
terlihat sangat patuh pada si pemberi tausyiah. Di tengah-tengah acara, diedarkan
kaleng infaq. Selain infaq mereka juga mengeluarkan uang kas. Uang kas tersebut
nantinya bisa dipinjam oleh anggota pengajian bila membutuhkan uang.
16
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, anggota pengajian yang
mayoritas orang tua memiliki beragam alasan atau motivasi mengikuti pengajian
diantaranya alsan “standar”, maksudnya alasan kebanyakan orang melakukan
kegiatan keagamaan seperti ikut pengajian, yaitu mencari pahala dan ridho Allah
(tindakan rasionalitas nilai). Alasan lainnya yang dikemukakan oleh para anggota
adalah untuk bersosialisasi dan mengeratkan rasa kebersamaan antar warga..
Menurut mereka dengan adanya pengajian seperti ini sangat membantu mereka
dalam berbagai hal. Terutama dalam hal sosial kemasyarakatan, dan tidak
dipungkiri sedikit membantu mereka dalam perekenomian, misalnya saja mereka
bisa meminjam uang kas pengajian jika sedang membutuhkan uang.
Kelompok pengajian ini juga membentuk integrasi yang kuat diantara
mereka sesama warga. Hal ini juga didukung dengan tausyiah-tausyiah yang
diselipi pembahasan mengenai masalah atau sesuatu yang terjadi di lingkungan
sekitar mereka, meskipun hal-hal kecil sekalipun. Misalnya saja mengenai selokan
yang tersumbat, atau tentang si ibu ini yang sedang menghadapi musibah dan
sebagai sesama muslim harus saling membantu. Atau mengenai cara bergaul
dengan tentangga yang baik. Dalam pegajian tersebut, para anggota bisa saling
berinteraksi satu sama lain, dan selama interaksi berlangsung, maka perlahan akan
terbentuk integrasi yang kuat diantara mereka. Karena rasa “sejalan” satu sama
lain. Semakin mereka sering bertemu dalam suatu pertemuan, maka rasa kesatuan
yang berbasis kekeluargaan akan semakin kuat, dan menciptakan rasa solidaritas
yang kuat antar anggota dalam kelompok tersbut. Intensitas pertemuan yang setiap
hari dari pegajian ini akan mendorong semakin kuatnya solidaritas dan penyatuan
intern dalam kleompok. Selama observasi, anggota pengajian sangat
mendengarkan apa yang dikatakan oleh si ustazah yang memberikan ceramah.
Dengan kata lain, ustazah yang memberikan tausyiah dalam pengajian tersebut
dapat dikatakan sebagai ketua kelompok yang mampu memegaruhi para
anggotanya, bahkan bisa dikatakan dia mempunyai kendali atas anggota-anggota
kelompok pengajian tersebut, yang kata-katanya akan didengar dan dipatuhi oleh
anggotanya. Kelompok pengajian tersebut membentuk karakter anggotanya
melalui tausyiah-tausyiah. Pada intinya anggota kelompok pengajian tersebut
mengaplikasikan apa yang didapat dari pengajian tersebut. Jika suatu kelompok
17
memiliki seorang ketua yang dipatuhi atau disegani, maka kelompok tersebut akan
mudah diorganisir. Dalam Mini Riset kami mengenai kelompok pengajian ini,
teori mengenai kelompok dan ketua kelompok tersebut sesuai. Ustadzah yang
meberikan tausyiah bisa mengorganisir anggota pengajian dalam artian mereka
benar-benar mengaplikasikan apa yang mereka dapat di pengajian tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak semua yang mereka dapat realisasikan.
Sedangkan mengenai integrasi mereka, seperti yang telah dibahas di atas, integrasi
di antara anggota kelompok pengajian tersebut bisa terjadi karena adanya
pemikiran yang sama, idealisme dan “jalan” yang sama.
2. Motivasi Ibu-Ibu
Terdapat beragam motivasi di antara anggota pengajian yang mengikuti
pengajian tersebut. Beragamnya motivasi yang ada disebabkan karena perbedaan
kepentingan yang ada di antara anggota kelompok tersebut. Perbedan kepentingan
itu juga dipengaruhi oleh perbedan anggapan terhadap fungsi pengajian. Ada saja
ibu-ibu yang ikut pengajian hanya karena ibu-ibu di sekitarnya mengikuti
pengajian tersebut (ikut-ikutan), juga alasan ekonomi, alasan sosial, dan alasan-
alasan lainnya. Alasan-alasan ini adalah implikasi dari fungsi laten pengajian
tersebut, misalnya saja, pengajian selain sebagai sarana mendapatkan ilmu agama,
juga menjadi sarana sosialisasi antar anggota.
