Anda di halaman 1dari 23

JENIS PERSIAPAN PERAWATAN KLIEN

Untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahKeterampilan Dasar Kebidanan II


Dosen Pembimbing : Bu Dewi Nirmalasari SST, MBiomed

DISUSUN OLEH:

Kelompok 2

1. Aghnia Ayu Rahmawati (NIM:P3.73.24.2.17.052)


2. Astri Fauziah (NIM: P3.73.24.2.17.058)
3. Dieah Ayu Setyaningrum (NIM: P3.73.24.2.17.064)
4. Femmy Rabiatul A. (NIM: P3.73.24.2.17.070)
5. Leni Novia (NIM: P3.73.24.2.17.076)
6. Nisfa Adella Yahya (NIM: P3.73.24.2.17.082)
7. Reza Yantiqu Yustisio (NIM: P3.73.24.2.17.088)
8. Tiara Reksa Andini (NIM: P3.73.24.2.17.094)
9. Zuhriya Lathifah (NIM: P3.73.24.2.17.100)
Kelas 1B

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN

TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa, yang telah memberi
rahmat serta karunia kepada makhluk-Nya yang berusaha dan bekerja sepenuh hati. Saya
selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini dapat disusun dan dibuat tak lepas dari
kekuasaan Allah SWT.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep
Dasar Kebidanan II. Makalah ini berjudul“Jenis Persiapan Perawatan Klien”.

Penyusun mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Konsep


Dasar Kebidanan dan anggota kelompok atas bantuan dan dukungan baik berupa ide, materi
pembahasan, dan juga bantuan lainnya. Kami menyadari makalah ini jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami berharap kepada dosen pembimbing untuk memberikan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1        LATAR BELAKANG

Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi


hapir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan
membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya
menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami.
Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing
yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala
macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat dan bidan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik
pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang
tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat
keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan
saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter
anestesi, perawat/bidan) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses
perioperatif.
Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien,
jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut
faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut
tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri
pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka
alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk melibatkan pasien
dalam setiap langkah – langkah perioperatif. Tindakan  perioperatif yang
berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya
pembedahan dan kesembuhan pasien.

1.2        RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara melakukan persiapan dan perawatan Pre operasi
2.  Bagaimana cara melakukan persiapan dan perawatan Intra Operasi?
3.  Apakan yang dimaksud Anastesi?

13.  TUJUAN PENULISAN


1 Memahami Persiapan dan Perawatan Pre Operasi
2 Memahami persiapan dan Perawatan Intra Operasi
3 Memahami apa itu anastesi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Jenis Persiapan Dan Perawatan Klien

a. Pra dan intra operasi


Pada prinsipnya ada 3 (tiga) tindakan pokok yang dikerjakan untuk pembedahan
segera (cito) :
1. Pemeriksaan Fisik dan Menegakkan Diagnosa
Prosedur disini mengikuti dasar-dasar pemeriksaan fisik yang bersifat darurat dan
tindakan pertolongan darurat pula melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan rontgenologis secara sitematis untuk menegakkan
diagnose sangat penting.
Penilaian fungsi-fungsi sistem yang ada secara cermat harus selalu dikerjakan
meliputi :
 Sistem pernapasan
 Sistem kardiovaskuler
 Sistem susunan saraf pusat
 Sistem Urogenital
 Sistem gastrointestinal
 Sistem muskulo-skeletal
2. Penggalian riwayat penyakit terdahulu yang diderita
Usaha untuk mengetahui penyakit yang pernah dan sedang diderita oleh pasien
adalah sangat penting sekali, dan sering dilupakan. Tidak jarang komplikasi yang
terjadi selama atau pasca anestesi / pembedahan merupakan akibat dari penyakit
pesien yang diderita oleh karena adanya intervensi anestesi/pembedahan.
Misalnya : macam obat-obatan yang selama ini diminum oleh pasien yang
memungkinkan terjadinya interaksi dengan obat anestesi, adanya penyakit
jantung, saluran pernapasan, gangguan metabolik, dll, yang kesemuanya itu bila
tidak diantisipasi sebelumnya dapat berakibat fatal.
3. Persiapan pasien
1. Psikologis : Mengurangi rasa takut dan gelisah sangat banyak membantu dan
sering diabaikan. Usahakan memberikan penjelasan kepada keluarga atau
pasien jika memungkinkan, mengenai prosedur yang akan dilakukan biasanya
dapat menolong pasien lebih tenang.
2. Status nutrisi : Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan
dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah
(albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi
nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang
cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan
pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan
pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling
sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama.
Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit : Balance cairan perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan input dan output cairan. Demikian juga kadar elektrolit
serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya
dilakukan pemeriksaan diantaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135
-145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar
kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit
terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur
mekanisme asam basa dan ekskresi metabolik obat- obatan anastesi. Jika
fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika
ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/ anuria, insufisiensi renal akut,
nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal.
Kecuali pada kasus- kasus yang mengancam jiwa.
4. Kebersihan lambung dan kolon : Lambung dan kolon harus di bersihkan
terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya
adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan
kolon dengan tindakan enema/ lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari
pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses
ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca
pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO (segera),
seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
5. Pencukuran daerah operasi : Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk
menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan
karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman
dan juga mengganggu/ menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan.
Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati- hati jangan
sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di
berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah
yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan
pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha.
Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate
pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan,
pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum
pembedahan.
6. Personal hygiene : Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan
operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang di operasi. Pada pasien yang kondisi
fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi
dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi
kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

7. Pengosongan kandung kemih : Pengosongan kandung kemih dilakukan


dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder
tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
2.2 PERSIAPAN DAN PERAWATAN PRE OPERASI
Pre operasi (pre bedah) merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan
pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja bedah.
Hal-hal yang perlu dikaji dalam tahap pra oprasi adalah pegetahuan tentang persiapan
pembedahan, dan kesiapan psikologis. Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama
adalah inform consent yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang
akan dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidak tahuan klien tentang prosedur yang
akan dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan
keluarganya mengenai tindakan tersebut.

A.      Rencana tindakan :
1.         Pemberian pendidikan kesehatan pre operasi.
Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan mencangkup penjelasan mengenai
berbagai informasi dalam tindakan pembedahan. Informasi tersebut diantaranya tentang jenis
pemeriksaan yang dilakukan sebelum bedah, alat-alat khusus yang di perlukan, pengiriman
ke kamar bedah, ruang pemulihan, dan kemungkinan pengobatan setelah bedah.

2.         Persiapan diet
Sehari sebelum bedah, pasien boleh menerima makanan biasa. Namun, 8 jam sebelum
bedah tersebut dilakukan, pasien tidak diperbolehkan makan. Sedangkan cairan tidak
diperbolehkan 4 jam sebelum operasi, sebab makanan dan cairan dalam lambung dapat
menyebabkan aspirasi.

3.         Persiapan kulit
Dilakukan dengan cara membebaskan daerah yang akan dibedah dari mikroorganisme
dengan cara menyiram kulit dengan sabun heksakloforin atau sejenisnya yang sesuai dengan
jenis pembedahan. Bila pada kulit terdapat rambut, maka harus di cukur.

4.         Latihan napas dan latihan batuk


Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pengembangan paru-paru.
Pernapasan yang dianjurkan adalah pernapasan diafragma, dengan cara berikut:
a)      Atur posisi tidur semifowler, lutut dilipat untuk mengembangkan toraks.
b)      Tempatkan tangan diatas perut.
c)      Tarik napas perlahan-lahan melalui hidung, biarkan dada mengembang.
d)      Tahan napas 3 detik.
e)       Keluarkan napas dengan mulut yang dimoncongkan.
f)       Tarik napas dan keluarkan kembali, lakukan hal yang sama hingga tiga kali
setelah napas terakhir, batukkan untuk mengeluarkan lendir.
g)       Istirahat.

5.         Latihan kaki
Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah dampak tromboflebitis. Latihan kaki
yang dianjurkan antara lain latihan memompa otot, latihan quadrisep, dan latihan
mengencangkan glutea. Latihan memompa otot dapat dilakukan dengan mengontraksi otot
betis dan paha, kemudian istirahatkan otot kaki, dan ulangi hingga sepuluh kaki. Latihan
quadrisep dapat dilakukan dengan membengkokkan lutut kaki rata pada tempat tidur,
kemudian meluruskan kaki pada tempat tidur, mengangkat tumit, melipat lutut rata pada
tempat tidur, dan ulangi hingga lima kali. Latihan mengencangkan glutea dapat dilakukan
dengan menekan otot pantat, kemudian coba gerakkan kaki ke tepi tempat tidur, lalu istirahat,
dan ulangi hingga lima kali.

