3. Efek yang dapat dimuat dalam Daftar Efek Syariah yang ditetapkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan meliputi:
• Efek Syariah berupa saham termasuk hak memesan Efek terlebih dahulu
syariah dan waran syariah yang diterbitkan oleh Emiten Syariah atau
Perusahaan Publik Syariah.
• Efek berupa saham termasuk hak memesan Efek terlebih dahulu syariah
dan waran syariah yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik
yang tidak menyatakan kegiatan dan jenis usaha, cara pengelolaannya,
dan/atau jasa yang diberikannya berdasarkan Prinsip Syariah di Pasar
Modal, sepanjang Emiten atau Perusahaan Publik tersebut:
- Perjudian dan permainan yang tergolong judi.
- Jasa keuangan ribawi.
- Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar)
dan/ atau judi (maisir).
- Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan/atau
menyediakan:
Pada tahun 1992, berdirilah Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah
pertama di Indonesia yang merupakan hasil kerja tim perbankan MUI. Undang-undang
yang mengatur kehadiran bank syariah di Indonesia adalah UU No.7 tahun 1992
tentang perbankan dan peraturan pemerintah (PP) No.72 tahun 1992 tentang bagi hasil.
Perkembangan perbankan syariah pasca kehadiran UU No. 7 tahun 1992 masih sangat
lambat. Hal ini terlihat dari jumlah bank syariah yang tidak bertambah semenjak
kehadiran bank muamalat Indonesia.
Pada saat terjadi krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997, banyak bank
konvensional mengalami negative spread tetapi berbeda halnya dengan bank syariah.
Bank syariah justru mampu melewati krisis ekonomi dengan baik. Hal ini memberikan
kepercayaan bahwa bank syariah harus diakomodasi secara lebih baik. Pasca krisis
ekonomi tahun 1997 lahirlah UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang berisi
bahwa indonesia menganut dual banking system dalam sistem perbankan nasional
dengan diakui kehadiran bank dengan prinsip syariah untuk beroperasi, baik sebagai
bank umum syariah maupun unit usaha syariah dari bank konvensional. Pasca lahirnya
UU No.10 tahun 1998 banyak bank konvensional yang membuka unit usaha syariah
dan lahirnya bank umum syariah selain Bank Muamalat Indonesia.
B. Hambatan mendirikan bank syariah di Indonesia
1. Permodalan
Permasalahan pokok yang senantiasa dihadapi dalam pendirian suatu usaha adalah
permodalan. Kesulitan dalam pemenuhan permodalan ini antara lain disebabkan
karena belum adanya keyakinan yang kuat pada pihak pemilik dana akan prospek dan
masa depan keberhasilan Bank Syari’ah, sehingga ditakutkan dana yang ditempatkan
akan hilang, masih kuatnya perhitungan bisnis keduniawian pada pemilik dana
sehingga ada rasa keberatan jika harus menempatkan sebagian dananya pada Bank
Syari’ah sebagai modal.
2. Peraturan
Peraturan Perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional
Bank Syari’ah mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional
Bank Syari’ah dengan Bank Konvensional. Ketentuan-ketentuan perbankan yang ada
kiranya masih perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan syari’ah agar Bank
Syari’ah dapat beroperasi secara relatif dan efisien.
1. Membentuk UUS
2. Membentuk DPS (Dewan Pengawas Syariah)
3. Bank yang telah membuka UUS sapat membuka cabang syariah gubernur bank
indonesia.
4. Modal yang harus disetor sekurang kurangnya yaitu Rp 1 miliar
5. Kantor bank yang telah mendapat izin pembukaan cabang syariah harus
mencamtumkan kata "Kantor Cabang Syariah"
BAB III
REGULATOR LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH INTERNASIONAL
Tepat pada tahun 1975, IDB (Islamic Development Bank) resmi didirikan
di Arab Saudi, tepatnya di Jeddah. Lembaga perbankan internasional ini dipercaya
dapat mendorong perdagangan kerja sama ekonomi diantara negara-negara islam.
Selain itu, fungsi dari IDB adalah melakukan penelitian dalam hal kegiatan
ekonomi, keuangan, serta perbankan.
Negara islam besar di dunia seperti Iran, Arab Saudi, Mesir, Turki, Libya,
dan Uni Emirat Arab merupakan pemegang saham terbesar dari Islamic
Development Bank . Negara yang tergabung dalam IDB kini telah berjumlah 57
negara dari awal berdirinya hingga saat sekarang ini. Indonesia juga merupakan
salah satu negara yang telah tergabung dalam keanggotaan IDB.
Area operasinya hingga saat ini pun sangat luas. Organisasi ini telah berhasil
membiayai 600 juta kehidupan orang-orang yang hidup di bawah negara
anggotanya. Semua anggota bank adalah negara-negara berkembang. 23 diantara
negara tersebut adalah negara yang masih kurang berkembang. Bantuan teknis dan
keuangan pun dilakukan hingga mencapai komunitas muslim yang berada di luar
anggota.
Pada tahun 2004 lalu, IDB bahkan telah memberikan lebih dari 100 juta SR
kepada organisasi pendidikan dan institusi di 7 negara islam serta kepada komunitas
islam yang tinggal di negara nonmuslim. Bantuan tersebut merupakan dana yang
diambil dari proyek pengembangan yang berada di bawah IDB Waaf Fund.
Sejak Islamic Development Bank berdiri pada tahun 1975, banyak peran yang telah
dilakukan oleh IDB. Peran tersebut diantaranya adalah dalam bidang pembiayaan
pembangunan yang dilakukan dengan berdasarkan prinsip syariah. Melalui
instrumen prinsip syariah tersebut, IDB pun dapat membiayai beragam proyek
dalam bidang sektor infrastruktur, agro industri, serta pertanian.
B. Prinsip Operasional IBD
2. Tijarah
Prinsip operasional lembaga keuangan syariah yang kedua tidak lepas
dari kharakteristik lembaga keuangan syariah (LKS) sebagai entitas bisnis yang
bertujuan mencari keuntungan. Sehingga, Lembaga keuangan harus dikelola secara
profesional guna dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Hal ini bertujuan agar
menunjang operasional LKS dalam mencari laba secara berkelanjutan dengan
praktek yang dibenarkan oleh syariat islam. Contoh pengunaan prinsip Tijarah adalah
digunakannya akad tijarri seperti akad mudharabah, musyarakah, murabahah
dan akad ijarah dalam produk-produk LKS.
3. Menghindari Iktinaz
Iktinaz adalah upaya untuk menahan uang (dana) supaya tidak berputar,
sehingga uang tersebut dibiarkan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat
kepada masyarakat. Perilaku iktinaz tidak dibenarkan dalam Islam, karena
menyebabkan berkurangnya sumber dana untuk kegiatan ekonomi produktif. Hal
tersebut dapat menyebabkan terhentinya kegiatan ekonomi. Selain itu, juga
menimbulkan akumulasi kekayaan pada satu pihak pemilik modal saja. Prinsip
menghindari iktinaz ini tampak pada pengunaan akad mudharabah pada produk
perbankan syariah.
4. Larangan Riba
Lembaga keuangan konvensional sangat dekat dengan transaksi ribawi.
Sehingga jumhur ulama berpendapat bahwa terlarang bertransaksi dengan lembaga
keuangan Macam-macam riba, seperti riba jahiliyah dan riba fadhl pada transaksi
lembaga keuangan konvensional. Dapat digantikan oleh beragam akad atau
perjanjian yang sesuai syariah. Misalnya pada produk KPR. Alih-alih mengunakan
KPR bank konvensional, masyarakat dapat beralih mengunakan KPR bank syariah,
yang didukung oleh setidaknya 5 fatwa MUI tentang KPR rumah.
5. Prinsip Lainnya
Selain 4 prinsip operasional lembaga keuangan syariah diatas, LKS juga
beroperasi dengan 4 prinsip lainnya, yaitu:
o Prinsip keadilan
o Prinsip transparansi
o Prinsip Universal
B. Lembaga Fasilitator Keuangan Syariah di Indonesia
1. Bank Indonesia
2. Depatemen Keuangan
Upaya pengembangan pasar keuangan syariah tentu juga tidak bisa
terlepas dari peranan Departemen Keuangan. Pada pasar modal dan lembaga
keuangan nonbank syariah, lembaga yang membinanya adalah Bapepam-LK.
Bapepam-LK merupakan penggabungan dari Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam ) dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Depatemen Keuangan.
Bapepam-LK berada di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia yang
bertugas membina, mengatur, dan mengawasi sehari-hari kegiatan pasar modal
serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standadisasi teknis di bidang
lembaga keuangan.Dalam perjalanannya, Bapepam-LK telah mengeluarkan
sejumlah regulasi terkait peraturan aplikasi prinsip-prinsip syariah di ruang
lingkup pasar modal syariah.
3. Dewan Syariah Nasional dan Dewan Pengawas Syariah
• Dewan Syariah Nasional
DSN MUI adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pada tahun 1999 yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha’,
serta ahli dan praktisi ekonomi). DSN MUI mempunyai fungsi melaksankan
tugas-tugas MUI dalam memajukan ekonomi umat, menangani masalahmasalah
yang berhubungan dengan aktivitas lembaga kuangan syariah DSN ini
membantu pihak terkait, seperti Depatemen Keuangan, Bank Indonesia, dan
lain-lain dalam menyusun peraturan/ketentuan untuk lembaga keuanga syariah.
Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan nilai
dan prinsip-prinsip hukum Islam (syariah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan
pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syariah. Anggota DSN
terdiri dari para ulama, praktisi dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan
muamalah syariah, yang aggotanya ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa
bakti empat tahun.
Sistem keuangan di Indonesia dijalankan oleh dua jenis Lembaga keuangan, yaitu
Lembaga keuangan bank dan Lembaga keuangan non-bank. Secara umum Lembaga
keuangan Syariah di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :
• Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
• Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor
pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit
kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah
• Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tidak dapat dikonversi menjadi Bank
Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak diizinkan untuk
membuka Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor lainnya di luar
negeri. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki
oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dan dimiliki oleh
pemerintah daerah.
• Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk
lain yang disamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
• Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.
• Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah,
murabahah, salam, istishna’, musyarakah, qardh, atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah.
• Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah.
• Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah,
• Melakukan kegiatan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah
• Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga
yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara
lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau
hawalah. dll
Ketentuan Umum pasar uang antarbank berdasarkan kepada Fatwa MUI adalah
Perbankan syariah Indonesia yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS),
Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) terus
menunjukkan pertumbuhan positif. Sampai dengan September 2020, terdapat 14
BUS, 20 UUS, dan 162 BPRS yang berkontribusi pada pertumbuhan perbankan
syariah di Indonesia. Total aset perbankan syariah telah mencapai Rp575,85 triliun.
Pertumbuhan aset perbankan syariah ini tumbuh sebesar 14,32% (yoy) yang
ditopang oleh pertumbuhan Pembiayaan Yang Disalurkan (PYD) dan Dana Pihak
Ketiga (DPK) yang masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 8,68% (yoy)
dan 15,58% (yoy). Dengan demikian PYD dan DPK perbankan syariah masing-
masing mencapai Rp384,65 triliun dan Rp460,51 triliun pada September 2020.
Berlandaskan hasil survei, in-depth interview (IDI), dan Focus Group
Discussion (FGD) yang dilakukan OJK, perbankan syariah saat ini masih memiliki
beberapa isu strategis yang menghambat pertumbuhannya. Di antara isu strategis
tersebut adalah belum adanya diferensiasi model bisnis yang signifikan,
pengembangan bisnis yang masih berfokus pada tujuan bisnis saja, kualitas SDM,
dan TI yang kurang optimal, serta indeks inklusi, dan literasi yang masih rendah.
OJK telah mengidentifikasi beberapa peluang dan tantangan yang menjadi faktor
pendukung perkembangan perbankan syariah ke depannya. Di antara beberapa
faktor pendukung tersebut adalah pesatnya kemajuan teknologi dan digitalisasi,
pertumbuhan ekonomi dalam industri halal, dan semakin meningkatnya kesadaran
beragama masyarakat Indonesia.
Roadmap :
a. Pilar 1
Penguatan Identitas Perbankan Syariah Sebagai identitas perbankan
syariah yang paling mendasar, nilai-nilai syariah merupakan sesuatu yang harus
diterapkan dalam seluruh aspek perbankan syariah, baik dari sisi operasional
maupun sumber daya manusianya. Penerapan nilai-nilai syariah yang lebih
menyeluruh akan menjadikan identitas perbankan syariah yang lebih berintegritas,
profesional, dan disiplin di mata masyarakat. Dalam hal pengembangan produk,
perbankan syariah akan didorong untuk terus menciptakan produk baru yang
memiliki ke-khas-an syariah sebagai bentuk diferensiasi model bisnis perbankan
syariah di industri perbankan. Paradigma pengembangan produk yang inovatif dan
kreatif merupakan salah satu faktor penting yang harus dimiliki oleh pelaku industri
maupun regulator untuk menciptakan produk yang unik sehingga dapat menjadi
pilihan utama masyarakat. Selain itu, beberapa hal yang terkait dengan penguatan
permodalan dan efisiensi merupakan hal mendasar yang harus terus ditingkatkan
untuk bisa terus meningkatkan daya saing dan resiliensi di tengah ketidakpastian
ekonomi pasca pandemi. Terakhir, kondisi perkembangan teknologi yang semakin
cepat menuntut perbankan syariah untuk selalu mengembangkan infrastruktur
teknologinya agar dapat melayani nasabahnya dengan lebih cepat, lebih nyaman,
dan lebih baik. Untuk itu penerapan digitalisasi yang cepat dan tepat harus bisa
diimplementasikan agar juga dapat menjadi nilai tambah bagi nasabah dalam
berinteraksi dengan perbankan syariah.
b. Pilar 2
Sinergi Ekosistem Ekonomi Syariah Industri halal, jasa keuangan syariah,
keuangan sosial Islam, dan sektor religius merupakan empat sektor utama dalam
suatu ekosistem ekonomi syariah. Ekosistem ekonomi syariah merupakan wadah
yang dapat memfasilitasi keempat sektor tersebut dengan menghubungkan aktivitas
ekonomi dengan transaksi keuangan syariah yang terjadi dalam ekosistem tersebut.
Sinergi dan integrasi dalam ekosistem ini sangat diperlukan sehingga semua
aktivitas keuangan dalam ekosistem ekonomi syariah juga menggunakan jasa
keuangan syariah. Perbankan syariah dituntut untuk bisa memberikan produk dan
layanan keuangan syariah yang berdaya saing tinggi. Sehingga dapat memenuhi
kebutuhan layanan keuangan pada ekosistem ekonomi syariah. Untuk mendukung
hal tersebut, OJK telah menerbitkan POJK No. 28/ POJK.03/2019 tentang Sinergi
Perbankan dalam Satu Kepemilikan untuk Pengembangan Perbankan Syariah yang
memungkinkan perbankan syariah untuk bisa meningkatkan kualitas produk dan
layanannya dengan menggunakan konsep platform sharing dimana bank syariah
dapat bersinergi dengan bank lain dalam satu kepemilikan usaha untuk dapat
memberikan dukungan melalui kerja sama baik dalam bidang SDM, TI, jaringan
kantor, dan infrastruktur lainnya.
c. Pilar 3
Penguatan Perizinan, Pengaturan, dan Pengawasan Percepatan proses perizinan
sangat penting untuk mendukung akselerasi pengembangan industri perbankan
syariah. Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi kapasitas SDM perizinan dan
mengembangkan sistem TI yang mendukung percepatan proses perizinan. Selain
itu, pengaturan yang ada juga harus dapat mengawal pengembangan perbankan
syariah melalui ketentuan yang sesuai dengan perkembangan best practice industri,
teknologi, dan perekonomian terkini. Tentunya ketentuan perbankan syariah akan
lebih diharmonisasi dengan berbagai standar internasional seperti Islamic Financial
Services Board (IFSB) dan Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions (AAOIFI) untuk semakin meningkatkan kredibilitas
pengaturan perbankan syariah di Indonesia. Terakhir, pengawasan perbankan
syariah akan semakin kuat dengan melakukan pengembangan tools pengawasan,
evaluasi organisasi, jumlah SDM, dan peningkatan kapasitas pengawas melalui
berbagai kegiatan capacity building. Sesuai dengan visinya, roadmap ini diharapkan
dapat menjadi landasan untuk mengembangkan perbankan syariah nasional yang
resilient, memiliki daya saing tinggi, dan berperan lebih nyata pada perekonomian
nasional dan pembangunan sosial di Indonesia. Perbankan syariah diharapkan
menjadi motor penggerak yang berperan sebagai penghubung berbagai sektor,
seperti sektor riil, keuangan komersial, keuangan sosial, dan sektor keagamaan pada
ekosistem ekonomi syariah sehingga sinergi dan semangat berjamaah dapat
terbangun dengan baik. Di samping itu, perbankan syariah juga diharapkan menjadi
industri perbankan yang terdepan dalam memberikan layanan keuangan yang
berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dan juga
menerapkan prinsip Creating Shared Value (CSV) yang sejatinya merupakan esensi
dasar dari penerapan maqashid syariah dalam ekonomi syariah.
BAB VI
PASAR MODAL SYARIAH
1. Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efeek Syariah
2. Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
3. Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan
Efek Syariah
Dari sudut pandang para pemakai dana, terdapat berbagai pihak terlibat di
dalam kegiatan pasar modal. Dengan adanya dana yang tersedia bagi pihakPasar
Modal pihak yang membutuhkannya, maka berbagai instrumen menjembatani
antara mereka yang membutuhkan dana dengan para penanam modal (ivestor). Di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat, permintaan akan dana-danapada
umumnya berasal dari 5 kategori pemakai, yaitu perorangan perusahaan, dunia
usaha, pemerintah federal, pemerintah negara bagian, dan para peminjam asing.
Di Indonesia, kategori tersebut dapat dibagi dalam 3 kelompok, yakni perorangan,
pemerintah (dalam Hal ini pemerintah pusat), dan perusahaan (dunia usaha).
Dalam hal sukuk diterbitkan oleh pihak korporasi, maka aset yang menjadi
dasar penerbitan sukuk tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah di Pasar
Modal yang terdiri atas :
2. Nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul a’yan) tertentu baik yang sudah
ada maupun yang akan ada;
3. Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada;
“ُش ديد َ ََِّ إلِث ْمِ َو ْالعُد َْوان َواتـَّقُوا ا ََِّ إ َّن ا
ْ علَى ا ِّ علَى ْال
َ برِ َوالتـ َّ ْق َوى َولَ تـَعَ َاونُوا َ َوتـَعَ َاونُوا٢١
ْالعقَاب
tolong menolonglah dalam kebajikan dan jangan tolong menolong dalam
perbuatan dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah sangat berat siksa-Nya”. Ayat tersebut memuat perintah tolong-menolong
antar sesama manusia. Dalam bisnis asuransi ini terlihat dalam praktik kerelaan
anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk menyisihkan dananya agar
digunakan sebagai dana sosial (tabarru’).
C. Pendapat ulama mengenai asuransi Syariah
Manfaat :
Saat ini sudah sangat beragam produk dari asuransi syariah, berikut ini
produk asuransi syariah yang beredar pada umumnya :
1. Akad
Dua jenis akad yang ada dalam asuransi syariah adalah
akad tijarah (mudarabah) dan akad tabarru’ (hibah).
Akad tijarah digunakan sebagai dasar perjanjian untuk tujuan komersial,
sedangkan tabarru’ untuk tujuan kebajikan dan tolong-menolong. Tak
hanya itu saja, akad juga harus berisikan cara dan waktu pembayaran
premi, serta jenis akad dan syarat yang disepakati. Ini semua nantinya akan
disesuaikan dengan jenis asuransi yang kamu pilih.
2. Kedudukan Tiap Pihak
Sama dengan asuransi pada umumnya, tiap pihak yang terikat perjanjian
dalam asuransi syariah memiliki kedudukannya masing-masing. Dalam
akad tijarah, perusahaan asuransi berperan sebagai pengelola (mudharib)
dan peserta sebagai pemegang polis (shahibul mal). Pada akad tabarru’
berbeda lagi. Peserta memberikan hibah yang nantinya akan digunakan
untuk menolong peserta lain ketika terkena musibah.
3. Ketentuan akad
Kedua akad yang sudah disebutkan tadi juga memiliki ketentuan masing-
masing. Untuk akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi akad tijarah,
sedangkan kalau kebalikannya bisa. Akad tijarah bisa dijadikan
akad tabarru’, asalkan pihak yang tertahan haknya sudah
mengikhlaskannya.
4. Premi
Premi adalah total uang yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi dalam
waktu tertentu. Dalam asuransi ini, jumlahnya sesuai dengan apa yang
ditentukan dalam akad (baik itu tijarah atau tabarru’). Dalam perhitungan
premi ini, tidak ada unsur riba sama sekali. Perusahaan biasanya
menghitung dari tabel mortalita (kematian) untuk asuransi jiwa dan tabel
morbidita (tingkat kemudahan kena sakit). Premi dari akad tabarru’ dapat
diinvestasikan dan khusus untuk akad tijarah hasil investasinya dapat
dibagi hasil kepada peserta.
5. Klaim
Untuk mendapatkan manfaat asuransi, nasabah tetap perlu melakukan
klaim.
Pihak perusahaan akan membayarkan klaim sesuai dengan kesepakatan
yang ditentukan pada akad. Hal ini dikarenakan klaim yang dibayarkan
oleh perusahaan asuransi syariah nantinya akan disesuaikan dengan
jumlah premi yang telah kamu bayar. Jadi, tidak ada riba atau pengambilan
untung dari pihak perusahaan. Untuk akad tijarah, peserta memiliki hak
klaim sepenuhnya. Beda halnya dengan klaim akad tabarru’, karena hanya
sebatas apa yang disepakati dalam akad saja.
6. Investasi dan reasuransi
Investasi asuransi jenis ini wajib dilakukan sesuai dengan syariat islam.
Perusahaan merupakan pemegang amanah yang wajib menginvestasikan
dana terkumpul. Untuk urusan reasuransi, perusahaan hanya bisa
melakukan reasuransi kepada perusahaan yang juga menjalankan praktik
asuransi syariah. Reasuransi sendiri merupakan istilah yang
menggambarkan kondisi ketika perusahaan melindungi diri terhadap
risiko asuransi, dengan menggunakan jasa perusahaan asuransi lainnya.
7. Pengelolaan dana
Terakhir adalah cara pengelolaan dana pada asuransi
syariah. Pengelolaan dana di sini hanya boleh dilakukan oleh lembaga
yang menjadi pemegang amanah. Perusahaan mendapat bagi hasil dari
hasil pengelolaan dana atas dasar akad tijarah yang terkumpul.
I. Pengembangan Asuransi Syariah
Industri asuransi syariah terus mengalami pertumbuhan
positif selama tahun 2021. Proyeksinya, pertumbuhan industri di tahun
2021 akan semakin bertumbuh.Menurut Ketua Asosiasi Asuransi Syariah,
Tatang Nurhidayat, pertumbuhan ini wajar meskipun dari segi profit masih
stagnan. Ia mengatakan bahwa asuransi syariah memang lebih stabil dan
lebih rendah risiko daripada asuransi konvensional. Per Desember 2020,
asuransi syariah di Indonesia tercatat tumbuh 5 persen dari tahun
sebelumnya. Sementara itu, premi bruto asuransi syariah pada November
2020 tercatat Rp15,37 triliun, meningkat 6,4 persen dari November 2019
yang hanya sebesar Rp14,45 triliun.Angka tersebut ditopang oleh sub-
sektor asuransi jiwa syariah dengan premi bruto Rp13,16 triliun yang
tumbuh 9,89 persen dibandingkan November 2019 (Rp11,98
triliun).Sementara itu, sub-sektor asuransi umum syariah malah turun
sebesar 11,25 persen menjadi Rp1,43 triliun (November 2020) dari Rp1,61
triliun (November 2019). Namun, sub-sektor asuransi umum syariah yang
berdiri sendiri (bukan berupa unit dari asuransi konvensional) sebenarnya
bertumbuh.Misalnya, Takaful Umum yang kontribusi brutonya tumbuh
sebesar 70 persen sepanjang tahun 2020.
BAB VIII
DANA PENSIUN SYARIAH
A. Pengertian
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
bahawa Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan
program yang menjanjikan manfaat pensiun. Adapun menurut Abdul Kadi
Muhammad dan Rita Murniarti (2000) bahwa dana pensiun adalah yangsecara
khusus dihimpun dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada peserta ketika
mencapai usia pensiun, mengalami cacat, atau meninggal dunia.
Program dana pensiun adalah dana yang dibentuk untuk
pembayarankaryawan setelah tidak bekerja lagi karena memasuki masa
pensiun.Dengan adanya dana pensiun karyawan serta peserta kelak akan
tetapmemperoleh jumlah penghasilan tertentu, sekalipun sudah tidak bekerja
lagi.Sedangkan dana pensiun syariah adalah dana pensiun yang dikelola
dandijalankan berdasarkan prinsip syariah. Pertumbuhan lembaga
keuangansyariah di Indonesia secara perlahan mendorong perkembangan dana
pensiunyang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah. Sampai saat ini, dana
pensiunsyariah berkembangan pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)
yangdilaksanakan oleh beberapa bank dan asuransi syariah..
Fungsi dana pensiun syariah bagi penyelenggara program pensiun antara lain:
A. Pengertian
Modal Ventura Syariah adalah suatu pembiayaan dalam penyertaan modal
dalam suatu perusahaan pasangan usaha yang ingin mengembangkan usahanya
untuk jangka waktu tertentu (bersifat sementara) sesuai dengan prinsip islam dan
peniadaan bunga yangdiharamkan dalam islam. Modal ventura merupakan bentuk
penyertaan modal dari perusahaan pembiayan syariah kepada perusahaan yang
membutuhkan dana untuk jangkawaktu tertentu. Perusahaan yang diberi modal
sering disebut sebagai investee, sedangkan perusahaan pembiayaan yang memberi
dana disebut sebagai venture capitalist atau pihak investor.
▪ Eguity Financing. Jenis pembiayaan modal ventura yang pertama yaitu Eguity
Financing. Pembiayaan ini langsung dilakukan oleh perusahaan ventura dengan
penyertaan dana secara langsung pada partner usahanya.
▪ Semi Equity Financial. Berbeda dari pembiayaan sebelumnya, Semi Equity
Financial merupakan pembiayaan dengan cara membeli obligasi konversi yang
diterbitkan oleh perusahaan pasangan usaha.
▪ Mendirikan Usaha Baru. Sebuah upaya bagi perusahaan modal ventura untuk
bekerja sama dengan partner kerjanya. Keduanya mendirikan usaha yang benar
masih baru dan dikelola oleh keduanya.
▪ Bagi Hasil. Jenis pembiayaan yang bisa dilakukan oleh modal ventura pada
partner kerja bisnis yang membutuhkan modal yaitu bagi hasil.
F. Pola Pembiayaan modal ventura
a) Pembiayaan langsung
b) Pembiayaan langsung dengan franchise
c) Inti plasm
d) Pola paying
e) Kemitraan
G. Analisis Penilaian Pembiayaan Modal Ventura
Berawal dari tahapan prosedur :
1. Tahap evaluasi/negosiasi
2. Tahap evaluasi dan pemeriksaan lanjutan.
3. Tahap negosiasi dan penyelesaian akhir.
4. Tahap pemantauan.
5. Tahap divestasi/pengambilan modal.
BAB X
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH
A. Pengertian
Menurut M. Syafi’i Antonio (2001:160), dalam bukunya yang berjudul “
Bank Syariah dan Teori Praktek”. Pembiayaan adalah pemberian fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan devisit
unit. Menurut Veithzal Rival dan Arifin (2010:681) dalam bukunya yang berjudul
“Islamic Banking”, Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan
oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik sendiri maupun lembaga. Atau pembiayaan adalah penyediaan
dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa
Pembiayaan syariah secara umum kegiatan suatu bank antara lain adalah
penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito,
kemudian menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
pembiayaan, serta kegiatan jasa-jasa keuangan lainnya.
B. Pendirian perusahaan pembiayaan
Perusahaan pembiayaan selain beroperasi menggunakan sistem konvensional juga
dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
1. Prosedur Tata Cara Pendirian
Untuk mendirikan perusahaan pembiayaan (PP) syariah ada beberapa tahapan
yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Calon mengajukan permohonan izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan
kepada menteri keuangan c.q ketua Bapepam LK.
b. Selajutnya dari ketua Bapepam – LK, permohonan diteruskan ke biro P3.
c. Jika termasuk DKM (Daftar Kredit Macet) dan DPL (Daftar Tidak Lulus)
maka biro P3 mengirimkan surat permintaan perlengkapan persyaratan
bagi direksi, komisaris dan pemegang saham. Jika tidak maka biro P3
memproses permohonan izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan (PP)
sesuai ketentuan dalam PMK No.84/PMK.012/2006 termasuk
melakukan fit and proper test direksi dan komisaris.
d. Selanjutnya biro P3 memberi pertimbangan menerima atau menolak
permohonan usaha PP.
e. Jika pengajuan ditolak maka biro P3 mengeluarkan surat penolakan
pemberian izin usaha sebaga PP.
f. Jika pengajuan diterima maka dikeluarkan KMK izin usaha sebagai PP.
g. Selanjutnya perusahaan yang telah memperoleh izin usaha sebagai
perusahaan pembiayaan wajib melakukan usaha selambat-lambatnya 60
hari sejak tanggal izin usaha ditetapkan.
h. Melaporkan kegiatan usaha kepada menteri keuangan c.q. Ketua Bapepam
dan lembaga keuangan (Biro Perbankan, Pembiayaan dan Penjaminan)
selambat-lambatnya 10 hari sejak tanggal dimulainya kegiatan usaha.
C. Pembinaan dan pengawasan Lembaga keuangan Syariah.
Pada perusahaan pembiayaan syariah pengawasan dan pembinaan yang
dilakukan meliputi:
1. Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan perusahaan pembiayaan syariah wajib diperhitungkan
sebagai komponen dalam menghitung gearing ratio perusahaan pembiayaan.
Sumber pendanaan tersebut dapat diperoleh melalui bank atau badan usaha
lainnya baik dari dalam maupun luar negeri dengan menggunakan akad yang
sesuai dengan prinsip syariah.
Adapun akad yang diterapkan pada sumber pendanaan ini meliputi:[3]
a. Pendanaan mudharabah mutlaqah (unrestricted investment) yaitu diperoleh
perusahaan pembiayaan melalui akadkerja sama dengan pihak lain yang
bertindak sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal
tersebut membiayai 100% modal kegiatan pembiayaan untuk proyek yang
tidak ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, dan keuntungan usaha dibagi
sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
b. Pendanaan mudharabah muqayyadah (restricted investment) yaitu diperoleh
perusahaan pembiayaan melalui akad kerjasama dengan pihak lain yang
bertindak sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal
tersebut membiayai 100% modal kegiatan pembiayaan untuk proyek yang
tidak ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, dan keuntungan usaha dibagi
sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
c. Pendanaan mudharabah musytarakah yaitu diperoleh perusahaan
pembiayaan melalui akad kerjasama dengan pihak lain yang bertindak
sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal dan
perusahaan pembiayaan selaku pengelola (mudharib) turut menyertakan
modalnya dalam kerjasama investasi dan keuntungan usaha dibagi sesuai
kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
d. Pendanaan musyarakah (equity participation) yaitu diperoleh perusahaan
pembiayaan melalui akad kerjasama dengan pihak lain yang bertindak
sebagai penyandang dana (shahibul mal), dimana shahibul mal dan
perusahaan pembiayaan selaku pengelola (mudharib) turut menyertakan
modalnya dalam kerjasama investasi dan keuntungan usaha dibagi sesuai
kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
e. Pendanaan lainnya yang sesuai dengan prinsip syari’ah.
2. Kegiatan Pendanaan
Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan syariah terdiri dari:
a. Sewa guna usaha (leasing) syariah adalah kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak
opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating
lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selang jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan
prinsip syariah. Usaha leasing dilakukan berdasarkan akad ijarah dan ijarah
muntahiyah bittamlik.[4]
b. Anjak piutang adalah pengalihan hutang dari pihak yang berhutang kepada
pihak lain yang wajib menanggung (membayarnya).[5] Anjak piutang
(factoring) dilakukan berdasarkan akad wakalah bil ujrah.[6]
c. Pembiayaan konsumen adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan
barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara
angsuran sesuai dengan prinsip syariah. Pembiayaan konsumen dilakukan
berdasarkan akad murabahah, salam, dan istisna.
d. Usaha kartu kredit yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah adalah
fasilitas jaminan pembayaran untuk pembelian barang dan jasa dengan
menggunakan kartu kredit sesuai dengan prinsip syariah.[7]
3. Dewan Pengawas Syariah
Perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah
wajib memiliki dewan pengawas syariah yang terdiri dari paling kurang 2 orang
anggota dan satu orang ketua. Anggota dewan syariah diangkat dalam rapat umum
pemegang saham rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
Dewan ini bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi, mengenai
aspek syariah kegiatan operasional perusahaan pembiayaan dan sebagai mediator
antara perusahaan pembiayaan dengan DSN-MUI.
4. Pelaporan
Perusahaan pembiayaan syariah wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap
tanggal 10 setiap bulan dan mendapatkan pernyataan kesesuaian syariah oleh
dewan pengawas syariah yang dengan tembusan kepada DSN-MUI. Pelaporan
perusahaan pembiayaan umumnya meliputi laporan keuangan bulanan, laporan
kegiatan semesteran, dan laporan keuangan tahunan yang telah di audit oleh
akuntan publik
5. Prinsip Transaksi Perusahaan Pembiayaan Syariah
Setiap transaksi kegiatan operasional perusahaan pembiayaan syariah harus
memenuhi prinsip syariah. Aturan mengenai transaksi perusahaan pembiayaan
syariah antara lain:
a. Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan syariah wajib tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
b. Akad-akad syariah yang telah ditandatangani oleh keduabelah pihak tidak
dapat dibatalkan secara sepihak, kecuali memenuhi kondisi:
1. Keduabelah pihak setuju untuk menghentikannya;
2. Akad bertentangan dengan prinsip syariah, atau
3. Akad batal demi hukum, karena timbul kondisi hukum yang dapat
menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
c. Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
setiap pihak yang bertransaksi wajib memiliki kecakapan dan kewenangan
untuk melaksanakan perbuatan hukum menurut syariah maupun peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d. Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
sebagaimana diatur dalma peraturan ini, wajib dilaksanakan tanpa unsur
paksaan diantara para pihak yang berakad atau bertransaksi.
e. Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
sebagaimana diatur dalam peraturan ini, yang diikuti dengan kewajiban
melaksanakan asuransi atas objek pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah, maka objek yang diasuransikan wajib diasuransikan pada
perusahaan asuransi dengan prinsip syariah juga.
f. Pencatatan akuntansi untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan ini wajib disusun
berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
6. Pembatasan Perusahaan Pembiayaan
Agar lembaga pembiayaan tidak menyerupai perbankan dalam melakukan
aktivitas disisi pasivanya, maka lembaga pembiayaan menurut ketentuan dilarang:
a. Menghimpun dana dari masyarakat secara langsung dalam bentuk giro,
deposito dan tabungan.
b. Menerbitkan surat sanggup bayar (promissory notes) kecuali sebagai
jaminan atas utang kepada bank yang menjadi pemberi dananya. Surat
sanggup tersebut tidak dapat dialihkan dan dikuasakan pada pihak
manapun.
c. Memberikan jaminan dalam segala bentuknya kepada pihak lain
7. Kualitas Aktiva Produktif
Adanya penilaian mengenai kolektibilitas aktiva produktif, mengharuskan
perusahaan pembiayaan harus benar-benar melakukan analisis yang baik dan hati-
hati atas setiap jenis kegiatan pembiayaan yang dilakukannya, termasuk aktiva
produktif lainnya yang dimiliki misalnya surat berharga dan penyertaan. Hasil
penilaian aktiva produktif akan mempengaruhi kinerja perusahaan pembiayaan.
Metode penilaian aktiva produktif perusahaan pembiayaan dinilai berdasarkan
kolektibilitas aktiva produktif sesuai jenis usaha pembiayaan. Kemudian
berdasarkan penilaian yang dilakukan tersebut, maka kolektibilitas aktiva
produktif digolongkan sebagai lancar, diragukan dan macet.
D. Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Perusahaan Pembiayaan
Strategi Pengelolaan dan Pembangunan Perusahaan Pembiayaan Syariah di
Indonesia
Pengelolaan dan pengembangan perusahaan pembiayaan dapat dilakukan melalui
beberapa bidang, yaitu:
1. Pemasaran antara lain dengan membangun kerjasama dengan dealer, sinergi
bisnis dengan group/induk perusahaan, untuk membangun captive market
pemilihan konsumen sangat menentukan terhadap keberhasilan pembayaran
kembali produk yang dijual.
2. Produk antara lain menciptakan yang sederhana di mata konsumen, dan dari
sisi mitigrasi risiko masih tetap aman, produk yang dijual adalah produk yang
kualitasnya bagus, serta mudah dijual bila terjadi penarikan kembali dari
konsumen.
3. Keuangan antara lainbila tak memungkinkan funding mayoritas dari bank, ada
keterbatasan untuk menambah jumlah funding yang diperoleh.
4. Permodalan antara lain secara bertahap perusahaan perlu melakukan
pemupukan modal, atau berusaha mendapatkan penambahan modal disetor
para pemegang saham.
5. Sumber daya insani antara lian diperlukan sumber daya manusia yang
berkualitas agar dapat melakukan marketing, menganalisis risiko, dan
melakukan perbaikan jika terjadi risiko gagal bayar dari konsumen.
E. Perusahaan Pembiayaan Syariah di Indonesia
Harus diakui struktur sistem keuangan di Indonesia hingga saat ini masih
didominasi oleh perbankan, perlahan pasar keuangan dibidang pasar modal secara
perlahan juga ikut meningkat. Belakangan perusahaan pembiayaan juga ikut
meningkat seiring dengan meningkatnya pasar keuangan. Adapun contoh
perusahaan pembiayaan Syariah di Indonesia adalah :
• BAF Syariah
• FIF Syariah
• Alif Finance
• ACC Syariah
• CITIFIN Multi Finance Syariah.
1. Al-Quran
Al-Muddassir
Artinya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. (QS.
Al-Muddassir: 38).
2. Al-Hadits
“Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh orang
yang menerima gadai). Karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)-nya.
Apabila ternak itu digadaikan, maka air susu-nya yang deras boleh diminum (oleh
orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)-nya.
Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya
(perawatan)-nya”. (HR. Jamah kecuali Muslim dan Nasa’i).
C. Perkembangan pegadaian
Survei ini belum menjamah literasi pegadaian syariah. Bisa jadi tingkat
literasi masyarakat terkait pegadaian syariah akan lebih rendah dari angka itu di
negara dengan mayoritas Muslim ini. Karena itu, sejak Juli lalu, Majelis Ulama
bekerjasama dengan Pegadaian terus gencar melakukan literasi keuangan syariah.
D. Tujuan dan Manfaat Pegadaian
1. Bagi nasabah
Tersedianya dana dengan prosedur yang relative lebih sederhana dan dalam
waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/ kredit perbankan. Di
samping itu, nasabah juga mendapat manfaat penaksiran nilai barang bergerak
secara professional. Mendapatkan fasilitas penitipan barang bergerak yang aman
dan dapat dipercaya.
2. Bagi perusahaan pegadaian
a. Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh
peminjam dana;
b. Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah
memperoleh jasa tertentu. Bank syariah yang mengeluarkan produk gadai
syariah mendapat keuntungan dari pembebanan biaya administrasi dan
biaya sewa tempat penyimpanan emas;
c. Pelaksanaan misi pegadaian sebagai BUMN yang bergerak di bidang
pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang
memerlukan dana dengan prosedur yang relatif sederhana;
E. Kegiatan Usaha
Perbedaan utama antara biaya gadai dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga
yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda sementara biaya gadai hanya sekali dan
ditetapkan di muka.
F. Barang jaminan
• Barang-barang atau benda-benda perhiasan antara lain emas, perak, intan,
berlian, mutiara, platina, dan jam.
• Barang-barang berupa kendaraan seperti mobil (termasuk bajaj dan bemo),
sepeda motor, sepeda biasa (termasuk becak).
• Barang-barang elektronik antara lain televisi, radio, radio tape, video,
komputer, kulkak, tustel, mesin tik.
• mesin seperti mesin jahit dan mesin kapal motor.
• Barang-barang keperlua rumah tangga seperti barang tekstil, pakaian,
permadani atau kain batik; barang-barang pecah belah dengan jaminan
haruslah dalam kondisi baik dalam arti masih dapat dipergunakan atau
bernilai.
G. Sumber pendanaan
• Modal sendiri
• Penyertaan modal pemerintah
• Pinjaman jangka pendek dari perbankan
• Pinjaman jangka panjang yang berasal dari kredit lunak bank indonesia
• Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi
Di samping beberapa kemiripan dari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek
landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri
tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional.
Mekanisme operasional pegadaian syariah merupakan implementasi dari konsep
dasar Rahn yang telah ditetapkan oleh para ulama fiqh. Secara teknis, pelaksanaan
atau kegiatan pegadaian syariah adalah:
a. Membawa fotokopi KTP atau identitas lainnya (SIM, Paspor, dan lain-lain)
- Kendaraan bermotor
- Barang-barang elektronik.
2. Produk ARRUM
Untuk memperoleh pembiayaan melalui produk ARRUM ini, calon nasabah harus
memenuhi beberapa persyaratan :
a. Calon nasabah merupakan mikro kecil di mana usahanya telah berjalan
minimal 1 tahun.
b. Memiliki kendaraan bermotor (mobil/motor) sebagai agunan pembiayaan.
c. Calon nasabah harus melampirkan :
• Fotokopi KTP dan kartu keluarga.
• Fotokopi KTP suami/isteri
• Fotokopi surat nikah
• Fotokopi dokumen usaha yang sah (bagi pengusaha informal cukup
menyerahkan surat keterangan usaha dari kelurahan atau dinas terkait)
• Asli BPKB kendaraan bermotor
• Fotokopi rekening koran/tabungan (jika ada)
• Fotokopi pembayaran listrik atau telepon
• Fotokopi pembayaran PBB
• Fotokopi laporan keuangan usaha.
• Memenuhi kriteria kelayakan usaha.
Apabila sampai dengan waktu yang ditetapkan nasabah tidak dapat melunasi
dan proses kolektibilitas tidak dapat dilakukan, maka jaminan dijual di bawah
tangan dengan ketentuan :
a. Nasabah tidak dapat melunasi pinjaman sejak tanggal jatuh tempo pinjaman
dan tidak diperbaharui
b. Diupayakan sepengetahuan nasabah dan kepada nasabah diberikan kesempatan
untuk mencari calon pemilik. Apabila tidak dapat dilakukan, maka bank
menjual berdasarkan harga tertinggi dan wajar (karyawan bank tidak
diperkenankan memliki agunan tersebut)
A. Pengertian
▪ Lembaga Amil Zakat (LAZ)
LAZ merupakan lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh swasta atau
diluar pemerintah. LAZ adalah intitusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya
dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak dibidang
da’wah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat islam.Lembaga Amil Zakat ini
dikukuhkan, dibina dan dilindungi pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya
LAZ memberikan laporan kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
Pengukuhan Lembaga Amil Zakat dilakukan oleh pemerintah atas usul LAZ yang
telah memenuhi persyaratan pengukuhan dilaksanakan setelah terlebih dahulu
dilakukan penelitian persyaratan. LAZ sendiri memiliki forum antar lemabaga
amil zakat yang mana forum ini memiki fungsi untuk saling bertukar fikir
antarlembaga zakat dan membahas tentang bagaimana perkembangan zakat di
Indonesia
Tujuan :
1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup
dan penderitaan.
2. Membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh orang yang berutang, ibnu
sabil, dan mustahiq lainnya.
3. Membina tali persaudaraan sesama umat Islam.
4. Menghilangkan sifat kikir dari pemilik harta.
5. Membersihkan sifat dengki dan iri hati dari orang-orang miskin.
Hikmah berzakat :
Zakat sebagai suatu kewajiban dan kebutuhan bagi seorang muslim yang beriman.
Menghilangkan rasa kikir bagi pemilik harta serta membersihkan sikap dengki dan
iri hati bagi orang-orang yang kurang.
Dari segi kepentingan harta benda yang dizakati, akan memberikan suatu jaminan
untuk membentengi harta kekayaan tersebut dari kebinasaan dan memberikan
keberkatan serta kesucian dari kotoran dan subhat. Hal ini dirasa adanya balasan
kebaikan dari Allah, dengan mengabulkan do’a dari para penerima zakat yang telah
memberikan bantuan.
Menjaga dan memelihara harta dari para pendosa, pencuri, sehingga kehidupan di
lingkungan masyarakat menjadi tentram tanpa ada rasa ketakutan dan kekhawatiran
menjaga harta mereka.
A. Pengertian
Lembaga pengelola wakaf di Indonesia diserahkan kepada Badan Wakaf
Indonesia. BWI adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di
Indonesia yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun, serta bertanggung jawab kepada masyarakat. BWI bertujuan
Untuk mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf untuk dimanfaatkan
sesuai dengan fungsinya,yaitu untuk kepentingan ibadah dan meningkatkan
kesejahteraan umat. Adapun tugas dan wewenang BWI sesuai yang terdapat di
Berdasarkan Pasal 49 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf, BWI mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena
wakaf disyariatkan setelah nabi SAW Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada
dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha)
tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian
pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf
adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun
masjid.
Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari
‘Amr bin Sa’ad bin Mu’ad, Ia berkata: Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah,
dari Umar bin Sa’ad bin Muad berkata: “Kami bertanya tentang mula-mula wakaf
dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan
orang-orang Ansor mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW.” (Asy-Syaukani:
129).
Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewakafkan ketujuh
kebun kurma di Madinah; diantaranya ialah kebon A’raf, Shafiyah, Dalal, Barqah
dan kebon lainnya. Menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang
pertama kali melaksanakan Syariat Wakaf adalah Umar bin Khatab. Pendapat ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra, berkata: Dari Ibnu Umar ra,
berkata: “Bahwa sahabat Umar ra, memperoleh sebidang tanah di Khaibar,
kemudian Umar ra, menghadap Rasulullah SAW untuk meminta petunjuk, Umar
berkata : “Hai Rasulullah SAW., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya
belum mendapat harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan
kepadaku?” Rasulullah SAW. bersabda: “Bila engkau suka, kau tahan
(pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak
dihibahkan dan tidak diwariskan. Ibnu Umar berkata: “Umar menyedekahkannya
(hasil pengelolaan tanah) kepada orang-rang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya,
sabilillah, Ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir)
wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi
makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (HR.Muslim).
Syarat-syarat al-waqif ada empat, Pertama orang yang berwakaf ini harus
memiliki secara penuh harta itu. Kedua dia harus orang yang berakal, tak sah
wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia baligh.
Keempat dia orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya
orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah
mewakafkan hartanya.
Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, Pertama
(mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan
tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang
atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan
yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara
terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat
ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf
mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-
tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini
boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila
tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan;
ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu
untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf
ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
• Syarat-syarat Shigah
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang
diwakafkan oleh wakif . Harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak, dan
benda bergerak.
Jadi, Baitul Mal wa Tamwil merupakan lembaga ekonomi atau keuangan Syari’ah
non perbankan yang sifatnya informal. Lembaga yang didirikan oleh Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan
dan lembaga keuangan formal lainnya sehingga BMT disebut bersifat informal.
Selain berfungsi sebagai lembaga keuangan, BMT juga berfungsi sebagai
lembaga ekonomi (BT). Selain BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkan dana kepada masyarakat.BMT berhak melakukan kegiatan
ekonomi, seperti perdagangan,industri dan pertanian
B. Prosedur pendirian
A. Ahsan ( Mutu hasil kerja yang terbaik ), thayyiban (terindah), ahsana’amalu
B. (memuaskan semua pihak), dan sesuai nilai - nilai salaam ( kedamaian, keselamatan
dan kesejahteraan ).
C. Barakah yaitu berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan, transparan
(keterbukaan), dan bertanggungjawab sepenuhnya kepada masyarakat.
D. Spiritual communication ( penguatan nilai ruhiyah )
E. Demokratis, partisipatif, dan inklusif.
F. Keadilan sosial dan kesetaraan gender, non diskriminatif.
G. Ramah lingkungan, peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya local, serta
keanekaragaman budaya.
H. Keberlanjutan memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kemampuandiri
dan lembaga masyarakat lokal.
C. Kegiatan Usaha BMT
Kegiatan BMT adalah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha makro dan kecil, antara lain
mendorong kegiatan menabung dan pembiayaan kegiatan ekonominya
Fintech Syariah merupakan suatu kombinasi dari inovasi yang berada di bidang
financial atau keuangan dan teknologi dalam memudahkan proses transaksi dan
investasi yang didasarkan pada dasar-dasar hukum syariah atau hukum
islam.Fintech syariah haruslah menggunakan prinsip-prinsip hukum Islam dalam
kegiatan bisnisnya. Payung hukum fintech syariah juga berlandaskan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi. Aturan ini memang mengatur secara umum
setiap jenis fintech P2P seperti fintech syariah dan konvensional. Kemudian, fintech
syariah juga mengacu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSNMUI) Nomor 117/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
▪ Qazwa
▪ Mobilima
▪ Invesproperti
Al Arif M. Nur Rianto. Lembaga Keuangan Syari’ah, Suatu Kajian Teoretis Praktis.
Bandung: CV Pustaka Setia, 2012. Hal 301-303
Al Arif, M. Nur Rianto. 2012. Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoretis
Praktis. Bandung: CV Pustaka Setia.
Anshori, Abdul Ghofur. 2009. Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Fahmi Irham (2014). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Bandung: Alfabeta.
Huda Nurul dan Heykal Mohamad. Lembaga Keuangan Islam, Tinjauan Teoretis dan
Praktis. Jakarta: Kencana, 2010. Hal 337-338
Ikatan bankir Indonesia. 2015. Bank syariah. Surabaya: Gramedia.
Lubis Suhrawardi K. dan Wajdi Farid. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika,
2014. Hal 98
Mastahbisnis.com. 2020. Pegadaian Syariah: Sejarah, Hukum, Rukun, Syarat, Akad,
Berakhir. https://mastahbisnis.com/pegadaian-syariah/. Diakses tanggal 13 Juni
2021
Parizi, Ahmad. 2019. Perkembangan Fintech Syariah.
https://kseiprogres.com/perkembangan-fintech-syariah/. Diakses tanggal 13 Juni
2021
Soemitra, Andri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Medan: Prenadamedia Group,
2009
Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman V ol. 5 No. 1 A p ri l 201 9
Widiasih, R. A. (2016). ANALISIS PROSEDUR PENGAJUAN DAN MEKANISME
PENGELOLAAN DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN (DPLK) DI BANK
MUAMALAT CABANG PEMBANTU MAGELANG (Doctoral Dissertation, IAIN
SALATIGA)