Namun alasan mayoritas tetap saja ingin mencari ridha Allah. Jika melihat
alasan ini, dapat dikatakan tindakan yang dilakukan oleh anggota kelompok sosial
keagamaan tersebut adalah tindakan rasionalitas nilai. Jika melihat kegiatan yang
18
ada dalam pengajian kelompok ibu-ibu tersebut, ada banyak kegiatan misalnya
mengumpulkan uang kas, yang mana nantinya uang kas tersebut dapat dipinjam
oleh anggota pengajian yag sedang membutuhkan uang. Hal ini bisa saja menjadi
alasan anggota pengajian tersbut mengikuti pengajian itu, sudah menjadi alasan
ekonomi. Ini terkait dengan para anggota ekonomi memandang apa sebenarnya
fungsi pengajian tersebut. Jadi pada initinya motivasi yang dikemukakan oleh ibu-
ibu anggota pengajian tersebut beragam, namun tetap mayoritas mengikuti
pengajian tersebut dengan alasan normatif (mencari pahala dan ridha Allah).
19
Agama merupakan salah satu alat integrasi dalam suatu masyarakat, karena
dengan agama inilah mereka mengindentikan dirinya sesuai dengan kelompok
tersebut, bahkan adakalanya kedudukan agama itu lebih tinggi sehingga sebagian
besar konflik di Negara Indonesia umumnya mengatas namakan agama. Dalam
kelompok mahasiswa yang kami teliti interaksi antar anggotanya bersifat intensif
artinya mereka saling mengenal secara dalam atau dalam sosiologi dapat
dikelompokkan sebagai kelompok primer.
Mereka saling mengetahui latar belakang anggota mereka mulai dari asal
hingga hingga kegiatan teman-teman mereka. Setelah melakukan wawancara
mereka dapat menjawab pertanyaan seputar agenda ataupun riwayat kehidupan
teman-teman mereka. Diluar pengajian mereka masih melakukan interaksi secara
intensif, dimana mereka disatukan dalam organisasi yang sama sehingga mereka
sering bertemu untuk membahas berbagai agenda organisasi. Dalam kehidupan
sehari-haripun sebagian dari mereka tinggal bersama teman-temannya, sehingga
secara emosional semakin mendekatkan hubungan integrasi antar anggotanya.
Faktor agama merupakan faktor yang paling besar dalam melakukan
identifikasi diri anggotanya, bagi mereka sesama umat islam dianggap sebagai
saudara sehingga mereka menginterpretasikan persatuan mereka sebagai suatu
kewajiban yang mutlak bagi mereka. Jika ditelusuri dari segi interaksinya mereka
saling memberi antara satu sama lain misalnya dalam konsumsi pengajian, uang
konsumsi bukanlah uang yang dipakai dari infak, melainkan makanan yang
dibawa para anggotanya untuk dimakan secara bersama-sama hal itu bukanlah
merupakan suatu perintah ataupun saran dari ustadz. Bahkan kadang kala mereka
saling bertukar hadiah kepada sesama anggota mulai dari buku ataupun barang-
barang lainnya.
Para anggota tersebut sudah menganggap mereka itu sebagai keluarga
sendiri ditanah perantauan, dan mereka saling membantu jika terjadi suatu hal,
misalnya pinjam-meminjam uang, membantu permasalahan teman dan sebagai
tempat berkeluh kesah bagi para anggota. Karena sebagaimana pembahasan diatas
mereka diajarkan untuk bersifat terbuka kepada anggota yang lain dan
membicarakan masalah-masalah anggota yang kemudian mereka pecahkan
bersama. Proses integrasi ini kemudian meminimalisir kepentingn pribadi yang
20
cenderung egoistik dan lebih mengutamakan kepentingan kelompok dan yang
dianggap sama dengan golongan mereka.
21
kelompok mahasiswa, kami menilai bahwa sikap para anggota terhadap si ustaz
sebagai pemimpin kelompok terkesan biasa saja. Tidak ada kepatuhan mutlak dari
para anggota, tidaka ada doktrin yang kuat dari sang ustadz, karena dalam
berbagai hal anggota kelompok pengajian yang terdiri dari mahasiswa bisa kapan
saja mengajukan pertanyaan, bahkan mengkritik doktrin agama yang
disampaikan. Hal ini disebabkan karena latar belakang mereka adalah seorang
mahasiswa yang notabene, mahasiswa adalah orang-orang yang memiliki
kapasitas intelektual yang tinggi, dan secara otomatis selalu berifat kritis dalam
segala hal yang mereka temui, termasuk dalam ilmu agama yang mereka dapat.
Berbeda halnya dengan kelompok pengajian ibu-ibu. Karena anggotaya
terdiri dari ibu-ibu. Maka ajaran agama yang disampaikan lebih mudah, mereka
lebih mudah terdoktrin karena, ibu-ibu tersebut tidak memiliki rasa kritis seperti
mahasiswa tadi. Sehingga interaksi yang terjadi antara ustadz dengan anggota
pengajian bisa dikatakan sepihak, yakni anggota pengajian memiliki kepatuhan
yang lebih kuat kepada pemimpin kelompoknya.
22
Karakter ini juga dibentuk melalui latihan-latihan dan perhatian yang cukup
dari ustadz mereka. Misalnya dalam setiap minggu dilakukan evaluasi amal harian
sebagai tolak ukur keberhasilan pengajian berdayarkan amalan harian seperti,
berapa jus membaca al-Qur’an dalam seminggu, solat jamaah, solat sunah, dan
pertanyaan seputar ibadah dan amal sosial. Jadi didalam pengajian tersebut para
anggota dituntut untuk mendakwahkan apa yang telah didapat dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dan anggotanyapun diwajibkan
mengikuti kelompok studi ataupun organisasi untuk mengembangkan diri para
anggotanya.
Dalam kehidupan sehari-hari mereka berusaha menanamkan nilai-nilai islam
dalam kehidupannya misalkan dalam bergaul, ketika mereka saling bertemu
mereka mengucapkan salam dan saling bersalaman menurut tradisi islam. Dalam
pemangilan nama misalnya mereka memanggil nama teman mereka dengan
spaan “akhi (saudaraku)” untuk laki-laki, dan ukhti (saudara perempuanku).
Untuk pola pikir sendiri mereka cenderung bersifat islam normatif misalnya
dalam bergaul dengan yang bukan muhrimnya mereka memberikan batasan-
batasan tertentu dan menjaga tingkah laku mereka berdasarkan norma yang
diajarkan islam.
Sebagaimana telah diterangkan dalam ranah integrasi kelompok diatas,
mereka dilatih untuk saling tolong menolong kepada sesama umat islam yang
implikasinya tentu juga meningkatkan pola prilaku dari para anggota. Perilaku
keindividuan ini ditekan dengan kepentingan kelompok sehingga mereka
melakukan pembatasan-pembatasan atas suatu hal yang diangap tidak baik.
23
yang menjadi kebiasaan mereka. Tentunya karena telah mendapatkan penanaman
nilai-nilai keislaman secara intens, makan karakter mereka akan mengikuti nilai-
niai yang telah ditanamkan tersebut. Mereka mengaplikasikan nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun pada kenyataannya juga, banyak yang
tidak mengaplikasikan apa yang telah mereka dapatkan di pengajian tersbut.
24
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Mini Riset dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa, kelompok sosial keagamaan
seperti pengajian memiliki peran yang besar daam pembentukan ingtrasi antar
anggota kelompok, juga memiliki peran yang besar dalam pembentukan krakter
anggota kelompok. Namun di samping fungsi manifestasi yang terdapat pada
kelompok pengajian ini, terdapat juga fungsi laten, yaitu sebagai wadah sosialisasi
dan interaksi antar anggota, dan fungsi-fungsi lainnya termasuk fungsi ekonomi.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan penulis pada makalah ini adalah sebaiknya para
generasi muda khususnya mahasiswa/mahasiswi muslim lebih meningkatkan dan
mengembangkan pengajian dikalangan muda sehingga menjadi trend untuk
kalangan remaja dan para mahasiswa/mahasiswi muslim. Dalam penulisan
makalah mungkin ada kesalahan dalam penulisan dan pengucapan yang tidak
berkenan, penulis memohon maaf dan meminta perbaikan dari para pembaca demi
keberhasilan dari penulisan makalah ini.
25
DAFTAR PUSTAKA
Retnowati.2014. Agama, Konflik dan Integrasi Sosial. Jurnal Analisa. Vol. 21,
…….No. 01 : 66- 77.
26