6.         Latihan mobilitas
Latihan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi sirkulasi, mencegah dekubitus,
merangsang peristaltik, serta mengurangi adanya nyeri. Melalui latihan mobilitas, pasien
harus mampu menggunakan alat di tempat tidur, seperti menggunakan penghalang  agar bsa
memutar badan, melatih duduk di sisi tempat tidur, atau dengan menggeser pasiem ke sisi
tempat tidur. Melatih duduk diawali dengan tidur fowler, kemudian duduk tegak dengan kaki
menggantung di sisi tempat tidur.

7.         Pencegahan cedera
Untuk mengatasi risiko terjadinya cedera, tindakan yang perlu dilakukan sebelum
pelaksanaan bedah adalah:
a.       Cek identitas pasien.
b.      Lepaskan perhiasan pada pasien yang dapat mengganggu, misalnya cincin,
gelang, dan lain-lain.
c.       Bersihkan cat kuku untuk memudahkan penilaian sirkulasi.
d.      Lepaskan kontak lensa.
e.       Lepaskan protesis.
f.       Alat bantu pendengaran dapat dapat digunakan jika pasien tidak dapat mendengar.
g.      Anjurkan pasien untukmengosongkan kandung kemih.
h.      Gunakan kaos kaki anti emboli jika pasien berisiko terjadi tromboflebitis.

2.3 PERSIAPAN DAN PERAWATAN INTRA OPERASI


Intra operasi (bedah) merupakan masa pembedaahan dimulai sejak ditransfer ke meja
bedah dan berakhir saat pasien dibawa ke ruang pemulihan. Hal yang perlu di dikaji dalam
intrabedah adalah pengaturan posisi pasien. Berbagai masalah yang terjadi selama
pembedahan mencakup aspek pemantauanfisiologis perubahan tanda vital, sistem
kardiovaskular, keseimbangan cairan, dan pernafasan. Selain itu lakukan pengkajian terhadap
tim, dan instrumen pembedahan, serta anestesia yang diberikan.

A.    Rencana tindakan:
1.      Penggunaan baju seragam bedah.
Penggunaan baju seragam bedah didesain khusus dengan harapan dapat mencegah
kontaminasi dari luar. Hal itu dilakukan dengan berprinsip bahwa semua baju dari luar harus
diganti dengan baju bedah yang steril, atau baju harus dimasukkan ke dalam celana atau
harus menutupi pinggang untuk mengurangi menyebarnya bakteri, serta gunakan tutup
kepala, masker, sarung tangan, dan celemek steril.
1.      Mencuci tangan sebelum pembedahan.
2.      Menerima pasien di daerah bedah.
Sebelum memasuki wilayah bedah, pasien harus melakukan pemeriksaan ulang di
ruang penerimaan untuk mengecek kembali nama, bedah apa yang akan
dilakukan, nomor status registrasi pasien, berbagai hasil laboratorium dan X-ray,
persiapan darah setelah dilakukan pemeriksaan silang dan golongan darah, alat
protesis, dan lain-lain.
3.      Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah.
Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah telentang, telungkup, trendelenburg,
litotomi, lateral, atau disesuaikan dengan jenis operasi yang akan dilakukan.
4.      Pembersihan dan persiapan kulit.
Pelaksanaan tindakan ini bertujuan untuk membuat daerah yang akan dibedah
bebas dari kotoran dan lemak kulit, serta mengurangi adanya mikroba. Bahan
yang digunakan dalam membersihkan kulit ini harus memiliki spektrum khasiat,
kecepatan khasiat, potensi yang baik dan tidak menurun apabila terdapat kadar
alkhohol, sabun deterjen, atau bahan organik lainnya.
5.      Penutupan daerah steril.
Penutupan daerah steril dilakukan dengan menggunakan duk steril agar tetap sterilnya
di daerah seputar bedah dan mencegah berpindahnya mikroorganisme antara daerah
steril dan tidak.
6.      Pelaksanaan anestesia.
Pelaksanaan anestesia dapat dilakukan dengan berbagai macam, antara lain anestesia
umum, inhalasi atau intravena, anestesia regional, dan anestesia lokal.
7.      Pelaksanaan pembedahan.
Setelah dilakukan anestesia, tim bedah akan melaksanakan pembedahan sesuai
dengan ketentuan embedahan.

2.4 Konsep Utama Anestesi


1. Pasien tidak boleh dipindahkan dari kamar operasi sebelum jalan nafasnya stabil
dan terjaga /paten, serta ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dan
jugahemodinamik baik.
2. Sebelum pasien sadar penuh, nyeri sering muncul sebagai bentuk kegelisahan
pasca operasi Gangguan sistemik yang serius (hipoksernia,asidosis,atau
hipotensi), kandung kemih yang penuh atau komplikasi dari pembedahan
(perdarahan intra abdomen yang tersembu nyi) harus benar-benar dihitungkan.
3. Menggigil yang hebat meningkatkan konsumsi oksigen, produksi C02 dan isi
sekuncup jantung. Efek-efek fisiologis ini sungguh tidak bisa ditoleransi
olehpasien dengan kelemahan jantung atau paru sebelumnya.
4. Hipoventilasi di dalam Unit Perawatan Pasca Anestesi (UPPA/PACU)
kebanyakan akibat efek depresi dari sisa -sisa agent anestesi pada pusat nafas
5. Obtundasi, depresi sirkulasi, atau asidosis berat (pH darah arteri < 7,15) adalah
indikasi untuk segera dilakukan intubasi trakea pada pasien -pasien hipoventilasi.
6. Setelah pemberian naloxone untuk meningkatkan respirasi. Pasien harus dilihat
dengan cermat akan terulangnya depresi respirasi oleh opioid (renarkotisasi),
karena nalokson mempunyai durasi lebih pendek daripada kebanyakan opioid.
7. Peningkatan pintasan intra pulmoner akibat penurunan kapasitas residu
fungsional (FRO relatif terhadap kapasitas penutupan (CC) adalah penyebab
umum tersering dari hipoksemia setelah anestelsi umum.
8. Kemungkinan pneumothorak pasca operasi harus dipertimbangkan setelah
tindakan blok intercostals, patah tulang-tulang iga, irisan pada leher,
trakheostomi, nephrostomi, prosedur retroperitoneal atau intra abdominal
(termasuk laparoskopi), khususnya bila diafragma tertusuk.
9. Hipovolemia adalah akibat lanjut dari hipotensi di dalam PACU.
10. Rangsangan nyeri sayatan, intubasi endotrakea, atau kandung kemih yang penuh
biasanya berakibat terjadinya hipertensi post operasi.

A. Anestesi Regional
Anestesi regional adalah pembiusan satu bagian tubuh yang akan dioperasi, misalnya
daerah perut ke bawah, daerah tungkai, atau daerah dada. Anestesi ini diberikan
dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal pada saraf yang mempersarafi bagian
tubuh tersebut. Anestesi ini memungkinkan kita dapat tetap sadar tapi tidak
merasakan apapun saat dioperasi.
Jenis- Jenis Anestesi Regional
• Anestesi Spinal
Pemberian anestesi spinal dilakukan dengan menyuntikkan anestesi lokal dan
obatpenghilang rasa sakit lainnya pada area dekat sumsum tulang belakang pasien
yang disebut subarachnoid space. Anestesi ini membuat saraf mati rasa sehingga
pasien tidak dapat merasakan nyeri di daerah‐daerah tertentu pada tubuhnya.
• Anestesi Epidural
Anestesia epidural dihasilkan dengan menyuntikkan obat anestesi local kedalam
ruang epidural. 
Efek samping dari anestesi regional
Efek samping yang dapat ditimbulkan akibat anestesi regional:

 Rasa nyeri dan sakit kepala


 Hipotensi
 Penurunan suhu tubuh hingga hipotermia
 Perdarahan
 Keracunan bahan anestetik
 Reaksi alergi
 Infeksi tulang belakang
 Infeksi selubung otak (meningitis)
 Kegagalan fungsi sistem pernapasan

Dampak komplikasi spesifik yang dapat disebabkan anestesi regional

 Total spinal block – merupakan istilah untuk pemblokiran sel saraf tepi yang
disebabkan kelebihan dosis zat anestetik yang digunakan pada tulang belakang.
Hal tersebut menyebabkan efek paralisis pada otot. Pemblokiran saraf juga dapat
menyebabkan kegagalan sistem pernapasan saat pasien tidak sadarkan diri. Untuk
mengatasi gangguan pernapasan kemungkinan diperlukan tindakan tambahan
membuat saluran pernapasan dan ventilasi.
 Hipotensi – penurunan tekanan darah merupakan dampak dari pemblokiran
fungsi saraf simpatetik. Hal tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan tekanan
pada pembuluh darah dengan cairan tambahan, namun hal tersebut perlu
memperhatikan riwayat kesehatan jantung pasien.
 Defisit neurologis – merupakan penurunan fungsi dari beberapa saraf yang
terdapat pada tulang belakang yang dapat bersifat sementara ataupun permanen.
Penyebab utamanya adalah kerusakan pada saraf tulang belakang yang
mengakibatkan penurunan kerja saraf sensori dan penurunan kemampuan motorik
tubuh.

B. Anestesi Umum
Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi
digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan , merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi
pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini
tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi
untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan
relaksansia otot.
Metode anastesi umum dilihat dari cara pemberian obat
1. Parenteral
Anastesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra
muscular biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat/ untuk tindakan yang
singkat atau untuk indikasi anesthesia.Keuntungan pemberian anestetik intravena
adalah cepat dicapai induksi dan pemulihan, sedikit komplikasi pasca
anestetikjarang terjadi, tetapi efek analgesic dan relaksasi otot rangka sangat
lemah. Obat yang umum dipakai adalah thiopental, barbiturat, ketamin,
droperidol dan fentanil. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan
ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama biasanya dikombinasi dengan
obat anestetika lain.
2. Perektal
Anastesi umum yang diberikan melalui rectal kebanyakan dipakai pada anak,
terutama untuk induksi anesthesia atau tindakan singkat.
3. Perinhalasi, melalui pernafasan
Anastesia inhalasi ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan
anestetika yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui
dara pernafasan. Zat anestetika yang dipergunakan berupa suatu campuran gas
(dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut tergantung dari tekanan
parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan daya Anastasia, zat anastetika
disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu memberi anastesia
yang adekuat. Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan yang menguap
berbeda-beda dalam hal potensi, keamanan dan kemampuan untuk menimbulkan
analgesia dan relaksasi otot rangka.
Anastesia inhalasi masuk dengan inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah
sampai ke jaringan otak. Inhalasi gas (N2O etilen siklopropan) anestetika
menguap (eter, halotan, fluotan, metoksifluran, etilklorida, trikloretilen dan
fluroksen). Factor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi dan sifat-sifat. Fisik zat
anestetika mempengaruhi kekuatan manapun kecepatan anastesia.
Efek samping yang dapat ditimbulkan dari anestesi umum antara lain:

 Reaksi alergi terhadap obat anestetik


 Rasa mual dan muntah-muntah
 Kerusakan gigi
 Penurunan suhu tubuh hingga hipotermia
 Sakit kepala
 Nyeri punggung
 Kegagalan fungsi sistem pernapasan
 Tersadar ditengah-tengah proses operasi

Dampak komplikasi spesifik yang dapat ditimbulkan dari anestesi umum:

 Infeksi saluran pernapasan – dapat berupa infeksi pada laring, sakit tenggorokan
hingga pneumonia. Hal ini dikarenakan penurunan kesadaran dapat menyebabkan
saluran pernapasan tidak terlinggu. Terutama jika efek anestesi membuat pasien
mual dan muntah dan cairan muntah tidak sempat untuk dikeluarkan dapat
menyebabkan inflamasi dan infeksi di saluran pernapasan hingga paru. Namun hal
tersebut dapat diatasi dengan berpuasa atau membatasi asupan beberapa jam
sebelum operasi, dokter juga dapat memberikan obat dengan substansi
metoclopramide untuk membantu mengosongkan lambung dan ranitidine untuk
meningkatkan kadar pH lambung.
 Kerusakan saraf tepi – merupakan jenis dampak yang dapat dialami jenis anestesi
lainnya; anestesi regional dan lokal. Hal tersebut dapat terjadi karena proses
operasi atau posisi tubuh yang menetap dan tidak bergerak dalam waktu yang lama.
Bagian tubuh yang paling sering terkena dampak ini adalah lengan bagian atas dan
pada kaki di sekitar lutut. Kerusakan saraf dapat dicegah dan diminimalisir dengan
cara menghindari posisi tubuh pasien yang ekstrim dan menghambat aliran darah
selama operasi.
 Emboli – adalah hambatan aliran darah akibat adanya benda asing di dalam
pembuluh darah termasuk penggumpalan darah dan udara. Emboli yang
disebabkan oleh angina lebih mungkin pada tindakan operasi sistem saraf dan
operasi di sekitar tulang pelvis. Risiko dari hal tersebut dapat diminimalisir dengan
pemberian profilaksis thromboembolic deterrents (TEDS) dan low molecular
weight heparin (LMWH).
 Kematian – merupakan jenis komplikasi yang paling serius meskipun peluang
terjadinya sangat kecil. Kematian akibat bius total merupakan sesuatu yang
dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari jenis operasi, tingkat kesehatan pasien
dan penyakit penyerta atau kondisi lainnya yang dapat membahayakan proses
operasi.

2.5 Perawatan dan Penanganan Pasca Anestesi

Pada prinsipnya dalam penatalaksananaan anestesi pada suatu operasi,


terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap
penatalaksanaan anestesi dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan
pasca anestesi.Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi yang biasa dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room, yaitu ruangan
untuk observasi pasien pasca bedah atau anestesi. Ruang pulih sadar adalah
batuloncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan
perawatan intensif ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi dan anestesi dapat
terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.
Pulih dari anestesi umum atau dari analgesia regional secara rutin dikelola dikamar
pulih atau Unit Perawatan Pasca Anestesi (RR, Recovery Room atau PACU, Post
Anestesia Care Unit) Idealnya bangun dari anestesi secara bertahap, tanpa keluhan
dan mulus. Kenyataannya sering dijjumpai hal-hal yang tidak menyenangkan akibat
stres pasca bedah atau pasca anestesi yang berupa gangguan napas, gangguan
kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual-muntah,menggigil dan kadang-kadang
pendarahan. Recovery room atau ruang pemulihan adalah sebuah ruangan di rumah
sakit,dimana pasien dirawat setelah mereka telah menjalani operasi bedah dan pulih
dari efek anestesi. Pasien yang baru saja di operasi atau prosedur diagnostik yang
menuntut anestesi atau obat penenang dipindahkan ke ruang pemulihan, dimana
keadaan vital sign pasien (nadi, tekanan darah, suhu badan dan saturasi oksigen)
diawasi ketat setelah efek dari obat anestesi menghilang. Pasien biasanya akan
mengalami disorientasi setelah mereka sadar kembali, dan diruang pemulihan ini
pasien ditenangkan apabila menjadi anxietas dan dipastikankalau fisik dan emosional
mereka terkendali.

Pengelolaan Pasien di Ruang Pulih Sadar

Pengawasan ketat di ruang pemulihan atau UPPA harus seperti sewaktu


berada dikamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor
yangbaik harus disediakan. Tensimeter, oksimeter denyut (pulse
oxymeter),EKG,peralatan resusitasi jantung-paru dan obatnya harus disediakan
tersendiri,terpisah dari kamar bedah. Setelah dilakukan pembedahan pasien dirawat
diruang pulih sadar. Pasien yang dikelola adalah pasien pasca anestesi umum ataupun
anestesi regional. Diruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau
tidak,

1. ventilasinya cukup atau tidak dan sirkulasinya sudah baik atau tidak.

Pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi harus ditangani secara dini.
Selain obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau spasme laring,
pasca bedah dini kemungkinan terjadi mual-muntah yang dapat berakibat aspirasi.
Anestesi yang masih dalam, dan sisa pengaruh obat pelumpuh otot akanberakibat
penurunan ventilasi.Pasien yang belum sadar diberikan oksigen dengan kanul nasal
ataumasker sampai pasien sadar betul. Pasien yang sudah keluar dari pengaruh
obatanestesi akan sadar kembali.Bila keadaan umum dan tanda-tanda vital
pasiennormal dan stabil, maka pasien dapat dipindahkan ke ruangan dengan
pemberianinstruksi pasca operasi.Tingkat perawatan pasca anestesi pada setiap pasien
tidak selalu sama, bergantungpada kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis
operasi, monitoring lebih ketatdilakukan pada pasien dengan risiko tinggi seperti:

a. Kelainan organ
b. Syok yang lama
c. Dehidrasi berat
d. Sepsis
e. Trauma multiple
f. Trauma kapitis
g. Gangguan organ penting, misalnya : otak Pada saat melakukan observasi di
ruang pulih, agar lebih sistematis dan lebihmudah dapat dilakukan
³monitoring B6´, yaitu :

Breath (nafas) : sistem respirasi

Pasien belum sadar dilakukan evaluasi : Pola nafas

a. Tanda-tanda obstruksi
b. Pernafasan cuping hidung
c. Frekuensi nafas
d. Pergerakan rongga dada : simetris/tidak
e. Suara nafas tambahan : tidak ada pada obstruksi total
f. Udara nafas yang keluar dari hidung
g. Sianosis pada ekstremitas
h. Auskultasi : wheezing, ronki Pasien sadar : tanyakan adakah keluhan
pernafasan.
i. Jika tidak ada keluhan : cukup berikan O2
j. Jika terdapat tanda-tanda obstruksi : terapi sesuai
kondisi(aminofilin,kortikosteroid, tindakan tri ple manuver airway).
2. Blood (darah) : sistem kardiovaskuler
a. Tekanan darah
b. Nadi
c. Perfusi perifer
d. Status hidrasi (hipotermi ± syok)
e. Kadar Hb
f. Brain (otak) : sistem SSP
g. Menilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale)

Bladder (kandung kencing) : sistem urogenitalis

a. Periksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan urine


b. Untuk menilai : Apakah pasien masih dehidrasi, Apakah ada kerusakan
ginjalsaat operasi, acute renal failure

Bowel (usus) : sistem gastrointestinalis

Periksa :

a. Dilatasi lambung
b. Tanda-tanda cairan bebas
c. Distensi abdomen
d. Perdarahan lambung post operasi
e. Obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain, misal: hepar,lien,pancreas
f. Dilatasi usus halus,Hati-hati, pasien operasi mayor sering mengalami kembung
yang mengganggupernafasan, karena ia bernafas dengan diafragma.

Bone (tulang) : sistem musculoskeletal

Periksa :

a. Tanda-tanda sianosis
b. Warna kuku
c. Perdarahan post operasi Gangguan neurologis : gerakan ekstremitas

Kriteria yang digunakan dan umunya yang dinilai pada saat observasi di
ruangpulih adalah warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernafasan, dan aktivitas
motorik,seperti skor Aldrete. Idealnya pasien baru bolehdikeluarkan bila jumlah skor
total adalah 10. Namun bila skor total telah di atas 8 , pasien boleh keluar ruang
pemulihan.
Perawatan dan Penanganan Pasca Anestesi

Pada prinsipnya dalam penatalaksananaan anestesi pada suatu operasi,


terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap
penatalaksanaan anestesi dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan
pasca anestesi.Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesiyang biasa dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room, yaitu
ruanganuntuk observasi pasien pasca bedah atau anestesi. Ruang pulih sadar adalah
batuloncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih
memerlukanperawatan intensif ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi dan
anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau
pengaruh anestesinya.Pulih dari anestesi umum atau dari analgesia regional secara
rutin dikelola dikamar pulih atau Unit Perawatan Pasca Anestesi (RR, Recovery
Room atau PACU,Post Anestesia Care Unit) Idealnya bangun dari anestesi secara
bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering dijjumpai hal-hal yang tidak
menyenangkan akibat stres pasca bedah atau pasca anestesi yang berupa gangguan
napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual-muntah,menggigil dan
kadang-kadang pendarahan.Recovery room atau ruang pemulihan adalah sebuah
ruangan di rumah sakit,dimana pasien dirawat setelah mereka telah menjalani operasi
bedah dan pulih dariefek anestesi. Pasien yang baru saja di operasi atau prosedur
diagnostik yangmenuntut anestesi atau obat penenang dipindahkan ke ruang
pemulihan, dimanakeadaan vital sign pasien (nadi, tekanan darah, suhu badan dan
saturasi oksigen)diawasi ketat setelah efek dari obat anestesi menghilang.Pasien
biasanya akan mengalami disorientasi setelah mereka sadar kembali, dan diruang
pemulihan ini pasien ditenangkan apabila menjadi anxietas dan dipastikankalau fisik
dan emosional mereka terkendali.

Pengelolaan Pasien di Ruang Pulih Sadar

Pengawasan ketat di ruang pemulihan atau UPPA harus seperti sewaktu berada
dikamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yangbaik
harus disediakan. Tensimeter, oksimeter denyut (pulse oxymeter),EKG,peralatan resusitasi
jantung-paru dan obatnya harus disediakan tersendiri,terpisah dari kamar bedah. Setelah
dilakukan pembedahan pasien dirawat diruang pulih sadar. Pasien yang dikelola adalah
pasien pasca anestesi umum ataupun anestesi regional. Diruang pulih sadar dimonitor
jalan nafasnya apakah bebas atau tidak,

3. ventilasinya cukup atau tidak dan sirkulasinya sudah baik atau tidak.

Pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi harus ditangani secara dini. Selain
obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau spasme laring, pasca bedah
dini kemungkinan terjadi mual-muntah yang dapat berakibat aspirasi. Anestesi yang masih
dalam, dan sisa pengaruh obat pelumpuh otot akanberakibat penurunan ventilasi.Pasien
yang belum sadar diberikan oksigen dengan kanul nasal ataumasker sampai pasien sadar
betul. Pasien yang sudah keluar dari pengaruh obatanestesi akan sadar kembali.Bila
keadaan umum dan tanda-tanda vital pasiennormal dan stabil, maka pasien dapat
dipindahkan ke ruangan dengan pemberianinstruksi pasca operasi.Tingkat perawatan
pasca anestesi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantungpada kondisi fisik pasien,
teknik anestesi, dan jenis operasi, monitoring lebih ketatdilakukan pada pasien dengan
risiko tinggi seperti:

h. Kelainan organ
i. Syok yang lama
j. Dehidrasi berat
k. Sepsis
l. Trauma multiple
m. Trauma kapitis
n. Gangguan organ penting, misalnya : otak Pada saat melakukan observasi di
ruang pulih, agar lebih sistematis dan lebihmudah dapat dilakukan
³monitoring B6´, yaitu :

Breath (nafas) : sistem respirasi

Pasien belum sadar dilakukan evaluasi : Pola nafas

k. Tanda-tanda obstruksi
l. Pernafasan cuping hidung
m. Frekuensi nafas
n. Pergerakan rongga dada : simetris/tidak
o. Suara nafas tambahan : tidak ada pada obstruksi total
p. Udara nafas yang keluar dari hidung
q. Sianosis pada ekstremitas
r. Auskultasi : wheezing, ronki Pasien sadar : tanyakan adakah keluhan
pernafasan.
s. Jika tidak ada keluhan : cukup berikan O2
t. Jika terdapat tanda-tanda obstruksi : terapi sesuai
kondisi(aminofilin,kortikosteroid, tindakan tri ple manuver airway).
4. Blood (darah) : sistem kardiovaskuler
h. Tekanan darah
i. Nadi
j. Perfusi perifer
k. Status hidrasi (hipotermi ± syok)
l. Kadar Hb
m. Brain (otak) : sistem SSP
n. Menilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale)

Bladder (kandung kencing) : sistem urogenitalis

c. Periksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan urine


d. Untuk menilai : Apakah pasien masih dehidrasi, Apakah ada kerusakan
ginjalsaat operasi, acute renal failure

Bowel (usus) : sistem gastrointestinalis

Periksa :

g. Dilatasi lambung
h. Tanda-tanda cairan bebas
i. Distensi abdomen
j. Perdarahan lambung post operasi
k. Obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain, misal: hepar,lien,pancreas
l. Dilatasi usus halus,Hati-hati, pasien operasi mayor sering mengalami kembung
yang mengganggupernafasan, karena ia bernafas dengan diafragma.
Bone (tulang) : sistem musculoskeletal

Periksa :

d. Tanda-tanda sianosis
e. Warna kuku
f. Perdarahan post operasi Gangguan neurologis : gerakan ekstremitas

Kriteria yang digunakan dan umunya yang dinilai pada saat observasi di ruangpulih adalah
warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernafasan, dan aktivitas motorik,seperti skor Aldrete.
Idealnya pasien baru bolehdikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. Namun bila skor total
telah di atas 8 , pasien boleh keluar ruang pemulihan.
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
http://www.medicinestuffs.com/2014/06/anestesi-pembedahan-darurat.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai