Anda di halaman 1dari 91

BAB I

REGULATOR LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA


1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas
dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana yang
dimaksud dalam undang-undang.[12] Pimpina tertinggi OJK disebut Dewan
Komisioner. Anggota Dewan Komesioner (kepala eksekutif) bertugas memimpin
pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan
tugasnya kepada Dewan komesioner. Adapun tujuan utama pendirian OJK adalah:
• Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang
jasa keuangan.
• Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa
keuangan Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa
keuangan.
• Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan.
2. Peraturan OJK Terkait Keuangan Syariah
No Nomor Peraturan Deskripsi

1 POJK Nomor POJK tentang Penyelenggaraan


33/POJK.05/2016 Program Pensiun Berdasarkan
Prinsip Syariah.

2 POJK Nomor POJK tentang Produk dan Aktivitas


24/POJK.03/2015 Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah.

3 POJK Nomor POJK tentang Penerbitan dan


17/POJK.04/2015 Persyaratan Efek Syariah Berupa
Saham oleh Emiten Syariah atau
Perusahaan Publik Syariah.
4 POJK Nomor POJK tentang Penerbitan dan
18/POJK.04/2015 Persyaratan Sukuk.

5 POJK Nomor POJK tentang Penerapan Prinsip


15/POJK.04/2015 Syariah di Pasar Modal.

6 POJK Nomor POJK tentang Ahli Syariah Pasar


16/POJK.04/2015 Modal.

7 POJK Nomor POJK tentang Penerbitan dan


19/POJK.04/2015 Persyaratan Reksa Dana Syariah.

8 POJK Nomor POJK tentang Penerbitan dan


20/POJK.04/2015 Persyaratan Efek Beragun Aset
Syariah.

9 POJK Nomor POJK tentang Penyelenggaraan


31/POJK.05/2014 Usaha Pembiayaan Syariah.

10 POJK Nomor POJK tentang Penilaian Kualitas


16/POJK.03/2014 Aset Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah.

3. Efek yang dapat dimuat dalam Daftar Efek Syariah yang ditetapkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan meliputi:
• Efek Syariah berupa saham termasuk hak memesan Efek terlebih dahulu
syariah dan waran syariah yang diterbitkan oleh Emiten Syariah atau
Perusahaan Publik Syariah.
• Efek berupa saham termasuk hak memesan Efek terlebih dahulu syariah
dan waran syariah yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik
yang tidak menyatakan kegiatan dan jenis usaha, cara pengelolaannya,
dan/atau jasa yang diberikannya berdasarkan Prinsip Syariah di Pasar
Modal, sepanjang Emiten atau Perusahaan Publik tersebut:
- Perjudian dan permainan yang tergolong judi.
- Jasa keuangan ribawi.
- Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar)
dan/ atau judi (maisir).
- Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan/atau
menyediakan:

1. Barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi).


2. Barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairi) yang
ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama
Indonesia.
3. Barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
4. Barang atau jasa yang lainnya yang bertentangan dengan prinsip
syariah berdasarkan ketetapan dari Dewan Syariah Nasional-
Majelis Ulama Indonesia.
5. Tidak melakukan transaksi yang bertentangan dengan Prinsip
Syariah di Pasar Modal.

6. Memenuhi rasio keuangan sebagai berikut:

• Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset


tidak lebih dari 45% (empat puluh lima persen); dan
• Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya
dibandingkan dengan total pendapatan usaha dan pendapatan lain-
lain tidak lebih dari 10% (sepuluh persen).
BAB 2
SEJARAH LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA

A. Munculnya gagasan mendirikan bank syariah di Indonesia


Gagasan pendirian bank syariah di Indonesia telah muncul sejak pertengahan
tahun 1970 an. Hal ini dibicarakan pada seminar nasional hubungan Indonesia-timur
tengah pada 1974 dan pada tahun 1976 dalam Seminar Internasional yang
diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan yayasan
Bhineka Tunggal Ika. Akan tetapi, ada beberapa alasan yang menghambat
terealisasinya ide ini seperti operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil
belum diatur oleh perundang-undangan. Gagasan mengenai kehadiran bank syariah di
indonesia muncul kembali pada tahun 1988, pada saat pemerintah mengeluarkan Paket
Kebijakan Oktober (PAKTO) yang berisi Liberalisasi Industri Perbankan.

Pada tahun 1992, berdirilah Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah
pertama di Indonesia yang merupakan hasil kerja tim perbankan MUI. Undang-undang
yang mengatur kehadiran bank syariah di Indonesia adalah UU No.7 tahun 1992
tentang perbankan dan peraturan pemerintah (PP) No.72 tahun 1992 tentang bagi hasil.
Perkembangan perbankan syariah pasca kehadiran UU No. 7 tahun 1992 masih sangat
lambat. Hal ini terlihat dari jumlah bank syariah yang tidak bertambah semenjak
kehadiran bank muamalat Indonesia.

Pada saat terjadi krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997, banyak bank
konvensional mengalami negative spread tetapi berbeda halnya dengan bank syariah.
Bank syariah justru mampu melewati krisis ekonomi dengan baik. Hal ini memberikan
kepercayaan bahwa bank syariah harus diakomodasi secara lebih baik. Pasca krisis
ekonomi tahun 1997 lahirlah UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang berisi
bahwa indonesia menganut dual banking system dalam sistem perbankan nasional
dengan diakui kehadiran bank dengan prinsip syariah untuk beroperasi, baik sebagai
bank umum syariah maupun unit usaha syariah dari bank konvensional. Pasca lahirnya
UU No.10 tahun 1998 banyak bank konvensional yang membuka unit usaha syariah
dan lahirnya bank umum syariah selain Bank Muamalat Indonesia.
B. Hambatan mendirikan bank syariah di Indonesia

Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan Bank


Syari’ah, terutama berkaitan dengan penerapan suatu sistem perbankan yang baru yang
mempunyai sejumlah perbedaan prinsip dari sistem keuntungan yang dominan dan
telah berkembang pesat di Indonesia. Beberapa kendala yang dihadapi dalam
pengembangan Bank Syari’ah antara lain:

1. Permodalan
Permasalahan pokok yang senantiasa dihadapi dalam pendirian suatu usaha adalah
permodalan. Kesulitan dalam pemenuhan permodalan ini antara lain disebabkan
karena belum adanya keyakinan yang kuat pada pihak pemilik dana akan prospek dan
masa depan keberhasilan Bank Syari’ah, sehingga ditakutkan dana yang ditempatkan
akan hilang, masih kuatnya perhitungan bisnis keduniawian pada pemilik dana
sehingga ada rasa keberatan jika harus menempatkan sebagian dananya pada Bank
Syari’ah sebagai modal.

2. Peraturan
Peraturan Perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional
Bank Syari’ah mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional
Bank Syari’ah dengan Bank Konvensional. Ketentuan-ketentuan perbankan yang ada
kiranya masih perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan syari’ah agar Bank
Syari’ah dapat beroperasi secara relatif dan efisien.

3. Sumber Daya Manusia

Kendala di bidang SDM dalam pengembangan Perbankan Syari’ah disebabkan


karena sistem perbankan syari’ah masih belum lama dikenal di Indonesia. Disamping
itu lembaga akademik dan pelatihan ini masih terbatas, sehingga tenaga terdidik dan
berpengalaman dibidang perbankan syari’ah baik dari sisi bank pelaksana maupun
bank sentral (pengawas dan peneliti bank). SDM dalam perbankan syari’ah
memerlukan persyaratan pengetahuan yang luas dibidang perbankan, memahami
implementasi prinsip-prinsip syari’ah dalam praktek perbankan serta mempunyai
komitmen kuat untuk menerapkannya secara konsisten.
4. Sosialisasi
Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang
lengkap dan besar mengenai kegiatan usaha perbankan syari’ah kepada masyarakat
luas belum dilakukan secara maksimal

C. Proses Pendirian Bank Syariah di Indonesia

Bank Konvensional dapat melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank


Syariah dengan mengajukan permohonan izin perubahan kegiatan usaha kepada
Bank Indonesia dengan syarat :

1. Membentuk UUS
2. Membentuk DPS (Dewan Pengawas Syariah)
3. Bank yang telah membuka UUS sapat membuka cabang syariah gubernur bank
indonesia.
4. Modal yang harus disetor sekurang kurangnya yaitu Rp 1 miliar
5. Kantor bank yang telah mendapat izin pembukaan cabang syariah harus
mencamtumkan kata "Kantor Cabang Syariah"
BAB III
REGULATOR LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH INTERNASIONAL

A. Sejarah, Tujuan dan Fungsi IDB

Tepat pada tahun 1975, IDB (Islamic Development Bank) resmi didirikan
di Arab Saudi, tepatnya di Jeddah. Lembaga perbankan internasional ini dipercaya
dapat mendorong perdagangan kerja sama ekonomi diantara negara-negara islam.
Selain itu, fungsi dari IDB adalah melakukan penelitian dalam hal kegiatan
ekonomi, keuangan, serta perbankan.
Negara islam besar di dunia seperti Iran, Arab Saudi, Mesir, Turki, Libya,
dan Uni Emirat Arab merupakan pemegang saham terbesar dari Islamic
Development Bank . Negara yang tergabung dalam IDB kini telah berjumlah 57
negara dari awal berdirinya hingga saat sekarang ini. Indonesia juga merupakan
salah satu negara yang telah tergabung dalam keanggotaan IDB.
Area operasinya hingga saat ini pun sangat luas. Organisasi ini telah berhasil
membiayai 600 juta kehidupan orang-orang yang hidup di bawah negara
anggotanya. Semua anggota bank adalah negara-negara berkembang. 23 diantara
negara tersebut adalah negara yang masih kurang berkembang. Bantuan teknis dan
keuangan pun dilakukan hingga mencapai komunitas muslim yang berada di luar
anggota.
Pada tahun 2004 lalu, IDB bahkan telah memberikan lebih dari 100 juta SR
kepada organisasi pendidikan dan institusi di 7 negara islam serta kepada komunitas
islam yang tinggal di negara nonmuslim. Bantuan tersebut merupakan dana yang
diambil dari proyek pengembangan yang berada di bawah IDB Waaf Fund.
Sejak Islamic Development Bank berdiri pada tahun 1975, banyak peran yang telah
dilakukan oleh IDB. Peran tersebut diantaranya adalah dalam bidang pembiayaan
pembangunan yang dilakukan dengan berdasarkan prinsip syariah. Melalui
instrumen prinsip syariah tersebut, IDB pun dapat membiayai beragam proyek
dalam bidang sektor infrastruktur, agro industri, serta pertanian.
B. Prinsip Operasional IBD

IDB memiliki prinsip operasional antara lain :


• IDB menjadi khalifah (pelopor) pembangunan berdasarkan landasan
islam.
• IDB proaktif.
• IDB selalu menjaga hubungan dan berusaha meningkatkan kerjasama.
• IDB menjadikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat sebagai
targetsebelum menyusunnya menjadi program.
• IDB berkonsultasi dengan intens kepada setiap stakeholders dalam
setiap program yang diajukan.
C. Negara-Negara Anggota IDB
1. Afghanistan
2. Albania
3. Aljazair
4. Azerbaijan
5. Bahrain
6. Bangladesh
7. Benin
8. Brunei
9. Burkina faso
10. Kamerun
11. Chad
12. Komoro
13. Pantai gading
14. Djibouti
15. Mesir
16. Gabon
17. Gambia
18. Guinea
19. Guinea Bissau
20. Guyana
21. Indonesia
22. Iran
23. Irak
24. Jordania
25. Kazakhstan
26. Kuwait
27. Krigiztan
28. Lebanon
29. Libya
30. Malaysia
31. Maladewa
32. Mali
33. Mauritania
34. Maroko
35. Mozambik
36. Niger
37. Nigeria
38. Oman
39. Pakistan
40. Palestina
41. Qatar
42. Arab Saudi
43. Senegal
44. Siera leone
45. Somalia
46. Suriname
47. Sudan
48. Suriah
49. Tajkistan
50. Togo
51. Tunisia
52. Turki
53. Tukmenistan
54. Uganda
55. Uni emirate arab
56. Uzbekistan
57. Yaman
BAB IV
SISTEM KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

A. Prinsip-Prinsip Operasional Lembaga keuangan Syariah


1. Ta’awun
Ta’awun adalah prinsip saling membantu sesama dalam meningkatkan taraf
hidup, yang dilakukan melalui mekanisne kerjasama ekonomi dan bisnis. Contoh
penerapan prinsip ta’awun pada LKS adalah akad tabarru pada produk pembiayaan
al-qardh bank syariah, dan skema ta’awun yang digunakan pada asuransi, sehingga
pemegang polis dapat memperoleh manfaat asuransi syariah.

2. Tijarah
Prinsip operasional lembaga keuangan syariah yang kedua tidak lepas
dari kharakteristik lembaga keuangan syariah (LKS) sebagai entitas bisnis yang
bertujuan mencari keuntungan. Sehingga, Lembaga keuangan harus dikelola secara
profesional guna dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Hal ini bertujuan agar
menunjang operasional LKS dalam mencari laba secara berkelanjutan dengan
praktek yang dibenarkan oleh syariat islam. Contoh pengunaan prinsip Tijarah adalah
digunakannya akad tijarri seperti akad mudharabah, musyarakah, murabahah
dan akad ijarah dalam produk-produk LKS.

3. Menghindari Iktinaz

Iktinaz adalah upaya untuk menahan uang (dana) supaya tidak berputar,
sehingga uang tersebut dibiarkan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat
kepada masyarakat. Perilaku iktinaz tidak dibenarkan dalam Islam, karena
menyebabkan berkurangnya sumber dana untuk kegiatan ekonomi produktif. Hal
tersebut dapat menyebabkan terhentinya kegiatan ekonomi. Selain itu, juga
menimbulkan akumulasi kekayaan pada satu pihak pemilik modal saja. Prinsip
menghindari iktinaz ini tampak pada pengunaan akad mudharabah pada produk
perbankan syariah.
4. Larangan Riba
Lembaga keuangan konvensional sangat dekat dengan transaksi ribawi.
Sehingga jumhur ulama berpendapat bahwa terlarang bertransaksi dengan lembaga
keuangan Macam-macam riba, seperti riba jahiliyah dan riba fadhl pada transaksi
lembaga keuangan konvensional. Dapat digantikan oleh beragam akad atau
perjanjian yang sesuai syariah. Misalnya pada produk KPR. Alih-alih mengunakan
KPR bank konvensional, masyarakat dapat beralih mengunakan KPR bank syariah,
yang didukung oleh setidaknya 5 fatwa MUI tentang KPR rumah.

5. Prinsip Lainnya
Selain 4 prinsip operasional lembaga keuangan syariah diatas, LKS juga
beroperasi dengan 4 prinsip lainnya, yaitu:

o Prinsip pembayaran zakat

o Prinsip keadilan

o Prinsip transparansi

o Prinsip Universal
B. Lembaga Fasilitator Keuangan Syariah di Indonesia

1. Bank Indonesia

Bank sentral di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang


memiliki tujuan utama mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur, menjaga kelancaran sistem devisa
serta mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia memiliki tiga tugas yaitu sebagai
pengawas sistem moneter; pencipta uang primer terutama uang kertas dan uang
logam (uang kartal), dan pemelihara cadangan emas dan devisa.

Perubahan sistem perbankan Indonesia makin menguat pasca


diundangkannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
nomor 2 tahun 2008 semakin mempertegas status, tujuan, dan tugas yang lebih
tepat kepada BI selaku otoritas moneter. Bank Indonesia juga mengatur dual
banking system di Indonesia, yaitu bank konvensional dan bank syariah yang
mulai bergulir terutama sejak dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1992 yang disusul
dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Selanjutnya, Bank Indonesia
semakin menunjukkan komitmennya dalam pengembangan perbankan syariah
melalui pembentukan Biro Perbankan Syariah pada tahun 2001 yang kemudian
ditingkatkan menjadi Direktorat Perbankan Syariah pada tahun 2004.

Pada tahun 2008, sebagai amanah dari Undang-Undang No. 21 Tahun


2008 tentang Perbankan Syariah, dibentuk suatu komite dalam internal Bank
Indonesia untuk menindaklanjuti implementasi fatwa MUI, yaitu Pembentukan
Komite Perbankan Syariah (PBI No. 10/32/PBI/2008 tanggal 20 November
2008). Tugas Komite Perbankan Syariah adalah membantu Bank Indonesia
dalam menafsirkan fatwa MUI yang terkait dengan perbankan syariah,
memberikan masukan dalam rangka implementasi fatwa MUI ke dalam PBI, dan
melaksanakan pengembangan industry perbankan syariah.

2. Depatemen Keuangan
Upaya pengembangan pasar keuangan syariah tentu juga tidak bisa
terlepas dari peranan Departemen Keuangan. Pada pasar modal dan lembaga
keuangan nonbank syariah, lembaga yang membinanya adalah Bapepam-LK.
Bapepam-LK merupakan penggabungan dari Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam ) dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Depatemen Keuangan.
Bapepam-LK berada di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia yang
bertugas membina, mengatur, dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal
serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standadisasi teknis di bidang
lembaga keuangan.Dalam perjalanannya, Bapepam-LK telah mengeluarkan
sejumlah regulasi terkait peraturan aplikasi prinsip-prinsip syariah di ruang
lingkup pasar modal syariah.
3. Dewan Syariah Nasional dan Dewan Pengawas Syariah
• Dewan Syariah Nasional

DSN MUI adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pada tahun 1999 yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha’,
serta ahli dan praktisi ekonomi). DSN MUI mempunyai fungsi melaksankan
tugas-tugas MUI dalam memajukan ekonomi umat, menangani masalahmasalah
yang berhubungan dengan aktivitas lembaga kuangan syariah DSN ini
membantu pihak terkait, seperti Depatemen Keuangan, Bank Indonesia, dan
lain-lain dalam menyusun peraturan/ketentuan untuk lembaga keuanga syariah.
Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan nilai
dan prinsip-prinsip hukum Islam (syariah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan
pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syariah. Anggota DSN
terdiri dari para ulama, praktisi dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan
muamalah syariah, yang aggotanya ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa
bakti empat tahun.

b. Dewan Pengawas Syariah

Sebagai wakil DSN pada lembaga keuangan syariah yang bersangkutan


dibentuklah Dewan Pengawas Syariah (DPS). Tugas-tugas Dewan Pengawas
Syariah :

1. Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan


syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah
difatwakan oleh DSN.
2. Fungsi utama DPS adalah:
a) sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit
usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal
yang terkait dengan aspek syariah.
b) sebagai mediator antara LKS dengan DSN dalam mengomunikasikan
usul dan saran pengembagan produk dan jasa dari LPKS yang
memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
DPS ini secara organisasi bertanggung jawab kepada DSN MUI pusat,
kredibilitasnya kepada masyarakat, dan secara moral bertanggung jawab kepada
Allah SWT.

4.Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah lembaga yang


menengahi perselisihan antara LKS dan nasabahnya sesuai dengan tata cara
hukum syariah. Umumnya nasabah memilih datang ke BASYARNAS sebelum
ke pengadilan negeri karena cara ini dinilai efisien dan dalam hal biaya dan
waktu. BASYARNAS berkendudukan di Jakarta dengan cabang-cabang atau
perwakilan di tempat-tempat lain yang dianggap perlu. BASYARNAS didirikan
bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama
Indonesia (BAMUI).

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sesuai dengan


Pedoman Dasar yang ditetapkan oleh MUI: ialah lembaga hukum yang bebas,
otonom dan independen, tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan oleh pihak-pihak
manapun. BASYARNAS adalah perangkat organisasi MUI sebagaimana DSN,
LP-POM (lembaga pengkajian,pengawasan obat dan makanan), YDDP (Yayasan
Dana Dakwah Pembangunan). Adapun dasar hukum pembentukan lembaga
BASYARNAS adalah Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. SKMUI (Majelis Ulama Indonesia).

5. OJK (Otoritas Jasa Keuangan)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan


bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
yang dimaksud dalam undang-undang.[12] Pimpina tertinggi OJK disebut
Dewan Komisioner. Anggota Dewan Komesioner (kepala eksekutif) bertugas
memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan
pelaksanaan tugasnya kepada Dewan komesioner. Adapun tujuan utama
pendirian OJK adalah:
Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa
keuangan.

Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan


Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan.

Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan..

C. Struktur Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

Sistem keuangan di Indonesia dijalankan oleh dua jenis Lembaga keuangan, yaitu
Lembaga keuangan bank dan Lembaga keuangan non-bank. Secara umum Lembaga
keuangan Syariah di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Lembaga keuangan bank antara lain:

• Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
• Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor
pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit
kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah
• Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tidak dapat dikonversi menjadi Bank
Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak diizinkan untuk
membuka Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor lainnya di luar
negeri. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki
oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dan dimiliki oleh
pemerintah daerah.

2.Lembaga Keuangan Non Bank, antara lain adalah sebagai berikut :


• Baitul Maal Wattamwil dan Koperasi Pondok Pesantren
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi
hasil (syari’ah), menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam
rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir
miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil (Bait =
Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) - melakukan kegiatan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan
kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong
kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul
Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) menerima titipan dana zakat, infak dan
shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan
amanahnya. Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi
masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank syariah atau BPR
syariah. Prinsip operasinya berdasarkan atas prinsip bagi hasil, jual beli, sewa
dan titipan.
• Asuransi Syariah (Takaful)
Asuransi syariah menurut definisi Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk
saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang melalui
investasi dalam bentuk asset dan atau taba’ru yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko/ bahaya tertentu melalui akad yang
sesuai dengan syariah.
• Reksadana Syariah
Reksadana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal,
khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan
keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka (keahlian terbatas).
Reksadana pada umumnya diartikan sebagai wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan
dalam portofolio efek (saham, obligasi, valuta asing atau deposito) oleh Manajer
Investasi. Sedangkan reksadana syariah mengandung pengertian sebagai
reksadana yang pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu pada syariat
islam. Reksadana syariah mengganti sistem deviden dengan bagi hasil
mudharabah dan hanya mempertimbangkan investasi-investasi yang halal
sebagai portofolionya.
• Pasar Modal Syariah
Prinsip instrumen pasar modal syariah berbeda dengan pasar modal
konvensional. Sejumlah instrumen di pasar modal sudah diperkenalkan kepada
masyarakat, misalnya saham yang berprinsipkan syariah dimana kriteria saham
syariah adalah saham yang dikeluarkan perusahaan yang melakukan usaha yang
sesuai dengan syariah. Demikian juga, usaha untuk merealisasikan praktek
obligasi syariah atau obligasi yang berprinsip syariah.
• Pegadaian Syariah (Rahn)
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang
atau gadai. Atau lebih jelasnya, gadai adalah akad pinjam meminjam dengan
menyebabkan barang sebagai tanggungan utang atau jaminan atas utang.
Pegadaian syariah sebagai lembaga keuangan alternatif bagi masyarakat guna
menetapkan pilihan dalam pembiayaan di sektor riil. Lembaga ini menggunakan
sistem data administrasi dan bagi hasil untuk menggantikan prinsip bunga.
• Lembaga ZISWAF
Lembaga ini merupakan lembaga yang hanya ada dalam sistem keangan islam,
karena islam mendorong umatnya untuk menjadi sukarelawan dalam beramal
(volunteer). Dana ini hanya boleh dialokasikan untuk kepentingan sosial atau
peruntukkan yang telah digariskan menurut syariah islam (misalnya alokasi
zakat maal dan zakat fitrah telah ditentukan dalam AlQur’an). Sedekah atau
zakat merupakan bukti akan adanya pembenaran dengan keyakinan dari umat
islam akan kebenaran al-Qur’an dan al-Hadits. Wakaf mempunyai peran
penting dalam pembangunan masyarakat dan bahkan dalam pembangunan
peradaban manusia.
BAB V
LEMBAGA KEUANGAN BANK SYARIAH

A. Pengertian Bank Syariah


Bank pada dasarnya adalah entitas yang melakukan penghimpunan dana
dari masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain melaksanakan
fungsi intermediasi keuangan. Dalam sistem perbankan di Indonesia terdapat
dua macam sistem operasional perbankan, yaitu bank konvensional dan bank
syariah. Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah
adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau
prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti
prinsip keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah),
universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim
dan obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan
bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti
lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf
(nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).

Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari


aspek pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan
oleh OJK sebagaimana halnya pada perbankan konvensional, namun dengan
pengaturan dan sistem pengawasan yang disesuiakan dengan kekhasan sistem
operasional perbankan syariah.

B. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Beberapa badan usaha pembiayaan non- Bank telah didirikan sebelum


tahun 1992 yang telah menerapkan konsep bagi hasil dalam kegiatan
operasionalnya. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat akan hadirnya
institusi-institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan yang sesuai
dengan syariah. Kebutuhan masyarakat tersebut telah terjawab dengan
terwujudnya sistem perbankan yang sesuai syariah. Pemerintah telah
memasukkan kemungkinan tersebut dalam undang-undang yang baru.
UndangUndang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan secara implisit telah
membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional
bagi hasil yang secara rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72
Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Ketentuan tersebut
telah dijadikan sebagai dasar hukum beroperasinya Bank syariah di Indonesia.
Periode 1992 sampai 1998, hanya terdapat satu Bank Umum Syariah dan 78
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang telah beroperasi. Tahun 1998
muncul UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No 7 Tahun 1992 tentang
perbankan. Perubahan UU tersebut menimbulkan beberapa perubahan yang
memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan Bank syariah.
Undang undang tesebut telah mengatur secara rinci landasan hukum serta jenis-
jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank syariah.
Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi Bank konvensional
untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total
menjadi Bank syariah. Akhir tahun 1999, bersamaan dengan dikeluarkannya UU
perbankan maka munculah bank-bank syariah umum dan Bank umum yang
membuka unit usaha syariah. Sejak beroperasinya Bank Muamalat Indonesia
(BMI), sebagai Bank syariah yang pertama pada tahun 1992, data Bank
Indonesia per 30 Mei 2007 menunjukkan bahwa saat ini perbankan syariah
nasional telah tumbuh cepat, ketika pelakunya terdiri atas 3 Bank Umum Syariah
(BUS) antara lain: Bank Muamalat, Bank syariah Mandiri, 23 Unit Usaha
Syariah (UUS), dan 106 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), sedangkan
asset kelolaan perbankan syariah nasional per Mei 2007 telah berjumlah Rp. 29
triliyun. Perkembangan Bank umum syariah dan Bank konvensional yang
membuka cabang syariah juga didukung dengan tetap

Bertahannya Bank syariah pada saat perbankan nasional mengalami krisis


cukup parah pada tahun 1998. Sistem bagi hasil perbankan syariah yang
diterapkan dalam produk-produk Bank Muamalat menjadikan bank tersebut
relatif lebih mampu mempertahankan kinerjanya dan tidak bergantung pada
tingkat suku bunga simpanan yang melonjak sehingga, beban operasionalnya
lebih rendah dari bank konvensional.

C. Kelembagaan Bank Syariah

Perbankan Syariah di Indonesia diatur secara khusus dalam Undang-


Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Selanjutnya disebut UU
Perbankan Syariah). Berdasarkan UU Perbankan Syariah tersebut, kelembagaan
industri perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Bank
Umum Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

D. Kegiatan Usaha Bank Syariah


UU Perbankan Syariah mengamanahkan bank untuk menjalankan fungsi
sosial seperti lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat,
infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada
pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif). Kegiatan
usaha Bank Umum Syariah pun meliputi:

• Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk
lain yang disamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
• Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
• Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah,
murabahah, salam, istishna’, musyarakah, qardh, atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah.
• Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah.
• Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah,
• Melakukan kegiatan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah
• Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga
yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara
lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau
hawalah. dll

E.Pasar Uang Antar Bank Syariah

Pasar uang (money market) adalah pasar yang memperjualbelikan surat


berharga jangka pendek yang jangka waktunya tidak lebih dari 1 tahun, seperti
sertifikat bank indonesia (SBI), surat berharga pasar uang, serfifikat deposito,
interbank call money, banker’s acceptance, commercial paper, treasury bills,
repurchase agreement, dan foreign exchange market.

Ketentuan Umum pasar uang antarbank berdasarkan kepada Fatwa MUI adalah

• Pasar uang antarbank yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu


pasar uang antarbank yang berdasarkan bunga.
• Pasar uang antarbank yang dibenarkan menurut syariah yaitu pasar
uang antarbank yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
• Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah adalah kegiatan
transaksi keuangan jangka pendek antarpeserta pasar berdasarkan
prinsip-prinsip syariah.
• Peserta pasar uang sebagaimana tersebut dalam butir 3 adalah bank
syariah sebagai pemilik atau penerima dana dan bank konvensional
hanya sebagai pemilik dana

Adapun Ketentuan Khusus pasar uang antarbank


• Akad yang dapat digunakan dalam Pasar Uang Antar bank berdasarkan
prinsip Syariah adalah mudharabah, musyarakah, qardh, wadi’ah, sharf
• Pemindahan kepemilikan instrumen pasar uang sebagaimana tersebut
dalam butir 1. menggunakan akad-akad syariah yang digunakan dan
hanya boleh dipindahtangankan sekali.

F. Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Perbankan syariah Indonesia yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS),
Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) terus
menunjukkan pertumbuhan positif. Sampai dengan September 2020, terdapat 14
BUS, 20 UUS, dan 162 BPRS yang berkontribusi pada pertumbuhan perbankan
syariah di Indonesia. Total aset perbankan syariah telah mencapai Rp575,85 triliun.
Pertumbuhan aset perbankan syariah ini tumbuh sebesar 14,32% (yoy) yang
ditopang oleh pertumbuhan Pembiayaan Yang Disalurkan (PYD) dan Dana Pihak
Ketiga (DPK) yang masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 8,68% (yoy)
dan 15,58% (yoy). Dengan demikian PYD dan DPK perbankan syariah masing-
masing mencapai Rp384,65 triliun dan Rp460,51 triliun pada September 2020.
Berlandaskan hasil survei, in-depth interview (IDI), dan Focus Group
Discussion (FGD) yang dilakukan OJK, perbankan syariah saat ini masih memiliki
beberapa isu strategis yang menghambat pertumbuhannya. Di antara isu strategis
tersebut adalah belum adanya diferensiasi model bisnis yang signifikan,
pengembangan bisnis yang masih berfokus pada tujuan bisnis saja, kualitas SDM,
dan TI yang kurang optimal, serta indeks inklusi, dan literasi yang masih rendah.
OJK telah mengidentifikasi beberapa peluang dan tantangan yang menjadi faktor
pendukung perkembangan perbankan syariah ke depannya. Di antara beberapa
faktor pendukung tersebut adalah pesatnya kemajuan teknologi dan digitalisasi,
pertumbuhan ekonomi dalam industri halal, dan semakin meningkatnya kesadaran
beragama masyarakat Indonesia.
Roadmap :
a. Pilar 1
Penguatan Identitas Perbankan Syariah Sebagai identitas perbankan
syariah yang paling mendasar, nilai-nilai syariah merupakan sesuatu yang harus
diterapkan dalam seluruh aspek perbankan syariah, baik dari sisi operasional
maupun sumber daya manusianya. Penerapan nilai-nilai syariah yang lebih
menyeluruh akan menjadikan identitas perbankan syariah yang lebih berintegritas,
profesional, dan disiplin di mata masyarakat. Dalam hal pengembangan produk,
perbankan syariah akan didorong untuk terus menciptakan produk baru yang
memiliki ke-khas-an syariah sebagai bentuk diferensiasi model bisnis perbankan
syariah di industri perbankan. Paradigma pengembangan produk yang inovatif dan
kreatif merupakan salah satu faktor penting yang harus dimiliki oleh pelaku industri
maupun regulator untuk menciptakan produk yang unik sehingga dapat menjadi
pilihan utama masyarakat. Selain itu, beberapa hal yang terkait dengan penguatan
permodalan dan efisiensi merupakan hal mendasar yang harus terus ditingkatkan
untuk bisa terus meningkatkan daya saing dan resiliensi di tengah ketidakpastian
ekonomi pasca pandemi. Terakhir, kondisi perkembangan teknologi yang semakin
cepat menuntut perbankan syariah untuk selalu mengembangkan infrastruktur
teknologinya agar dapat melayani nasabahnya dengan lebih cepat, lebih nyaman,
dan lebih baik. Untuk itu penerapan digitalisasi yang cepat dan tepat harus bisa
diimplementasikan agar juga dapat menjadi nilai tambah bagi nasabah dalam
berinteraksi dengan perbankan syariah.
b. Pilar 2
Sinergi Ekosistem Ekonomi Syariah Industri halal, jasa keuangan syariah,
keuangan sosial Islam, dan sektor religius merupakan empat sektor utama dalam
suatu ekosistem ekonomi syariah. Ekosistem ekonomi syariah merupakan wadah
yang dapat memfasilitasi keempat sektor tersebut dengan menghubungkan aktivitas
ekonomi dengan transaksi keuangan syariah yang terjadi dalam ekosistem tersebut.
Sinergi dan integrasi dalam ekosistem ini sangat diperlukan sehingga semua
aktivitas keuangan dalam ekosistem ekonomi syariah juga menggunakan jasa
keuangan syariah. Perbankan syariah dituntut untuk bisa memberikan produk dan
layanan keuangan syariah yang berdaya saing tinggi. Sehingga dapat memenuhi
kebutuhan layanan keuangan pada ekosistem ekonomi syariah. Untuk mendukung
hal tersebut, OJK telah menerbitkan POJK No. 28/ POJK.03/2019 tentang Sinergi
Perbankan dalam Satu Kepemilikan untuk Pengembangan Perbankan Syariah yang
memungkinkan perbankan syariah untuk bisa meningkatkan kualitas produk dan
layanannya dengan menggunakan konsep platform sharing dimana bank syariah
dapat bersinergi dengan bank lain dalam satu kepemilikan usaha untuk dapat
memberikan dukungan melalui kerja sama baik dalam bidang SDM, TI, jaringan
kantor, dan infrastruktur lainnya.

c. Pilar 3
Penguatan Perizinan, Pengaturan, dan Pengawasan Percepatan proses perizinan
sangat penting untuk mendukung akselerasi pengembangan industri perbankan
syariah. Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi kapasitas SDM perizinan dan
mengembangkan sistem TI yang mendukung percepatan proses perizinan. Selain
itu, pengaturan yang ada juga harus dapat mengawal pengembangan perbankan
syariah melalui ketentuan yang sesuai dengan perkembangan best practice industri,
teknologi, dan perekonomian terkini. Tentunya ketentuan perbankan syariah akan
lebih diharmonisasi dengan berbagai standar internasional seperti Islamic Financial
Services Board (IFSB) dan Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions (AAOIFI) untuk semakin meningkatkan kredibilitas
pengaturan perbankan syariah di Indonesia. Terakhir, pengawasan perbankan
syariah akan semakin kuat dengan melakukan pengembangan tools pengawasan,
evaluasi organisasi, jumlah SDM, dan peningkatan kapasitas pengawas melalui
berbagai kegiatan capacity building. Sesuai dengan visinya, roadmap ini diharapkan
dapat menjadi landasan untuk mengembangkan perbankan syariah nasional yang
resilient, memiliki daya saing tinggi, dan berperan lebih nyata pada perekonomian
nasional dan pembangunan sosial di Indonesia. Perbankan syariah diharapkan
menjadi motor penggerak yang berperan sebagai penghubung berbagai sektor,
seperti sektor riil, keuangan komersial, keuangan sosial, dan sektor keagamaan pada
ekosistem ekonomi syariah sehingga sinergi dan semangat berjamaah dapat
terbangun dengan baik. Di samping itu, perbankan syariah juga diharapkan menjadi
industri perbankan yang terdepan dalam memberikan layanan keuangan yang
berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dan juga
menerapkan prinsip Creating Shared Value (CSV) yang sejatinya merupakan esensi
dasar dari penerapan maqashid syariah dalam ekonomi syariah.
BAB VI
PASAR MODAL SYARIAH

A. Pengertian Pasar Modal


Definisi pasar modal sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal (UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan
dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan Efek. Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki
perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa
karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme
transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Sebagai bagian dari
sistem pasar modal Indonesia , kegiatan di Pasar modal yang menerapkan prinsip-
prinsip syariah juga mengacu kepada UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal

Berikut peraturan pelaksananaannya (Peraturan Bapepam-LK, Peraturan


Pemerintah, Peraturan Bursa dan lain-lain). Bapepam-LK selaku regulator pasar
modal di Indonesia, memiliki beberapa peraturan khusus terkait pasar modal
syariah, sebagai berikut:

1. Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efeek Syariah
2. Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
3. Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan
Efek Syariah

B. Fungsi dan Karakteristik Pasar Modal

Dari sudut pandang para pemakai dana, terdapat berbagai pihak terlibat di
dalam kegiatan pasar modal. Dengan adanya dana yang tersedia bagi pihakPasar
Modal pihak yang membutuhkannya, maka berbagai instrumen menjembatani
antara mereka yang membutuhkan dana dengan para penanam modal (ivestor). Di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat, permintaan akan dana-danapada
umumnya berasal dari 5 kategori pemakai, yaitu perorangan perusahaan, dunia
usaha, pemerintah federal, pemerintah negara bagian, dan para peminjam asing.
Di Indonesia, kategori tersebut dapat dibagi dalam 3 kelompok, yakni perorangan,
pemerintah (dalam Hal ini pemerintah pusat), dan perusahaan (dunia usaha).

• Dari sudut pandang jenis instrumen yang ditawarkan melalui pasar


modal, yakni apakah instrumen merupakan utang jangka panjang
menengah/panjang atau instrumen modal perusahaan (Equity)
• Dari sudut jatuh temponya instrumen yang diperdagangkan di pasar
modal adalah dana-dana jangka menengah (intermediate term fund)
dan jangka panjang (long term fund), sedangkan surat-surat berharga
yang jatuh temponya kurang dari satu tahun diperdagangkan dalam
pasar uang (money market) atau pasar dana-dana jangka pendek (short
term market)
• Dari sudut pandang tingkat sentralisasi, ruang lingkup suatu pasar
modal ternyata mencakup permasalahan yang cukup luas dan tersebar,
suatu fakta yang tidak dapat dihindari adalah dalam suatu negara yang
secara geografis cukup luas, adanya pasar modal secara wilayah
maupun lokal (regional and local market) sangat diperlukan mengingat
menyebarkan kepentingan para pemilik dana dan pemakai dana.
• Dari sudut pandang transaksinya, suatu transaksi pasar modal yang
dilakukan oleh para pemodal dan pemakai dana terjadi dalam suatu
pasar yang sifatnya terbuka (open market) dan tidak langsung.
• Di dalam mekanisme pasar modal dikenal adanya penawaran pada
pasar perdana (primary market) dan pasar skunder/bursa (scondary
market). Hal tersebut menimbulkan perbedaan antara transaksi pada
pasar perdana dengan transaksi pada pasar sekunder atau bursa.
C. Perkembangan pasar modal
Sejarah pasar modal Indonesia berawal dari kegiatan jual beli saham dan
obligasi yang dimulai pada abad-19. Menurut buku Effectengids yang
dikeluarkan oleh Vereniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, jual
beli efek telah berlangsung sejak 1880. Tanggal 14 Desember 1912,
Amserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa efek di Batavia.
D. Prinsip-prinsip pasar modal
Seperti diketahui, bentuk ideal dari pasar modal dapat dicapai dengan
terpenuhinya 4 pilar pasar modal yaitu :

• Emiten dan efek yang diterbitkannya memenuhi kaidah keadilan,


kehati-hatian dan transparansi.
• Pelaku pasar (Investor) yang telah memiliki pemahaman yang baik
tentang resiko dan manfaat transaksi di pasar modal.
• Infrastruktur informasi bursa efek yang transparan dan tepat waktu
yang merata dipublik yang ditunjang oleh mekanisme pasar yang
wajar.
• Pengawasan dan penegakan hukum oleh otoritas pasar modal dapat
diselenggarakan secara efisien, efektif dan ekonomis

Dari penjelasan tersebut diatas, terlihat bahwa prinsip-prinsip Syariah


sudah meliputi semua prinsip dari pasar modal yang ideal. Namun prinsip-
prinsip syariah juga memberikan penekanan (emphasis) pada :

• Kehalalan produk/jasa dari kegiatan usaha, karena menurut


prinsip syariah manusia hanya boleh memperoleh keuntungan
atau penambahan harta dari halhal yang baik.
• Adanya kegiatan usaha yang spesifik dengan manfaat yang jelas,
sehingga tidak ada keraguan akan hasil usaha yang akan menjadi
obyek dalam perhitungan keuntungan yang diperoleh.
• Adanya mekanisme bagi hasil yang adil, baik dalam untung
maupun rugi menurut penyertaan masing-masing pihak.
• Penekanan pada mekanisme pasar yang wajar dan prinsip kehati-
hatian baik pada emiten maupun investor Produk Pasar Modal
Syariah
E. Surat Berharga Syariah / sukuk
Sukuk adalah efek berbentuk sekuritisasi aset yang memenuhi
prinsipprinsip syariah di pasar modal. Berdasarkan penerbitnya, sukuk terdiri
dari dua jenis:

1. Sukuk negara adalah sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia


berdasarkan Undang-undang No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN), da

2. Sukuk korporasi adalah sukuk yang diterbitkan oleh perusahaan, baik


perusahaan swasta maupun Badan Umum Milik Negara (BUMN),
berdasarkan peraturan OJK No. 18/POJK.04/2005 tentang penerbitan dan
persyaratan sukuk.

Dalam hal sukuk diterbitkan oleh pihak korporasi, maka aset yang menjadi
dasar penerbitan sukuk tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah di Pasar
Modal yang terdiri atas :

1. Aset berwujud tertentu (a’yan maujudat);

2. Nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul a’yan) tertentu baik yang sudah
ada maupun yang akan ada;

3. Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada;

4. Aset proyek tertentu (maujudat masyru’ mu’ayyan); dan/atau

5. Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah).

F. Proses Penawaran Umum ( Go Public/Initial Public Offering ) di BEI


Masa penawaran umum saham kepada publik dapat dilakukan selama 1-5
hari kerja. Dalam hal permintaan saham dari investor melebihi jumlah saham yang
ditawarkan (over-subscribe), maka perlu dilakukan penjatahan. Uang pesanan
investor yang pesanan sahamnya tidak dipenuhi harus dikembalikan (refund)
kepada investor setelah penjatahan. Distribusi saham akan dilakukan kepada
investor pembeli saham secara elektronik melalui KSEI (tidak dalam bentuk
sertifikat). Perusahaan menyampaikan permohonan pencatatan saham kepada
Bursa disertai dengan bukti surat bahwa Pernyataan Pendaftaran telah dinyatakan
efektif oleh OJK, dokumen prospektus, dan laporan komposisi pemegang saham
perusahaan. Bursa Efek Indonesia akan memberikan persetujuan dan
mengumumkan pencatatan saham perusahaan dan kode saham (ticker code)
perusahaan untuk keperluan perdagangan saham di Bursa. Kode saham ini akan
dikenal investor secara luas dalam melakukan transaksi saham perusahaan di
Bursa Efek Indonesia. Setelah saham tercatat di Bursa, investor akan dapat
memperjualbelikan saham perusahaan kepada investor lain melaui broker atau
Perusahaan Efek yang menjadi Anggota Bursa terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
G. Indeks Harga Saham dan obligasi
Indeks harga saham adalah indicator atau cerminan pergerakan harga
saham. Indeks merupakan salah satu pedoman bagi investor untuk melakukan
investasi di pasar modal, khususnya saham. Saat ini Bursa Efek Indonesia,
memiliki 11 Jenis indeks harga saham yang secara menerus disebarluaskan
melalui media cetak maupun elektronik. Indeks-indeks tersebut adalah :

• Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)


Menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponen
perhitungan indeks.
• Indeks Sektoral Menggunakan semua perusahaan tercatat yang termasuk
dalam masing-masing sector. Sekarang ini ada 10 Sektor yang ada di
BEI yaitu sector Pertanian, Pertambangan, Industri Dasar. Aneka
Industri, barang Konsumsi, property, infrasuktur, keuangan, perdagangan
dan jasa, dan manufatur.
• Indeks LQ45 Indeks yang terdiri dari 45 saham perusahaan tercatat yang
dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar,
dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan,Review dan penggantian
saham dilakukan setiap 6 bulan sekali.
• Jakarta Islamic Indek (JII) Indeks yang menggunakan 30 saham yang
dipilih dari saham-saham yang masuk dalam kriteria syariah (Daftar Efek
Syariah yang diterbitkan oleh Papepam-LK) dengan mempertimbangkan
kapitalisasi pasar dan likuiditas.
• Indeks Kompetensi 100 Indeks yang terdiri dari 100 saham perusahaan
tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi
pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan
penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan.
• Indeks Bisnis 27 Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan harian
Bisnis Indonesia meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama
indeks bisnis-27.
• Indeks Pefindo 25 Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan
lembaga PEFINDO. Indeks ini dimaksudkan untuk memberikan
tambahan informasi bagi pemodal khususnya untuk saham-saham emiten
kecil dan menengah. Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat
yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria seperti: Total
Aset, tingkat pengambilan modal (Return on Equity/ROE) dan opini
akuntan public.
• Indeks Sri-Kehati Indeks ini dibentuk atas kerja sama antara Bursa Efek
Indonesia dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia
(KEHATI) Indeks ini diharapkan member tambahan informasi kepada
investor yang ingin berinvestasi pada emiten-emiten yang memiliki
kinerja sangat baik dalam mendorong usaha berkelanjutan, serta
memiliki kesadaran terhadap lingkungan dan menjalankan tata kelola
perusahaan yang baik.
• Indeks Papan Utama Menggunakan saham-saham Perusahaan Tercatat
yang masuk dalam Papan Utama
• Indeks Papan Pengembangan Menggunakan saham-saham Perusahaan
Tercatat yang masuk dalam Papan Pengembangan
• Indeks Individual Indeks harga masing-masing Perusahaan Tercatat
H. Mekanisme Transaksi di Pasar Modal
1. Memberikan perintah jual dan beli ke perusahaan efek. Perintah ini dapat
dilakukan melalui telepon maupun tertulis. Perintah ini berisi nama saham, jumlah
yang akan dijual atau dibeli, serta berapa harga jual atau beli yang diinginkan.
2. Perintah tersebut selanjutnya diverifikasi oleh perusahaan efek yang
bersangkutan.
3. Perintah tersebut kemudian dimasukan dalam sistem perdagangan di bursa
efek.
4. Semua perintah jual atau beli perusahaan efek dikumpulkan di bursa efek
dalam sebuah sistem yang disebut JATS (Jakarta Automated Trading Syste.

I. Risiko investasi di pasar modal


1. Risiko daya beli (purchasing power risk) Risiko ini berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya inflasi yang menyebabkan nilai riil pendapatan akan
lebih kecil
2. Risiko bisnis (business risk) Risiko bisnis adalah suatu risiko menurunnya
kemampuan perusahaan memperoleh laba, sehingga pada gilirannya
mengurangi pula kemampuan perusahaan membayar bunga dan deviden.
3. Risiko tingkat bunga Naiknya tingkat bunga biasanya akan menekan harga
surat-surat berharga, sehingga biasanya harga surat berharga akan turun.
4. Risiko pasar (market risk) Apabila pasar bergairah (bulish) pada umumnya
harga saham akan mengalami kenaikan, tetapi bila pasar lesu (bearish) maka
harga cenderung turun.
5. Risiko likuiditas (liquidity risk) Risiko ini berkaitan dengan kemampuan suatu
surat berharga untuk segera diperjualbelikan tanpa mengalami kerugian yang
berarti.
J. Strategi Pengembangan Pasar Modal Syariah
Dalam rangka mengembangkan eksistensi pasar modal yang didasari
prinsip syariah dan dilandasi akan keyakinan potensi berkembangnya pasar
modal syariah yang akan menjadi salah satu pilar penunjang industri pasar modal
Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-
LK) telah menyusun Master Plan Pasar Modal Indonesia. Di dalamnya terdapat
dua strategi utama pengembangan pasar modal berbasis syariah, pertama
penyusunan 33 kerangka hukum yang dapat memfasilitasi pengembangan pasar
modal berbasis syariah dan mendorong pengembangan; kedua mendorong
pengembangan serta penciptaan produk-produk pasar modal berbasis syariah.
Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Danareksa Invesment Management (DIM) pada
tahun 2000 telah meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) yang terdiri dari 30
saham yang sesuai dengan prinsip syariah.
Selanjutnya dua strategi utama tersebut dijabarkan Bapepam-LK dalam
implementasi strategi yaitu:
1. Mengatur penerapan prinsip syariah.
2. Menyusun standar akuntansi.
3. Melakukan sosialisasi penerapan prinsip syariah di pasar modal
dalam rangka peningkatan peningkatan pengetahuan dan
pemahaman pelaku pasar.
4. Mengembangkan produk pasar modal berbasis syariah yang telah
ada.
5. Menciptakan produk pasar modal berbasis syariah yang baru.
6. Melakukan kerja sama pengkajian pengembangan produk pasar
modal berbasis syariah antara regulator, DSN-MUI, dan pelaku
pasar
BAB VII
ASURANSI SYARIAH
A. Pengertian asuransi Syariah
Asuransi syariah adalah sebuah usaha untuk saling melindungi dan saling
tolong menolong di antara para pemegang polis (peserta), yang dilakukan melalui
pengumpulan dan pengelolaan dana tabarru yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
prinsip syariah.
B. Sejarah dan Dasar Hukum Asuransi Syariah

Sejarah asuransi syariah dimulai sejak 1979 ketika sebuah


perusahaan asuransi jiwa di Sudan, yaitu Sudanese Islamic Insurance pertama kali
memperkenalkan asuransi syariah. Kemudian pada tahun yang sarna sebuah
perusahaan asuransi jiwa di Uni Emirat Arab juga
memperkenalkan asuransi syariah di wilayah Arab. Dasar hukumnya yaitu dari
Al-Quran, Ayat al-Quran yang mempunyai nilai praktik asuransi antara lain :

Perintah Allah untuk saling tolong-menolong dan bekerjasama. dan, takwa


dan kebajikan)

“ُ‫ش ديد‬ َ ََِّ ‫إلِث ْمِ َو ْالعُد َْوان َواتـَّقُوا ا ََِّ إ َّن ا‬
ْ ‫علَى ا‬ ِّ ‫علَى ْال‬
َ ‫برِ َوالتـ َّ ْق َوى َولَ تـَعَ َاونُوا‬ َ ‫ َوتـَعَ َاونُوا‬٢١
‫ْالعقَاب‬
tolong menolonglah dalam kebajikan dan jangan tolong menolong dalam
perbuatan dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah sangat berat siksa-Nya”. Ayat tersebut memuat perintah tolong-menolong
antar sesama manusia. Dalam bisnis asuransi ini terlihat dalam praktik kerelaan
anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk menyisihkan dananya agar
digunakan sebagai dana sosial (tabarru’).
C. Pendapat ulama mengenai asuransi Syariah

“Dari al-Nu’man ibn Basyir bahwasanya Rasulullah bersabda:


“Perumpamaan persaudaraan kaum muslim dalam cinta dan kasih sayang di
antara mereka adalah seumpama satu tubuh. Bilamana salah satu bagian tubuh
merasakan sakit, maka akan dirasakan oleh bagian tubuh yang lainnya, seperti
ketika tidak bisa tidur atau ketika demam.”

D. Manfaat dan Risiko Asuransi

Manfaat :

• Menggunakan prinsip tolong-menolong


• Bebas riba
• Premi gak akan hangus
• Bisa double claim
• Bebas kontributor dasar jika gak mampu bayar
• Lebih transparan
• Proteksi gak berubah jika telat bayar
• Pengelolaan dana wajib berdasarkan syariat Islam
• Nasabah dapat pembagian keuntungan secara adil

Risiko terbagi menjadi berbagai macam, yaitu:

• Spekulatif : Dalam risiko spekulatif, kita bisa mengalami keuntungan,


kerugian, atau sama sekali tidak ada perubahan. Contohnya adalah
investasi saham. Nilai investasi di masa depan yang mungkin terjadi
adalah untung, rugi, atau sama sekali tidak berubah. Kemungkinan
tersebut bersifat spekulatif dan sudah disadari sebelum membeli.

• Murni : Pada risiko murni, bila terjadi akan menimbulkan kerugian,


namun bila tidak terjadi tidak mendatangkan keuntungan maupun
kerugian. Contohnya adalah kecelakaan yang menyebabkan cacat,
sehingga membuat diri tidak produktif dan tidak berpenghasilan.

• Khusus : Kerugian dari risiko khusus bersifat pribadi. Contohnya


adalah pencurian.

• Fundamental: Bila terjadi, risiko fundamental dapat menimbulkan


kerugian tidak hanya pada diri sendiri, tapi juga pada orang banyak.
Risiko ini di luar kendali manusia. Contohnya adalah bencana alam
seperti tsunami atau gempa bumi.

E. Prinsip-prinsip pengelolaan asuransi Syariah

Secara garis besar, Asuransi Syariah dan Konvensional menawarkan


manfaat yang mirip antara satu sama lain. Meskipun memiliki hal yang sama,
ternyata prinsip Asuransi Syariah memiliki beberapa faktor yang
membedakan keduanya. Adapun prinsip-prinsipnya adalah sebagai berikut :

• Tolong-menolong dengan Prinsip Tabarru’


• Investasi dengan Prinsip Tijarah
• Keadilan bagi Semua Pihak dengan Prinsip Wakalah bil Ujrah
F. Perbedaan asuransi Syariah dengan konvensional

UU terkait dengan asuransi syariah belum ada.mekanisme pengalihan


resiko dengan membayar sejumlah premi dengan perjanjian antara
penanggung dan tertanggung. jika mengacu kepada asuransi konvensional
makaasuransi mengandalkan bunga,yg di larang di agama. Perbedaan
mendasar asuransi syariah dan asuransi konvensional adalah sebagai berikut
:

a. Keberadaan pengawas syariah


Pada asuransi Syariah wajib ada Dewan Pengawas Syariah sedangkan
di konvensional tidak ada
b. Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong).
Sementara akad dalam asuransi konvensional adalah Tabaduli (jual beli
antar nasabah dan perusahaan)
c. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi)
di investasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil.
Sedangkan pada asur ansi konvensional pada sembarang sektor
d. Premi yang terkumpul di perlakukan sebagai milik nasabah. Untuk
kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening
Tabarru' (danasosial) seluruh peserta yang sudah diiklaskan untuk
keperluan tolong menolong jikaada peserta yang terkena musibah.
Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaranklaim di
ambil dari rekening milik perusahaan.
e. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana
dengan perusahaa nselaku kepala pengelola, dengan prinsip bagi hasil.
Sedangkan dalam asuransi konvensional,keuntungan sepenuhnya
menjadi milik perusahaan. Jika tidak ada klaim, nasabah
takmemperoleh apa-apa.

G. Penggolongan jenis usaha asuransi


Produk – Produk Asuransi Syariah

Saat ini sudah sangat beragam produk dari asuransi syariah, berikut ini
produk asuransi syariah yang beredar pada umumnya :

1. Asuransi Jiwa Syariah : Perusahaan asuransi akan memberikan manfaat


berupa uang pertanggungan kepada ahli waris apabila peserta asuransi
meninggal dunia.

2. Asuransi Pendidikan Syariah : Dengan asuransi ini dana pendidikan akan


telah disepakati akan diberikan kepada penerima hibah (Anak) sesuai
dengan jenjang pendidikan. Ahli waris juga tetap akan mendapatkan
manfaat dana pendidikan apabila peserta asuransi meninggal dunia.
3. Asuransi Kesehatan Syariah : Asuransi yang akan memberikan santunan
atau penggantian jika peserta asuransi sakit, atau kecelakaan.

4. Asuransi dengan Investasi (unit link) Syariah : Produk yang memberikan


manfaat asuransi dan manfaat hasil investasi. Sebagian premi yang dibayar
dalam investasi ini dialokasikan untuk dana tabarru’ dan sebagian
dialokasikan sebagai investasi peserta.

5. Asuransi Kerugian Syariah : Asuransi yang memberikan ganti rugi kepada


tertanggung atas kerugian harta benda yang dipertanggungjawabkan
6. Asuransi Syariah Berkelompok : Asuransi ini dirancang khusus untuk
peserta kumpulan seperti perusahaan, organisasi, maupun komunitas.
Dengan jumlah peserta yang lebih banyak asuransi ini lebih murah bila
dibandingakan dengan asuransi syariah individu.

7. Asuransi Haji dan Umroh : Asuransi ini memberikan perlindungan


finansial bagi jama’ah haji/umroh atas musibah yang terjadi selama
menjalankan ibadah haji/umroh. Khusus asuransi haji telah diatur melalui
fatwa MUI nomor 39/DSNMUI/X/2002 tentang asuransi haji agar para
jamaah mendapatkan ketenangan selama menjalankan ibadah haji.

H. Mekanisme Kerja Asuransi Syariah

1. Akad
Dua jenis akad yang ada dalam asuransi syariah adalah
akad tijarah (mudarabah) dan akad tabarru’ (hibah).
Akad tijarah digunakan sebagai dasar perjanjian untuk tujuan komersial,
sedangkan tabarru’ untuk tujuan kebajikan dan tolong-menolong. Tak
hanya itu saja, akad juga harus berisikan cara dan waktu pembayaran
premi, serta jenis akad dan syarat yang disepakati. Ini semua nantinya akan
disesuaikan dengan jenis asuransi yang kamu pilih.
2. Kedudukan Tiap Pihak
Sama dengan asuransi pada umumnya, tiap pihak yang terikat perjanjian
dalam asuransi syariah memiliki kedudukannya masing-masing. Dalam
akad tijarah, perusahaan asuransi berperan sebagai pengelola (mudharib)
dan peserta sebagai pemegang polis (shahibul mal). Pada akad tabarru’
berbeda lagi. Peserta memberikan hibah yang nantinya akan digunakan
untuk menolong peserta lain ketika terkena musibah.
3. Ketentuan akad
Kedua akad yang sudah disebutkan tadi juga memiliki ketentuan masing-
masing. Untuk akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi akad tijarah,
sedangkan kalau kebalikannya bisa. Akad tijarah bisa dijadikan
akad tabarru’, asalkan pihak yang tertahan haknya sudah
mengikhlaskannya.
4. Premi
Premi adalah total uang yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi dalam
waktu tertentu. Dalam asuransi ini, jumlahnya sesuai dengan apa yang
ditentukan dalam akad (baik itu tijarah atau tabarru’). Dalam perhitungan
premi ini, tidak ada unsur riba sama sekali. Perusahaan biasanya
menghitung dari tabel mortalita (kematian) untuk asuransi jiwa dan tabel
morbidita (tingkat kemudahan kena sakit). Premi dari akad tabarru’ dapat
diinvestasikan dan khusus untuk akad tijarah hasil investasinya dapat
dibagi hasil kepada peserta.
5. Klaim
Untuk mendapatkan manfaat asuransi, nasabah tetap perlu melakukan
klaim.
Pihak perusahaan akan membayarkan klaim sesuai dengan kesepakatan
yang ditentukan pada akad. Hal ini dikarenakan klaim yang dibayarkan
oleh perusahaan asuransi syariah nantinya akan disesuaikan dengan
jumlah premi yang telah kamu bayar. Jadi, tidak ada riba atau pengambilan
untung dari pihak perusahaan. Untuk akad tijarah, peserta memiliki hak
klaim sepenuhnya. Beda halnya dengan klaim akad tabarru’, karena hanya
sebatas apa yang disepakati dalam akad saja.
6. Investasi dan reasuransi
Investasi asuransi jenis ini wajib dilakukan sesuai dengan syariat islam.
Perusahaan merupakan pemegang amanah yang wajib menginvestasikan
dana terkumpul. Untuk urusan reasuransi, perusahaan hanya bisa
melakukan reasuransi kepada perusahaan yang juga menjalankan praktik
asuransi syariah. Reasuransi sendiri merupakan istilah yang
menggambarkan kondisi ketika perusahaan melindungi diri terhadap
risiko asuransi, dengan menggunakan jasa perusahaan asuransi lainnya.
7. Pengelolaan dana
Terakhir adalah cara pengelolaan dana pada asuransi
syariah. Pengelolaan dana di sini hanya boleh dilakukan oleh lembaga
yang menjadi pemegang amanah. Perusahaan mendapat bagi hasil dari
hasil pengelolaan dana atas dasar akad tijarah yang terkumpul.
I. Pengembangan Asuransi Syariah
Industri asuransi syariah terus mengalami pertumbuhan
positif selama tahun 2021. Proyeksinya, pertumbuhan industri di tahun
2021 akan semakin bertumbuh.Menurut Ketua Asosiasi Asuransi Syariah,
Tatang Nurhidayat, pertumbuhan ini wajar meskipun dari segi profit masih
stagnan. Ia mengatakan bahwa asuransi syariah memang lebih stabil dan
lebih rendah risiko daripada asuransi konvensional. Per Desember 2020,
asuransi syariah di Indonesia tercatat tumbuh 5 persen dari tahun
sebelumnya. Sementara itu, premi bruto asuransi syariah pada November
2020 tercatat Rp15,37 triliun, meningkat 6,4 persen dari November 2019
yang hanya sebesar Rp14,45 triliun.Angka tersebut ditopang oleh sub-
sektor asuransi jiwa syariah dengan premi bruto Rp13,16 triliun yang
tumbuh 9,89 persen dibandingkan November 2019 (Rp11,98
triliun).Sementara itu, sub-sektor asuransi umum syariah malah turun
sebesar 11,25 persen menjadi Rp1,43 triliun (November 2020) dari Rp1,61
triliun (November 2019). Namun, sub-sektor asuransi umum syariah yang
berdiri sendiri (bukan berupa unit dari asuransi konvensional) sebenarnya
bertumbuh.Misalnya, Takaful Umum yang kontribusi brutonya tumbuh
sebesar 70 persen sepanjang tahun 2020.
BAB VIII
DANA PENSIUN SYARIAH
A. Pengertian
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
bahawa Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan
program yang menjanjikan manfaat pensiun. Adapun menurut Abdul Kadi
Muhammad dan Rita Murniarti (2000) bahwa dana pensiun adalah yangsecara
khusus dihimpun dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada peserta ketika
mencapai usia pensiun, mengalami cacat, atau meninggal dunia.
Program dana pensiun adalah dana yang dibentuk untuk
pembayarankaryawan setelah tidak bekerja lagi karena memasuki masa
pensiun.Dengan adanya dana pensiun karyawan serta peserta kelak akan
tetapmemperoleh jumlah penghasilan tertentu, sekalipun sudah tidak bekerja
lagi.Sedangkan dana pensiun syariah adalah dana pensiun yang dikelola
dandijalankan berdasarkan prinsip syariah. Pertumbuhan lembaga
keuangansyariah di Indonesia secara perlahan mendorong perkembangan dana
pensiunyang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah. Sampai saat ini, dana
pensiunsyariah berkembangan pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)
yangdilaksanakan oleh beberapa bank dan asuransi syariah..

B. Tujuan dan Fungsi


Fungsi dana pensiun syariah bagi pemberi kerja antara lain:

▪ Meningkatkan citra perusahaan di masyarakat dan pandangan pemerintah.


▪ Meningkatkan motivasi bekerja pada karyawan sehingga produktivitas
meningkat.
▪ Memberikan penghargaan bagi karyawan yang telah mengabdi bertahun-tahun.
▪ Meningkatkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan sehingga memperkecil
terjadinya turn-over karyawan.

Fungsi dana pensiun syariah bagi karyawan antara lain:


▪ Memberikan rasa aman terhadap risiko keuangan di hari tua.
▪ Dapat lebih tenang dan fokus dalam bekerja.
▪ Adanya kepastian memperoleh pendapatan ketika sudah tidak dapat bekerja lagi.

Fungsi dana pensiun syariah bagi penyelenggara program pensiun antara lain:

▪ Mendapatkan bagian keuntungan dari pengelolaan dana yang berhasil dihimpun.


▪ Turut serta membantu terwujudnya program pemerintah.
▪ Meningkatkan citra lembaga keuangan dengan tawaran produk yang lebih
lengkap.

C. Jenis-Jenis Dana Pensiun


Dana pensiun menurut UU No 11 tahun 1992 tentang dana pensiun dapat
digolongkan dalam dua jenis yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Dana Pensiun
Lembaga Keuangan.

1. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)


DPPK adalah dana pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang
mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan program
pensiun manfaat pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawan sebagai
peserta dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja. Dengan
demikian dana pensiun jenis ini di sediakan langsung oleh pemberi kerja. Pendirian
DPPK ini harus mendapatkan pengesahan dari mentri keuanagan.
2. Dana Pensiun Lembaga Keuanagan (DPLK)
DPLK adalah dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa
untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perseorangan, baik
karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari DPPK bagi karyawan bank
atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. Bagi masyarakat pekerja
mandiri seperti dokter, petani, nelayan dan lain sebagainya dimungkinkan untuk
manfaatkan DPLK .tidak tertutup kemungkinan pula bagi para karyawan di suatu
perusahaan untuk dapat memanfaatkan DPLK sesuai dengan kemampuannya.
Pendirian DPLK oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa harus mendapatkan
pengesahan dari menteri keuangan.
Terdapat dua jenis program pensiun, yaitu
1. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) / Defined Benefit. Pada PPMP, besar
manfaat pensiun ditentukan berdasarkan rumus tertentu yang telah ditetapkan di
awal. Rumus tersebut biasanya dikaitkan dengan masa kerja dan besar penghasilan,
sudah ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun.
2. Program Pensiun Iuaran Pasti (PPIP) / Defined Contribution. Pada PPIP, besar
manfaat pensiun sangat tergantung pada besar iuran yang di setor dan hasil
pengembangan dana. Jadi, sifatnya mirip tabungan, besar iuran baik dari pemberi
kerja maupun pesrta ditetapkan dalam peraturan dana pensiun.

D. Manajemen Kekayaan Dana Pensiun


Menurut peraturan menteri keuangan nomor 199/PMK.010/2008 tentang
investasi dana pensiun dapat melakukan investasi dananya pada:
1. Surat berharga Negara
2. Tabungan pada bank
3. Deposito berjangka pada bank
4. Deposito on call pada bank
5. Sertifikat deposito pada bank
6. Sertifikat bank Indonesia
7. Saham yang tecatat di bursa efek di Indonesia
8. Obligasi yang tercatat di bursa efek di Indonesia
9. Sukuk yang tercatat di bursa efek di Indonesia
10. Unit penyertaan reksa dana dari:
a. Reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana
campuran. Dan reksadana saham.
b. Reksa dana terporteksi, reksa dana dengan penjaminan dan reksa
dana indeks
c. Reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan
terbatas
d. Reksa dana yang unit penyertaanya diperdagangkan di bursa efek.
11. Efek beragun aset dari kontrak investasi kolektif efek beragun aset.
12. Unit penyertaan dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi
kolektif
13. Kontrak opsi saham yang tercatat di bursa efek di indonesisa.
14. Penempatan langsung pada saham
15. Tanah di Indonesia, dan / atau
16. Bangunan di Indonesia
Bagi dana pensiun yang beroperasi secarah syariah, maka kebijakan investasi
harus memenuhi prinsip-prinsip syariah. Investasi hanya boleh dilakukan pada
instrumen-instrumen yang dibenarkan menurut fatwa DSN-MUI. Dana pensiun
syariah harus mengelola dan menginvestasikan dananya pada portofolio
instrument syariah. Hampir seluruh investasi yang ditentukan oleh peraturan
menteri keuangan diatas sudah tersediah dalam bentuk instrument syariah.
Kebijakan investasi dana pensiun syariah disamping terpenuhinya prinsip syariah
juga minimal mencakup komponen:
1. Tingkat keuntungan (rate of return), yang dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain dengan memaksimalkan keuntungan dengan
memerhatikan keamanan dana dan kebutuhan likuiditas. Beberapa strategi
dapat dilakukan baik dengan tidak menyebutkan suatu jumlah tetentu,
menyebutkan besaran jumlah pengembangan yang diinginkan, atau
menyatakan tingkat bunga nominal keuntungan.
2. Risiko yang dapat diterima, yaitu penentuan jumlah risiko yang mungkin
dihadapi dalam kegiatan invetasi
3. Kebutuhan likuiditas, dana pensiun membutuhkan likuiditas lebih kecil,
apabila ada kebutuhan likuiditas khusus, maka perlu ditetapkan dalam
pedoman kebijakan investasi.
4. Diversifikasi yang merupakan metode untuk mencapai tingkat keuntungan
yang diinginkan, menjaga berkurangnya dana dari risiko investasi, dan
memenuhi kebutuhan likuiditas. Diversifikasi portofolio dapat dilakukan
dengan menggunakan jenis kekayaan, sector dan kualitas perangkat asset
yang akan dijadikan sebagai instrumen investasi.
E. Mekanisme DPLK Syariah
Pendanaaan program pensiun, baik dalam rangka memenuhi ketentuan
maupun untuk tujuan pengelolaan dana akan menyebabkan terjadinya akumulasi
kekayaan yang nantinya digunakan untuk membayar manfaat pensiun dan biaya
administrasi. Dana pensiun biasanya mengembangkan kebijakan investasi secara
tertulis dalam pengelolaan kekayaannya. Akan tetapi, tidak semua program
pensiun memiliki kebijakan investasi formal. Kalaupun ada, biasanya relatif
sederhana dan banyak didelegasikan kepada perusahaan investasi/asuransi. Pada
prinsipnya, dana pensiun dapat melakukan investasi dalam berbagai bentuk.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.010/2008 tentang
Investasi Dana Pensiun dapat melakukan investasi dananya pada :
a. Surat berharga Negara
b. Tabungan pada bank
c. Deposito berjangka pada bank
d. Deposito on call pada bank
e. Sertifikat deposito pada bank
f. Sertifikat Bank Indonesia
g. Saham yang tercatat di BEI
h. Obligasi yang tercatat di BEI
i. Sukuk yang tercatat di BEI
j. Unit penyertaan reksa dana dari reksa dana pasar uang, reksa dana
pendapatan tetap, reksa dana campuran, reksa dana saham, reksa dana
terproteksi, reksa dana dengan penjaminan, reksa dana indeks, reksadana
berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas, dan reksa dana
yang unit penyertaannya diperdagangkan di bursa efek.
k. Efek beragun aset dari kontrak investasi kolektif efek beragun asset.
l. Unit penyertaan dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi
kolektif.
m. Kontrak opsi saham yang tercatat di BEI.
n. Penempatan langsung pada saham
o. Tanah di Indonesia.
p. Bangunan di Indonesia.
F. Kebijakan dan kendala dana pensiun Syariah
Dana pensiun syariah memiliki potensi besar untuk berkembang di Indonesia
dengan sejumlah alasan :
1. Masih sedikit sekali proporsi masyarakat yang mau mengikuti program dana
pensiun. Kecuali pegawai negeri yang secara otomatis menjadi anggota taspen
dan Askes, pegawai swasta dan pegawai mandiri wiraswasta yang jumlahnya
sangat besar sangat potensial untuk menjadi target pasar program dana pensiun
syariah.
2. Dengan berkembangnya lembaga keuangan dan bisnis syariah, tentunya SDM
yang bekerja dalam institusi tersebut menjadi pasar khusus yang jelas bagi dana
pensiun syariah.
3. Rasa percaya, rasa memiliki, dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
industri keuangan dan bisnis syariah yang terus membaik akan menjadi modal
dasar yang penting untuk terus memperbesar konsumen dan nasabah yang
loyal, terutama bagi dana pensiun syariah.
BAB IX
MODAL VENTURA SYARIAH

A. Pengertian
Modal Ventura Syariah adalah suatu pembiayaan dalam penyertaan modal
dalam suatu perusahaan pasangan usaha yang ingin mengembangkan usahanya
untuk jangka waktu tertentu (bersifat sementara) sesuai dengan prinsip islam dan
peniadaan bunga yangdiharamkan dalam islam. Modal ventura merupakan bentuk
penyertaan modal dari perusahaan pembiayan syariah kepada perusahaan yang
membutuhkan dana untuk jangkawaktu tertentu. Perusahaan yang diberi modal
sering disebut sebagai investee, sedangkan perusahaan pembiayaan yang memberi
dana disebut sebagai venture capitalist atau pihak investor.

Penghasilan modal ventura sama seperti penghasilan saham biasa, yaitu


dari dividen(kalau dibagikan) dan dari apresiasi nilai saham dipegang (capital
gain). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Modal Ventura Syariah
yakni penanaman modal dilakukan oleh lembaga keuangan Syariah untuk jangka
waktu tertentu, dan setelah itu lembaga keuangan tersebut melakukan divestasi
atau menjual bagian sahamnya kepada pemegang saham perusahaan sesuai
dengan aturan syariah dan membebaskan pembiayaan modalnyadari bunga yang
diharamkan dalam praktik pembiayaan yang dilarang oleh Allah SWT.

B. Sejarah dan Dasar Hukum


Istilah modal ventura berasal dari kata venture yang secara bahasa
bisa berarti sesuatu yang mengandung risiko atau dapat juga diartikan
sebagai usaha. Dengan demikian, secara bahasa modal ventura (venture
capital) adalah modal yang ditanamkan pada usaha yang mengandung
risiko.
Pengembangan modal ventura di Indonesia di mulai sejak 1973 dengan
didirikannya PT Bahana Pembina Usaha Indonesia yang saat itu status
kelembagaannya termasuk ke dalam lembaga keuangan bukan bank yang
kegiatannya terutama membiayai pengembangan usaha. PT Bahana
Pembina Usaha Indonesia ini dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 18 Tahun 1973 bergerak di bidang penyertaan modal. Perusahaan
,odal ventura syariah, belakangan juga hadir, meskipun masih dalam
hitungan yang sangat sedikit. Embrio pembiayaan modal ventura lahir
sejak didirikannya PT. Bahana Pembina Usaha Indonesia berdasarkan PP
No. 18 Tahun 1973 yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah dengan
tujuan untuk:
a. Menumbuhkan dan merangsang pengusaha-pengusaha kecil dan
menengah, serta memberikan berbagai macam bantuan yang
diperlukan dengan tetap mengacu pada kaidah-kaidah yang sudah
ditetapkan dan berusaha menjadikan pegusaha-pengusaha kecil yang
bersaing secara sehat.
b. Membantu pengembangan usaha kecil dan menengah dengan cara:
i. Turut serta sebagai penyertaan modal pada perusahaan
yang didirikan.
ii. Mengidentifikasi proyek dan membantu
menyusun feasibility studies perusahaan.
iii. Menyediakan dana dan SDM serta membantu dalam
pemasaran.
2. Dasar hukum menurut Al-Quran, Hadits dan Undang-Undang
Seperti juga lembaga pembiayaan lain, lembaga modal ventura juga diatur
dalam berbagai peraturan yang merupakan dasar hukum, antara lain dapat
disebutkan:
a. Keppres Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.
Dalam ketentuan ini disebutkan bahwa modal ventura diakui sebagai salah
satu model penyaluran pembiayaan. Dalam keputusan tersebut ditentukan
bahwa perusahaanmodal ventura adalah badan usaha yang melakukan
usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal kedalamsuatu
perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan untuk jangka waktu
tertentu. Bentuk hukum perusahaan modal ventura adalah Perseroan
Terbatas atau Koperasi. Saham perusahaan modal ventura dapat dimiliki
oleh WNI dan/atau badan hukum Indonesia (usaha patungan). Pemilikan
saham oleh Badan Usaha asing ditentukan sebesar-besarnya 85% dari
modal yang disetor. Perusahaan modal ventura dilarang menarik dana
secara langsung dari masyarakat dalam bentuk Giro, Deposito, Tabungan,
Surat Sanggup Bayar (Promissory Note), tetapi dapat menerbitkan Surat
Sanggup bayar hanya sebagai jaminan atas hutang kepada Bank yang
menjadi krediturnya.
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
Peraturan ini merupakan pelaksanaan lebih lanjut mengenai lembaga
pembiayaan seperti yang telah disebut Keppres Nomor 61 Tahun 1988.
Kemudian keputusan tersebut diubah dan disempurnakan oleh Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 468 Tahun 1995. Dalam keputusan Menteri
Keuangan dinyatakan, lembaga pembiayaan melakukan kegiatan yang
antara lain meliputi usaha modal ventura, kegiatan modal ventura
dilakukan dalam bentuk penyertaan modal kedalam suatu perusahaan
pasangan usaha untuk:
a. Pengembangan suatu penemuan baru;
b. Pengembangan perusahaan yang pada tahap awal usahanya
mengalami kesulitan dana;
c. Membantu perusahaan yang berada pada tahap pengembangan;
d. Membantu perusahaan yang berada pada tahap kemunduran;
e. Pengembangan proyek penelitian dan rekayasa;
f. Pengembangan berbagai penggunaan teknologi baru dan alih
teknologi, baik dari dalam maupun dari luar negeri;
g. Membantu pengalihan pemilikan perusahaan.
C. Karakteristik, Mekanisme, dan Tujuan
Pada prinsipnya mekanisme modal ventura merupakan suatu
proses yang menggambarkan arus investasi yang dimulai dari masuknya
pemodal dengan membentuk suatu pool of fund, proses pembiayaan pada
perusahaan pasangan usaha sampai proses penarikan kembali penyertaan
tersebut (diventasi). Dengan demikian, modal ventura adalah kumpulan
dana (pool of fund) yang berasal dari investor, dikelola secara professional
untuk diinvestasikan kepada perusahaan yang membutuhkan modal. Oleh
karena itu, dalam mekanisme modal ventura paling sedikit tiga unsur yang
terlibat secara langsung, yaitu:
a. Pemilik modal yang menginginkan keuntungan yang tinggi dari
modal yang dimilikinya.
b. Professional yang mempunyai keahlian dalam mengelola investasi
dan mencar jenis investasi potensial.
c. Perusahaan yang membutuhkan modal untuk pengembangan
usahanya.
Di Indonesia pada prinsipnya perusahaan modal ventura yang telah
memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dapat mengelola atau
dikelola oleh perusahaan modal ventura lainnya. Pelaksanaan kebijakan
dan pengelolaan investasi modal ventura dalam mekanisme modal ventura
konvensional dilakukan sepenuhnya oleh perusahaan modal ventura itu
sendiri sebagai badan hukum, atau dengan kata lain suatu perusahaan
modal ventura dapat sebagai pemilik modal (venture capital fund) dan
dalam waktu yang sama menjadi perusahaan manajemen (management
venture capital company). Oleh karena itu, kebijakan dan analisis
investasi, pelaksanaan monitoring, dan keterlibatan pada manajemen
perusahaan pasangan usaha serta pelaksanaan dalam proses divestasi
dilakukan oleh perusahaan modal ventura yang bersangkutan. Sedangkan
dalam mekanisme dengan pendekatan venture capital fund
company pelaksanaan semua kebijakan dan strategi investasi mulai dari
analisis, monitoring sampai pada proses divestasi dan review merupakan
tugas dan tanggung jawab perusahaan manajemen investasi. Atas
tanggung jawab tersebut perusahaan manajemen mendapatkan contract
fee dan success fee.
D. Sumber Dana Modal Ventura
• Sumber dana Modal Ventura Syariah : Investor perseorangan, Saham,
Obligasi konversi, Bagi hasil, Investor institusi, Perusahaan asuransi dan
dana pension, Perbankan, Pemerintah, Lembaga keuangan internasional

E. Jenis pembiayaan modal ventura

▪ Eguity Financing. Jenis pembiayaan modal ventura yang pertama yaitu Eguity
Financing. Pembiayaan ini langsung dilakukan oleh perusahaan ventura dengan
penyertaan dana secara langsung pada partner usahanya.
▪ Semi Equity Financial. Berbeda dari pembiayaan sebelumnya, Semi Equity
Financial merupakan pembiayaan dengan cara membeli obligasi konversi yang
diterbitkan oleh perusahaan pasangan usaha.
▪ Mendirikan Usaha Baru. Sebuah upaya bagi perusahaan modal ventura untuk
bekerja sama dengan partner kerjanya. Keduanya mendirikan usaha yang benar
masih baru dan dikelola oleh keduanya.
▪ Bagi Hasil. Jenis pembiayaan yang bisa dilakukan oleh modal ventura pada
partner kerja bisnis yang membutuhkan modal yaitu bagi hasil.
F. Pola Pembiayaan modal ventura
a) Pembiayaan langsung
b) Pembiayaan langsung dengan franchise
c) Inti plasm
d) Pola paying
e) Kemitraan
G. Analisis Penilaian Pembiayaan Modal Ventura
Berawal dari tahapan prosedur :
1. Tahap evaluasi/negosiasi
2. Tahap evaluasi dan pemeriksaan lanjutan.
3. Tahap negosiasi dan penyelesaian akhir.
4. Tahap pemantauan.
5. Tahap divestasi/pengambilan modal.
BAB X
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH

A. Pengertian
Menurut M. Syafi’i Antonio (2001:160), dalam bukunya yang berjudul “
Bank Syariah dan Teori Praktek”. Pembiayaan adalah pemberian fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan devisit
unit. Menurut Veithzal Rival dan Arifin (2010:681) dalam bukunya yang berjudul
“Islamic Banking”, Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan
oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik sendiri maupun lembaga. Atau pembiayaan adalah penyediaan
dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa

a. Transaksi dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.


b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli IMBT
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang mudharabah, salam, dan istishna’
d. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk Qard,
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multi
jasa

Pembiayaan syariah secara umum kegiatan suatu bank antara lain adalah
penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito,
kemudian menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
pembiayaan, serta kegiatan jasa-jasa keuangan lainnya.
B. Pendirian perusahaan pembiayaan
Perusahaan pembiayaan selain beroperasi menggunakan sistem konvensional juga
dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
1. Prosedur Tata Cara Pendirian
Untuk mendirikan perusahaan pembiayaan (PP) syariah ada beberapa tahapan
yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Calon mengajukan permohonan izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan
kepada menteri keuangan c.q ketua Bapepam LK.
b. Selajutnya dari ketua Bapepam – LK, permohonan diteruskan ke biro P3.
c. Jika termasuk DKM (Daftar Kredit Macet) dan DPL (Daftar Tidak Lulus)
maka biro P3 mengirimkan surat permintaan perlengkapan persyaratan
bagi direksi, komisaris dan pemegang saham. Jika tidak maka biro P3
memproses permohonan izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan (PP)
sesuai ketentuan dalam PMK No.84/PMK.012/2006 termasuk
melakukan fit and proper test direksi dan komisaris.
d. Selanjutnya biro P3 memberi pertimbangan menerima atau menolak
permohonan usaha PP.
e. Jika pengajuan ditolak maka biro P3 mengeluarkan surat penolakan
pemberian izin usaha sebaga PP.
f. Jika pengajuan diterima maka dikeluarkan KMK izin usaha sebagai PP.
g. Selanjutnya perusahaan yang telah memperoleh izin usaha sebagai
perusahaan pembiayaan wajib melakukan usaha selambat-lambatnya 60
hari sejak tanggal izin usaha ditetapkan.
h. Melaporkan kegiatan usaha kepada menteri keuangan c.q. Ketua Bapepam
dan lembaga keuangan (Biro Perbankan, Pembiayaan dan Penjaminan)
selambat-lambatnya 10 hari sejak tanggal dimulainya kegiatan usaha.
C. Pembinaan dan pengawasan Lembaga keuangan Syariah.
Pada perusahaan pembiayaan syariah pengawasan dan pembinaan yang
dilakukan meliputi:
1. Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan perusahaan pembiayaan syariah wajib diperhitungkan
sebagai komponen dalam menghitung gearing ratio perusahaan pembiayaan.
Sumber pendanaan tersebut dapat diperoleh melalui bank atau badan usaha
lainnya baik dari dalam maupun luar negeri dengan menggunakan akad yang
sesuai dengan prinsip syariah.
Adapun akad yang diterapkan pada sumber pendanaan ini meliputi:[3]
a. Pendanaan mudharabah mutlaqah (unrestricted investment) yaitu diperoleh
perusahaan pembiayaan melalui akadkerja sama dengan pihak lain yang
bertindak sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal
tersebut membiayai 100% modal kegiatan pembiayaan untuk proyek yang
tidak ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, dan keuntungan usaha dibagi
sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
b. Pendanaan mudharabah muqayyadah (restricted investment) yaitu diperoleh
perusahaan pembiayaan melalui akad kerjasama dengan pihak lain yang
bertindak sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal
tersebut membiayai 100% modal kegiatan pembiayaan untuk proyek yang
tidak ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, dan keuntungan usaha dibagi
sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
c. Pendanaan mudharabah musytarakah yaitu diperoleh perusahaan
pembiayaan melalui akad kerjasama dengan pihak lain yang bertindak
sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal dan
perusahaan pembiayaan selaku pengelola (mudharib) turut menyertakan
modalnya dalam kerjasama investasi dan keuntungan usaha dibagi sesuai
kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
d. Pendanaan musyarakah (equity participation) yaitu diperoleh perusahaan
pembiayaan melalui akad kerjasama dengan pihak lain yang bertindak
sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal dan
perusahaan pembiayaan selaku pengelola (mudharib) turut menyertakan
modalnya dalam kerjasama investasi dan keuntungan usaha dibagi sesuai
kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
e. Pendanaan lainnya yang sesuai dengan prinsip syari’ah.
2. Kegiatan Pendanaan
Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan syariah terdiri dari:
a. Sewa guna usaha (leasing) syariah adalah kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak
opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating
lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selang jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan
prinsip syariah. Usaha leasing dilakukan berdasarkan akad ijarah dan ijarah
muntahiyah bittamlik.[4]
b. Anjak piutang adalah pengalihan hutang dari pihak yang berhutang kepada
pihak lain yang wajib menanggung (membayarnya).[5] Anjak piutang
(factoring) dilakukan berdasarkan akad wakalah bil ujrah.[6]
c. Pembiayaan konsumen adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan
barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara
angsuran sesuai dengan prinsip syariah. Pembiayaan konsumen dilakukan
berdasarkan akad murabahah, salam, dan istisna.
d. Usaha kartu kredit yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah adalah
fasilitas jaminan pembayaran untuk pembelian barang dan jasa dengan
menggunakan kartu kredit sesuai dengan prinsip syariah.[7]
3. Dewan Pengawas Syariah
Perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah
wajib memiliki dewan pengawas syariah yang terdiri dari paling kurang 2 orang
anggota dan satu orang ketua. Anggota dewan syariah diangkat dalam rapat umum
pemegang saham rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
Dewan ini bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi, mengenai
aspek syariah kegiatan operasional perusahaan pembiayaan dan sebagai mediator
antara perusahaan pembiayaan dengan DSN-MUI.
4. Pelaporan
Perusahaan pembiayaan syariah wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap
tanggal 10 setiap bulan dan mendapatkan pernyataan kesesuaian syariah oleh
dewan pengawas syariah yang dengan tembusan kepada DSN-MUI. Pelaporan
perusahaan pembiayaan umumnya meliputi laporan keuangan bulanan, laporan
kegiatan semesteran, dan laporan keuangan tahunan yang telah di audit oleh
akuntan publik
5. Prinsip Transaksi Perusahaan Pembiayaan Syariah
Setiap transaksi kegiatan operasional perusahaan pembiayaan syariah harus
memenuhi prinsip syariah. Aturan mengenai transaksi perusahaan pembiayaan
syariah antara lain:
a. Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan syariah wajib tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
b. Akad-akad syariah yang telah ditandatangani oleh keduabelah pihak tidak
dapat dibatalkan secara sepihak, kecuali memenuhi kondisi:
1. Keduabelah pihak setuju untuk menghentikannya;
2. Akad bertentangan dengan prinsip syariah, atau
3. Akad batal demi hukum, karena timbul kondisi hukum yang dapat
menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
c. Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
setiap pihak yang bertransaksi wajib memiliki kecakapan dan kewenangan
untuk melaksanakan perbuatan hukum menurut syariah maupun peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d. Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
sebagaimana diatur dalma peraturan ini, wajib dilaksanakan tanpa unsur
paksaan diantara para pihak yang berakad atau bertransaksi.
e. Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
sebagaimana diatur dalam peraturan ini, yang diikuti dengan kewajiban
melaksanakan asuransi atas objek pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah, maka objek yang diasuransikan wajib diasuransikan pada
perusahaan asuransi dengan prinsip syariah juga.
f. Pencatatan akuntansi untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan ini wajib disusun
berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
6. Pembatasan Perusahaan Pembiayaan
Agar lembaga pembiayaan tidak menyerupai perbankan dalam melakukan
aktivitas disisi pasivanya, maka lembaga pembiayaan menurut ketentuan dilarang:
a. Menghimpun dana dari masyarakat secara langsung dalam bentuk giro,
deposito dan tabungan.
b. Menerbitkan surat sanggup bayar (promissory notes) kecuali sebagai
jaminan atas utang kepada bank yang menjadi pemberi dananya. Surat
sanggup tersebut tidak dapat dialihkan dan dikuasakan pada pihak
manapun.
c. Memberikan jaminan dalam segala bentuknya kepada pihak lain
7. Kualitas Aktiva Produktif
Adanya penilaian mengenai kolektibilitas aktiva produktif, mengharuskan
perusahaan pembiayaan harus benar-benar melakukan analisis yang baik dan hati-
hati atas setiap jenis kegiatan pembiayaan yang dilakukannya, termasuk aktiva
produktif lainnya yang dimiliki misalnya surat berharga dan penyertaan. Hasil
penilaian aktiva produktif akan mempengaruhi kinerja perusahaan pembiayaan.
Metode penilaian aktiva produktif perusahaan pembiayaan dinilai berdasarkan
kolektibilitas aktiva produktif sesuai jenis usaha pembiayaan. Kemudian
berdasarkan penilaian yang dilakukan tersebut, maka kolektibilitas aktiva
produktif digolongkan sebagai lancar, diragukan dan macet.
D. Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Perusahaan Pembiayaan
Strategi Pengelolaan dan Pembangunan Perusahaan Pembiayaan Syariah di
Indonesia
Pengelolaan dan pengembangan perusahaan pembiayaan dapat dilakukan melalui
beberapa bidang, yaitu:
1. Pemasaran antara lain dengan membangun kerjasama dengan dealer, sinergi
bisnis dengan group/induk perusahaan, untuk membangun captive market
pemilihan konsumen sangat menentukan terhadap keberhasilan pembayaran
kembali produk yang dijual.
2. Produk antara lain menciptakan yang sederhana di mata konsumen, dan dari
sisi mitigrasi risiko masih tetap aman, produk yang dijual adalah produk yang
kualitasnya bagus, serta mudah dijual bila terjadi penarikan kembali dari
konsumen.
3. Keuangan antara lainbila tak memungkinkan funding mayoritas dari bank, ada
keterbatasan untuk menambah jumlah funding yang diperoleh.
4. Permodalan antara lain secara bertahap perusahaan perlu melakukan
pemupukan modal, atau berusaha mendapatkan penambahan modal disetor
para pemegang saham.
5. Sumber daya insani antara lian diperlukan sumber daya manusia yang
berkualitas agar dapat melakukan marketing, menganalisis risiko, dan
melakukan perbaikan jika terjadi risiko gagal bayar dari konsumen.
E. Perusahaan Pembiayaan Syariah di Indonesia
Harus diakui struktur sistem keuangan di Indonesia hingga saat ini masih
didominasi oleh perbankan, perlahan pasar keuangan dibidang pasar modal secara
perlahan juga ikut meningkat. Belakangan perusahaan pembiayaan juga ikut
meningkat seiring dengan meningkatnya pasar keuangan. Adapun contoh
perusahaan pembiayaan Syariah di Indonesia adalah :
• BAF Syariah
• FIF Syariah
• Alif Finance
• ACC Syariah
• CITIFIN Multi Finance Syariah.

F. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah


1. Kegiatan Guna Usaha (Leasing) Syariah
Istilah leasing berdasarkan dari bahas inggris to lease yang berarti menyewakan.
Perusahaan leasing di Indonesia disebut perusahaan sewa guna usaha. Kegiatan
usahanya bergerak dibidang pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal
baik secara guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh
penyewa guna usaha (lesse) selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah.
Hingga kini telah diberikan berbagai definisi mengenai leasing yang tercantum
dalam keputusan menteri yang pada prinsipnya meliputi elemen-elemen berikut
ini:[10]
a. Suatu pembiayaan perusahaan, yang kemudian berkembang tidak hanya
untuk kegiatan usaha.
b. Penyediaan barang modal yang dipergunakan oleh lessee untuk kepentingan
bisnisnya.
c. Keterbatasan jangka waktu, yang merupakan unsur penting karena apabila
tidak ada batas waktu, maka hanya merupakan sewa-menyewa biasa.
BAB XI
PEGADAIAN SYARIAH
A. Pengertian
Gadai dalam bahasa fikih disebut dengan rahn, yang berdasarkan bahasa
Indonesia adalah nama barang yang digunakan sebagai jaminan kepercayaan.
Sedangkan berdasarkan syara’ mempunyai arti menyandera sejumlah harta yang
diserahkan sebagai jaminan secara hak, namun bisa diambil kembali sebagai
tebusan.
Menurut Imam Abu Zakaria al-Anshary dalam kitabnya Fathul Wahab,
rahn adalah suatu benda yang sebagai harta beda digunakan sebagai kepercayaan
dari suatu yang bisa dibayarkan dari harta benda itu jika utang tidak dibayar.
Dalam pengertiannya rahn adalah barang yang digadaikan, rahin adalah orang
yang menggadaikan barang, sedangkan murtahin adalah orang yang memberikan
pinjaman.
Jadi pengertian gadai (rahn) adalah suatu perjanjian utang piutang antara
2 atau beberapa pihak tentang persoalan benda dan menahan sesuatu barang
sebagai jaminan utang yang memiliki nilai harta menurut syara’ sebagai jaminan
atau dia dapat mengambil sebagian manfaat barangnya tersebut.
B. Ketentuan Hukum Gadai

1. Al-Quran

Al-Muddassir

Artinya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. (QS.
Al-Muddassir: 38).

2. Al-Hadits

Dari Abu Hurairah ra bahwasannya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam


berkata,
“Barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang
menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan, dan tanggungjawab-nya adalah
jika ada kerugian (biaya)”. (HR. Syafi’I dan Daruqutni).

Dari Anas ra berkata,

“Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menggadaikan baju besinya kepada


seorang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga
beliau”. (HR. Bukhari, Ahmad, Nasa’I, dan Ibnu Majah).

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkata,

“Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh orang
yang menerima gadai). Karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)-nya.

Apabila ternak itu digadaikan, maka air susu-nya yang deras boleh diminum (oleh
orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)-nya.
Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya
(perawatan)-nya”. (HR. Jamah kecuali Muslim dan Nasa’i).

C. Perkembangan pegadaian

Tingkat literasi masyarakat Indonesia terhadap asuransi masih rendah.


Dalam survei nasional literasi keuangan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan
(2013) kepada 8.000 orang dari 20 provinsi terkait tingkat literasi keuangan
masyarakat Indonesia, hanya 14,85 persen yang terliterasi dengan baik tentang
pegadaian.nAdapun yang cukup terliterasi sekitar 38,89 persen. Yang kurang
terliterasi sejumlah 0,83 persen. Sisanya, tidak terliterasi sebesar 45,44 persen.

Survei ini belum menjamah literasi pegadaian syariah. Bisa jadi tingkat
literasi masyarakat terkait pegadaian syariah akan lebih rendah dari angka itu di
negara dengan mayoritas Muslim ini. Karena itu, sejak Juli lalu, Majelis Ulama
bekerjasama dengan Pegadaian terus gencar melakukan literasi keuangan syariah.
D. Tujuan dan Manfaat Pegadaian

Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi


kemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan
prinsip pengelolaan yang baik. Oleh karena itu pegadaian bertujuan sebagai berikut:

• Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan


program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada
umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/ pinjaman atas dasar
hukum gadai.
• Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar
lainnya.
• Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring
pengaman sosial karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak
lagi dijerat pinjaman/ pembiayaan berbasis bunga.
• Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat
mudah.

Adapun manfaat pegadaian, antara lain sebagai berikut:

1. Bagi nasabah
Tersedianya dana dengan prosedur yang relative lebih sederhana dan dalam
waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/ kredit perbankan. Di
samping itu, nasabah juga mendapat manfaat penaksiran nilai barang bergerak
secara professional. Mendapatkan fasilitas penitipan barang bergerak yang aman
dan dapat dipercaya.
2. Bagi perusahaan pegadaian
a. Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh
peminjam dana;
b. Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah
memperoleh jasa tertentu. Bank syariah yang mengeluarkan produk gadai
syariah mendapat keuntungan dari pembebanan biaya administrasi dan
biaya sewa tempat penyimpanan emas;
c. Pelaksanaan misi pegadaian sebagai BUMN yang bergerak di bidang
pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang
memerlukan dana dengan prosedur yang relatif sederhana;
E. Kegiatan Usaha

Kegiatan pegadaian syariah menggambarkan hubungan di antara nasabah dan


pegadaian. Adapun teknis pegadaian syariah adalah sebagai berikut:

1. Nasabah menjaminkan barang kepada pegadaian syariah untuk mendapatkan


pembiayaan. Kemudian pegadaian menaksir barang jaminan untuk dijadikan
dasar dalam memberikan pembiayaan.
2. Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai; akad ini mengenai
berbagai hal, seperti kesepakatan biaya administrasi, tarif jasa simpan,
pelunasan dan sebagainya.
3. Pegadaian syariah menerima biaya administrasi dibayar diawal transaksi,
sedangkan untuk jasa simpan disaat pelunasan utang.
4. Nasabah melunasi barang yang digadaikan menurut akad; pelunasan penuh,
ulang gadai, angsuran, atau tebus sebagian.

Perbedaan utama antara biaya gadai dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga
yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda sementara biaya gadai hanya sekali dan
ditetapkan di muka.

F. Barang jaminan
• Barang-barang atau benda-benda perhiasan antara lain emas, perak, intan,
berlian, mutiara, platina, dan jam.
• Barang-barang berupa kendaraan seperti mobil (termasuk bajaj dan bemo),
sepeda motor, sepeda biasa (termasuk becak).
• Barang-barang elektronik antara lain televisi, radio, radio tape, video,
komputer, kulkak, tustel, mesin tik.
• mesin seperti mesin jahit dan mesin kapal motor.
• Barang-barang keperlua rumah tangga seperti barang tekstil, pakaian,
permadani atau kain batik; barang-barang pecah belah dengan jaminan
haruslah dalam kondisi baik dalam arti masih dapat dipergunakan atau
bernilai.
G. Sumber pendanaan

• Modal sendiri
• Penyertaan modal pemerintah
• Pinjaman jangka pendek dari perbankan
• Pinjaman jangka panjang yang berasal dari kredit lunak bank indonesia
• Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi

H. Mekanisme Produk Gadai Syariah

Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian


konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga
menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk
memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan
bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat
diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih 15 menit saja).
Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah
uang dan surat bukti Rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.

Di samping beberapa kemiripan dari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek
landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri
tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional.
Mekanisme operasional pegadaian syariah merupakan implementasi dari konsep
dasar Rahn yang telah ditetapkan oleh para ulama fiqh. Secara teknis, pelaksanaan
atau kegiatan pegadaian syariah adalah:

1. Jenis barang yang digadaikan


2. Perhiasan: emas, perak, mutiara, intan dan sejenisnya.
3. Peralatan rumah tangga: perlengkapan dapur, perlengkapan makan/minum,
perlengkaan bertanam, dan sebagainya.
4. Biaya Kendaraam: sepeda ontel, sepeda motor, mobil, dan sebagainya. Biaya-
biaya yang dikenakan dalam pegadaian syariah meliputi biaya administrasi dan biaya
penyimpanan barang gadai.

Penerapan mekanisme dalam pegadaian syari’ah bebeda sesuai dengan jenis-jenis


gadainya. Berikut disajikan beberapa mekanisme dalam pegadaian:

1. Produk Gadai (Ar-Rahn)

Untuk mengajukan permohonan permintaan gadai, calon nasabah harus terlebih


dahulu memenuhi ketentuan berikut :

a. Membawa fotokopi KTP atau identitas lainnya (SIM, Paspor, dan lain-lain)

b. Mengisi formulir permintaan rahn

c. Menyerahkan barang jaminan (marhun) bergerak, seperti :

- Perhiasan emas, berlian.

- Kendaraan bermotor

- Barang-barang elektronik.

Prosedur pemberian pinjaman (marhun bih) dilakukan melalui tahapan berikut :

a. Nasabah mengisi formulir permintaan rahn.


b. Nasabah menyerahkan formulir permintaan yang difotokopi; identitas serta
barang jaminan ke loket.
c. Petugas pegadaian menaksir (marhun) agunan yang diserahkan.
d. Besarnya pinjaman/marhun bih adalah sebesar 90% dari taksiran marhun.
e. Apabila disepakati besarnya pinjaman, nasabah menandatangani akad dan
menerima uang pinjaman

2. Produk ARRUM

Untuk memperoleh pembiayaan melalui produk ARRUM ini, calon nasabah harus
memenuhi beberapa persyaratan :
a. Calon nasabah merupakan mikro kecil di mana usahanya telah berjalan
minimal 1 tahun.
b. Memiliki kendaraan bermotor (mobil/motor) sebagai agunan pembiayaan.
c. Calon nasabah harus melampirkan :
• Fotokopi KTP dan kartu keluarga.
• Fotokopi KTP suami/isteri
• Fotokopi surat nikah
• Fotokopi dokumen usaha yang sah (bagi pengusaha informal cukup
menyerahkan surat keterangan usaha dari kelurahan atau dinas terkait)
• Asli BPKB kendaraan bermotor
• Fotokopi rekening koran/tabungan (jika ada)
• Fotokopi pembayaran listrik atau telepon
• Fotokopi pembayaran PBB
• Fotokopi laporan keuangan usaha.
• Memenuhi kriteria kelayakan usaha.

Apabila persyaratan di atas telah terpenuhi, maka proses memperoleh pembiayaan


ARRUM selanjutnya dapat dilakukan dengan :

a. Mengisi formulir aplikasi pembiayaan ARRUM


b. Melampirkan dokumen-dokumen usaha, agunan, serta dokumen
pendukung lainnya yang terkait.
c. Petugas pegadaian memeriksa keabsahan dokumen-dokumen yang
dialmpirkan
d. Petugas pegadaian melakukan survei analisis kelayakan usaha serta
mnaksir agunan.
e. Penandatanganan akad pembiayaan
f. Pencairan pembiayaan
3. Produk Gadai Emas di Bank Syari’ah

Bagi calon nasabah yang ingin mengajukan prmohonan dapat menandatangani


bank-bank syari’ah yng menyediakan fasilitas pembiayaan gadai emas dengan
memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Identitas diri KTP/SIM yang masih berlaku


b. Perorangan WNI
c. Cakap secara hokum
d. Mempunyai rekening giro atau tabunagn di bank syari’ah tersebut
e. Menyanpaikan NPWP (untuk pembiayaan sesuai dengan aturan yang
berlaku)
f. Adanya barang jaminan berupa emas. Bentuk dapat emas batangan, emas
perhiasan atau emas koin dengan kemurnian minimal 18 karat atau kadar
emas 75%. Sedangkan jenisnya adalah emas merah dan kuning.
g. Memberikan keterangan yang diperluakn dengan benar mengenai alamat,
data penghasilan atau data lainnya.
h. Selanjutnya pihak bank syari’ah akan melakukan analisis pinjaman yang
meliputi :
• Petugas bank memeriksa kelengkapan dan kebenaran syarat-syarat
calon pemohon peminajm
• Penaksir melakukan analisis terdapat data pemohon, kaslian,dan
karatese jaminan brupa emas, sumber peengembalian pinjaman,
penamilan atau tingkah laku calon nasabah yang mencurigakan.
• Jika menurut analisis, pemohon layak maka bank akan menerbitkan
pinjaman (qardh) dengan gadai emas. Jumlah pinjaman disesuaikan
dengan kebutuhan nasabah dengan maksimal pinjaman sebesar
80% dari taksiran emas yang disesuaikan dengan standar emas.
• Realisasi pinjaman dapat dicairkan setlah akad pinjaman (qardh)
sesuai dengan ketentuan bank.
• Nasabah dikenakan biaya administrasi, biaya sewadari jumlah
pinjaman.
• Pelunasan dilakukan sekaligus pada saat jatuh tempo

Apabila sampai dengan waktu yang ditetapkan nasabah tidak dapat melunasi
dan proses kolektibilitas tidak dapat dilakukan, maka jaminan dijual di bawah
tangan dengan ketentuan :

a. Nasabah tidak dapat melunasi pinjaman sejak tanggal jatuh tempo pinjaman
dan tidak diperbaharui
b. Diupayakan sepengetahuan nasabah dan kepada nasabah diberikan kesempatan
untuk mencari calon pemilik. Apabila tidak dapat dilakukan, maka bank
menjual berdasarkan harga tertinggi dan wajar (karyawan bank tidak
diperkenankan memliki agunan tersebut)

Dalam proses pelelangan juga meiliki prosedur tersendiri sebagai berikut:

Prosedur pelelangan barang gadai dalam pegadaian syari’ah berdasarkan Fatwa


Dewan Syariah Nasional No: 25/DSN-MUI/III/2002 bagian Kedua Butir 5 :

a. Apabila telah jatuh tempo, Murtahin (Pegadaian Syariah) harus


memperingatkan Rahin (nasabah) untuk segera melunasi hutangnya.
b. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka Marhun dijual paksa
/ dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
c. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang , biaya pemeliharaan
dan penyimpanan (Jasa simpan-pen) yang belum dibayar serta biaya penjualan
(Bea Lelang Pembeli, Bea Lelang Penjual dan Dana Sosial- pen ).
d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi
kewajiban Rahin
BAB XII
LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT

A. Pengertian
▪ Lembaga Amil Zakat (LAZ)
LAZ merupakan lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh swasta atau
diluar pemerintah. LAZ adalah intitusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya
dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak dibidang
da’wah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat islam.Lembaga Amil Zakat ini
dikukuhkan, dibina dan dilindungi pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya
LAZ memberikan laporan kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
Pengukuhan Lembaga Amil Zakat dilakukan oleh pemerintah atas usul LAZ yang
telah memenuhi persyaratan pengukuhan dilaksanakan setelah terlebih dahulu
dilakukan penelitian persyaratan. LAZ sendiri memiliki forum antar lemabaga
amil zakat yang mana forum ini memiki fungsi untuk saling bertukar fikir
antarlembaga zakat dan membahas tentang bagaimana perkembangan zakat di
Indonesia

▪ Badan Amil Zakat (BAZ)


Badan Amil Zakat adalah lembaga pengekola zakat yang didirikan oleh
pemerintah yang didirikan atas usul Kementrian Agama dan disetujui oleh
Presiden. Kantor Pusat dari lembaga zakat ini berkedudukan di ibu kota negara.
Keanggotaan BAZNAS terdiri atas 11 orang anggota yakni delapan orang dari
unsur masyarakat (Ulama, tenaga profesional dan tokoh masyarakat Islam) dan
tiga orang dari unsur pemerintah (ditunjuk dari kementerian/instansi yang
berkaitan dengan pengelolaan zakat). BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan
seorang wakil ketua. Masa kerja BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan
dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan Program BAZNAS berupa
Zakat Community Development, Rumah Sehat Baznas, Rumah Cerdas Anak
Bangsa, Rumah Makmur BAZNAS, Kaderisasi 1000 Ulama, Konter Layanan
Mustahik dan Tanggap Darurat Bencana
B. Tujuan Dan Hikmah Pengelolaan Zakat

Tujuan :

1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup
dan penderitaan.
2. Membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh orang yang berutang, ibnu
sabil, dan mustahiq lainnya.
3. Membina tali persaudaraan sesama umat Islam.
4. Menghilangkan sifat kikir dari pemilik harta.
5. Membersihkan sifat dengki dan iri hati dari orang-orang miskin.
Hikmah berzakat :

a. Hikmah zakat bagi Muzakki

Jika seseorang melaksanakan kewajiban zakat, maka ia berarti telah melakukan


tindakan preventif bagi terjadinya kerawanan sosial yang umumnya
dilatarbelakangi oleh kemiskinan dan ketidakadilan seperti terjadinya pencurian,
perampokan, maupun kekerasan yang diakibatkan oleh kekayaan.

b. Hikmah zakat bagi Mustahiq

Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan para mustahiq akan


tetapi memberi kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka dengan cara
memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin.

c. Hikmah zakat keduanya

Zakat sebagai suatu kewajiban dan kebutuhan bagi seorang muslim yang beriman.
Menghilangkan rasa kikir bagi pemilik harta serta membersihkan sikap dengki dan
iri hati bagi orang-orang yang kurang.

Keberhasilan zakat dalam mengurangi perbedaan kelas dan berhasilnya dalam


mewujudkan pendekatan dari kelas-kelas dalam masyarakat, otomatis akan
menciptakan suasana aman dan tentram yang melindungi seluruh masa. Dengan
demikian akan menyebabkan tersebarnya keamanan masyarakat dan berkurangnya
tindakan kriminalitas.

d. Hikmah kekhususan dari Allah

Dari segi kepentingan harta benda yang dizakati, akan memberikan suatu jaminan
untuk membentengi harta kekayaan tersebut dari kebinasaan dan memberikan
keberkatan serta kesucian dari kotoran dan subhat. Hal ini dirasa adanya balasan
kebaikan dari Allah, dengan mengabulkan do’a dari para penerima zakat yang telah
memberikan bantuan.

e. Hikmah zakat dari eksistensi harta

Menjaga dan memelihara harta dari para pendosa, pencuri, sehingga kehidupan di
lingkungan masyarakat menjadi tentram tanpa ada rasa ketakutan dan kekhawatiran
menjaga harta mereka.

C. Manajemen Pengelolaan Zakat

Untuk mewujudkan fungsi zakat yang strategis, maka manajemen suatu


lembaga amil zakat harus bisa diukur dengan 3 hal, yaitu: Amanah, Sifat amanah
merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Terlebih dana
yang dikelola oleh amilzakat tersebut adalah hak milik dari mustahiq. Karena
muzakki setelah memberikan dananya kepada amil zakat tidak ada keinginan
sedikitpun untuk mengambil dananya lagi. Sehingga kondisi tersebut menuntut
dimilikinya sifat amanah dari para amil zakat. Profesional, Bahwa dengan sistem
profesional yang tinggi membuat danadana yang dikelola akan menjadi efektif dan
efisien. Setiap amil harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik
dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan


profesi harus dipenuhi oleh amil sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada
muzakki, mustahiq, mitra, sesama amil dan masyarakat pada umumnya.
Transparan, Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka akan menciptakan
suatu sistem kontrol yang baik. Karena hal ini tidak hanya melibatkan pihak intern
organisasi saja tetapi juga melibatkan pihak ekstern seperti para muzakki maupun
masyarakat luas. Sehingga dengan transparansi inilah rasa curiga dan
ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisasi.

D. Manajemen pengelolaan hasil pengumpulan zakat


Pola distribusi dana zakat secara produktif dikarenakan dapat
meningkatkan kesejahteraan. Pola manajemen zakat ada 3 :
Pertama,konsumsi yaitu dimana amil memberikan dana zakat pada
mustahik yang kemudian oleh mustahik langsung digunakan untuk kebutuhannya
tanpa diolah lagi. Biasanya yang dibagikan pada mustahik adalah dari zakat fitrah
yang diberikan pada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat
mal yang dibagikan pada korban bencana alam.
Kedua,produksi yaitu pola manajemen zakat dimana amil memberikan
dana zakat pada mustahik berupa bentuk modal usaha. Dari modal usaha tersebut,
mustahik harus menggunakan untuk usahanya. Kemudian jika usaha tersebut
menghasilkan laba, maka mustahik berhak menyetorkan sebagian labanya ke amil
sebagai pergantian modal yang sudah diberikan. Namun, apabila mendapati
kerugian maka mustahik tidak harus membayar pada amil. Laba yang diterima amil
dari mustahik ini kemudian akan dicatat di laporan keuangan lembaga/badan amil
zakat tersebut.
Ketiga,investasi adalah salah satu pola manajemen zakat dimana dana
zakat dimasukkan dilembaga keuangan untuk dikelola. Kemudian laba/bagi hasil
dari pengelolaan dana zakat oleh pihak lembaga keuangan tersebut akan disalurkan
ke mustahik. Itulah ketiga pola manajemen dana zakat yang lebih efektif, apabila
dari pihak lembaga zakat dan mustahik dapat mengelola atau memanfaatkan zakat
dengan baik dan benar maka kesejahteraan akan tercipta.
BAB XIII
LEMBAGA PENGELOLA WAKAF

A. Pengertian
Lembaga pengelola wakaf di Indonesia diserahkan kepada Badan Wakaf
Indonesia. BWI adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di
Indonesia yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun, serta bertanggung jawab kepada masyarakat. BWI bertujuan
Untuk mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf untuk dimanfaatkan
sesuai dengan fungsinya,yaitu untuk kepentingan ibadah dan meningkatkan
kesejahteraan umat. Adapun tugas dan wewenang BWI sesuai yang terdapat di
Berdasarkan Pasal 49 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf, BWI mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:

1. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam me-ngelola dan mengembangkan


harta benda wakaf.
2. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala
nasional dan internasional.
3. Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status
harta benda wakaf.
4. Memberhentikan dan mengganti nazhir.
5. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.
6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan
kebijakan di bidang perwakafan.
B. Dasar Hukum
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf
secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang
digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada
keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di
antara ayat-ayat tersebut antara lain: “Hai orang-orang yang beriman!
Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik,
dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Q.S. al-
Baqarah (2): 267) “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.”
(Q.S. Ali Imran (3): 92) “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah (2): 261) Ayat-
ayat tersebut di atas menjelaskan tentang anjuran untuk menginfakkan harta yang
diperoleh untuk mendapatkan pahala dan kebaikan. Di samping itu, ayat 261 surat
al-Baqarah telah menyebutkan pahala yang berlipat ganda yang akan diperoleh
orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.

C. Sejarah dan Perkembangan Wakaf

Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena
wakaf disyariatkan setelah nabi SAW Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada
dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha)
tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian
pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf
adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun
masjid.

Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari
‘Amr bin Sa’ad bin Mu’ad, Ia berkata: Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah,
dari Umar bin Sa’ad bin Muad berkata: “Kami bertanya tentang mula-mula wakaf
dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan
orang-orang Ansor mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW.” (Asy-Syaukani:
129).
Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewakafkan ketujuh
kebun kurma di Madinah; diantaranya ialah kebon A’raf, Shafiyah, Dalal, Barqah
dan kebon lainnya. Menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang
pertama kali melaksanakan Syariat Wakaf adalah Umar bin Khatab. Pendapat ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra, berkata: Dari Ibnu Umar ra,
berkata: “Bahwa sahabat Umar ra, memperoleh sebidang tanah di Khaibar,
kemudian Umar ra, menghadap Rasulullah SAW untuk meminta petunjuk, Umar
berkata : “Hai Rasulullah SAW., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya
belum mendapat harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan
kepadaku?” Rasulullah SAW. bersabda: “Bila engkau suka, kau tahan
(pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak
dihibahkan dan tidak diwariskan. Ibnu Umar berkata: “Umar menyedekahkannya
(hasil pengelolaan tanah) kepada orang-rang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya,
sabilillah, Ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir)
wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi
makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (HR.Muslim).

D. Rukun dan Syarat

• Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif).

Syarat-syarat al-waqif ada empat, Pertama orang yang berwakaf ini harus
memiliki secara penuh harta itu. Kedua dia harus orang yang berakal, tak sah
wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia baligh.
Keempat dia orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya
orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah
mewakafkan hartanya.

• Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf).

Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia


memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan, yaitu Pertama barang yang
diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu
mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya
(majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang
diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta
itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau
disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).

• Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih)

Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, Pertama
(mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan
tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang
atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan
yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara
terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat
ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf
mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-
tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini
boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila
tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan;
ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu
untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf
ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.

• Syarat-syarat Shigah

Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukkan


kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu.
Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau
digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat,
ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan
diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf
adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah
berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang
menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira
tammah.

E. Harta benda wakaf dan pemanfaatanya

Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang
diwakafkan oleh wakif . Harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak, dan
benda bergerak.

1. Wakaf benda tidak bergerak


A. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan
yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
B. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
C. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
D. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan yang berlaku.
2. Wakaf benda bergerak.
Uang Wakaf uang dilakukan oleh LKS yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Dana
wakaf berupa uang dapat diinvestasikan pada aset – aset financial dan pada asset
riil.
a. Logam mulia, Logam mulia yaitu logam dan batu mulia yang sifatnya
memiliki manfaat jangka panjang.
b. Surat berharga
c. Kendaraan
d. Hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Haki mencakup hak cipta, hak
paten, merek dan desain produk industry.
F. Badan wakaf Indonesia

Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga negara independen yang


dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Badan ini dibentuk dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan
di Indonesia. BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang
selama ini dikelola oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang sudah ada. BWI hadir
untuk membina nazhir agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif
sehingga bisa memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam
bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan
infrastruktur publik.
BAB XIV
BAITUL MAL WAL TAMLIK
A. Pengertian
Pengertian BMT menurut Para Ahli yaitu

• Menurut Karnaen A. Perwataatmadja, Baitul Mal wal Tamwil merupakan


pengembangan ekonomi berbasis masjid sebagai sarana untuk memakmurkan
masjid.
• Menurut Abdul Aziz dan Mariyah Ulfah Baitul Mal wa Tamwil (BMT) adalah
lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh
kembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan
martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin.

Jadi, Baitul Mal wa Tamwil merupakan lembaga ekonomi atau keuangan Syari’ah
non perbankan yang sifatnya informal. Lembaga yang didirikan oleh Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan
dan lembaga keuangan formal lainnya sehingga BMT disebut bersifat informal.
Selain berfungsi sebagai lembaga keuangan, BMT juga berfungsi sebagai
lembaga ekonomi (BT). Selain BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkan dana kepada masyarakat.BMT berhak melakukan kegiatan
ekonomi, seperti perdagangan,industri dan pertanian

B. Prosedur pendirian
A. Ahsan ( Mutu hasil kerja yang terbaik ), thayyiban (terindah), ahsana’amalu
B. (memuaskan semua pihak), dan sesuai nilai - nilai salaam ( kedamaian, keselamatan
dan kesejahteraan ).
C. Barakah yaitu berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan, transparan
(keterbukaan), dan bertanggungjawab sepenuhnya kepada masyarakat.
D. Spiritual communication ( penguatan nilai ruhiyah )
E. Demokratis, partisipatif, dan inklusif.
F. Keadilan sosial dan kesetaraan gender, non diskriminatif.
G. Ramah lingkungan, peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya local, serta
keanekaragaman budaya.
H. Keberlanjutan memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kemampuandiri
dan lembaga masyarakat lokal.
C. Kegiatan Usaha BMT
Kegiatan BMT adalah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha makro dan kecil, antara lain
mendorong kegiatan menabung dan pembiayaan kegiatan ekonominya

D. Kebijakan pengembangan BMT

Baitul Mal Wat Tamwil, didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi


masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh jasa bank syariah atau BPR Syariah.
Prinsip operasi didasarkan pada prinsip profit-for-profit, sale and purchase (ijarah),
danpembibitan (wadiah).[10] Tujuannya untuk meningkatkan kualitas upaya
ekonomi untuk kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Sifat BMT, yaitu memiliki bisnis bisnis yang mandiri, dikembangkan dengan
swalayan dan dikelola secara profesional dan berorientasi untuk kesejahteraan
anggota dan lingkungan masyarakatnya.
BAB XV
FINTECH SYARIAH
A. Pengertian

Fintech Syariah merupakan suatu kombinasi dari inovasi yang berada di bidang
financial atau keuangan dan teknologi dalam memudahkan proses transaksi dan
investasi yang didasarkan pada dasar-dasar hukum syariah atau hukum
islam.Fintech syariah haruslah menggunakan prinsip-prinsip hukum Islam dalam
kegiatan bisnisnya. Payung hukum fintech syariah juga berlandaskan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi. Aturan ini memang mengatur secara umum
setiap jenis fintech P2P seperti fintech syariah dan konvensional. Kemudian, fintech
syariah juga mengacu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSNMUI) Nomor 117/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

B. Perbedaan Fintech Syariah dengan Konvensional

Terdapat sejumlah perbedaan signifikan antara konvensional dengan syariah.


Dalam sistemnya, syariah menggunakan syariat Islam sebagai dasar layanan
keuanganmereka. Terdapat beberapa prinsip syariah yang harus dimiliki fintech ini,
yaitu tidak boleh maisir (bertaruh), gharar (ketidakpastian), dan riba (jumlah bunga
melewati ketetapan). Salah satu perbedaan lainnya antara pinjaman syariah dengan
konvensional yaitu tidak adanya bunga yang dikenakan terhadap jumlah pinjaman
yang diberikan melainkan menggunakan sistem bagi hasil dan bagi resiko.

C. Prinsip Fintech Syariah


Prinsip dasar sistem fintech Syariah adalah keadilan dan pemerataan dalam
segala kesepakatan dan transaksi. Hal ini diwujudkan melalui empat larangan
fundamental yang wajib Kamu pahami: riba, penipuan (tadlis), perjudian
(maysir), ketidakpastian (gharar).
Selain bebas dari larangan seperti riba, gharar, maysir, tadlis, dan larangan
lainnya, fintech Syariah juga hadir untuk membantu menumbuhkembangkan
literasi keuangan masyarakat yang masih terbilang rendah, padahal mayoritas
masyarakat di Indonesia adalah umat Islam.
Terlebih, saat ini, data dari OJK tahun 2019 menyebutkan bahwa indeks
literasi keuangan di Indonesia mencapai 38,03% dan indeks inklusi
keuangan 76,19%. Angka tersebut meningkat dibanding hasil survei OJK 2016
yaitu indeks literasi keuangan 29,7% dan indeks inklusi keuangan 67,8%.
Namun, hal ini masih belum cukup. Masyarakat dan pelaku bisnis UMKM
dan UKM berupaya mencari dan membutuhkan pembiayaan dari sektor non-
bank, seperti fintech saat ini, dengan iklim pembiayaan yang transparan, adil,
dan terbuka. Maka dari itu, fintech Syariah menjadi solusi alternatif dalam
pembiayaan non-bank. Prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip Syar’i dan
prinsip Tabi’i.
Prinsip syar’i secara sederhana merupakan prinsip yang memiliki dasar /
fundamental pada Al-Qur’an dan Sunnah, yang dijalankan secara beriringan
dengan Maqashid Syariah. Maqashid Syariah itu sendiri adalah sebuah cara
yang memiliki tujuan untuk kebaikan atau kemaslahatan umat manusia. Tujuan
ini sejalan dengan tujuan dari hukum Allah yaitu kebaikan, keadilan, serta
kesetaraan untuk semua umat Islam, tanpa terkecuali. Sementara itu, prinsip
tabi’i dihasilkan dari berbagai pendekatan ilmu pengetahuan dalam bisnis secara
umum, seperti manajemen permodalan bagi bisnis, dasar dan analisis teknis
dalam bisnis, manajemen cash flow, manajemen risiko, dan metode-metode
lainnya.
D. Macam-macam fintech Syariah
▪ Ammana

Ammana (ammana.id) adalah fintech syariah pertama di


Indonesia. Fintech yang satu ini bermitra dengan BMT/KSPPS. Sistem yang
diberikan adalah sistem murni bagi hasil antara investor dengan mitra Ammana.
Penentuan bagi hasilnya didasarkan pada perbandingan antara estimasi dengan
realisasi dari hasil pendapatan mitra Ammana. Pihak yang terbantu oleh Ammana
adalah para pelaku umkm. Mayoritas dari mereka adalah pekebun dan petani.

▪ Qazwa

Qazwa (qazwa.id) adalah fintech syariah yang mengaplikasikan


akad murabahah dalam sistem fintech-nya. Kamu bisa memilih untuk
mengajukan pembiayaan ataupun menjadi investor untuk membiayai kebutuhan
barang dari orang-orang yang mengajukan pembiayaan. Adapun return-
nya bermacam-macam. Kamu bisa lihat di websitenya

▪ Mobilima

Mobilima (mobilima.com) adalah fintech syariah yang memberikan


kemudahan dalam membeli barang yaitu mobil. Kamu bisa membeli mobil
dengan cara tunai ataupun kredit. Kalau kamu pilih kredit, sistem kreditnya tidak
menggunakan bunga. Selain itu, tidak ada denda juga untuk kamu yang
menggunakan sistem kredit. Sistem pembiayaannya menggunakan
akad murabahah.

▪ Invesproperti

Invesproperti (invesproperti.id) adalah fintech syariah yang berfokus pada


sistem crowfunding di bidang properti. Investasi di properti ini menggunakan
sistem bagi hasil. Investasi properti memang dapat dibilang sangat
menguntungkan dan minim resiko. ROI (Return on Investment) dari properti jauh
lebih tinggi dibandingkan deposito,emas dan investasi lainnya. Investasi di
properti juga minim resiko. Hal ini dikarenakan harga properti yang terus
menerus naik.
▪ Tamasia

Tamasia (tamasia.id) adalah fintech syariah yang berfokus pada investasi


emas. Perusahaan yang didirikan oleh Muhammad Asad (penulis buku best seller,
“Notes from Qatar”) ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat untuk mulai
berinvestasi emas. Kamu bisa membeli emas dengan budget yang paling minim.
Sesimple kalau kamu punya uang 10 ribu maka uang itu bisa langsung dikonversi
ke dalam emas. Selain website, tamasia mempunyai aplikasi yang sudah tersedia
di playstore dan ios.

E. Peraturan OJK terkait fintech Syariah

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi


(LPMUBTI) resmi diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu tertuang
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016.
Dengan adanya regulasi ini, industri LPMUBTI atau Fintech Peer-to-
Peer (P2P) Lending diharapkan dapat bertumbuh dan bisa jadi alternatif sumber
pembiayaan baru bagi masyarkat.

Latar belakang dibuatnya regulasi ini adalah karena makin pesatnya


jumlah Penyelenggara Fintech start-up di tahun 2016 lalu, di mana telah
meningkat sekitar tiga kali lipat. Jika pada TW-I 2016 ada sekitar 51 perusahaan,
pada TW-IV 2016 melesat jadi 135 perusahaan. Pertumbuhan yang begitu
cepat ini perlu diantisipasi. Tujuannya untuk melindungi kepentingan konsumen
terkait keamanan dana dan data, serta kepentingan nasional terkait pencegahan
pencucian uang, pendanaan terorisme, dan stabilitas sistem keuangan.

Dalam implementasinya, POJK ini menerapkan ketentuan terkait


pendaftaran dan perizinan. Di sini, penyelenggara wajib melakukan pendaftaran
sebelum mengajukan permohonan. Selama masa pendaftaran, penyelenggara sudah
dapat beraktivitas secara penuh dengan mendapat pendampingan dari OJK.
Sementara itu, penyelenggara juga wajib mengajukan permohonan untuk mendapat
izin dari OJK paling lama satu tahun setelah terdaftar.
Di sisi lain, untuk melindungi kepentingan konsumen, penyelenggara
wajib menyediakan escrow account dan virtual account di perbankan dan
menempatkan data center di dalam negeri. Tak hanya itu, jumlah pinjaman pun
dibatasi maksimal Rp 2 miliar guna melindungi stabilitas sistem keuangan nasional.

F. Perkembangan Fintech Syariah

Evolusi fintech pertama pada tahun 1866-1987 “Pedagang dapat memesan


produk melalui telepon dan melakukan perjalanan kekayaannya di seluruh dunia
tanpa tenaga atau bahkan masalah” – John Maynard Keynes (1920) selanjutnya
berkembang dari tahun 1987-2008 menjadi “The Automatic Teller Machine (ATM)
adalah inovasi finansial yang paling penting” – Paul Volcker (2009) dan yang
terakhir tahun 2008 sampai saat ini “Ratusan Startups menawarkan berbagai
alternatif untuk perbankan tradisional” – Jamie Dimon (2015).
Financial Technology sistem syariah pertama kali hadir di Dubai, Uni
Emirat Arab. Pada tahun 2014 silam, Beehive berhak mendapatkan sertifikat yang
pertama dengan menggunakan pendekatan peer to peer lending
marketplace. Hingga saat ini, Beehive menjadi salah satu lembaga teknologi
keuangan terkemuka di dunia dengan cakupan pasar yang sangat luas. Berawal dari
Beehive, fintech berbasis syariah pun menjalar ke negara Asia lainnya, semisal
Singapura dan Malaysia.
Sementara itu, Platform fintech di Indonesia secara umum tumbuh dengan
pesat dari tahun 2015 hingga akhir 2017 (Hasan, 2018). Namun pada tahun 2018,
mulailah bermunculan beberapa fintech syariah yang diharapkan akan menjadi
solusi berdasarkan hukum Islam. Tercatat ada 127 perusahaan yang mendaftarkan
diri ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) data per 30 September 2019 yang mana terdiri
dari 119 konvensional dan syariah 9. Walaupun begitu, baru ada sekitar 13
perusahaan saja yang memiliki izin di Indonesia, sedangkan sisanya tengah
mengajukan surat konfirmasi tersebut kepada OJK. Kedepannya mungkin,
keberadaan fintech syariah akan terus meningkat.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perusahaan fintech di
Indonesia terbagi kepada beberapa sektor, yaitu: 1) financial planning, 2)
crowdfunding, 3) lending, 4) aggregator, 5) payment, dan 6) fintech lainnya.
Menurut Muliaman D. Hadad sebagai Ketua Dewan Komisioner OJK
menerangkan bahwa perusahaan fintech di Indonesia didominasi oleh sektor
pembayaran (payment) sebesar 42.22%, sektor pinjaman (lending) 17.78%, sektor
aggregator sebesar 12.59%, sektor perencanaan keuangan (financial planning)
sebesar 8.15%, sektor crowdfunding sebesar 8.15%, dan sektor fintech lainnya
sebesar 11.11%.
Dalam perkembangan saat ini, industri teknologi keuangan atau yang
dikenal dengan Fintech memiliki berbagai jenis. Setidaknya ada empat jenis
industri fintech di Indonesia: Industri fintech yang relatif besar, start-
up fintech, fintech sosial, dan fintech dengan tipe pasar kredit. Sebagai contoh tipe
startup fintech, beberapa di antaranya adalah: Doku, iPaymu, midtrans, kartuku, dan
dimo. Sementara itu, tipe fintech yang sudah relatif berukuran besar, antara lain
Amartha, crowdo, investree, dan koinWorks. Tipe fintech social dapat kita
temukan, seperti kitaBisa, gandengTangan, dan wujudkan. Adapun tipe
industri fintech dengan pasar kredit pinjaman, yaitu bareksa, infovesta, stockbit,
indoPremier, indoGold, dan olahdana.
Meski terbilang baru fintech syariah tidak memiliki perbedaan yang
signifikan dengan fintech konvensional. Sebab, kedua jenis tersebut sama-sama
ingin memberikan layanan keuangan. Perbedaan dari keduanya hanyalah akad
pembiayaan saja yang mana mengikuti aturan-aturan dari syariat islam. Ada tiga
prinsip syariah yang harus dimiliki fintech ini yaitu tidak boleh maisir
(bertaruh), gharar (ketidakpastian) dan riba (jumlah bunga melewati ketetapan).
Walaupun menggunakan dasar syariah, rujukan dasar juga telah dibuat oleh Dewan
Syariah Nasional terkait dengan keberadaan financial technology syariah ini.
Dasarnya adalah MUI No.67/DSN-MUI/III/2008 yang mengatur tentang ketetapan
apa saja yang harus diikuti lembaga teknologi keuangan terbaru di Indonesia
tersebut.
OJK sebagai regulator industri keuangan telah mengeluarkan legal standing
untuk industri fintech. Payung hukumnya adalah dalam bentuk Peraturan OJK
Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjaman Kepemilikan Peer-to-Peer
Lending/P2P Lending yang diterbitkan pada akhir Desember 2016. Namun,
peraturan tersebut mengatur fintech secara menyeluruh baik sistem konvensional
maupun sistem syariah. Dalam layanan peminjaman yang berdasarkan syariah,
apakah orang yang menunda pembayaran peminjaman akan dikenakan denda?
Dalam fatwa Dewan Nasional Syariah No.17/DSN-MUI/IX/2000 sanksi atas
nasabah yang menunda-nunda pembayaran pada waktu yang ditentukan dengan
tujuannya agar peminjam berdisiplin akan membayar hutang..
DAFTAR PUSTAKA

Al Arif M. Nur Rianto. Lembaga Keuangan Syari’ah, Suatu Kajian Teoretis Praktis.
Bandung: CV Pustaka Setia, 2012. Hal 301-303
Al Arif, M. Nur Rianto. 2012. Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoretis
Praktis. Bandung: CV Pustaka Setia.
Anshori, Abdul Ghofur. 2009. Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Fahmi Irham (2014). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Bandung: Alfabeta.

Huda Nurul dan Heykal Mohamad. Lembaga Keuangan Islam, Tinjauan Teoretis dan
Praktis. Jakarta: Kencana, 2010. Hal 337-338
Ikatan bankir Indonesia. 2015. Bank syariah. Surabaya: Gramedia.

Lubis Suhrawardi K. dan Wajdi Farid. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika,
2014. Hal 98
Mastahbisnis.com. 2020. Pegadaian Syariah: Sejarah, Hukum, Rukun, Syarat, Akad,
Berakhir. https://mastahbisnis.com/pegadaian-syariah/. Diakses tanggal 13 Juni
2021
Parizi, Ahmad. 2019. Perkembangan Fintech Syariah.
https://kseiprogres.com/perkembangan-fintech-syariah/. Diakses tanggal 13 Juni
2021
Soemitra, Andri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Medan: Prenadamedia Group,
2009
Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman V ol. 5 No. 1 A p ri l 201 9
Widiasih, R. A. (2016). ANALISIS PROSEDUR PENGAJUAN DAN MEKANISME
PENGELOLAAN DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN (DPLK) DI BANK
MUAMALAT CABANG PEMBANTU MAGELANG (Doctoral Dissertation, IAIN
SALATIGA)

Anda mungkin juga menyukai