Anda di halaman 1dari 3

NAMA : DAFFA DHAIFULLAH

KELAS : A

NIM : E1A018085

HUKUM PERS

KUIS

1. Jelaskan tentang teori atau system pers dan negara yang menerapkannya
2. Jelaskan system pers yang diterapkan di Indonesia, mulai zaman orde lama, orde baru
dan sekarang ini era reformasi

JAWABAN
1. A. Authoritarian Theory
Otoritarian banyak dipakai oleh negara-negara barat pada abad 16 - 17, seperti Inggris,
Perancis, dan negara eropa barat lainnya. Dalam sistem otoritarian, Media massa/pers
bukan sebagai alat control pemerintah tetapi sebagai instrumen pendukung untuk
mencapai tujuan-tujuan negara. Oleh karena itu, pers dalam otoritarian harus mendukung
setiap kebijakan negara, bukannya menghasut masyarakat untuk melakukan
pemberontakan. Teori ini tanpa disadari banyak digunakan oleh negara-negara maju
sekarang ini seperti Portugal, Cina, Spanyol dan banyak negara di asia dan amerika
selatan.
B. Libertarian Theory
Sistem ini dipraktikkan di Inggris setelah tahun 1668, kemudian menyeberang ke
Amerika Serikat, bahkan ke seluruh dunia. Teori ini muncul setelah adanya perubahan
besar dalam pemikiran masyarakat barat yang dikenal sebagai masa pencerahan
(enlightenment).
C. Social Responsibility Theory
Teori tanggung jawab social dianut dan dikembangkan khusus di Amerika Serikat pada
abad ke-20 sebagai protes terhadap kebebasan yang mutlak dari teori libertarian yang
telah menyebabkan kemerosotan moral masyarakat.
D. Soviet Totalitarian Theory
teori ini dianut dan berkembang oleh Uni Soviet, kemudian berkembang di negara-negara
komunis Eropa Timur. Dalam beberapa hal sama dengan apa yang diperbuat oleh Hitler
dengan Nazinya, dan fasisme di Itali di bawah pimpinan Benito Mussolini.

2. A. Zaman Orde Lama


Pers pada masa Orde Lama terbagi menjadi dua periode, yakni periode Demokrasi
Liberal dan periode Demokrasi Terpimpin. Pers pada masa Demokrasi Liberal
merupakan suatu masa di mana pers di Indonesia mengalami kebebasan yang begitu
besar. Setiap orang yang memiliki modal dapat memiliki sebuah surat kabar sehingga
bebas untuk mengeluarkan pendapatnya tanpa harus terlebih dahulu mengurus perizinan.
Pers pada masa ini umumnya mewakili aliran-aliran politik yang banyak bertentangan
bahkan disalahgunakan untuk menebar fitnah, mencaci maki, menjatuhkan martabat
seseorang atau keluarga, tanpa memikirkan ukuran sopan-santun dan tatakrama.
Kemudian, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden tahun 1959 yang
membuat Indonesia memasuki sebuah era baru yaitu era Demokrasi Terpimpin. Pada era
ini, terdapat larangan terhadap kegiatan politik termasuk pers. Persyaratan untuk
mendapat Surat Izin Terbit dan Surat Izin Cetak diperketat hingga kemudian para buruh
dan pegawai surat kabar banyak melakukan slowdown atau mogok secara halus. Selain
itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) juga cukup berpengaruh dalam pemerintahan
Indonesia, sehingga berita yang diterbitkan separuhnya bersifat pro-komunis.
B. Zaman Orde Baru
Pada masa Orde Baru, lahirlah istilah Pers Pancasila, yaitu pers Indonesia dalam
arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila
dan UUD 1945. Hakikat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas, dan
bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar
dan objektif, serta sebagai penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif.
Namun, masa kebebasan ini hanya berlangsung selama delapan tahun dan semenjak
terjadinya peristiwa malari (Malapetaka Limabelas Januari) pada 15 Januari 1974, pers
harus kembali seperti zaman orde lama.
Dengan peristiwa malari serta beberapa peristiwa lain, beberapa surat kabar
seperti Kompas, Harian Indonesia Raya, dan Majalah Tempo dilarang terbit karena pers
lagi-lagi dibayangi oleh kekuasaan pemerintah yang cenderung memborgol kebebasan
pers dalam membuat berita serta menghilangkan fungsi pers sebagai kontrol sosial
terhadap kinerja pemerinta. Pers pasca peristiwa malari cenderung pers yang mewakili
kepentingan penguasa, pemerintah atau negara.
C. Zaman Reformasi
Setelah melewati berbagai periode zaman, Reformasi merupakan masa
pencerahan terhadap kebebasan pers setelah runtuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998.
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto sebagai
presiden. Banyak media massa yang muncul dan PWI bukan lagi menjadi satu-satunya
organisasi profesi.
Kalangan pers kembali bernafas lega karena pemerintah mengeluarkan UU No.
39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU no. 40 tahun 1999 tentang Pers.
Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi
warga negara (pasal 4 ayat 1) dan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan atau pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2). Hingga kini, kegiatan jurnalisme
diatur dengan Undang-Undang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan
oleh Dewan Pers, walaupun, banyak kegiatan jurnalisme yang melanggar kode etik pers
sehingga masih menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai