Jenis Persiapan Perawatan Klienkdk2
Jenis Persiapan Perawatan Klienkdk2
DISUSUN OLEH:
Kelompok 2
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa, yang telah memberi
rahmat serta karunia kepada makhluk-Nya yang berusaha dan bekerja sepenuh hati. Saya
selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini dapat disusun dan dibuat tak lepas dari
kekuasaan Allah SWT.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep
Dasar Kebidanan II. Makalah ini berjudul“Jenis Persiapan Perawatan Klien”.
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara melakukan persiapan dan perawatan Pre operasi
2. Bagaimana cara melakukan persiapan dan perawatan Intra Operasi?
3. Apakan yang dimaksud Anastesi?
PEMBAHASAN
A. Rencana tindakan :
1. Pemberian pendidikan kesehatan pre operasi.
Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan mencangkup penjelasan mengenai
berbagai informasi dalam tindakan pembedahan. Informasi tersebut diantaranya tentang jenis
pemeriksaan yang dilakukan sebelum bedah, alat-alat khusus yang di perlukan, pengiriman
ke kamar bedah, ruang pemulihan, dan kemungkinan pengobatan setelah bedah.
2. Persiapan diet
Sehari sebelum bedah, pasien boleh menerima makanan biasa. Namun, 8 jam sebelum
bedah tersebut dilakukan, pasien tidak diperbolehkan makan. Sedangkan cairan tidak
diperbolehkan 4 jam sebelum operasi, sebab makanan dan cairan dalam lambung dapat
menyebabkan aspirasi.
3. Persiapan kulit
Dilakukan dengan cara membebaskan daerah yang akan dibedah dari mikroorganisme
dengan cara menyiram kulit dengan sabun heksakloforin atau sejenisnya yang sesuai dengan
jenis pembedahan. Bila pada kulit terdapat rambut, maka harus di cukur.
5. Latihan kaki
Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah dampak tromboflebitis. Latihan kaki
yang dianjurkan antara lain latihan memompa otot, latihan quadrisep, dan latihan
mengencangkan glutea. Latihan memompa otot dapat dilakukan dengan mengontraksi otot
betis dan paha, kemudian istirahatkan otot kaki, dan ulangi hingga sepuluh kaki. Latihan
quadrisep dapat dilakukan dengan membengkokkan lutut kaki rata pada tempat tidur,
kemudian meluruskan kaki pada tempat tidur, mengangkat tumit, melipat lutut rata pada
tempat tidur, dan ulangi hingga lima kali. Latihan mengencangkan glutea dapat dilakukan
dengan menekan otot pantat, kemudian coba gerakkan kaki ke tepi tempat tidur, lalu istirahat,
dan ulangi hingga lima kali.
6. Latihan mobilitas
Latihan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi sirkulasi, mencegah dekubitus,
merangsang peristaltik, serta mengurangi adanya nyeri. Melalui latihan mobilitas, pasien
harus mampu menggunakan alat di tempat tidur, seperti menggunakan penghalang agar bsa
memutar badan, melatih duduk di sisi tempat tidur, atau dengan menggeser pasiem ke sisi
tempat tidur. Melatih duduk diawali dengan tidur fowler, kemudian duduk tegak dengan kaki
menggantung di sisi tempat tidur.
7. Pencegahan cedera
Untuk mengatasi risiko terjadinya cedera, tindakan yang perlu dilakukan sebelum
pelaksanaan bedah adalah:
a. Cek identitas pasien.
b. Lepaskan perhiasan pada pasien yang dapat mengganggu, misalnya cincin,
gelang, dan lain-lain.
c. Bersihkan cat kuku untuk memudahkan penilaian sirkulasi.
d. Lepaskan kontak lensa.
e. Lepaskan protesis.
f. Alat bantu pendengaran dapat dapat digunakan jika pasien tidak dapat mendengar.
g. Anjurkan pasien untukmengosongkan kandung kemih.
h. Gunakan kaos kaki anti emboli jika pasien berisiko terjadi tromboflebitis.
A. Rencana tindakan:
1. Penggunaan baju seragam bedah.
Penggunaan baju seragam bedah didesain khusus dengan harapan dapat mencegah
kontaminasi dari luar. Hal itu dilakukan dengan berprinsip bahwa semua baju dari luar harus
diganti dengan baju bedah yang steril, atau baju harus dimasukkan ke dalam celana atau
harus menutupi pinggang untuk mengurangi menyebarnya bakteri, serta gunakan tutup
kepala, masker, sarung tangan, dan celemek steril.
1. Mencuci tangan sebelum pembedahan.
2. Menerima pasien di daerah bedah.
Sebelum memasuki wilayah bedah, pasien harus melakukan pemeriksaan ulang di
ruang penerimaan untuk mengecek kembali nama, bedah apa yang akan
dilakukan, nomor status registrasi pasien, berbagai hasil laboratorium dan X-ray,
persiapan darah setelah dilakukan pemeriksaan silang dan golongan darah, alat
protesis, dan lain-lain.
3. Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah.
Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah telentang, telungkup, trendelenburg,
litotomi, lateral, atau disesuaikan dengan jenis operasi yang akan dilakukan.
4. Pembersihan dan persiapan kulit.
Pelaksanaan tindakan ini bertujuan untuk membuat daerah yang akan dibedah
bebas dari kotoran dan lemak kulit, serta mengurangi adanya mikroba. Bahan
yang digunakan dalam membersihkan kulit ini harus memiliki spektrum khasiat,
kecepatan khasiat, potensi yang baik dan tidak menurun apabila terdapat kadar
alkhohol, sabun deterjen, atau bahan organik lainnya.
5. Penutupan daerah steril.
Penutupan daerah steril dilakukan dengan menggunakan duk steril agar tetap sterilnya
di daerah seputar bedah dan mencegah berpindahnya mikroorganisme antara daerah
steril dan tidak.
6. Pelaksanaan anestesia.
Pelaksanaan anestesia dapat dilakukan dengan berbagai macam, antara lain anestesia
umum, inhalasi atau intravena, anestesia regional, dan anestesia lokal.
7. Pelaksanaan pembedahan.
Setelah dilakukan anestesia, tim bedah akan melaksanakan pembedahan sesuai
dengan ketentuan embedahan.
A. Anestesi Regional
Anestesi regional adalah pembiusan satu bagian tubuh yang akan dioperasi, misalnya
daerah perut ke bawah, daerah tungkai, atau daerah dada. Anestesi ini diberikan
dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal pada saraf yang mempersarafi bagian
tubuh tersebut. Anestesi ini memungkinkan kita dapat tetap sadar tapi tidak
merasakan apapun saat dioperasi.
Jenis- Jenis Anestesi Regional
• Anestesi Spinal
Pemberian anestesi spinal dilakukan dengan menyuntikkan anestesi lokal dan
obatpenghilang rasa sakit lainnya pada area dekat sumsum tulang belakang pasien
yang disebut subarachnoid space. Anestesi ini membuat saraf mati rasa sehingga
pasien tidak dapat merasakan nyeri di daerah‐daerah tertentu pada tubuhnya.
• Anestesi Epidural
Anestesia epidural dihasilkan dengan menyuntikkan obat anestesi local kedalam
ruang epidural.
Efek samping dari anestesi regional
Efek samping yang dapat ditimbulkan akibat anestesi regional:
Total spinal block – merupakan istilah untuk pemblokiran sel saraf tepi yang
disebabkan kelebihan dosis zat anestetik yang digunakan pada tulang belakang.
Hal tersebut menyebabkan efek paralisis pada otot. Pemblokiran saraf juga dapat
menyebabkan kegagalan sistem pernapasan saat pasien tidak sadarkan diri. Untuk
mengatasi gangguan pernapasan kemungkinan diperlukan tindakan tambahan
membuat saluran pernapasan dan ventilasi.
Hipotensi – penurunan tekanan darah merupakan dampak dari pemblokiran
fungsi saraf simpatetik. Hal tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan tekanan
pada pembuluh darah dengan cairan tambahan, namun hal tersebut perlu
memperhatikan riwayat kesehatan jantung pasien.
Defisit neurologis – merupakan penurunan fungsi dari beberapa saraf yang
terdapat pada tulang belakang yang dapat bersifat sementara ataupun permanen.
Penyebab utamanya adalah kerusakan pada saraf tulang belakang yang
mengakibatkan penurunan kerja saraf sensori dan penurunan kemampuan motorik
tubuh.
B. Anestesi Umum
Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi
digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan , merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi
pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini
tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi
untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan
relaksansia otot.
Metode anastesi umum dilihat dari cara pemberian obat
1. Parenteral
Anastesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra
muscular biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat/ untuk tindakan yang
singkat atau untuk indikasi anesthesia.Keuntungan pemberian anestetik intravena
adalah cepat dicapai induksi dan pemulihan, sedikit komplikasi pasca
anestetikjarang terjadi, tetapi efek analgesic dan relaksasi otot rangka sangat
lemah. Obat yang umum dipakai adalah thiopental, barbiturat, ketamin,
droperidol dan fentanil. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan
ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama biasanya dikombinasi dengan
obat anestetika lain.
2. Perektal
Anastesi umum yang diberikan melalui rectal kebanyakan dipakai pada anak,
terutama untuk induksi anesthesia atau tindakan singkat.
3. Perinhalasi, melalui pernafasan
Anastesia inhalasi ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan
anestetika yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui
dara pernafasan. Zat anestetika yang dipergunakan berupa suatu campuran gas
(dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut tergantung dari tekanan
parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan daya Anastasia, zat anastetika
disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu memberi anastesia
yang adekuat. Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan yang menguap
berbeda-beda dalam hal potensi, keamanan dan kemampuan untuk menimbulkan
analgesia dan relaksasi otot rangka.
Anastesia inhalasi masuk dengan inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah
sampai ke jaringan otak. Inhalasi gas (N2O etilen siklopropan) anestetika
menguap (eter, halotan, fluotan, metoksifluran, etilklorida, trikloretilen dan
fluroksen). Factor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi dan sifat-sifat. Fisik zat
anestetika mempengaruhi kekuatan manapun kecepatan anastesia.
Efek samping yang dapat ditimbulkan dari anestesi umum antara lain:
Infeksi saluran pernapasan – dapat berupa infeksi pada laring, sakit tenggorokan
hingga pneumonia. Hal ini dikarenakan penurunan kesadaran dapat menyebabkan
saluran pernapasan tidak terlinggu. Terutama jika efek anestesi membuat pasien
mual dan muntah dan cairan muntah tidak sempat untuk dikeluarkan dapat
menyebabkan inflamasi dan infeksi di saluran pernapasan hingga paru. Namun hal
tersebut dapat diatasi dengan berpuasa atau membatasi asupan beberapa jam
sebelum operasi, dokter juga dapat memberikan obat dengan substansi
metoclopramide untuk membantu mengosongkan lambung dan ranitidine untuk
meningkatkan kadar pH lambung.
Kerusakan saraf tepi – merupakan jenis dampak yang dapat dialami jenis anestesi
lainnya; anestesi regional dan lokal. Hal tersebut dapat terjadi karena proses
operasi atau posisi tubuh yang menetap dan tidak bergerak dalam waktu yang lama.
Bagian tubuh yang paling sering terkena dampak ini adalah lengan bagian atas dan
pada kaki di sekitar lutut. Kerusakan saraf dapat dicegah dan diminimalisir dengan
cara menghindari posisi tubuh pasien yang ekstrim dan menghambat aliran darah
selama operasi.
Emboli – adalah hambatan aliran darah akibat adanya benda asing di dalam
pembuluh darah termasuk penggumpalan darah dan udara. Emboli yang
disebabkan oleh angina lebih mungkin pada tindakan operasi sistem saraf dan
operasi di sekitar tulang pelvis. Risiko dari hal tersebut dapat diminimalisir dengan
pemberian profilaksis thromboembolic deterrents (TEDS) dan low molecular
weight heparin (LMWH).
Kematian – merupakan jenis komplikasi yang paling serius meskipun peluang
terjadinya sangat kecil. Kematian akibat bius total merupakan sesuatu yang
dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari jenis operasi, tingkat kesehatan pasien
dan penyakit penyerta atau kondisi lainnya yang dapat membahayakan proses
operasi.
1. ventilasinya cukup atau tidak dan sirkulasinya sudah baik atau tidak.
Pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi harus ditangani secara dini.
Selain obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau spasme laring,
pasca bedah dini kemungkinan terjadi mual-muntah yang dapat berakibat aspirasi.
Anestesi yang masih dalam, dan sisa pengaruh obat pelumpuh otot akanberakibat
penurunan ventilasi.Pasien yang belum sadar diberikan oksigen dengan kanul nasal
ataumasker sampai pasien sadar betul. Pasien yang sudah keluar dari pengaruh
obatanestesi akan sadar kembali.Bila keadaan umum dan tanda-tanda vital
pasiennormal dan stabil, maka pasien dapat dipindahkan ke ruangan dengan
pemberianinstruksi pasca operasi.Tingkat perawatan pasca anestesi pada setiap pasien
tidak selalu sama, bergantungpada kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis
operasi, monitoring lebih ketatdilakukan pada pasien dengan risiko tinggi seperti:
a. Kelainan organ
b. Syok yang lama
c. Dehidrasi berat
d. Sepsis
e. Trauma multiple
f. Trauma kapitis
g. Gangguan organ penting, misalnya : otak Pada saat melakukan observasi di
ruang pulih, agar lebih sistematis dan lebihmudah dapat dilakukan
³monitoring B6´, yaitu :
a. Tanda-tanda obstruksi
b. Pernafasan cuping hidung
c. Frekuensi nafas
d. Pergerakan rongga dada : simetris/tidak
e. Suara nafas tambahan : tidak ada pada obstruksi total
f. Udara nafas yang keluar dari hidung
g. Sianosis pada ekstremitas
h. Auskultasi : wheezing, ronki Pasien sadar : tanyakan adakah keluhan
pernafasan.
i. Jika tidak ada keluhan : cukup berikan O2
j. Jika terdapat tanda-tanda obstruksi : terapi sesuai
kondisi(aminofilin,kortikosteroid, tindakan tri ple manuver airway).
2. Blood (darah) : sistem kardiovaskuler
a. Tekanan darah
b. Nadi
c. Perfusi perifer
d. Status hidrasi (hipotermi ± syok)
e. Kadar Hb
f. Brain (otak) : sistem SSP
g. Menilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
Periksa :
a. Dilatasi lambung
b. Tanda-tanda cairan bebas
c. Distensi abdomen
d. Perdarahan lambung post operasi
e. Obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain, misal: hepar,lien,pancreas
f. Dilatasi usus halus,Hati-hati, pasien operasi mayor sering mengalami kembung
yang mengganggupernafasan, karena ia bernafas dengan diafragma.
Periksa :
a. Tanda-tanda sianosis
b. Warna kuku
c. Perdarahan post operasi Gangguan neurologis : gerakan ekstremitas
Kriteria yang digunakan dan umunya yang dinilai pada saat observasi di
ruangpulih adalah warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernafasan, dan aktivitas
motorik,seperti skor Aldrete. Idealnya pasien baru bolehdikeluarkan bila jumlah skor
total adalah 10. Namun bila skor total telah di atas 8 , pasien boleh keluar ruang
pemulihan.
Perawatan dan Penanganan Pasca Anestesi
Pengawasan ketat di ruang pemulihan atau UPPA harus seperti sewaktu berada
dikamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yangbaik
harus disediakan. Tensimeter, oksimeter denyut (pulse oxymeter),EKG,peralatan resusitasi
jantung-paru dan obatnya harus disediakan tersendiri,terpisah dari kamar bedah. Setelah
dilakukan pembedahan pasien dirawat diruang pulih sadar. Pasien yang dikelola adalah
pasien pasca anestesi umum ataupun anestesi regional. Diruang pulih sadar dimonitor
jalan nafasnya apakah bebas atau tidak,
3. ventilasinya cukup atau tidak dan sirkulasinya sudah baik atau tidak.
Pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi harus ditangani secara dini. Selain
obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau spasme laring, pasca bedah
dini kemungkinan terjadi mual-muntah yang dapat berakibat aspirasi. Anestesi yang masih
dalam, dan sisa pengaruh obat pelumpuh otot akanberakibat penurunan ventilasi.Pasien
yang belum sadar diberikan oksigen dengan kanul nasal ataumasker sampai pasien sadar
betul. Pasien yang sudah keluar dari pengaruh obatanestesi akan sadar kembali.Bila
keadaan umum dan tanda-tanda vital pasiennormal dan stabil, maka pasien dapat
dipindahkan ke ruangan dengan pemberianinstruksi pasca operasi.Tingkat perawatan
pasca anestesi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantungpada kondisi fisik pasien,
teknik anestesi, dan jenis operasi, monitoring lebih ketatdilakukan pada pasien dengan
risiko tinggi seperti:
h. Kelainan organ
i. Syok yang lama
j. Dehidrasi berat
k. Sepsis
l. Trauma multiple
m. Trauma kapitis
n. Gangguan organ penting, misalnya : otak Pada saat melakukan observasi di
ruang pulih, agar lebih sistematis dan lebihmudah dapat dilakukan
³monitoring B6´, yaitu :
k. Tanda-tanda obstruksi
l. Pernafasan cuping hidung
m. Frekuensi nafas
n. Pergerakan rongga dada : simetris/tidak
o. Suara nafas tambahan : tidak ada pada obstruksi total
p. Udara nafas yang keluar dari hidung
q. Sianosis pada ekstremitas
r. Auskultasi : wheezing, ronki Pasien sadar : tanyakan adakah keluhan
pernafasan.
s. Jika tidak ada keluhan : cukup berikan O2
t. Jika terdapat tanda-tanda obstruksi : terapi sesuai
kondisi(aminofilin,kortikosteroid, tindakan tri ple manuver airway).
4. Blood (darah) : sistem kardiovaskuler
h. Tekanan darah
i. Nadi
j. Perfusi perifer
k. Status hidrasi (hipotermi ± syok)
l. Kadar Hb
m. Brain (otak) : sistem SSP
n. Menilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
Periksa :
g. Dilatasi lambung
h. Tanda-tanda cairan bebas
i. Distensi abdomen
j. Perdarahan lambung post operasi
k. Obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain, misal: hepar,lien,pancreas
l. Dilatasi usus halus,Hati-hati, pasien operasi mayor sering mengalami kembung
yang mengganggupernafasan, karena ia bernafas dengan diafragma.
Bone (tulang) : sistem musculoskeletal
Periksa :
d. Tanda-tanda sianosis
e. Warna kuku
f. Perdarahan post operasi Gangguan neurologis : gerakan ekstremitas
Kriteria yang digunakan dan umunya yang dinilai pada saat observasi di ruangpulih adalah
warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernafasan, dan aktivitas motorik,seperti skor Aldrete.
Idealnya pasien baru bolehdikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. Namun bila skor total
telah di atas 8 , pasien boleh keluar ruang pemulihan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
http://www.medicinestuffs.com/2014/06/anestesi-pembedahan-darurat.html?m=1