Anda di halaman 1dari 17

Hambatan Fisiologik

Fisiologik berasal dari kata fisio yaitu fungsi atau faal organ tubuh dan logik yaitu ilmu,
sehingga fisiologik merupakan ilmu yang mempelajari fungsi faal organ - organ tubuh.
Pada orang dewasa secara fisiologik terjadi penurunan fungsi organ dimana menjadi
salah satu kendala penghambat pendidikan. Penurunan fungsi tersebut antara lain:

1. Titik penglihatan Kendala ini berkaitan dengan gangguan pada titik penglihatan orang

dewasa. Gangguan titik penglihatan tersebut menyebabkan gangguan persepsi


penglihatan. Pada saat penglihatan terganggu atau hilang akan mempengaruhi perilaku
belajar seseorang. Menurut Feldman (2012) beberapa gangguan persepsi penglihatan
pada orang dewasa diantaranya adalah gangguan akomodasi (yaitu kemampuan lensa
mata untuk memfokuskan cahaya dengan mengubah ketebalannya) pada lensa mata
seseorang yang menyebabkan bayangan tidak atau kurang terfokus pada bagian tepian
mata. King (2010) menambahkan gangguan penglihatan lain pada orang dewasa
adalah synasethesia perception yaitu merupakan suatu kasus gangguan penglihatan
dimana individu mengalami kebingungan pada indra persepsinya (indra penglihatan)
akibat induksi dengan indra lainnya. Sebagai contoh, beberapa individu “melihat” music
atau “mengecap” warna. Seorang wanita yang dapat mengecap suara. Bentuk paling
umum adalah grapheme synaesthesia, dimana huruf atau angka memiliki tingkatan
warna tertentu sehingga seorang individu dapat merasakan bahwa huruf “A” memiliki
warna kuning bunga matahari dan angka 2 memilki warna abu – abu semen. Hal
tersebut diakibatkan karena gangguan bagian korteks parietal posterior yang terkait
dengan integrasi normal. Fiest dan Fiest (2010) menguatkan bahwa gangguan persepsi
tersebut akan berpengaruh terhadap pembelajaran individu secara observasi terutama
terjadi gangguan perhatian individu terhadap materi yang dipelajari secara observasi
dan pada akhirnya akan terjadi produksi perilaku yang berbeda pada individu yang
bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut maka penyuluh / pendidik disarankan untuk
melakukan representasi verbal.

2. Kemampuan mendengar Penurunan kemampuan mendengar merupakan salah satu


kendala dalam

pendidikan orang dewasa, terutama pada lansia. Penurunan pendengaran tersebut


ditandai dengan kurang mampu membedakan bunyi. Menurut King (2010) kurangnya
kemampuan untuk membedakan bunyi disebabkan oleh penurunan sistim fisiologi
auditori (pendengaran) saat memproses getaran pada udara. Penurunan pemrosesan
getaran udara tersebut meliputi dua macam yaitu penurunan frekuensi (tinggi bunyi)
dan amplitudo (intensitas bunyi). Penurunan tersebut fisiologi auditori tersebut biasanya
seringkali terjadi pada telinga bagian dalam. Menurut Feldman (2012) telinga bagian
merupakan bagian dari telinga yang mengubah getaran suara menjadi bentuk yang
dapat disalurkan ke otak. Bentuk ini juga mengandung organ yang membuat manusia
dapat mengalokasikan posisi dan menentukan bagaimana bergerak dalam ruang.
Ketika suara memasuki telinga dalam melalui jendela oval, suara ini kemudian bergerak
menuju koklea atau rumah siput, suatu bentuk lengkung yang terlihat seperti seekor
siput dan dipenuhi dengan cairan yang bergetar sebagai respon terhadap suara. Di
dalam koklea tersebut terdapat membran basilar, suatu struktur yang terletak menuju
pusat koklea, membagi koklea tersebut menjadi ruang atas dan ruang bawah.
Membrane basilar ini dilingkupi oleh sel rambut. Ketika sel rambut ini digerakkan oleh
getaran yang memasuki koklea tersebut, maka sel – sel yang ada didalamnya akan
mengirimkan suatu pesan neural ke otak dalam bentuk informasi auditori yaitu korteks
serebrum tepatnya pada lobus temporal (dibawah dahi). Fiest dan Fiest (2010)
menambahkan bahwa penurunan pendengaran tersebut berpengaruh terhadap
penurunan senstivitas reaksi, yaitu perbedaan sensivitas aktivitas otak sebagai hasil
pemberian stimulus yang mendukung (suara) dimana berpengaruh terhadap
kepribadian dalam bentuk perilaku. Dengan kata lain kepribadian tersebut berhubungan
dengan perbedaan dalam proses biologis atau bagaimana individu akan berespon
terhadap suatu stimulus dalam hal ini adalah bunyi sehingga pada akhirnya akan
mempengaruhi potensi perilaku individu terutama pada perhatian individu terhadap
materi yang diterangkan saat proses pendidikan.

King (2010) dalam penelitiannya menerangkan bahwa penurunan kemampuan bunyi


secara fisiologis di tandai dengan beberapa gejala. Beberapa gejala tersebut adalah
penurunan kemampuan pada kedua telinga untuk menentukan lokasi suara, hal
tersebut karena setiap telinga menerima rangsangan yang agak berbeda dari sumber
bunyi. Akibat dari hal tersebut, maka individu seringkali menemui kesulitan menentukan
arah bunyi yang datang tepat dari depan mereka, karena suara tersebut sampai ke
telinga mereka pada waktu yang bersamaan. Hal tersebut juga terjadi pada suara yang
datang tepat dari atas dan dari belakang individu.

Feldman (2012) menambahkan bahwa penurunan fisiologi pendengaran disebabkan


penurunan kepekaan terhadap frekuensi yang berbeda seiring dengan pertambahan
usia terutama rentang frekuensi yang didengar. Ia pun juga menguatkan melalui teori
frekuensi tentang pendengaran bahwa area yang berbeda dari membran basilar
merespon frekuensi yang berbeda pula, hal tersebut karena keseluruhan membrane
basilar bertindak sebagai microphone, bergetar sebagai suatu keseluruhan respon
terhadap suatu suara. Menurut penjelasan ini, saraf reseptor mengirimkan sinyal -
sinyal yang terkait langsung dengan frekuensi (jumlah gelombang per detik) dari suara
yang di tampilkan pada individu, dengan jumlah impuls saraf menjadi suatu fungsi
langsung dari frekuensi suara tersebut. Setelah suatu pesan auditori meninggalkan
telinga, pesan tersebut dialirkan ke korteks auditori di otak melalui suatu rangkaian
koneksi neural yang rumit. Di dalam korteks auditori sendiri, terdapat neuron –neuron
yang memberikan respon secara selektif terhadap suara yang sangat spesifik.
Cervone dan Pervin (2012) menyatakan bahwa setelah stimulus auditori mencapai
korteks auditori, stimulus ini akan melewati hemisfer – hemisfer (bagian – bagian) otak.
Hemisfer ini terdiri dari dua bagian yaitu kiri dan kanan dimana masing terlibat dalam
aktivasi emosi negatif dan positif atau disebut dengan dominansi hemisfer. Dalam
penelitiannya disebutkan bahwa pengukuran aktivitas hemisfer dilakukan sebelum dan
pada saat penayangan klip film yang didesain untuk mengurangi emosi positif dan
negatif.

3. Penurunan Merespon Warna, yaitu merasa pusing atau tidak nyaman jika melihat
warna kontras, seperti

merah, kuning. ketidaknyaman dalam merespon warna kontras disebabkan oleh


penurunan fungsi atau degenerasi dua macam sel reseptor dalam retina yang peka
terhadap cahaya. Menurut Feldman (2012) nama yang diberikan kepada mereka
mencerminkan bentuknya : batang dan kerucut. Sel batang adalah reseptor yang tipis
dan berbentuk silinder yang sangat sensitif terhadap cahaya. Sel kerucut adalah
reseptor yang berbentuk kerucut dan peka terhadap cahaya, serta bertanggung jawab
untuk fokus yang jelas dan persepsi warna, terutama pada cahaya yang terang. Sel
batang dan kerucut ini tersebar secara tidak merata di seluruh bagian retina. Sel
kerucut terkonsentrasi pada bagian tertentu yang disebut fovea. Fovea adaah bagian
yang sangat sensitif dari retina. Sel batang dan kerucut bukan hanya tidak sama secara
struktural, namun mereka juga memainkan peran yang sangat berbeda dalam
penglihatan. Sel kerucut terutama bertanggung jawab untuk memfokuskan persepsi
warna secara lebih jelas, terutama dalam situasi cahaya yang terang dan mampu
melakukan adaptasi terang atau proses menyesuaikan dengan cahaya terang setelah
berada pada cahaya gelap lebih cepat yaitu hanya dalam waktu kurang lebih dari satu
menit. Sedangkan sel batang memerlukan waktu 20 – 30 menit untuk melakukan
adaptasi gelap atau proses menyesuaikan diri dengan kondisi gelap. Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat di analisis bahwa peserta didik mengalami ketidaknyamanan
dalam melihat warna kontras disebabkan oleh penurunan fungsi atau degenerasi sel
kerucut. King (2010) menambahkan bahwa penurunan fungsi pada kedua sel reseptor
tersebut mengakibatkan penurunan atensi dan set persepsi peserta didik. Atensi yang
dimaksud disini adalah kemampuan untuk memfokuskan pada aspek spesifik sebuah
pengalaman dan mengabaikan aspek yang lain dan set persepsi yang dimaksud adalah
kemampuan filter psikologis dalam pemrosesan infomasi mengenai lingkungan. Fiest
dan Fiest (2010) menguatkan bahwa adanya penurunan atensi dan set persepsi
tersebut menyebabkan penurunan peserta pendidik dalam belajar terutama belajar
melalui observasi yaitu merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan model
sebagai bahan belajar.

4. Penurunan Konsentrasi Penurunan konsentrasi belajar adalah penurunan pemusatan


perhatian dalam

proses tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan
penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai pengetahuan dan kecakapan
dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi. Konsentrasi belajar yang menjadi
salah satu aspek penting bagi penerima dalam memahami dan mengerti suatu
pembelajaran, tercermin melalui setiap tingkah laku (behavior) yang dilakukan. Lebih
lanjut lagi dijelaskan bahwa konsentrasi seseorang di dalam belajar merupakan bagian
dari kognitif manusia yang juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manusia
secara psikologis hal tersebut karena setiap peserta didik mempunyai tiga kualitas
psikologis yang penting bagi manusia antara lain, (1) manusia adalah suatu entitas
yang dapat memberikan penalaran mengenai dunia menggunakan bahasa (2) manusia
dapat membuat penalaran bukan hanya tentang keadaan saat ini, tetapi juga kejadian –
kejadian di masa lalu dan hipotesis kejadian – kejadian di masa depan, (3) kemampuan
penalaran ini umumnya melibatkan refleksi terhadap diri – entitas yang menggunakan
bahasa untuk penalaran – dalam bentuk masa lampau, masa kini dan masa depan
mengenai diri mereka dan dunia sehingga ketiga aspek tersebut akan berpengaruh
terhadap proses kognitif sosial pada peserta didik (Cervone dan Pervin (2012).
Feldman (2012) menambahkan, bahwa penurunan konsentrasi dalam belajar
menyebabkan penurunan pengopresasian konsep, yaitu proses pengelompokan mental
untuk benda – benda, kejadian, atau orang yang sama. Konsep membuat kita dapat
mengorganisasi fenomena yang kompleks menjadi kategori kognitif yang lebih
sederhana, sehingga lebih mudah untuk digunakan. Fiest dan Fiest (2010)
menambahkan penurunan kemampuan proses penilaian menyebabkan penurunan
kemampuan untuk meregulasi perilaku individu melalui proses mediasi kognitif
akibatnya peserta didik tidak / kurang mampu menyadari diri secara reflektif dan juga
seberapa berharga tindakannya berdasarkan tujuan yang telah dibuat untuk dirinya.
Lebih spesifiknya lagi, proses penilaian bergantung pada standar pribadi, performa
rujukan, pemberian nilai pada kegiatan dan atribusi terhadap performa.

3.2.2 Hambatan Psikologik

Psikiologik secara harfiah berasal dari kata psiko yaitu mental / jiwa dan logik yaitu ilmu,
sehingga psikologi merupakan ilmu yang mempelajari kejiwaan manusia atau hal – hal
yang berhubungan dengan sifat kejiwaan seseorang. Pada orang dewasa hambatan
psikologik yang sering terjadi antara lain,

1. Tidak suka digurui Program pendidikan orang dewasa, pesertanya adalah orang
dewasa yang

mempunyai (merasa mempunyai) keahliannya sendiri, pengalamannya dan seringkali


memimpin dalam lingkungannya. Sikap atau tingkah menggurui dapat dirasakan
peserta sebagai peremehan terhadap dirinya. Hal tersebut karena setiap peserta didik
mempunyai emosi yang berbeda – beda. King (2010) menyatakan bahwa emosi adalah
persaan atau afeksi yang dapat melibatkan rangsangan fisiologis (seperti denyut
jantung yang cepat), pengalaman sadar, dan ekspresi perilaku (sebuah senyuman atau
raut muka cemberut)

Menurut Feldman (2012), emosi tersebut dilakukan oleh seseorang karena beberapa
hal antara lain

a. mempersiapkan kita untuk bertindak sebagai tautan antara kejadian di lingkungan


dan respon yang kita keluarkan

b. membentuk perilaku orang dimasa depan yaitu emosi memfasilitasi pembelajaran


yang akan membantu seseorang membuat respons yang sesuai di masa depan

c. membantu seseorang berinteraksi secara lebih efektif dengan orang lain. Seseorang
mengomunikasikan emosi yang dirasakan melalui perilaku verbal dan non verbal
sehingga emosi kita dapat dilihat oleh pengamat disekeliling kita.

Giblin (2004) menyarankan pendidik / penyuluh untuk membuat peserta didik merasa
penting, karena setiap orang yang mempunyai (merasa mempunyai keahlian) seringkali
merasa ingin dipentingkan. Hal tersebut karena sifat yang paling umum pada setiap
orang dimana sifat ini begitu kuat pada dirinya adalah hasrat ingin dipentingkan / hasrat
ingin diakui.

2. Lebih suka di motivasi Orang dewasa dalam proses pembelajaran cenderung lebih
suka motivasi

ketimbang di gurui, karena dengan motivasi akan menumbuhkan minat belajar atau
mempunyai keinginan untuk melaksanakan kegiatan belajar (Eryanto dan Rika, 2013).
Menurut Lepper et al., (2005) melalui pendekatan kognisi menyatakan bahwa motivasi
adalah produk pikiran, harapan dan tujuan manusia – kognisi mereka. Teori kognitif dari
motivasi tersebut menggambarkan kunci perbedaan antara motivasi intrinsik
menyebabkan kita untuk berpartisipasi dalam aktivitas bagi kesenangan kita bukan
untuk imbalan konkrit dan nyata apa pun yang dapat kita terima. dan ekstrinsik motivasi
ekstrinsik menyebabkan kita melakukan sesuatu demi uang, nilai dan imbalan lainnya
yang konkret dan nyata.

Feldman (2012) menyatakan bahwa motivasi merupakan faktor yang mengarahkan dan
memberikan energi pada tingkah laku manusia dan organisme lainnya karena memiliki
aspek biologis, kognitif dan sosial, serta kompleksitas. Melalui model Maslow
kebutuhan terkait motivasi dalam hierarki bahwa kebutuhan primer harus dipuaskan
atau dipenuhi sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih baik atau lebih tinggi
tingkatannya. Urutan kebutuhan tersebut dari level dasar sampai level tertinggi antara
lain, pertama kebutuhan dasar (fisiologis) yang merupakan kebutuhan primer seperti
kebutuhan akan air, makanan, tidur, seks dan sebagainya; kedua adalah kebutuhan
terhadap rasa aman dan mendapatkan perlindungan dengan kata lain, bahwa orang
membutuhkan lingkungan yang aman dan telindungi agar dapat berfungsi secara
efektif; ketiga adalah rasa cinta dan rasa memilki meliputi kebutuhan untuk
mendapatkan dan memberikan afeksi serta untuk memberikan kontribusi pada anggota
dari beberapa kelompok atau lingkungan sosial setelah memenuhi kebutuhan tahap ini
maka orang akan berjuang untuk memenuhi kebutuhan penghargaan; keempat
kebutuhan penghargaan yaitu kebutuhan untuk mengembangkan rasa harga diri
dengan mengetahui jika orang tersebut mengetahui dan menghargai kompetensinya;
dan kelima aktualisasi diri yaitu keadaan pemenuhan diri ketika orang menyadari
potensi tertinggi mereka dalam cara unik mereka sendiri.

3. Lebih Suka Memakai Kebiasaan dan Cara Berpikir Lama King (2010) menyatakan
bahwa berpikir (thinking) melibatkan proses

memanipulasi informasi secara mental, seperti membentuk konsep – konsep abstrak,


menyelesaikan masalah, mengambil keputusan dan melakukan refleksi kritis atau
menghasilkan gagasan kreatif. Ia juga menambahkan bahwa cara berpikir akan
menentukan proses kognitif yang terjadi dalam pemecahan sebuah masalah,
penalaran, dan pengambilan keputusan yang akhirnya berpengaruh pada konsep
berpikir dari peserta didik yang bersangkutan. Konsep berpikir tersebut adalah kategori
– kategori mental yang digunakan untuk mengelompokkan objek – objek, kejadian –
kejadian, dan beragam sifat, hal tersebut karena manusia memiliki kemampuan khusus
untuk menciptakan kategori – kategori makna terhadap informasi yang ada di dunia
(Fiest dan Fiest, 2010).

Solusi untuk mengatasi kendala ini adalah pada proses belajar perlu dilakukan
remediasi (pengulangan pesan) yang dilakukan secara bertahap. Hal tersebut karena
belajar merupakan suatu proses yang memerlukan intelektual / pikiran (akal) dan emosi
/ perasaan (budi). Feldman (2012) menyatakan bahwa pengulangan dalam pendidikan
tersebut dapat dilakukan melalui latihan, dimana proses ini cara ini dilakukan untuk
mentransfer memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Transfer yang dibuat
dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang ini sepertinya sangat tergantung
pada jenis latihan yang di lakukan. Ia menyarankan agar informasi tersebut dapat
masuk ke memori jangka panjang perlu di lakukan latihan elaboratif. Latihan ini terjadi
ketika informasi diperhatikan dan diorganisasi dalam beberapa cara. Organisasi ini
mungkin melibatkan perluasan informasi untuk membuatnya sesuai dengan kerangka
berpikir logis tertentu, mangaitkan informasi tersebut dengan memori lain,
mengubahnya menjadi gambar sebuah gambar, atau mengubahnya dalam beberapa
cara lain. Salah satu strategi yang digunakan untuk latihan ini adalah dengan
menggunakan mnemonics, yaitu teknik formal untuk mengorganisasi informasi dalam
sebuah cara untuk membuat informasi tersebut lebih dapat diingat.

4. Lebih Suka pada Hal yang Bersifat Pengalaman King (2010) menyatakan bahwa
orang dewasa cenderung menyukai pada
hal yang bersifat pengalaman karena beberapa aspek kognisi (pikiran) yang membaik
seiring dengan bertambahnya usia salah satunya adalah kebijaksanaan ( wisdom).
Kebijaksanaan ini meliputi pengetahuan peserta didik mengenaik aspek praktis dalam
hidup. Kebijaksanaan ini mungkin meningkat seiring bertambahnya usia karena
bertambahnya pengalaman hidup. Dengan kata lain orang dewasa cenderung dapat
mengembangkan dirinya melalui pengalaman dan kesulitan hidup yang dilaluinya
akibatnya pengalaman dari peserta didik akan bertentangan dengan struktur pemikiran
dari pendidik. Ia juga menyarankan bahwa untuk mendidik pada situasi semacam ini
pendidik / penyuluh perlu melakukan asimilasi dan akomodasi. Asimilasi dilakukan
dengan menjelaskan keadaan lingkungan yang bersangkutan melalui struktur pemikiran
dari si pendidik dan akomodasi dilakukan dengan memodifikasi struktur pemikiran
pendidik (dengan kata lain mengubah cara berpikir dari peserta didik).

Cervone dan Pervin (2012) menyatakan orang dewasa lebih suka pada hal yang
bersifat pengalaman karena mereka memliki ketahanan psikologis. Ketahanan
psikologis tersebut disebabkan karena meningkatnya kebijaksanaan pribadi walaupun
mungkin terjadi penurunan kognitif. Hal tersebut terjadi karena orang dewasa memilih
domain tertentu dalam kehidupan di mana mereka memfokuskan energi dan
pengetahuan mereka, sehingga dapat dimungkkinan mereka sangat mampu
mempertahankan tingkat dari fungsi dan kesejahteraan dalam domain kehidupan yang
dipilih dimana hal ini berkaitan erat dengan kebiasaan mereka. Berdasarkan hal
tersebut apabila dikaitkan dengan teori Carl Gustav Jung dapat di analisis bahwa
kemungkinan besar orang dewasa mampu memfokuskan energi dan pengetahuan
mereka disebabkan oleh dominansi tipe kecerdasan pada salah satu bagian otak yang
ada di dalam diri sejak mereka lahir dimana ini akan menjadi naluri berpikir seumur
hidup mereka dan dominansi ini bersifat genetik (merupakan karpet merah (anugrah)
yang di berikan oleh Yang Maha Kuasa) (Poniman, 2011).
5. Perlu bukti konkrit Pendidik / penyuluh dalam mendidik perlu memberikan bukti
konkrit ke

peserta didik. Pemberian bukti konkrit tersebut dapat berupa demonstrasi ataupun
memberi contoh fakta kepada peserta didik dalam bentuk media visual, audio maupun
kinestetik kepada peserta didik. King (2010) melalui penelitian longitudinal K.Warner
Schaie tentang kemampuan intelektual orang dewasa, menyatakan bahwa orang
dewasa perlu di berikan bukti konkrit karena pada masa dewasa mengalami penurunan
dua dari keenam kemampuan intelektual yaitu kemampuan numerik (kemampuan untuk
mengenali dan mengingat unit bahasa, seperti daftar kata – kata) dan kecepatan
penginderaan (kemampuan untuk secara cepat dan tepat membuat pembedaan dari
rangsang visual) terutama pada masa dewasa tengah. Kecepatan pengideraan
menunjukan penurunan terlebih dahulu, yaitu dimulai pada masa dewasa awal.

Cervone dan Pervin (2012) menambahkan melalui teori Bandura bahwa orang dewasa
cenderung melakukan pembelajaran secara observasional (pemodelan / demosntrasi)
kemampuan untuk mempelajari bentuk kompleks pada perilaku hanya dengan
mengamati sebuah model tampilan perilaku. Proses pemodelan dapat lebih kompleks
dibandingkan imitasi sederhana atau mimikri. Proses tersebut melibatkan pada
bagaimana orang akan mempelajari aturan secara umum mengenai perilaku dengan
mengamati orang lain, sehingga orang dewasa dengan cara yang demikian dapat
mempelajari respon kognitif dan respon emosional tertentu dengan merasakan menjadi
model, seolah – olah mengalaminya dengan mengamati model. Feldman (2012) lebih
jauh lagi menambahkan bahwa dalam informasi yang didapatkan melalui proses
pembelajaran yang dilakukan dengan cara demonstrasi secara obervasional, akan
masuk ke dalam memori jangka panjang, terutama memori prosedural dan memori
episodik. Memori prosedural merupakan memori tentang kecakapan dan kebiasaan
atau menyimpan informasi tentang bagaimana cara melakukan sesuatu sedangkan
memori episodik adalah memori tentang kejadian – kejadian yang terjadi pada waktu,
tempat atau konteks tertentu (kapan dan bagaimana).

6. Harus sesuai dengan kebutuhan Kegiatan pendidikan harus disesuaikan dengan


kebutuhan dari orang dewasa

yang bersangkutan. Feldman (2012) menyatakan melalui teori self-determination (teori


determinasi diri) bahwa kebutuhan pendidikan berkaitan dengan tiga kebutuhan dasar
yaitu kompetensi, otonomi dan keterikatan. Kebutuhan – kebutuhan ini bersifat
bawaaan dan ada dalam setiap orang. Kebutuhan ini mendasar untuk pertumbuhan dan
fungsi manusia, seperti air, tanah, dan sinar matahari yang penting untuk pertumbuhan
tumbuhan. Serupa dengan itu, teori determinasi diri menyatakan bahwa setiap individu
memiliki kemampuan untuk tumbuh dan memenuhi diri, dan siap untuk muncul ketika
diberikan konteks yang tepat. King (2010) secara rinci menjelaskan tiga kebutuhan
dasar tersebut antara lain 

Kompetensi . Kebutuhan organismik pertama yang sebutkan dalam teori determinasi


diri. Kebutuhan ini dapat dipenuhi ketika individu merasa mampu untuk mencapai suatu
hasil yang diharapkan.

 Keterhubungan . Kebutuhan organismik kedua yang sebutkan dalam teori determinasi


diri sebagai kebutuhan untuk terlibat dalam hubungan yang hangat dengan orang lain.

 Otonomi . Merupakan kebutuhan terakhir yang disebutkan dalam teori determinasi.


Kebutuhan ini dideskripsikan sebagai perasaan bahwa individu dapat mengendalikan
kehidupan kita. Otonomi berarti menjadi mandiri dan data mengandalkan diri. otonomi
merupakan aspek penting dalam perasaan bahwa perilaku seseorang termotivasi oleh
diri sendiri dan muncul dari murni minat.
Fiest dan Fiest (2010) menambahkan bahwa tiga unsur tersebut harus dilengkapi
dengan kecederungan untuk aktualisasi diri (self-actualization) sebagaimana dirasakan
oleh kesadaran sehingga pengalaman peserta didik selaras dengan pandangan mereka
terhadap diri. Tujuannya adalah supaya pendidikan yang di lakukan tersebut berhasil,
karena orang dewasa mempunyai sifat dasar seperti manusia pada umumnya yaitu
mereka lebih tertarik pada diri mereka.

3.2.3 Hambatan perilaku

1. Harapan Penyelenggara Sehubungan dengan hal tersebut perlu dipertimbangkan


pendidik

diantaranya adalah keselarasannya (harapan penyelenggara), dengan harapan peserta


didik. Menurut Feldman (2012) dalam mempertimbangkan harapan pada peserta didik,
pendidik harus memperhatikan tiga kebutuhan yang menyebabkan seseorang
mempunyai harapan antara lain 

Kebutuhan berprestasi adalah karakteristik yang stabil dan dipelajari ketika seseorang
mendapatkan kepuasan dengan berjuang untuk dan mencapai tingkat kesempurnaan.

 Kebutuhan berafiliasi adalah ketertarikan untuk membangun dan mempertahankan


hubungan dengan orang lain (berusaha menjalin pertemanan). Para individu dengan
tingkat kebutuhan berafiliasi yang tinggi biasanya sensitif terhadap hubungan dengan
orang lain. Mereka ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman – teman
mereka dan lebih sedikit waktu untuk menyendiri.

 Kebutuhan berkuasa adalah tendensi untuk mencari pengaruh, kontrol atau pengaruh
terhadap orang lain dan untuk dilihat sebagai seorang individu yang berkuasa
(berusaha memberikan pengaruh pada orang lain). Individu tipe ini biasanya lebih
cenderung terlibat dalam organisasi. Mereka juga cenderung bekerja dalam profesi
yang kebutuhan berkuasa mereka akan mendapat pemenuhan seperti manajemen
bisnis

King (2010) menambahkan bahwa dengan memperhatikan tiga kebutuhan tersebut.


Pendidik dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang optimisme. Optimisme yang
dimaksud disini adalah pengharapan bahwa hal – hal lebih baik mungkin terjadi dan hal
– hal buruk kecil kemungkinannya terjadi di masa depan. Fiest dan Fiest (2010)
menguatkan bahwa optimisme hampir serupa dengan efikasi diri, yaitu keyakinan
seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap
keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan.

2. Harapan Peserta Jarang sekali orang dewasa menghadiri suatu program pendidikan
dengan

harapan tertentu. Makin tinggi harapan peserta didik, akan menjadi semakin sulit
pendidik untuk dapat memenuhi harapan tersebut. Menurut Fiest dan Fiest (2010)
harapan memiliki keterkaitan erat dengan efikasi diri. Efikasi diri pada setiap orang
bervariasi dari satu situasi ke situasi lain, tergantung pada kompetensi yang dibutuhkan
untuk kegiatan yang berbeda; ada atau tidaknya orang lain; kompetensi yang
dipersepsikan dari orang lain tersebut, terutama apabila mereka adalah kompetitor;
predisposisi dari orang tersebut yang lebih condong terhadap kegagalan atas performa
daripada keberhasilan; kondisi psikologis yang mendampinginya, terutama adanya rasa
kelelahan, kecemasan, apatis dan ketidakberdayaan.

Cervone dan Pervin (2012) menambahkan bahwa efikasi diri yang tinggi dan rendah
berkombinasi dengan lingkungan yang responsif dan tidak responsif untuk
menghasilkan empat variabel prediktif. Ketika efikasi diri tinggi dan lingkungan
responsif, hasilnya kemungkinan besar akan tercapai. Saat efikasi rendah berkombinasi
dengan lingkungan yang responsif, peserta didik mungkin akan merasa depresi karena
mengobservasi bahwa orang lain dapat berhasil melakukan suatu tugas yang terlalu
sulit untuknya. Saat seseorang dengan efikasi diri yang tinggi menemui situasi
lingkungan yang tidak responsif, biasanya akan meningkatkan usahanya untuk
mengubah lingkungan. Orang tersebut dapat melakukan protes – protes, kegiatan
aktivis sosial, atau bahkan kekuatan untuk memulai perubahan; namun saat semua
usaha tersebut gagal maka orang tersebut akan menyerah dan mencari lingkungan
baru yang lebih responsif. Berdasarkan hal tersebut dapat di analisis bahwa
penyelenggara / penyuluh harus menciptakan lingkungan yang responsif bagi peserta
didik. King (2010) menguatkan bahwa hal – hal lain yang mampu memberikan harapan
pada peserta didik adalah keyakinan religius. Partisipasi religius juga dapat
memberikan dampak positif terhadap kesehatan melalui hubungannya dengan
dukungan sosial. Pikiran yang religius dapat berperan menjaga harapan dan
menstimulasi perubahan hidup yang positif.

3. Ragu Apakah dapat diterapkan / Tidak Ketidakselarasan antara harapan peserta


didik dengan harapan

penyelenggara menimbulkan keraguan. Keraguan (skeptis) tersebut biasanya sering di


alami oleh penyelenggara / pendidik / penyuluh apakah materi yang di ajarkan pada
peserta sesuai atau tidak dengan harapan peserta didik, hal tersebut keraguan muncul
karena diawali dari kecemasan. Menurut Fiest dan Fiest (2010), kecemasan (anxiety)
didefinisikan sebagai kesadaran bahwa kejadian yang dihadapkan pada seseorang
berada di luar jangkauan praktis dari sistem konstruk orang tersebut. Cervone dan
Pervin (2012) menambahkan seseorang akan merasa cemas jika tidak memiliki
konstruk, ketika seseorang telah “kehilangan pegangan strukturalnya pada peristiwa,
ketika seseorang terjebak dalam konstruk yang buruk”. Orang melindungi dirinya dari
kecemasan dalam berbagai cara diantaranya individu mungkin memperluas suatu
konstruk dan memudahkannya untuk bisa diaplikasikan pada berbagai jenis peristiwa,
atau mereka mungkin membatasi konstruk mereka dan berfokus pada detail tertentu.
Giblin (2004) menyarankan untuk menghindari terjadinya skeptis tersebut maka antar
penyuluh perlu memahami dan menerapkan cara terampil meyakinkan orang. Caranya
adalah anda tidak membuat pernyataan itu secara langsung, melainkan mengutip
seseorang. Ia juga menambahkan bahwa agar pendidik tidak merasa ragu apakah
materi yang diajarkan sesuai maka perlu melakukan regulasi diri yaitu dengan cara
memotivasi diri untuk menyusun tujuan – tujuan pribadi, merencanakan strategi serta
mengevaluasi dan memodifikasi perilaku yang akan mereka lakukan, tetapi juga
menghindari lingkungan dan impuls emosional yang akan mengganggu perkembangan
seseorang. King (2010) juga menambahkan bahwa untuk melakukan regulasi diri
tersebut perlu membuat tujuan – tujuan yang spesifik, berjangka pendek dan
menantang, karena sebuah tujuan yang tidak jelas dan rancu akan menyebabkan
kegiatan yang dilakukan pendidik dalam mengajar menjadi tidak pasti. Ia juga
menyarankan untuk merencanakan bagaimana mencapai tujuan dan mengawasi serta
secara sistematis mengevaluasi pencapaian tujuan secara konsisten.

4. Sulit Menerima Perubahan Pendidik tidak jarang menghadapi peserta didik yang sulit
menerima

perubahan. Berdasarkan hal tersebut maka pendidik perlu mengubah jenis sasaran
peserta didik ke pengetrap awal. Menurut King (2010) pengetrap awal yang di jadikan
sasaran pendidikan adalah mereka yang mengalami perubahan fisik pada masa
dewasa awal dan mereka yang mengalami perubahan fisik pada dewasa tengah.

Peserta didik dewasa awal biasanya berumur sekitar 20 – 30 tahun dimana pada masa
ini kondisi fisik mereka mengalami puncak produktivitas baik fisik, mental dan
kognitifnya, ia juga menambahkan bahwa pada masa dewasa awal mereka memiliki
pemikiran yang lebih realistis dan pragmatis, berpikir secara relatif dan reflektif, mampu
mengenali sudut pandang dunia yang bersifat subjektif dan memahami perbedaan –
perbedaan sudut pandang dunia yang harus diakui (dengan kata lain, kemampuan
intelektual mereka sangat kuat pada masa dewasa awal). Peserta didik dewasa tengah
biasanya berumur sekitar 30 – 50 tahun. pada masa ini peserta didik sudah mengalami
penurunan pada penampilan fisik diantaranya adalah kulit yang keriput dan kendur
karena hilangnya sejumlah lemak dan kolagen, performa reproduksi yang menurun.
Sedangkan pada aspek kognitif terjadi penurunan fluid intelligence (yang melibatkan
kecerdasan pemrosesan informasi, seperti memori, kalkulasi dan pemecahan analogi)
namun di sisi lain terjadi kestabilan dan peningkatan crystallized intelligence
(kecerdasan berdasarkan akumulasi informasi, kecakapan dan strategi yang dipelajari
melalui pengalaman) (Feldman, 2012).

Cervone dan Pervin (2012) menguatkan bahwa pada masa dewasa awal dan tengah
mereka cenderung memiliki ketahanan psikologis. Mereka umumnya mampu menahan
kesulitan yang menyertai di kemudian tahun dan mempertahankan rasa diri dan
kesejahteraan pribadi. Berdasarkan hal tersebut maka penyuluh atau pendidik
hendaknya memfokuskan sistem pengajarannya pada pengetrap awal kemudian
setelah itu baru pada pengetrap akhir dan jika dimungkinkan diterapkan kepada
laggard.

Lihat dokumen lengkap (89 Halaman - 362.34KB) 

Anda mungkin juga menyukai