Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan

oleh organisme Salmonella entericasub spesies Salmonella typhi (S. typhi).

Manusia adalah reservoir untuk S. typhi dengan penularan penyakit yang

terjadi melalui rute fecal-oral melalui konsumsi makanan atau air yang

terkontaminasi oleh kotoran manusia. Risiko infeksi tinggi ditemukan di

negara-negara berpenghasilan rendah dan sedang Endemik di daerah yang

memiliki sanitasi buruk dan rendahnya akses mendapatkan makanan dan air

yang sehat ( Mulawarman ,2020).

Penyakit Typhus abdominalis salah satu penyakit yang mudah menular

dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah

(Nurvina, 2016). Typhus abdominalis diketahui juga menyerang semua usia

mulai anak-anak sampai orang orang dewasa (Sarwahita, 2017). Penularan

penyakit Typhus abdominalis dapat ditularkan melalui makanan, mulut atau

minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella typhi (Pratama, 2018).

Penularan Typhus abdominalis selain di dapatkan dari menelan makanan atau

minuman yang terkontaminasi dapat juga dengan kontak langsung jari tangan
yang terkontaminasi tinja, urin, secret, saluran nafas atau dengan pus

penderita yang terinfeksi (Nuruzzaman, 2017).

Gejala biasanya muncul 1-3 minggu setelah terkena, dan gejala

meliputi demam tinggi, malaise, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan,

sembelit atau diare, bitnik-bintik merah muda di dada (Rose spots), dan

pembesaran limpa dan hati (Inawati, 2017).

Prinsip penularan penyakit ini adalah melalui fekal-oral. Kuman

berasal dari tinja atau urin penderita atau bahkan carrier (pembawa penyakit

yang tidak sakit) yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui air dan

makanan.Mekanisme makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri

sangat bervariasi. Pernah dilaporkan di beberapa Negara bahwa penularan

terjadi karena masyarakat mengkonsumsi kerang-kerangan yang airnya

tercemar kuman. Kontaminasi juga dapat terjadi pada sayuran mentah dan

buah-buahan yang pohonnya dipupuk menggunakan kotoran manusia. Vektor

berupa serangga (Lalat) juga berperan dalam penularan penyakit (WHO,

2018).

Typhus abdominalis merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh

bakteri Salmonella enterica reservoar typhi, umumnya disebut Salmonella

typhi (S.typhi). Pravalensi data dari WHO tahun 2020 di dapatkan Jumlah

kasus Typhus abdominalis di seluruh dunia diperkirakan terdapat 23 juta


kasus dengan 130.000 sampai 171.000 kematian setiap tahun, kasus terbanyak

terdapat di Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Angka kejadian kasus Typhus abdominalis di Indonesia pada tahun

2019 penderita typhus abdominals yang di rawat inap di rumah sakit sebanyak

41.081 kasus dan 279 di antarnya meninggal dunia ( Kementrian Kesehatan

RI,2020).

Angka kejadian kasus typhus abdominalis di sumatera barat pada

tahun 2018 terdapat 46,63 per 100.000 penduduk tertinggi di kota padang.

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan di RSI Ibnu Sina Padang ditemukan

jumlah penderita Typhus abdominalis tahun 2019 di dapatkan data dari

januari sampai desember sebanyak 36 orang. Sedangkan pada tahun 2020 di

dapatkan data dari bulan januari sampai febuari jumlah penderita Typhus

abdominalis sebanyak 4 orang ( RSI Ibnu Sina Padang).

Dampak dari Typhus abdominalis yaitu dapat menyebabkan

komplikasi yang ditimbulkan oleh perkembangan bakteri Salmonella thypi

pada usus adalah perdarahan usus, melena, pervorasi usus, peritonitis

sedangkan untuk komplikasi pada organ lain adalah meningitis, kolesistitis,

ensefalopati, bronkopneumoni.

Akibat dari Typhus abdominalis ini dapat berdampak terhadap fisik,

psikologis, sosial, spiritual. Typhus abdominalis menyebabkan gangguan rasa


nyaman yang perlu diatasi. Rasa nyaman merupakan bagian dari keperawatan

yang penting untuk diperhatikan. Kenyamanan diartikan sebagai kondisi

sejahtera dan merupakan tahap berakhirnya tindakan keperawatan yang

dilakukan kepada klien. Kenyamanan merupakan nilai dasar yang menjadikan

tujuan keperawatan pada setiap waktu (Nurkhasanah, Taamu & Atoy, 2018).

Salah satu dampak yang timbul pada pasien Typhus abdominalis yaitu

hipertermia. Hipertermi adalah suatu Keadaan dimana seorang individu

mengalami peningkatan suhu tubuh di atas 37,8oC peroral atau 38,8oC

perrektal karena factor eksternal (Nurrofiq, 2019). Hipertermi berhubungan

ketika sistem kontrol suhu normal tubuh tidak dapat secara efektif mengatur

suhu internal. Biasanya, pada suhu tinggi tubuh akan mendinginkan melalui

penguapan keringat. Namun, dalam kondisi tertentu (suhu udara di atas 95 oC

atau 35 oC dan dengan kelembaban yang tinggi), mekanisme pendinginan ini

menjadi kurang efektif.

Peran perawat untuk mengatasi typus abdominalis yaitu sebagai

caregiver pemberi asuhan keperawatan dengan cara memonitor status hemi

dinamik, meliputi nadi, tekanan darah dan memberikan cairan IV istonic

misalnya cairan RL dan mengompres dengan air hangat apabila terjadi panas.

Peran perawat educator yaitu memberikan pendidikan kesehatan kepada

pasien maupun keluarga melalui penyuluhan terkait pencegahan penyakit

typus abdominalis, penanggulan penyakit typus abdominalis seperti

memantauan terhadap lingkungan (Aru, 2018).


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

melaksankan asuhan keperawatan yang akan di tuangkan dalam bentuk karya

tulis ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Dengan Typus

Abdominalis Di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Padang

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, didapat rumuskan maslah

“bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan typus abdominalis di

ruangan zam-zam RSI Ibnu Sina Padang ”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan typus

abdominalis di ruangan zam-zam RSI Ibnu Sina Padang.

Tujuaan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan typus

abdominalis di ruangan zam-zam RSI Ibnu Sina Padang.

b. Mahasiswa mampu mentukan diagnose keperawatan pada klien

dengan typus abdominalis di ruangan zam-zam RSI Ibnu Sina Padang.

c. Mahasiswa mampu merencanakan rencana keperawatan pada klien

dengan typus abdominalis di ruangan zam-zam RSI Ibnu Sina Padang.


d. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien

dengan typus abdominalis di ruangan zam-zam RSI Ibnu Sina Padang.

e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien

dengan typus abdominalis di ruangan zam-zam RSI Ibnu Sina Padang.

f. Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi keperawatan pada klien

dengan typus abdominalis di ruangan zam-zam RSI Ibnu Sina Padang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi penulis

Sebagai perbanding antara teori yang didapat di akademik dengan

kasus yang ditemukan di lapangan dansebagai pedoman dalam

melaksanakan asuhan keperawatanpada klien khususnya pada klien dengan

typus abdominalis

2. Manfaat bagi bagi pasien

Sebagai keluarga atau pasien hasil dari asuhan keperawatan ini dapat

digunakan sebagai ilmu pengetahuan dalam merawat pasien dengan typus

abdominalis

3. Manfaat bagi rumah sakit

Sebagai bahan masukan, informasi tambahan, pedoman serta menjadi

bahan perbandingan bagi perawat ruangan dalam penerapan asuhan

keperawatanyang optimal terhadap klien dengan typus abdominalis


4. Manfaat bagi institusi pendidikan

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan

akademi untuk perkembangan pembelajaran proposal selanjutnya


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR TYPHUS ABDOMINALIS

1. Pengertian Typhus Abdominalis

Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri pada usus

halusdan terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh Bakteri

Salmonellatyphosa atau Salmonellaparatyphi A,B danC, selain ini dapat juga

menyebabkan gastroenteritis (radang lambung). Dalam masyarakat

penyakitini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, (Guyton&Hall,2016).

Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan

oleh organisme Salmonella entericasub spesies Salmonella typhi (S. typhi).

Manusia adalah reservoir untuk S. typhi dengan penularan penyakit yang

terjadi melalui rute fecal-oral melalui konsumsi makanan atau air yang

terkontaminasi oleh kotoran manusia. Risiko infeksi tinggi ditemukan di

negara-negara berpenghasilan rendah dan sedang Endemik di daerah yang

memiliki sanitasi buruk dan rendahnya akses mendapatkan makanan dan air

yang sehat. ( Mulawarman ,2020).

Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi sistemik akut yang

disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan


dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang

yang terinfeksi kuman salmonella . Typhus abdominalis adalah penyakit

infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella typoid dan

salmonella thypi dan salmonella para Thypi A,B,C sinonim dari penyakit ini

adalah typoid dan paratyphoid abdominalis. Penularan terjadi secara pecak,

oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. ( Padila ,2013 )

2. Anatomi Fisiologi

2.1 Anatomi dan fisiologi usus halus

( Hartono, 2018)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang

terletak di antara lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian
yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejenum), dan usus

penyerapan (ileum). Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu

dari pankreas dan kantung empedu. Usus halus merupakan saluran berkelok-

kelok yang panjangnya sekitar 6-8 meter, lebar 25 mm dengan banyak lipatan

yang di sebut Vili atau jonjot-jonjot usus. Vili ini berfungsi memperluas

permukaan usus halus yang berpengaruh terhadap penyerapan makanan.

Kimus yang berasal dari lambung mengandung molekul-molekul pati

yang telah dicernakan di mulut dan lambung, molekul-molekul protein yang

telah dicernakan di lambung, molekul-molekul protein yang telah dicernakan

di lambung, molekul-molekul lemak yang belum dicernakan serta zat-zat lain.

Selama di usus halus, semua molekul pati dicernakan lebih sempurna menjadi

molekul-molekul glukosa.

Sementara itu molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-molekul

asam amino, dan semua molekul lemak dicernakan menjadi gliserol dan asam

lemak. Pencernaan makanan yang terjadi di usus halus lebih banyak bersifat

kimiawi ini. Hati, pankreas, dan kelenjar-kelenjar yang berperan di usus halus

ini berupa cairan empedu, getah pankreas, dan getah usus.

a. Cairan empedu
Cairan empedu berwarna kuning kehijauan, 86% berupa air dan tidak

mengandung enzim. Akan tetapi, mengandung mucin dan garam empedu

yang berperan dalam pencernaan makanan.

Empedu mengalir dari hati melalui saluran empedu dan masuk ke

usus halus. Dalam proses pencernaan ini, empedu berperan dalam proses

pencernaan lemak, yaitu sebelum lemak dicernakan, lemak harus bereaksi

dengan empedu terlebih dahulu. Selain itu, cairan empedu berfungsi

menetralkan asam klorida dalam kimus, menghentikan aktivitas pepsin

pada protein, dan merangsang gerak peristaltik usus.

b. Getah pankreas

Getah pankreas dihasilkan di dalam organ pankreas. Prankeas ini

berperan sebagai kelenjar esokrin yang menghasilkan getah pankreas kedalam

saluran pencernaan dan sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon

insulin. Hormon ini dikeluarkan oleh sel-sel berbentuk pulau-pulau yang di

sebut pulau-pulau langerhans. Insulin ini berfungsi menjaga gula darah agar

tetap normal dan mencegah diabetes melitus. Getah pankreas ini dari pankreas

mengalir melalui saluran pankreas masuk ke usus halus. Dalam pankreas

terdapat tiga macam enzim, yaitu lipase yang membantu dalam pemecahan

lemak, tripsin membantu dalam pemecahan protein, dan amilase membantu

dalam pemecahan pati.


c. Getah usus

Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu

menghasilkan getah usus. Getah usus mengandung enzim-enzim seperti

berikut :

Monosakarida, asam amino, asam lemak, dan gliserol hasil pencernaan

terakhir di usus halus mulai diabsorpi atau di serap melalui dinding usus halus

terutama di bagian jejunum dan ileum. Selain itu vitamin dan mineral juga di

serap . Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, penyerapannya bersama

dengan pelarutnya, sedangkan vitamin yang larut dalam air penyerapannya

dilakukan oleh jonjot usus.

Penyerapan mineral sangat beragam berkaitan dengan sifat kimia tiap-

tiap mineral dan perbedaan struktur bagian-bagian usus. Di dalam Vili ini

terdapat pembuluh darah, pembuluh kil ( limfa ), dan sel goblet . Di sini asam

amino dan glukosa diserap dan di angkut oleh darah menuju hati melalui

sistem Vena porta hepatikus, sedangkan asam lemak bereaksi terlebih dahulu

dengan garam empedu membentuk emulsi lemak. Emulsi lemak bersama

gliserol diserap ke dalam Vili. Selanjutnya di dalam Vili, asam lemak di


lepaskan, kemudian asam lemak mengikat gliserin dan membentuk lemak

kembali. Lemak yang terbentuk masuk ke tengah Vili, yaitu ke dalam

pembuluh kil (limpfa). Melalui pembeluh kil, emulsi lemak menuju Vena

sedangkan garam empedu masuk kedalam darah menuju hati dan dibentuk

lagi menjadi empedu. Bahan-bahan yang tidak dapat diserap di usus halus

akan di dorong menuju usus besar (kolon) . ( Andra saferi wijaya ,2013 )

3. Etiologi

Etiologi Typhus abdominalis adalah salmonella Thypi . Salmonella

para typhi A,B, dan C . Ada dua sumber penularan salmonella Thypi yaitu

pasien dengan Typhus abdominalis dan Pasien dengan carier . Carier adalah

orang yang sembuh dari demam typoid dan masih terus mengekresi

salmonella Thypi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun ( Padila,

2013 ).

Etiologi typus abdominalis adalah salmonella Thypi, salmonella

paratyphi A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C. Penyakit ini

disebabkan oleh infeksi kuman salmonella Typhosa / Eberthella Typhosa yang

merupakan kuman negatif, dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat

hidup baik sekali pada pada suhu tubu manusia maupun suhu yang lebih

rendah sedikit serta mati pada suhu 70° C maupun oleh antiseptik. Sampai
saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia. Salmonella

Typhosa mempunyai 3 macam antigen yaitu :

a. Antigen O = Ohne hauch = somatik antigen ( tidak menyebar )

b. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat

termolabil

c. Antigen V = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan

melindungi O antigen terhadap fagositosis ( Andra saferi wijaya , 2013 ).

4. Patofisiologi

Penularan salmonella Thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,

yang dikenal dengan 5f yaitu : food (makanan) , fingers (jari tangan/kuku),

fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada

penderita Typhus abdominalis dapat menularkan kuman salmonella Thypi

kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,

dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang

sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya

seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman Salmonella typhi

masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke

dalam lambung, sebagai kuman akan di musnahkan oleh asam lambung dan

sebagaian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan
limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk

ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloedotelial. Sel-sel retikuloedotelial

ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan

bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandungan

empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada Typhus

abdominalis disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian

eksperimental di simpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab

utama demam pada Typhus abdominalis. Endotoksemia berperan pada

patogenesis typoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus.

Typhus abdominalis di sebabkan karena salmonella Thypi dan endotoksemia

merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan

yang meradang. (Padalia, 2013


5. WOC
Bakteri salmonella thypi

Masuk ke Saluran cerna melalui


makaanan dan minuman

Sebagian dimusnahkan Peradangan pada saluran cerna


asam lambung
Merangsang pelepasan zat pirogen dan leukosit
Peningkatan produksi asam
Zat purogen beredar dalam darah
lambung
Hipotalamus
Mual Muntah

Kehilangan volume Merespon dengan meningkatkan suhu tubuh


cairan
Bakteri salmonealla thypi
MK: Resiko
Ketidakseimbangan Inflamasi kuman pada usus halus
Cairan Peningkatan suhu tubuh

MK : resiko Melalui pembuluh limfe


defisit nutrisi masuk ke dalam
pembuluh darah
Basil yang tidak dihancurkan
Masuk ke organ tubuh terutama
berkembang biak dalam hati dan
hati dan limfa
limfa akan membesar

Nyeri akut Masuk kembali ke dalam


darah ( endotoksin )
Kurang informasi
( bakterimia ) dan
menyebar ke seluruh MK: Hipertemi
tubuh
MK: kurang
pengetahuan

6. Manifestasi Klinis

Nyeri kepala, lemah, lesu, demam yang tidak terlalu tinggi dan

berlangsung salama 3 minggu, minggu pertama peningkatan suhu tubuh

berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun

pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat, dan pada

minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun kembali normal.

Gangguan pada saluran cerna yaitu halitosis, bibir kering, dan pecah-

pecah, lidah di tutupi sealaput putih kotor (coated tongue), meteorismus,

mual, tidak nafsu makan, hepatomegaly, splenomegaly yang di sertai nyeri

pada perabaaan.

Gangguan kesadaran yaitu penurunan kesadaran (apatis, samnolen).

Bitnik-bintik kemerahan pada kulit (roscola) akibat emboli basil dalam kapiler

kulit .( Andra saferi wijaya ,2013 )

7. Pemeriksaan Diagnostik

Biakan darah positif memastikan Typhus abdominalis, tetapi biakan

darah negatif tidak menyingkirkan Typhus abdominalis. Biakan tinja positif


menyokong diagnosis klinis Typhus abdominalis Peningkatan titer uji widal

tes 4 kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis Typhus abdominalis.

Pada beberapa pasien uji widal tes tetap negatif pada pemeriksaan ulang

walaupun biakan darah positif .

1. Widal Tes

a. Pengertian Widal Tes

Sampai saat ini Widal tes merupakan reaksi serologis yang

digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa Typoid. Dasar

Widal tes adalah reaksi aggiutinasi antara antigen salmonella Typhosa

dengan antibodi yang terdapat pada serum penderita.

b. Pemeriksaan Widal Tes

Ada 2 macam metode yang dikenal yaitu:

1. Widal cara tabung (konvensional)

2. Salmonella slide test (cara slide)

Nilai sensifitas, spesifisitas serta ramal reaksi Widal tes sangat

bervariasi dari satu laboratorium dengan laboratorium lainnya. Disebut

tidak sensitif karena adanya sejumlah penderita dengan hasil biakan

positif tetapi tidak pernah didektasi adanya antibodi dengan tes ini,

bila dapat dideteksi adanya titer antibodi sering titer naik sebelum
timbul gejala klinis, sehingga sulit untuk memperlihatkan terjadinya

kenaikan titer yang berarti. Disebut tidak spesifikasi oleh karena

semua grup D salmonella mempunyai antigen O, demikian juga grup

A dan B Salmonella tyfosa, titer H tetap meningkat dalam waktu

sesudah infeksi. Untuk dapat memberikan hasil yang akurat, Widal tes

sebaiknya tidak hanya dilakukan satu kali saja melainkan perlu satu

seri pemeriksaan, kecuali bila hasil tersebut sesuai atau melewati nilai

standar setempat . Nilai titer pada penderita typoid adalah :

a. Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen O (+) positif > 1/200

maka sedang aktiv

b. Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen H dan V1 (+) positif >

1/200 maka dikatakan infeksi lama ( Andra saferi wijaya , 2013 ).

8. Klasifikasi

Klasifikasi Salmonella bersifat kompleks karena organisme ini

merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan, dan bukan satu

spesies umum. Anggota genus Salmonella awalnya diklasifikasikan

berdasarkan epidemiologi, pejamu, reaksi biokimia dan struktur antigen

O,H dan Vi (jika ada).

Penelitian hibridasi DNA telah menunjukkan adanya tujuh


kelompok evolusioner. Saat ini, genus salmonella dibagi menjadi dua

spesies yang masing-masing terbagi atas banyak subspecies dan

serotype. Kedua spesies tersebut adalah Salmonella enterica dan

Salmonella bongori (dahulu disebut subspecies V). Salmonella enterica

terdiri dari lima subspesies. Subspesies enterica (subspesies I);

subspesies salamae (subspesies II); subspecies arizonae (subspecies

IIIa); subspesies diarizonae (subspesies IIIb); subspesies houtenae

(subspesies IV) dan subspesies indica (subspesies VI).

Menurut nomenklatur yang baru, Salmonella dibedakan menurut

adanya keterkaitan DNA-nya, sehingga sekarang hanya terdapat dua spesies

Salmonella yaitu Salmonella bongori dan Salmobella enterica. Nama semula

S..Thypi menjadi S. enterica serovar Thypi yang disingkat S.Tyhpi. Salmonella

yang menyerang manusia disebut sebagai strain dalam subspecies I atau

S.enterica ( Farihatun nafiah, 2018 ).

9. Komplikasi

Komplikasi Typhus abdominalis dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:

1. Komplikasi Intestinal

a. Perdarahan Usus

Sekitar 25% penderita Typhus abdominalis dapat

mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan tranfusi


darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami

syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila

terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.

b. Perforasi Usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat.

Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi

pada minggu pertama. Penderita Typhus abdominalis dengan

perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah

kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut.

Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun

dan bahkan sampai syok.

2. Komplikasi Ekstraintestinal

1. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (syok,

sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia,

koaguolasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia

hemolitik.

3. Komplikasi paru: pneumoni, empiema, dan pleuritis.

4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan

kolelitiasis.

5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan


perinefritis.

6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan

artritis.

7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus,

meningitis, polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom

katatonia.( Farihatun nafiah, 2018 ).

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit Typhus abdominalis sampai saat ini dibagi

menjadi tiga bagian yaitu :

1. Istirahat dan perawatan

Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah

komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti

makanan, minuman, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan

membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu

sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang

dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitas dan

pneumonia ortostatik serta hygiene perorongan tetap, perlu diperhatikan

dan dijaga.

2. Diet dan terapi penunjang


Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses

penyembuhan penyakit Typhus abdominalis, karena makanan yang kurang

akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun

dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Di masa lampau penderita

Typhus abdominalis diberi bubur saring tersebut ditujukan untuk

menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perposi usus. Hal

ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus di istirahatkan. Beberapa

peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi

dengan lauk pauk rendah selulosa ( menghindari sementara sayuran yang

berserat ) dapat diberikan dengan aman pada penderita Typhus

abdominalis.

3. Pemberian antibiotik

a. Klorampenikol

Di Indonesia klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama

untuk pengobatan Typhus abdominalis. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg

perhari dapat diberikan peroral atau intravena, diberikan sampai dengan 7

hari bebas demam.

b. Tiampenikol

Dosis dan efektivitas tiampenikol pada demam typoid hampir

sama dengan klorampenikol lm akan tetapi kemungkinan terjadi anemia


aplastik lebih rendah dari klorampenikol . Dosis 4 x 500mg diberikan

sampai hari ke 5 dan 6 bebas demam.

c. Kotrimoksazol

Dosis untuk orang dewasa 2 x 2 tablet dan diberikan selama 2

minggu.

d. Ampicilin dan amoksilin

Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah

dibandingkan dengan klorampenikol, dosis diberikan 50-150mg/kg 88

dan digunakan selama 2 minggu.

e. Seflosporin generasi ketiga

Hingga saat ini golongan seflosporin generasi ketiga yang

terbukti efektif untuk demam typoid adalah sefalosforin, dosis yang di

anjurkan adalah 3-4 gram dalam dektrose 100cc diberikan selma 1/2

jam perinfus sekali sehari selama 3 hingga 5 hari. ( Andra saferi

wijaya ,2013 ).
B. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

a) Identitas klien

Pengkajian merupakan awal dalam proses keperawatan, meliputi

identitas (nama, alamat, no. MR, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,

data penanggung jawab dan lain - lain).

b) Keluhan Utama

Biasanya pasien Thypus abdominalis mengeluh panas, perut merasa

mual, muntah, dan kembung, nafsu makan menurun, nyeri kepala, dan

demam.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

Biasanya pasien thypus abdominalis mengalami serangan ulang

demam typhoid dengan tipe virus lain.

d) Riwayat Penyakit Sekarang


Biasanya pasien Thypus abdominalis demam , peningkatan suhu tubuh

39 C , anorexia, mual,muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat

(anemia), nyeri kepala/pusing, nyeri otot, lidah kotor, gangguan kesadaran

berupa somnolen sampai koma.

e) Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya riwayat penyakit thypus abdominalis pada anggota keluarga

yang lain sangat menetukan, karena penyakit thypus abdominalis adalah

penyakit yang bisa ditularkan melalui makanan, jari tangan/kuku, lalat, dan

melalui feses.

f) Pemeriksaan Fisik

1. Kesadaran Umum klien

a. Tingkat kesadaran

Biasanya pasien typhus abdominalis mengalami penurunan

kesadaran apatis somnolen sampai koma apabila terjadi komplikasi

b. Tanda-tanda vital

Biasanya pemeriksaan tanda-tanda vital pasien dapat berbeda-

beda pada masing-masing orang , demam yang tinggi membuat denyut

nadi menjadi cepat sehingga pernafasan juga beubah menjadi cepat.

2. Kepala
Biasanya bentuk kepada bulat tidak terdapat luka, tidak

adanya edema, dahi pasien teraba panas, dan biasanya kepala pasien

terasa nyeri

1) Rambut : biasaya keadaan kulit kepala dan rambut pasien bersih,

tidak ada ketombe, tidak ada lesi

2) Wajah : biasanya wajah tampak kemerahan karena demam

3. Mata

Biasanya simetris kiri dan kanan, dan pada konjungtiva

biasanya pucat apabila terjadi komplikasi .

4. Telinga

Biasanya hubungan secara langsung antara typus dengan

telinga tidak ada tapi karna peningkatan suhu tubuh, hipotalamus

meningkatkan fungsinya maka dapat menimbulkan tekanan kranial

tinggi, yang akan dapat mempengaruhi telinga

5. Hidung

Biasanya bentuk hidung simetris, biasanya pada hidung terjadi

pendarahan)

6. Mulut dan gigi

Biasanya didapatkan bibir kering, pecah-pecah, lidah di tutupi

selaput putih kotor, lidah kotor dan memutih pada bagian tengah dan

memerah bagian pinggir.


7. Leher

Biasanya bentuk leher simetris, tidak terdapat pembesaran

kelenjer tyroid dan getah bening

8. Dada dan thorax

Inspeksi : biasanya pada pasien demam typhoid pergerakan dada

simetris kiri dan kanan

Palpasi : biasanya pada pasien demam typhoid fremitus pada paru

sama kiri dan kanan

Perkusi : biasanya pada pasien demam typhoid terdengar suara

sonor

Auskultasi : biasanya pada pasien demam typhoid terdengar bunyi

vesikuler dan tidak ada bunyi nafas tambahan

9. Jantung

Inspeksi : biasanya pada pasien demam typhoid ictus cardis

terlihat

Palpasi : biasanya pada pasien demam typhoid ictus cardis teraba

di RIC V, satu jari dimedia clavikularis sinistra


Perkusi : biasanya pada pasien demam typhoid jantung dalam l

(batas jantung karena RIC II, linea stralis dekstra, batas jantung kiri

RIC V, satu jari media clavikularis

Auskultasi : biasanya mendengar irama denyut jantung keteraturan

atau tidak

10. Abdomen

Inspeksi : Biasanya simetris kiri dan kanan

Auskultasi : Biasanya bising usus terdengar normal

Palpasi : Biasanya tidak ada benjolan

Perkusi : Biasanya nyeri ketukan tympani

11. Genitalia

Pada pasien Typhus abdominalis tidak ada kelainan pada

genitalia

12. Ektremitas

Biasanya akral dingin, nyeri otot, serta nyeri sendih

g) Data pola kebiasaan sehari-hari

No Data Sehat Sakit

1. Nutrisi 1. Biasanya porsi 1. Biasanya

makan habis 1 porsi makan


porsi berkurang

2. Biasanya makan 2. Biasanya

3x sehari jenis

3. Biasanya jenis makanan

makanan nasi, nasi, ikan,

ikan, daging dan daging dan

sayur sayur

3. Biasanya

nafsu makan

berkurang
Minuman 1. Biasanya dalam Biasanya klien

satu hari minum minum air putih

sebanyak kurang hanya sedikit,

lebih 3 liter air . disebabkan

pendarahan pada

gusi kemudian selera

klien terasa pahit.

2. Eliminasi 1. Frekuensi BAB 1. Biasanya

biasanya normal BAB klien

2. Biasanya warna jarang,

kuning dikarenakan

oleh asupan
nutrisi yang

tidak

terpenuhi

oleh tubuh

2. Biasanya

warna kuning

encer
Miksi 1. Biasanya BAK 1. Biasanya

normal (4-6x BAK klien

sehari ) sedikit

2. Biasanya warna dikarenakan

keruh agak kurangnya

kekuning- cairan dalam

kuningan tubuh klien

2. Biasanya

warna keruh

agak

kekuning-

kuningan
3. Istirahat dan tidur Biasanya lama tidur Biasanya klien

kurang lebih 7-8 jam mengalami kurang

setiap hari tidur karena


mengalami nyeri otot

dan persendian

hingga kualitas tidur

maupun istirahatnya

berkurang.

4. Aktivitas sehari-hari Biasanya klien di waktu Biasanya aktivitas

sehat beraktivitas seperti sehari-hari klien

biasanya, seperti orang dengan typhus

sehat abdominalis

terganggu karena

dampak efek demam

5. Personal hygine Biasanya pada waktu Biasanya klien

sehat klien mandi 2x dengan typhus

sehari pagi dan sore abdominalis mandi

dibantu oleh

keluarga

h) Data sosial ekonomi

Pasien kesulitan dalam bersosialisasi dikarenakan terhadap

penyakit yang di alaminya. pasien berobat menggunakan BPJS atau

Umum .
i) Data psikososial

Pasien selama sakit mengalami perubahan terhadap konsep diri

seperti pasien merasa gelisah terhadap penyakit yang dialaminya. pasien

memerlukan dukungan serta motivsi baik dari perawat maupun dari

keluarga. Biasanya pasien tinggal bersama keluarganya, anggota

keluarganya selalu memberikan semangat dan dukugan kepada pasien.

j) Data spiritual

Pasien mengalami masalah dalam pelaksanaan ibadah biasanya

pasien berdoa kepada Allah SWT memohon untuk kesembuhannya

penyakitnya.

k) Penatalaksaan

Menurut Widodo Joko (2018) obat-obat antibiotika yang biasa

digunakan ialah ampisilin dan amoksisilin, antipiretika, bila perlu

diberikan laksansia, tirah baring selama demam untuk mencegah

komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, mobilisasi bertahap

bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien, diet pada

permulaan, diet makanan yang tidak merangsang saluran cerna dalam

bentuk sering atau lunak, makanan dapat ditingkatkan seusai

perkembangan keluhan gastrointestinal, perforasi., transfusi bila

diperlukan pada komplikasi perdarahan.


l) Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan darah perifer lengkap

Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukosistosis atau

kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun

tanpa disertai infeksi sekunder. Dapat pula ditemukan anemia

ringan dan trombositopeni. Pemeriksaan hitung jenis leukosit

dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopeni laju endap darah

dapat meningkat.

b. Pemeriksaan uji widal

Dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap

bakteri salmonella typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi

aglutinasi antara antigen bakteri salmonella typhi dengan

antibody salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di

laboratorium. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan

adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam

tifoidenema barium mungkin juga perlu dilakukan.

Nilai titer pada penderita typoid adalah :

a. Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen O (+) positif >

1/200 maka sedang aktiv

b. Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen H dan V1

(+) positif > 1/200 maka dikatakan infeksi lama


(Mansjoer, 2018).
36

2. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermia b.d proses penyakit infeksi salmonella typhi

2. Resiko ketidakseimbang cairan b.d disfungsi intestinal

3. Resiko defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

4. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

( SDKI, SLKI, SIKI, 2017 )


37

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawtan Indonesia

(SLKI) (SIKI)
1. Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan intervensi ,Maka Manajemen hipetermia (I.15506)

penyakit infeksi termogulasi membaik dengan kriteria


Tindakan :
salmonella typhi hasil : Observasi

1. Identifikasi penyebab hipertemia (minsal


1. Kulit merah menurun skala (1)
dehidrasi, terpapar lingkuangan panas )
2. Pucat menurun skala (1)
2. Monitor suhu tubuh
3. Takikardia menurun skala (1)
3. Monitor kadar elektrolit
4. Takipnea menurun skala (1)
4. Monitor haluaran urine
5. Hipoksia menurun skala (1)
5. Monitor komplikasi akibat hiperttemia
6. Suhu tubuh membaik (5)

7. Suhu kulit membaik skala (5)


Terapeutik :
38

8. Pengisian kapiler membaik skala 1. Sediakan lingkungan yang lingkungan

(5) 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian

9. Ventilasi membaik skala (5) 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh

10. Tekanan darah membaik skala (5) 4. Berikan cairan oral

5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika

mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih )

6. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin

7. Berikan oksigen jika perlu

Edukasi :

1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit

intravena
2. Resiko ketidakseimbang Setelah dilakukan intervensi,Maka Manajemen cairan ( I.03098 )

cairan b.d disfungsi keseimbangan cairan meningkat dengan


39

istestinal kriteria hasil : Tindakan


Observasi :
1. Monitor status hidarasi ( mis. Frekuensi nadi,
1. Asupan cairan meningkat skala
kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
( 5)
kelembaban mukosa, tugor kulit, tekanan
2. Keluaran urine menignkat skala
darah )
(5)
2. Monitor berat badan harian
3. Kelembaban membrane mukosa
3. Monitor berat badan sebelumnya dan sesudah
meningkat skala (5)
dialysis
4. Asupan makan menimgkat skala
4. Monitor hasil pemerikasaan laboraturium
(5)
5. Monitor status hemodinamik
5. Edema menurun skala (5)
Teraupetik :
6. Dehidrasi menurun skala ( 5)
1. Catat intake-output dan hitung balans cairan
7. Tekanan darah membaik skala (5)
24 jam
8. Denyut nadi radial meningkat
2. Berikan asupan cairan , sesuai kebutuhan
skala (5)
40

9. Tekanan arteri rata-rata membaik 3. Berikan cairan intravena, jika perlu

skala (5) Kolaborasi :

10. Membrane mukosa membaik 1. Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu

skala (5)

11. Mata cekung membaik skala (5)

12. Tugor kulit membaik skala (5)

13. Berat badan membaik skala (5)


3. Resiko defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi, maka status Manajemen nutrisi ( I.03119 )

ketidakmampuan nutrisi membaik dengan kriteria hasil :


Tindakan :
mengabsorbsi nutrien
1. Porsi makanaan yang dihabiskan

meningkat skala (5)


Observasi :
2. Kekuatan otot mengunyah
1. Identifikasi status nutrisi
meningkat skala (5)
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Verbalisasi keinginan untuk
3. Identifikasi makananyang disukai
41

meningkatkan nutrisi meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis

skala (5) nutrient

4. Pengetahuan tentang pilihan 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang

makanan yang sehat meningkat nasograstik

skala (5) 6. Monitor asupan makanan

5. Penyiapan dan penyimpanan 7. manitor berat badan

minuman yang aman meningkat 8. Monitor hasil laboratorium

skla (5)
Teraupetik:
6. Perasaan cepat kenyang
1. Lakukan oral hygene sebelum makan jika
meningkat skala (5)
perlu
7. Nyeri abdomen menurun skala (1)
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet
8. Diare menurun skala (1)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
9. Berat badan membaik skala (5)
yang sesuai
10. Frekuensi makan membaik skala
4. Berikan makanan tinggi serat untuk
42

(5) mencegah konstipasi

11. Nafsu makan membaik skala (5) 5. Berikan makanan tinggi kalori da tinggi

12. Bissing usus membaik skala (5) protein

13. Membrane mukosa membaikskala 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu

(5) Edukasi:

1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum

makan, jika perlu

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient

yang dibutuhkan, jika perlu


4. Defisit pengetahuan b.d Setelah dilakukan intervensi, maka Edukasi kesehatan (I. 12383)

kurang terpapar tingkat pengetahuan menurun dengan


43

informasi kriteria hasil : 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan

menerima informasi
1. Perilaku sesuai anjuran meningkat
2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
skala (5)
meningkatkan dan menurunkan motivasi
2. Pengetahuan tentang suatu topik
perilaku hidup bersih dan sehat
skala (5)
3. Sediakan materi dan media pendidikan
3. Perilaku sesuai dengan
kesehatan
pengetahuan skala (5)
4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
4. Pertanyaan tentang masalah yang
kesepakatan
dihadapi skala (1)
5. Berikan kesempatan untuk bertanya
5. Persepsi yang keliru terhadap
6. Jelaskan faktor resiko yang dapat
masalah skala (1)
mempengaruhi kesehatan
6. Menajalani pemeriksaan yang
7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
tidak tepat skala (1)
8. Ajarkan strategi yang dapat di gunakan untuk
44

menigkatkan perilaku hidup bersih dan sehat


45

4. Implementasi

Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses

keperawatan dengan melakasanakan berbagai stategi kesehatan (tindakan

keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan

keperawatan. ( Sudoyo, 2018 )

5. Evaluasi

Evaluasi adalah umpan balik dalam proses keperawatan dimana

perawat mencari kepastian keberhasilan rencana dan proses. Evaluasi

adalah kegiatan yang dilakukan terus menerus dengan melibatkan klien,

perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk

menilai apakah tujuan dalam rencena keperawatan dapat tercapai atau

tidaknya. ( Sudoyo, 2018 )

6. Dokumentasi

Dokumentasi adalah merupakan askep penting dalam praktik

keperawatan sebagai segala sesuatu yang dapat diandalkan sebagai catatan

atau bukti bagi individu yang berwenang. Tujuan dari dokumentasi ini

adalah mengidentifikasi status kesehatan pasien dalam rangka

pendokumentasian kebutuhan akan asuhan dan merencanakan

melaksanakan dan mengevaluasi asuhan. ( Sudoyo, 2018 )


46

DAFTAR PUSTAKA

Apriliana. (2019). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EKG.

Andra safari. (2103). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah . Yogyakarta: Nuha

Medika

Aru. (2018). Buku Ajar Ilmu Penyekit Dalam. Jilid III edisi 5. Jakarta.

hall, G. (2016). buku ajar fisiologi kedokteran. singapur: elsevier.

Innawati. (2017). Jurnal kesehatan

Librianty. (2019). penyakit thypus abdominalis.

Mulawarman. (2020). hubungan faktor resiko mencuci tangan sebelum makan ,

sarana air bersih, riwayat tifoid keluarga, kebiasaan jajan di luar rumah

dengan kejadian demam tifoid di wilayah kerja pukesmas palaran

samarinda .

nafiah, F. (2018). Kenali demam tifoid dan mekanismenya . jakarta: Dr.dr Hasta

handayani idrus, M.Kes.

Nuruzzaman. (2017). Analisis resiko kejadian demam tifoid berdasakan

kebersihan diri dan kebiasaan jajan rumah.

Padila. (2018). Asuhan keperawatan penyakit dalam . bengkulu.

Pratama. (2018). jurnal kesehatan .

Sudoyo. (2018).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Jakarta:Departemen

Ilmu Penyakit Dalam


47

wijaya, A. s. (2013). keperawatan medikal bedah . Yogyakarta: Nuha medika.

Anda mungkin juga menyukai