Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR GERONTIK

1. Defenisi lansia

Lansia adalah keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia yang

merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya mulai dari sejak permulaan

kehidupan, menjadi tua proses alamia, yang berarti seseorang mulai dari tiga

tahap kehidupannya, yanti anak,dewasa, dan tua. Lanjut usia meliputi, usia

pertengahan (middle age) kelompok usia (45-49), lanjut usia (elderly) antara (60-

74), lanjut usia (old) (75-90 tahun), usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

(emmelia, 2016)

Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur pada manusia yang

telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Proses penuaan

merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dicegah dan merupakan hal yang

wajar dialami seseorang yang diberi karunia umur panjang, dimana semua orang

berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa

pension bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih saying (riasmini,

2019)

2. Proses menua

Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya dari

suatu waktu tertentu, tetapi dimula sejak pemulaan kehidupan. Menjadi tua

merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap

kehidupannya, yaitu neonates,toodler,pra school,remaja, dewasa dan lansia.tahap

berbeda ini di mulai baik secara biologis maupun psikologis.memasuki usia tua

banyak mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik yang ditandai


dengan kulit menjadi keriput karena berkurangnya bantalan lemak, rambut

memutih, pendengaran berkurang, penglihatan memburuk, gigi mulai ompong,

aktivitas menjadi lambat, nafsu makan berkurang dan kondisi tubuh yang lain

mengalami kemunduran (padila,2016)

3. Teori proses menua

a) Teori biologi

1. Teori genetic

a. Teori genetic clock

Teori ini merupakan teori instrinsik yang menjelaskan bawhwa ada jam

bioligis di dalam tubuh yang berfungsi untuk mengatur gen dan menentukan

proses penuaan. Proses menua ini telah terprogram secara genetikuntuk spesies-

spesies tertentu. Umumnya, di dalam inti sel setiap spesies memiliki suatu jam

genetic/jam biologis sendiri dan setiap dari mereka mempunyai batas usia yang

berbeda-beda yang diputar menurut replica tertentu.

b. Teori mutasi somatic

Teori ini meyakini bahwa penuaan terjadi karena adanya mutasi somatic

akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Bahwa telah terjadi kesalahan dalam

proses trankripsi DNA atau RNA dan dalam proses tranlasi RNA protein/enzim.

Kesalahan yang terjadi terus menerus akhirnya menimbulkan penurunan funsi

organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit. Setiap sel tersebut

kemudian akan mengalami mutasi, seperti mutasi sel kelamin sehingga terjadi

penurunan kemampuan fugsional sel.

2. Teori nongetik

a. Teiro penurunan system imun tubuh (auto- immune theory).


Pengulangan mutasi dapat menyebabkan penurunan kemampuan system

imun tubuh dalam mengenali dirinya sendiri (self- recognition). Mutasi ysng

merusak membrane sel akan menyebabkan system imun tidak mengenalinya.

Jika tidak mengenalinya, sitem imun akan merusaknya. Hal inilah yang

mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut usia.

b. Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory).

Teori ini berbentuk karena adanya proses metabolism atau proses

pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas yang tidak stabil

mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organic, yang tidak stabil mengakibatkan

oksidasi oksigen bahan organic, yang kemudian membuat sel tidak dapat

beregenerasi. Radikal bebas ini dianggap sebagai penyebab penting terjadinya

kerusakan fungsi sel. Adapun radikal bebas yang terdapat di lingkungan antara

lain:

a) Asap kendaraan bermotor dan asap rokok,

b) Zat pengawet makanan

c) Radiasi

d) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen

pada proses menua.

c. Teori fisiologis

Teori ini terdiri atas teori aksidasi stress dan dipakai-aus 9wear and tear

theory), dimana terjadinya kelebihan usaha pada stress menyebabkan sel tubuh

lelah terpakai.

4. Perubahan yang terjadi pada lanjut usia

penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk menjelaskan suatu

penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel dalam tubuh yaitu
dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Menurut (Meredith Wallace, 2016),

beberapa perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah perubahan

fisik, intlektual, dan keagamaan :

1. Perubahan fisik

a. Sel saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh akan berubah,

seperti jumlahnya yang menurun, ukuran lebih besar sehingga mekanisme

perbaikan sel akan terganggu dan proposi protein di otak, otot, ginjal, darah.

b. Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia akan mengalami

perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca indra. Pada indra pendengaran

seperti hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga, pada indra penglihatan

akan terjadi seperti kekeruhan kornea, hilangnya daya akomodasi dan

menurunnya lapang pandang. Pada indra peraba akan terjadi seperti respon

terhadap nyeri menurun dan kelenjer keringat berkurang. Pada indra pembau

akan terjadinya seperti menurunnya kekuatan otot pernapasan, sehingga

kemampuan membau juga berkurang.

c. Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunnya selera makan,

seringnya terjadi konstipasi, menurunnya produksi air liur (saliva) dang era

peristaltic usus juga menurun.

d. Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami pengecilan sehingga

aliran darah ke ginjal menurun.

e. Sistem musculoskeletal, kehilangan cairan pada tulang dan makin rapuh,

keadaan tubuh akan lebih pendek, persendian kaku dan tendon mengerut.

f. Sistem kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami pompa darah yang

menurun, ukuran jantung secara keseluruhan menurun dengan tidanya penyakit

klinis, denyut jantung menurun, katup jantung pada lansia akan lebih tebal dan

kaku akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik meningkat pada lansia
karena hilangnya distensibility arteri. Tekanan darah diastolic tetap sama atau

meningkat.

2. Perubahan intelektual

Akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada kemampuan otak

seperti perubahan intelegenita quantion (IQ) yaitu fungsi otak kanan mengalami

penurnan sehingga lansia akan mengalami penurunan sehingga lansia akan

mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal, pemecahan masalah,

konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah seseorang. Perubahan yang lain

adalah perubahan ingatan, karena penurunan kemampuan otak maka seorang

lansia akan kesulitan untuk menerima rangsangan yang diberikan kepadanya

sehingga kemampuan untuk mengingat pada lansia juga menurun (Mujahidullah,

2018).

3. Perubahan keagamaan Pada umumnya lansia akan semakin teratur dalam

kehidupan keagamaannya, hal tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang

akan meninggalkan kehidupan dunia.

5. Tipe lanjut usia

1) Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,

mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,

memenuhi undangan dan menjadi panutan.

2) Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari

pekerjaan, bergaul dengan teman,dan memenuhi undangan.


3) Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak

sabar, mudah tersinggung sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

4) Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan

pekerjaan apa saja.

5) Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan

acuh tak acuh

6. Tujuan keperawatan lansia

1. Lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dan produktif.

2. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia seoptimal mungkin.

3. Membantu mempertahankan dan meningkatkan semnagat hidup lansia (life

support)

4. Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit (kronis atau

akut)

5. Memelihara kemandirian lansia yang sakit seoptimal mungkin.

7. Fokus keperawatan lansia

1. Peningkatan kesehatan (health promotion)

Upaya yang dilakukan adalah memelihara kesehatan dan

mengoptimalkan kondisi lansia dengan menjaga perilaku yang sehat.

Contohnya adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi seimbang

pada lansia, perilaku hidup hidup bersih dan sehat serta manfaat olaraga.
2. Pencegahan penyakit (preventif)

Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit karena proses penuaan

dengan melakukan pemeriksaan secara berkala untuk mendeteksi sedini

mungkin terjadinya penyakit,contohnya adalah pemeriksaan tekanan darah,

gula darah,kolesterol secara berkala, menjaga pola makan, contohnya

makan 3 kali sehari dengan jarak 6 jam, jumlah porsi makanan tidak terlalu

banyak mengandung karbohidrat (nasi, jagung, ubi) dan mengatur aktifitas

dan istirahat, misalnya tidur selama 6-8 jam/24 jam.

3. Mengoptimalkan fungsi mental.

Upaya yang dilakukan dengan bimbingan rohani, diberikan ceramah agama,

sholat berjamaah, secara GLO (gerak latih otak) (GLO) dan melakukan terapi

aktifitas kelompok, misalnya mendengarkan music bersama lansia lain dan

menebak judul lagunya.

4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum

Melakukan upaya kerjasama dengan tim medis untuk pengobatan pada

penyakit yang diderita lansia, terutama lansia yang memiliki resiko tinggi terhadap

penyakit, misalnya pada saat kegiatan posyandu lansia.

8. Fungsi perawat gerontik

Menurut eliopoulus (2005), funsi perawat gerintik adalah:

1. Membimbing orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat.

2. Menghilangkan perasaan takut tua.

3. Menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain

melakukan hal yang sama.

4. Memantau dan mendorong kualitas pelayanan

5. Memperhatikan seta mengurangi resiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan.


6. Mendidik dan mendorong pemberi pelayanan kesehatan.

7. Membuka kesempatan lansia supaya mampu berkembang sesuai kapasitasnya.

8. Mendengarkan semua keluhan lansia dan memberi dukungan.

9. Memberikan semangat, dukungan dan harapan padda lansia.

10. Menerapkan hasil penetilian,dan mengembangkan layanan keperawatan melalui

kegiatan penelitian.

11. Melakukan upaya pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.

12. Melakukan koordinasi dan manajemen keperawatan

13. Melakukan pengkajian, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi perawatan

individu dan perawatan secara menyeluruh.

14. Memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan.

15. Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya.

16. Memahami keinikan pada aspek fisik, emosi, social dan spiritual.

17. Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempat bekerja.

18. Memberikan dukungan dan kenyamanan dalam menghadapi proses kematian

19. Mengajarkan untuk meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal

B. KONSEP HIPERTENSI PADA LANSIA

1. Pengertian hipertensi

Hipertensi adalah suatu gangguan pembuluh darah yang mengakibatkan

suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan

tubuh yang membutuhkannya (Vita Health, 2017; Paskah Rina Situmorang).

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan kronis

yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh darah

arteri. Pembuluh darah dimaksud disini adalah pembuluh darah yang mengangkut

darah dari jantung memompa darah ke seluruh jaringan dan organ-organ tubuh
(Susilo dan Wulandari, 2016). Keadaan tersebut mengakibatkan jantung bekerja

lebih keras untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah.

Hal ini dapat mengganggu aliran darah, merusak pembuluh darah, bahkan

menyebabkan penyakit degeneratif hingga kematian (Medika, 2017).

Menurut WHO tekanan darah dianggap normal bila kurang dari 135/85

mmHg, sedangkan dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg dan diantara

nilai tersebut dikatakan normal tinggi. Namun untuk orang Indonesia banyak dokter

berpendapat bahwa tekanan darah ideal adalah sekitar 110-120/80-90 mmHg.

Batasan ini berlaku bagi orang dewasa diatas 18 tahun (Adib, 2018).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada

dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahat/tenang (Kemenkes, 2016). Menurut InaSH (Perhimpunan Hipertensi

Indonesia), untuk menegakkan diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran

tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah kurang dari

160/100 mmHg (Garnadi, 2017).

Hipertensi tidak mengenal gender pria atau wanita. Semua orang berpotensi

terkena hipertensi (Soeryoko, 2017). Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial

yang munculnya oleh interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya usia, maka

tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan

mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan

otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi

kaku. Tekanan darah sistolik karena kelenturan pembuluh darah besar yang akan

berkurang pada penambahan umur sampai dekade kelima dan keenam kemudian

menetap atau cenderung menurun (Nuraini, 2018).


2. Anatomi fisiologi

2.1 Anatomi

Sistem kardiovaskuler adalah system transport (peredaran) yang membawa

gas -gas pernafasan , nutrisi, hormon - hormon dan zat lain ke dari dan

jaringan tubuh. Sistem kardiovaskuler di bangun oleh :

1) Jantung

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung

meupakan jaringan istimewa karena di lihat dari bentuk dan susunanya sama

dengan otot lintang, tetapi cara kerjanya sama otot polos yaitu di luar kemauan kita

( dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) . Bentuk jantung menyerupai jantung

pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan di sebut basis kordis. Di

sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis. Letak jantung di dalam

rongga dada sebelah depan ( kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari

pertengahan rongga dada, d atas diafragma , dan pangkalnya terdapat di belakang

kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada tempat ini teraba

adanya jantung yang di sebut iktus kordis.


Ukuran jantung kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya

kira – kira 250 – 300 gram.

2) Lapisan jantung

Endokardium merupakan lapisan jantung yang terdapat di sebelah

dalam sekali yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender yang

melapisi rongga endotel atau selaput lender yang melapisi permukaan

rongga jantung. Miokardium merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari

otot – otot jantung, otot jantung ini membentk bundalan – bundalan otot

yaitu:

a. Bundalan otot atria , yang terdapat di bagian kiri/ kanan dan basis

kordis yang membentuk serambi atau aurikula kordis.

b. Bundalan otot ventrikel , yang membentuk bilik jantung, di ualai

dari cincin atrioventrikular sampai di apeks jantung.

c. Bundalan dari otot ventrikuler merupakan dinding pemisah antara

ruang serambi dan bilik jantung.

b. Katup – katup jantung

Di dalam jantung terdapat katup – katup yang sangat penting

artinya dalam susunan perdaran darah dan pergerakan jantung manusia.

Valvula biskuspidalis, terdapat antara atrium dextra dengan ventrikel

dextra terdiri dari 3 katup.

a. vena biskuspidalis, terletak antara atrium sinistra dengan ventrikel

sinistra terediri 2 katup.

b. vulva semilunaris artei pulmonalis, terletak antara ventrikel dextra

dengan arteri pulmonali, tempat darah mengalir menuju ke paru –

paru.
c. vena semilunaris aorta, terletak antara ventrikel sisnistra dengan

aorta tepat darah mengalir menuju keseluruh tubuh.

3) Pembuluh darah

a) pembuluh darah arteri Arteri merupakan Jenis pembuluh darah yang

keluar dari jantung yang membawa darah ke seluruh dari ventrikel

sinistra di sebut aorta. Arteri mempunyai 3 lapisan yang kuat dan tebal

tetapi sifatnya elastic dan terdiri dari 3 lapisan :

a. Tunika intima / interna. Lapisa paling dalam sekali behubungan

dengan darah dan terdiri dari jaringn endotel.

b. Tunika media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang

terdiri dari jaringan otot yang polos.

c. Tunika eksterna / adventesia. Lapisan yang palng luar sekali trdiri

dari jaringan ikat lembur yang menguatkan dinding arteri.

b) Kapiler

Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil teraba dari cabang

terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dari bawah mikroskop.

Kapiler pembentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh. Kapiler

selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi darah yang lebih

besar disebut vena.

c) Vena ( pembuluh darah balik )

Vena membawa darah kotor kembali ke jantung Beberapa vena yang

penting :

1. Vena cava superior Vena balik yang memasuki atrium kanan

membawa darah kotor dari daerah kepala, thorax dan ektremitas

atas.
2. Vena cava inferor Vena yang mengembalikan darah kotor ke

jantung dari semua organ tubuh bagian bawah.

3. Vena cava jugu laris Vena yang mengembalikan darah kotor dari

otak ke jantung.

khusus sistem pengantar atrium ke ventrikel terdapat perlambatan 1/10 detik

antara jalan implus jantung dan atrium ke dalam ventrikel. Hal ini

memungkinkan atrium berkontraksi mendahului ventrikel , atrium bekerja

sebagai pompa primer bagi ventrikel dan ventrikel kemudian menyediakan

sumber tenaga utama bagi pergerakan darah melalui sistem vascular.( Medika,

2017).

3. Etiologi

Berdasarkan penyebab hipertensi dikelompokan menjadi dua kategori dasar yaitu :

1) Hipertensi Primer

Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.

Faktor-faktor yang meningkatkan risiko antara lain yaitu : merokok, obesitas,

alkoholisme, stress, konsumsi garam, kopi, kontrasepsi oral

2) Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang dipicu oleh penyakit lainnya

seperti ginjal, kelenjar adrenal, kelenjar gondok, efek obat- obatan, kelainan

pembuluh darah dan kehamilan

Sementara jenis-jenis hipertensi dikelompokan berdasarakan tinggi

rendahnya systole dan diastole. Nilai tekanan darah dapat bervariasi karena

berbagai kondisi termasuk waktu dalam sehari.


Oleh karena itu evaluasi tekanan darah sebaikanya dilakukan dua kali dalam satu

kali pemeriksaan. Hampir 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial,

sedangkan 10% tergolong hipertensi sekunder. Karena golongan terbesar dari hipertensi

adalah hipertensi esensial maka Penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan pada

golongan ini. ( Dalimartha, 2017)

4. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli, diantaranya WHO

menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I tekanan darah

meningkat tanpa gejala- gejala dari gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler.

Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya

gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan darah

meningkat dengan gejala-gejala yang jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target

organ. Sedangkan JVC VII, klasifikasi hipertensi adalah :

1. Kategori tekanan sistolik(mmHg) tekanan diastolik (mmHg)

2. Normal < sbp = “sistole” pressure = “ DBP” > =160 dan DBP =100.mmHg)

Sedangkan menurut TIM POKJA RS harapan kita, jakarta, membagi hipertensi 6

tingkat yaitu hipertensi perbatasan (borderline) yaitu tekanan darah diastolik,

normal kadang 90-100mmHg. Hipertensi sedang, tekanan darah diastolik 105-

144 mmHg. Hipertensi berat tekanan darah diastolik>115mmHg. Hipertensi

maglina/ krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg yang disertai

gangguan fungsi target organ. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah sistolik

lebih dari 160 mmHg.(sharif la Ode, 2017)

5. Patofisiologi

Tekanan darah sistemik adalah hasil perkalian cardiac output (curah jantung)

dengan total tahanan perifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian
antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer

dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang

berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri,

pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi (Udjianti,

2018).

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di

vasomotor, pada medula di otak. Pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang

berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia

simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk

impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Titik

neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan

kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriks. Individu dengan

hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas

mengapa hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2017). Vasokontriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang

pembentukan angiostenin I yang kemudian dirubah menjadi angiostenin II, suatu

vasokontriksi kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks

adrenal. Hormon ini menyebabkan relensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2017).

6. Woc

Faktor resiko Etiologi

HT primer HT sekunder
Hilangnya Penurunan Mual, muntah Kurang
Atersklerosis
elastisitas jaringan relaksasi otot polos informasi
ikat PD
Intake inadekuat
Kurang
G6 kebutuhan nutrisi < pengetahuan
Resti penuruan Vasokontraksi PD kebutuhan tubuh
curah jantung

Tahapan perifer Kelemahan


Curah jantung menurun
meningkat

Penurunan vol. extracell


dan perfusi renal Suplai O2 dan nutrisi
tidak maksimal
Iskemik ginjal

Renin Defisit motorik


Intoleransi aktifitas
Angiotensinogen Angiotensin I

ACE

Angiotensin II
(vasokonstriktor)

Mekanisme koping Harapan tidak Persepsi tidak


Sekresi aldosteron realistik
tidak efektif terpenuhi

Ion exchange di tubulus ginjal Koping individu inefektif

Tekanan intra
Realbsorbsi Na dan air sekresi Gangguan
vaskuler meningkat TIO meningkat
K dan II penglihatan

Tekanan PD otak G3 rasa nyaman Defisit lapang


Peningkatan vol. cairan ekstracell
meningkat nyeri pandang

Peningkatan TD Resti cidera


7. Tanda dan gejala

Manifestasi Klinis dibedakan menjadi :

1) Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain

penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak

akan pernah terdiagnosa jika tekanan arterti tidak terukur

2) Gejala yang lazim

Sering dikatan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi

nyeri kepalakarena adanya peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan

hipertensi dan tekanan intrakarnial naik,dan kelelahan.Dalam kenyataan ini

merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari

pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

1. Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan tekanan darah dan

hipertensi sehingga intrakarnial naik

2. Lemas, kelelahan : karena stress sehingga mengakibatkan ketegangan yang

mempengaruhi emosi, pada saat ketegangan emosi terjadi dan aktivitas saraf

simatis sehingga frekuensi dan krontaktilitas jantung naik, aliran darah

menurun sehingga suplei O2 dan nutrisi otot rangka menurun, dan terjadi

lemas.

3. Susah nafas, kesadaran menurun : karena terjadinya peningkatan

krontaktilitas jantung
4. alpitasi (berdebar-debar): karena jantung memompa terlalu cepat sehingga

dapat menyebabkan berdebar-debar, Gampang marah (Nurarif & Kusuma,

2018).

8. Komplikasi

Hipertensi yang dibiarkan tak tertangani, dapat mengakibatkan yaitu :

1) Transien Iskemik Attact

2) Stroke /CVA

3) Gagal jantung

4) Gagal ginjal

5) Infark miokard

6) Disritmia jantung

Komplikasi lainnya yaitu :

1) Pecahnya pembuluh darah serebral : aliran darah keotak tidak mengalami

perubahan masing-masing pada penderita hipertensi kronis dengan mean adrenal

pressure (MAP) 120-160 mmHg dan penderita hipertensi new onset dengan MAP

antara 60-120 mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi sempit

dengan batas tertinggi 125 mmHg sehingga perubahan sedikit saja dari tekanan

darah akan menyebabkan asisdosis otak yang mempercepat timbulnya edema otak.

2) Penyakit ginjal kronik : mekanisme hipertensi pada PGK melibatkan beban

volume dan vasokontriksi. Beban volume disebabkan oleh gangguan ekskresi

sodium sedangkan vasokonstriksi berkaitan dengan perubahan parenkim ginjal.

3) Penyakit jantungkoroner : ada dua mekanisme yang diajukan mengenai hubungan

hipertensi dengan peningkatan risiko terjadinya gagal jantung. Pertama, hipertensi

merupakan faktor risiko terjadinya infark miokard akut yang dapat menyebabkan
gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan gagal jantung. Kedua, hipertensi

menyebabkan terjadi disfungsi diastolic dan meningkatkan risiko gagal jantung.

4) Stroke pendarahan subarachnoid : terjadi ketika terdapat kebocoran pembuluh

darah didekat otak, yang mengakibatkan ekstravasasi drah kedalam celah

subarachnoid. Penyebab tersering SAH adalah rupture mikroaneurisma ini tidak

diketahui dan diduga terkait kelainan bawaan. Pada penderita hipertensi terjadi

penebalan lapisan intima dinding arteri dan selanjutnya dapat meningkatkan

tahanan dan elastisitas dinding pembuluh darah. Ketika terjadi peningkatan

tekanan pada dinding pembuluh darah maka aneurisma akan mengalami rupture.

Aneurisma dengan diameter lebih dari 10 mm akan lebih mudah mengalami

rupture.(Pikir dkk, 2017).

9. Pemeriksaan diagnostic

Pemeriksaan penunjang menurut FKUI Dan dosen fakultas kedokteraan

USU, Abdul madjid (2017),meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang

dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ

dan faktor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin

analisa,darah puasa, kolesterol total,HDL, LDL, dan pemeriksaan EKG. Sebagai

tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, sepertin kirens kretinin, protein, asam

urat, TSH dan ekordiografi.

Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN/creatinin (fungsi ginjal), glucose

(DM) kalium serum (meningkat menunjukan aldosteran yang meningkat), kalsium

serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit

(indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi),

urinanalisa protein, gula 9menunjukan disfungsi ginjal), asam urat (faktor


penyebab hipertensi) EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat

mengidentifikasi hipertensi.(sharif La Ode, 2017).

10. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis yang dapat mengurangi hipertensi menggunakan :

1) Modifikasi gaya hidup yaitu :

a. Teknik mengurangi stress

b. Penurunan Berat Badan

c. Pembatasan alcohol, natrium dan tembakau

d. Olahraga / Latihan meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi

e. Relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan setiap terapi

hipertensi

2) Terapi Farmakologis

a. Diuretik

b. Menekan simpatetik

c. Vasodilator arteriol yang bekerja langsung

d. Penghambat saluran kalsiu

2. Non medis

Penatalaksanaan Non Farmakologis: adopsis gaya hidup sehat oleh

semua individu penting dalam pencegahan meningkatnya tekanan darah dan

bagian yang tidak terpisahkan dari terapi pasien dengan hipertensi. Terdapat

banyak pilihan terapi non-farmakologis dalam menangani hipertensi pada

lansia, terutama bagi mereka dengan peningkatan tekanan darah yang ringan.

Bukti saat ini menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup cukup efektif dalam

menangani hipertensi ringan pada lansia. Beberapa cara berikut membantu

menurunkan tekanan darah pada lansia: mengurangi berat badan yang


berlebihan, mengurangi atau bahkan menghentikan konsumsi alkohol,

mengurangi intake garam pada makanan, dan melakukan olah raga ringan

secara teratur. Cara lain yang secara independen mengurangi resiko penyakit

arteri terutama adalah berhenti merokok. Pada pasien dengan hipertensi ringan

sampai sedang (tekanan diastolik 90-105 mmHg dan atau sistolik 160-

180mmHg) terapi non- farmakologi dapat dicoba selama 3 sampai 6

bulan sebelum mempertimbangkan pemberian terapi farmakologis. Pada

hipertensi berat, perubahan gaya hidup dan terapi farmakologi harus dijalani

secara bersama-sama. Pola makan makanan tinggi kalium dan kalsium serta

rendah natrium juga merupakan metode terapi non- farmakologis pada lansia

penderita hipertensi ringan ( sobel, 2018)


C. Asuhan keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi yang terkait klien.

Pengkajian meliputi :

1. Identitas Pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, alamat, No.

MR. agama, tanggal dan jam masuk, dan diagnose medis.

2. Derajat Kesehatan

a. Keluhan utama

Pada umumnya pasien dengan hipertensi akan mengeluh adanya

gejala-gejala lemah, dan sulit bernapas. pada pasien hipertensi biasanya

juga ditemukan fisik meliputi peningkatan frekuensi denyut jantung,

disritmia, dan takipnea.

b. Riwayat penyakit

1. Riwayat penyakit sekarang

Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap

gejala yaitu sakit kepala, kelelahan, susah nafas, mual, gelisah,

kesadaran menurun, pengelihatan menjadi kabur, tinnitus (telinga

berdenging), palpitasi (berdebar-debar), kaku kuduk, tekanan darah

diatas normal, gampang marah.


2. Riwayat kesehatan dahulu

Klien mengatakan penyakit yang pernah diderita sebelumnya adalah

hipertensi, dan melakukan pengobatan pada dokter praktek.

3. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya riwayat pada orang yang memiliki riwayat hipertensi

dalam keluarga sekitar 15-35%.

3. Pemeriksaan Fisik

1) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaraan, suara saat berbicara, tinggi

badan, berat badan, dan tanda-tanda vital.

2) Pemeriksaan Head to Toe

a. Kepala : wajah dan kulit kepala, bentuk muka, ekspresi wajah,

kebersihan rambut bersih atau kotor, dan adanya nyeri tekan atau tidak.

b. Mata : mata kanan dan kiri simetris, biasanya mata tampak cekung,

keadaan konjungtiva anemis atau tidak, fungsi penglihatan apakah

menurun.

c. Hidung : apakah terdapat polip, kebersihan hidung ada secret atau tidak,

dan fungsi penghidu menrun atau normal.

d. Telinga : kebersihan telinga bersih atau tidak, ada serumen atau tidak,

fungsi pendengaran apakah baik, apakah terpasang alat bantu dengar

atau tidak.
e. Mulut : kebersihan mulut, karies gigi ada atau tidak, apakah terpasang

gigi palsu, peradangan pada gusi, keadaan mukosa bibir lembab atau

tidak.

f. Leher : lihat adanya pembesaran kelenjar tiroid, apakah ada nyeri tekan,

apakah ada bendungan vena jugularis.

g. Thorax

Paru-paru

Inspeksi : dada simetris kiri dan kanan, normal chest

Palpasi : fremitus kanan dan kiri

Perkusi : suara sonor, hipersonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi, wheezing

Jantung

Inspeksi : denyut jantung ada

Palpasi : ictus cordis teraba

Perkusi : bunyi sonor di IC 5 mid axila

Auskultasi : S1 S2 reguler, bunyi jantung normal, tidak ada mur-mur

dan gallop.

Abdomen :

Inspeksi : simetris atau tidak, terjadi pembengkakan atau tidak


Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Auskultasi : peristaltic usus 25x/ menit

Genitalia : keadaan genitalia bersih atau tidak, apakah terpasang kateter

atau tidak.

Ekstremitas : Biasanya ekstemitas mengalami kelemahan

Integument : Tidak ditemukan adanya rush, lesi atau petekhie, turgor

kulit elastis, kelembapan normal, warna kulit sawo matang.

Tabel 2.3 Pola kebiasaan sehari-hari

No keterangan Sehat Sakit


1. Nutrisi Saat sehat biasanya Nafsu makan

a. Pola makan makan 3 x sehari, berkurang, bisa 1x

pagi, siang dan sehari dan hanya

malam, nafsu makan mampu

baik, suka dan sering menghabiskan

makan daging, sehari. beberapa sendok saja.

b. Pola minum minum 5-6 gelas Biasanya klien lebih

sehari banyak minum.

2. Pola eliminasi Biasanya BAB normal Biasanya tidak ada

BAB 1-2 kali sehari, bentuk gangguan pada BAB

padat, warna
kekuningan, dan bau

khas.

BAK Biasanya BAK klien Biasanya klien lebih

normal 4-5 kali sehari, sering BAK 5-6 kali,

warna kekuningan, tidak terjadi

dan bau khas. perubahan warna, dan

dengan bau yang

khas.
3. Aktivitas sehari-hari Waktu istirahat klien Klien mengatakan

cukup banyak, tidak bisa tidur

Istirahat dan tidur biasanya klien tidur 6- nyenyak karna nyeri

7 jam sehari, tidak ada yang dialami dan juga

gangguan sebelum frekuensi kencing

dan pada waktu tidur. yang lebih sering dari

biasanya.

1) Psikologis

Biasanya Persepsi klien terhadap penyakit yang diderita mengatakan

bahwa klien pasti akan sembuh setelah dirawat di Rumah Sakit.

2) Data social ekonomi

klien mengatakan orang yang paling dekat dengannya adalah suami

dan anaknya, dan tidak mengikuti organisasi social apapun. Pasien


mengatakan hubungan social dengan tetangga dan kelurganya baik-

baik saja.

3) Spiritual

Biasanya klien dengan hipertensi pada spiritualnya tidak merasa

terganggu dan mengatakan sebelum sakit biasanya selalu ibadah ke

masjid.

2. Diagnosa keperawatan

1. Resiko perfusi miokard tidak efektif berhubungan dengan hipertensi

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload

3. Resiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hipertensi

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen. (SDKI,2017).

3. Intervensi

No Diagnosa SLKI SIKI


1. Resiko perfusi Perfusi miokard (L. 02011) Perawatan jantung (I. 02075)

miokard tidak
Setelah dilakukan intervensi Tindakan :
efektif berhubungan
keperawatan selama lebih
Observasi
dengan hipertensi
kurang 1x24 jam, maka
1. Identifikasi tanda dan gejala
perfusi miokard meningkat
primer penurunan curah jantung
dengan kriteria hasil :
(meliputi dipsnea, kelelahan,
1. Gambaran EKG aritmia
edema, ortopnea, peningkatan
menurun dengan (skala 1)
CVP)

2. Nyeri dada menurun


2. Identifikasi tanda dan gejala
dengan (skala 1)
sekunder penurunan curah

3. Diaforesis menurun dengan jantung (meliputi peningkatan

(skala 1) berat badan, hepatomegali,

distensi vena jugularis, palpitasi,


4. Mual menurun dengan
dan kulit pucat)
(skala 1)

3. Monitor tekanan darah


5. Muntah menurun dengan

(skala 1) 4. Monitor intake dan output

cairan
6. Arteri apikal membaik

dengan (skala 5) 5. Monitor berat badan setiap hari

pada waktu yang sama


7. Tekanan arteri rata-rata

membaik dengan (skala 5)


8. Takikardi membaik dengan 6. Monitor saturasi oksigen

(skala 5)
7. Monitor keluhan nyeri dada

9. Bradikardi membaik
8. Monitor EKG 12 sadapan
dengan (skala 5)
9. Monitor aritmia
10. Denyut nadi radial
10. Monitor nilai laboratorium
membaik dengan (skala 5)
jantung
11. Tekanan darah membaik
11. Monitor fungsi alat pacu
dengan (skala 5)
jantung
12. Fraksi ejeksi membaik
12. Periksa tekanan darah dan
dengan (skala 5)
frekuensi nadi sebelum dan
13. Tekanan baji arteri
sesudah aktivitas
pulmona membaik dengan
13. Periksa tekanan darah dan
(skala 5)
frekuensi nadi sebelum dan
14. Cardiac index (CI)
sesudah pemberian obat
membaik dengan (skala 5)
Terapeutik

14. Posisikan pasien semi-Fowler

atau Fowler dengan kaki ke

bawah atau dengan posisi nyaman

15. Berikan diet jantung yang


sesuai

16. Fasilitasi pasien dan keluarga

untuk memodifikasi gaya hidup

sehat

17. Berikan terapi relaksasi untuk

mengurangi stress, jika perlu

18. Berikan dukungan emosional

dan spiritual

19. Berikan oksigen untuk

mempertahankan saturasi oksigen

>94%

Edukasi

20. Anjurkan beraktivitas fisik

sesuai toleransi

21. Anjurkan beraktivitas fisik

secara bertahap

22. Anjurkan berhenti meorkok

23. Ajarkan pasien dan keluarga

mengukur berat badan harian

24. Ajarkan pasien dan keluarga


mengukur intake dan output

cairan harian

Kolaborasi

25. Kolaborasi pemberian

antiartmia

26. Rujuk ke perogram

rehabilitasi jantung

2. Penurunan curah Curah jantung (L. 02008) Perawatan jantung akut (I. 02076)

jantung
Setelah dilakukan intervensi Tindakan :
berhubungan
keperawatan selama lebih
Observasi
dengan perubahan
kurang 1x24 jam, maka curah
afterload 1. Identifikasi karakteristik nyeri
jantung meningkat dengan
dada
kriteria hasil :

2. Monitor EKG 12 sadapan


1. Kekuatan nadi perifer
untuk perubahan ST dan T
meningkat dengan (skala 5)

3. Monitor aritmia
2. Ejection fraction (EF)

meningkat dengan (skala 5) 4. Monitor elektrolit yang dapat

meningkatkan risiko aritmia


3. Cardiac index meningkat

dengan (skala 5) 5. Monitor enzim jantung

4. Palpitasi menurun dengan 6. Monitor saturasi oksigen

(skala 5)
5. Bradikardi menurun dengan 7. Identifikasi stratifikasi pada

(skala 5) sindrom koroner akut

6. Takikardi menurun dengan Terapeutik

(skala 5)
8. Pertahankan tirah baring

7. Gambaran EKG aritmia minimal 12 jam

menurun dengan (skala 5)


9. Pasang akses intravena

8. Lelah menurun dengan


10. Puasakan hingga bebas nyeri
(skala 5)
11. Berikan terapi relaksasi untuk
9. Distensi vena jugularis
mengurangi ansietas dan stress
menurun dengan (skala 5)
12. Sediakan lingkungan yang
10. Dispnea menurun dengan
kondusif untuk beristirahat dan
(skala 5)
pemulihan

11. Oliguria menurun dengan


13. Siapkan menjalani intervensi
(skala 5)
koroner perkutan

12. Pucat/sianosis menurun


14. Berikan dukungan emosional
dengan (skala 5)
Edukasi
13. Ortopnea menurun dengan
15. Anjurkan segera melaporkan
(skala 5)
nyeri dada
14. Suara jantung S3 menurun
16. Anjurkan menghindari
dengan (skala 5)
15. Suara jantung S4 menurun manuver valsava

dengan (skala 5)
17. Jelaskan tindakan yang

16. Murmur jantung menurun dijalani pasien

dengan (skala 5)
18. Ajarkan teknik menurunkan

17. Tekanan darah membaik kecemasan dan ketakutan

dengan (skala 5)
Kolaborasi

18. Capillary refil time (CRT)


19. Kolaborasi pemberian
membaik dengan (skala 5)
antiplatelet

19. Pulmonary artery wedge


20. Kolaborasi pemberian
presure (PAWP) membaik
antiangina
dengan (skala 5)
21. Kolaborasi pemberian morfin
20. Central vennous presure
22. Kolaborasi pemberian
membaik dengan (skala 5)
inotropik

23. Kolaborasi pemberian obat

untuk mencegah manuver

24. Kolaborasi pencegahan

trombus dengan antioagulan

25. Kolaborasi pemeriksaan x-ray

dada

3. Resiko perfusi Perfusi perifer (L. 02011) Perawatan sirkulasi (I. 02079)
perifer tidak efektif Setelah dilakukan intervensi Tindakan :

berhubungan keperawatan selama lebih


Observasi
dengan hipertensi kurang 1x24 jam, maka
1. Periksa sirkulasi perifer
perfusi perifer meningkat

dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor resiko

gangguan sirkulasi
1. Denyut nadi perifer

meningkat dengan (skala 5) 3. Monitor panas, kemerahan,

nyeri atau bengkak pada


2. Warna kulit pucat menurun
ekstremitas
dengan (skala 5)

Terapeutik
3. Nyeri ekstremitas menurun

dengan (skala 5) 4. Hindari pemasangan infus atau

pengambilan darah di area


4. Kelemahan otot menurun
keterbatasan perfusi
dengan (skala 5)

5. Hindari pengukuran tekanan


5. Kram otot menurun dengan
darah pada ekstremitas dengan
(skala 5)
keterbatasan perfusi
6. Pengisisan kapiler membaik
6. Hindari penekanan dan
dengan (skala 5)
pemasangan torniquet
7. Akral membaik dengan
7. Lakukan pencegahan infeksi
(skala 5)

8. lakukan perawtaan kaki dan


8. Tekananan darah sitolik

membaik dengan (skala 5)


9. Tekanan darah diastolik kuku

membaik dengan (skala)


9. Lakukan hidrasi

10. Tekanan arteri rata0rata


Edukasi
membaik dengan (skala 5)
10. Anjurkan berhenti merokok
11. Indeks ankle-brachial
11. Anjurkan berolahraga rutin
membaik dengan (skala 5)

12. Anjurkan mengecek air mandi

untuk menghindari kulit terbakar

13. Anjurkan menggunakan obat

penurun tekanan darah,

antikoagulan, dan penurunan

kolesterol

14. Anjurkan minum obat

pengontrol tekanan darah

15. Anjurkan menghindari

penggunaan obat penyekat beta

16. Anjurkan program vaskuler

17. Informasikan tanda dan gejala

darurat yang harus dilaporkan

4. Nyeri akut Tingkat nyeri (L. 08066) Manajemen nyeri (I. 08238)

berhubungan
Setelah dilakukan intervensi
dengan agen keperawatan selama lebih Tindakan :

pencedera fisiologis kurang 1x24 jam, maka


Observasi
tingkat nyeri menurun dengan
1. Identifikasi lokasi,
kriteria hasil :
karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Kemmapuan menuntaskan
kualitas, dan intensitas nyeri
aktivitas meningkat dengan
2. Identifikasi skala nyeri
(skala 5)

3. Identifikasi respon nyeri non


2. Keluhan nyeri menurun
verbal
dengan (skala 5)

4. Identifikasi faktor yang


3. Meringis menurun dengan
memperberat dan memperingan
(skala 5)
nyeri
4. Sikap protektif menurun
5. Identifikasi pengetahuan dan
dengan (skala 5)
keyakinan tentang nyeri
5. Gelisah menurun dengan
6. Identifikasi pengaruh nyeri
(skala 5)
pada kualitas hidup
6. Kesulitan tidur menurun
7. Monitor efek samping
dengan (skala 5)
penggunaan analgetik
7. Diaforesis menurun dengan
Terapeutik
(skala 5)

8. Berikan teknik
8. Perasaan depresi (tertekan)
nonfarmakologis untuk
menurun dengan (skala 5)
9. Anoreksia menurun dengan mengurangi rasa nyeri

(skala 5)
9. Kontrol lingkungan yang

10. Ketegangan otot menurun memperberat rasa nyeri

dengan (skala 5)
10. Fasilitasi istirahat dan tidur

11. Muntah mneurun dengan


11. Pertimbangkan jenis sumber
(skala 5)
nyeri dalam pemilihan strategi

12. Mual menurun dengan meredakan nyeri

(skala 5)
Edukasi

13. Frekuensi nadi membaik


12. Jelaskan penyebab, periode,
dengan (skala 5)
dan pemicu nyeri

14. Pola napas membaik


13. Jelaskan strategi meredakan
dengan (skala 5)
nyeri

15. Tekanan darah membaik


14. Anjurkan memonitor nyeri
dengan (skala 5)
secara mandiri

16. Proses berpikir membaik


Kolaborasi
dengan (skala 5)
15. Kolaborasi pemberian
17. Fokus membaik dengan
analgetik
(skala 5)

18. Perilaku membaik dengan

(skala 5)
19. Nafsu makan membaik

dengan (skala 5)

20. Pola tidur membaik

dengan (skala 5)

5. Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas (L. Terapi aktivitas (I. 05186)

berhubungan 05047)
Tindakan :
dengan
Setelah dilakukan intervensi
Observasi
ketidakseimbangan
keperawatan selama lebih
antara suplai dan 1. Identifikasi defisit tingkat
kurang 1x24 jam, maka
kebutuhan oksigen aktivitas
toleransi aktivitas meningkat

dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi kemampuan

berpartisipasi dalam aktivitas


1. Frekuensi nadi meningkat
tertentu
dengan (skala 5)

3. Identifikasi sumber daya untuk


2. Saturasi okisigen meningkat
aktivitas yang diinginkan
dengan (skala 5)

4. Identifiaksi strategi
3. Kemudahan dalam
peningkatan partisipasi dalam
melakukan ativitas sehari-hari
aktivitas
meningkat dengan (skala 5)

Terapeutik
4. Kecepatan berjalan

meningkat dengan (skala 5) 5. Fasilitasi fokus pada

kemampuan, bukan defisit yang


5. Jarak berjalan meningkat
dengan (skala 5) dialami

6. Kekuatan tubuh bagian atas 6. Sepakati komitmen untuk

meningkat dengan (skala 5) meningkatkan frekuensi dan

rentang aktivitas
7. Kekuatan tubuh bagian

bawah meningkat dengan 7. Fasilitasi memilih aktivitas dan

(skala 5) tetapkan tujuan aktivitas

8. Keluahan lelah menurun 8. Fasilitasi pasien dan keluarga

dengan (skala 5) dalam menyesuaikan lingkungan

untuk mengakomodasi aktivitas


9. Dipsnea saat aktivitas
yang dipilih
menurun dengan (skala 5)

9. Fasilitasi makna aktivitas


10. Dipsnea setelah
sesuai usia
beraktivitas menurun dengan

(skala 5) 10. Fasilitasi aktivitas fisik rutin

11. Perasaan lemah menurun 11. Fasilitasi aktivitas motorik

dengan (skala 5) kasar untuk pasien hiperaktif

12. Sianosis menurun dengan 12. Libatkan keluarga dalam

(skala 5) aktivitas

13. Warna kulit membaik 13. Fasilitasi mengembangkan

dengan (skala 5) motivasi dan penguatan diri

14. Tekanan darah membaik 14. Fasilitasi pasien ddan


dengan (skala 5) keluarga memantau kemajuannya

sendiri untuk mencapai tujuan


15. Frekuensi nafas membaik

dengan (skala 5) 15. Jadwalkan aktivitas dalam

rutinitas sehari-hari
16. EKG iskemia membaik

dengan (skala 5) 16. Berikan penguatan positif atas

partisipasi dalam aktivitas

Edukasi

17. Jelaskan metode aktivitas fisik

sehari-hari

18. Ajarkan cara melakukan

aktivitas yang dipilih

19. Anjurkan melakukan aktivitas

fisik

20. Anjurkan terlibat dalam

aktivitas kelompok atau terapi

Kolaborasi

21. Kolaborasi dengan terapis

okupasi dalam merencanakan dan

memonitor program aktivitas


22. Rujuk pada puasat atau

program aktivitas komunitas, jika

perlu

4. Implementasi keperawatan

Implementasi mencakup melakukan dalam membantu atau mengarahkan

kinerja aktivitas sehari-sehari dengan kata lain, implementasi adalah melakukan

rencana tindakan yang telah ditentukan untuk mengatasi masalah klien.

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi merupakan keputusan atau pendapat tentang data atau tindakan yang

memeriksa setiap aktivitas yang kemudian memberikan umpan balik mengenai

seberapa baik keberhasilan aktivitas dan apakah hasil yang diharapkan telah

tercapai.

Setelah SOAP yang sering digunakan dalam evaluasi ini memiliki pengertian sebagai

berikut:

S : Subjektif : keluhan pasien (apa yang dilakukan pasien)

O : Objektif : Apa yang dilihat, diraba, dan diukir oleh perawat

A : Asesment : kesimpulan perawat tentang kondisi klien

P : Plan of care : rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi

masalah

6. Dokumentasi keperawatan
Secara keseluruhan asuhan keperawatan dapat di evaluasi sesuai dengan tujuan

yang diharapkan dan dapat di dokumentasikan secara tepat dan benar, dalam

status klien sebagai bahan pertanggung jawaban atau tindakan yang telah

dilakukan dan sebagai studi kasus untuk perkembangan ilmu pengetahuan

selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai