DISUSUN OLEH:
XII MIPA 5
SEJARAH INDONESIA
1. Pangeran Diponegoro
Perang Diponegoro merupakan perlawanan penduduk Jawa di bawah pimpinan melawan pasukan
Belanda di bawah pimpinan Jendral De Kock.
- Pengambilan tanah milik bangsawan oleh pemerintah Belanda atau yang disebut dengan
Gebernemen
- Tanah milik bangsawan yang terlanjur disewakan harus dikembalikan sewanya karena tanahnya
diambil alih Gebernemen.
- Raja Jawa pada kerajaan Mataram menyadari menjadi korban politik adu domba karena
kerajaan mataram terbelah menjadi 4 bagian antara lain:
*Surakarta,
*Yogyakarta,
*Pakualam, dan
*Mangkunegaran.
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki Hadjar Dewantara.
Ki Hajar Dewantoro lahir lahir di Yogyakarta tanggal 2 Mei 1889. Ki Hajar Dewantoro meninggal
pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta. Ki Hajar Dewantoro adalah keturunan dari bangsawan
yaitu dari keluarga kerajaan keraton Yogyakarta.
3. Bung Tomo
Bung Tomo tercatat sebagai pahlawan nasional sejak 2 November 2008 melalui
pengukungan oleh Menteri Informasi dan Komunikasi M Nuh. Beliau adalah tokoh popoler pada
peristiwa pertempuran 10 November di Surabaya. Ia seorang orator, pembakar semangat juang
untuk bertempur sampai titik darah penghabisan, mempertahankan harga diri, tanah air dan
bangsa yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.Untuk lebih dekat lagi pada Bung
Tomo dengan membawa semangat nya untuk motivasi Kita jadi lebih baik lagi berikut adalah
sedikit kisah Kehidupan bung tomo yang bisa silahkan anda cermati untuntuk mengambil sisi
positip supaya kita juga termotivasi.
Sutomo (Surabaya, 3 Oktober 1920 – Makkah, 7 Oktober 1981) atau Bung Tomo adalah
pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat untuk melawan
kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA dan berakhir dengan peristiwa pertempuran
10 November 1945 yang hingga kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.Sutomo pernah bekerja
sebagai pegawai pemerintahan, ia menjadi staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai
asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor Belanda.Ia juga
pernah bekerja sebagai polisi di kota Praja dan pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam,
sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor untuk perusahaan mesin jahit “Singer”
Sutomo dibesarkan dalam keluarga kelas menengah. Pendidikan menjadi hal penting yang
harus diperoleh Sutomo dan keluarganya. Sutomo berkepribadian ulet, pekerja keras, daya
juangnya sangat tinggi. Di Usia mudanya Sutomo aktif dalam organisasi kepanduan atau KBI. Ia
juga bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial. Pada 1944 ia anggota Gerakan
Rakyat Baru .Sejak kedatangan sekutu dan pasukan NICA di Surabaya, Bung Tomo berjuang
mati-matian mempertahankan Surabaya dari cengkeraman Sekutu dan NICA. Bung Tomo memiliki
pengaruh kuat di kalangan pemuda dan para pejuang. Ia dengan lantang membakar semangat
pejuang untuk bertempur habis-habisan melawan pasukan sekutu. Pertempuran tersebut dipicu
oleh tewasnya Brigjen AWS Malaby dalam kontak senjata dengan pejuang. Meskipun kekuatan
pejuang tidak seimbang dengan kekuatan pasukan sekutu, namun peristiwa pertempuran 10
November tercatat sebagai peristiwa terpenting dalam sejarah bangsa Indonesia
Sekitar tahun 1950-an Bung Tomo mulai aktif dalam kehidupan politik. Ia sempat menjadi
Menteri negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim
pada 1955-1956 pada kabinet Burhanuddin Harahap. Bung Tomo juga pernah menjadi anggota
DPR 1956-1959 dari Partai Rakyat Indonesia. Pada masa pemerintahan orde Baru, Bung Tomo
banyak mengkritik kebijakan Soeharto yang dianggapnya mulai melenceng. Akibatnya tanggal 11
April 1978 ia ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Soeharto. Padahal jasanya begitu besar
dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Satu tahun setelah di tahan Bung Tomo
kemudian di bebaskan dan tidak banyak aktif dalam kehidupan politik.Bung Tomo dikenal sebagai
muslim yang taat beribadah. Beliaupun wafat ketika menunaikan ibadah Haji di padang Arafah
Makkah tanggal 7 Oktober 1981. Jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke tanah air dan
dimakamkan bukan di sebuah Taman Makam Pahlawan, melainkan di Tempat Pemakaman Umum
Ngagel di Surabaya.
4. Kapitan Pattimura
Pada tanggal 29 Mei 1817, Pattimura dan tokoh pemberontakan lainya mengumumkan
“proklamasi Haria”, yang berisi keluhan dan tuntutan mereka kepada penjajah Belanda. Pattimura
memulai perlawanannya dengan menyerang benteng Fort Duurstede di Saparua Pada 16 Mei 1817
dan menaklukkannya dari tangan Belanda.
Namun karena keunggulan pasukan Belanda dan pengkhianatan maka pemberontakan ini
berhasil dipadamkan Belanda. Pada 1 Juni 1987, Pattimura memimpin serangan yang gagal di Fort
Zeelandia di Haruku. Dua bulan kemudian, pada 3 Agustus 1817, Fort Duurstede akhirnya direbut
kembali oleh Belanda.
5. Cut Nyak Dien
Ketika Perang Aceh meluas tahun 1873, Cut Nyak Dien memimpin perang di garis depan,
melawan Belanda yang mempunyai persenjataan lebih lengkap. Setelah bertahun-tahun
bertempur, pasukannya terdesak dan memutuskan untuk mengungsi ke daerah yang lebih
terpencil. Dalam pertempuran di Sela Glee Tarun, Teuku Ibrahim gugur. Kendati demikian, Cut
Nyak Dien melanjutkan perjuangan dengan semangat berapi-api. Kebetulan saat upacara
penguburan suaminya, ia bertemu dengan Teuku Umar yang kemudian menjadi suami sekaligus
rekan perjuangan.
Bersama, mereka membangun kembali kekuatan dan menghancurkan markas Belanda di
sejumlah tempat. Namun, ujian berat kembali dirasa ketika pada 11 Februari 1899, Teuku Umar
gugur. Sementara itu, Belanda --yang tahu pasukan Cut Nyak Dien melemah dan hanya bisa
menghindar-- terus melakukan tekanan.
Akibatnya, kondisi fisik dan kesehatan Cut Nyak Dien menurun, namun pertempuran tetap ia
lakukan. Melihat kondisi seperti itu, panglima perangnya, Pang Laot Ali, menawarkan menyerahkan
diri ke Belanda. Tapi Cut Nyak Dien malah marah dan menegaskan untuk terus bertempur.
Akhirnya Cut Nyak Dien berhasil ditangkap dan untuk menghindari pengaruhnya terhadap
masyarakat Aceh, ia diasingkan ke Pulau Jawa, tepatnya ke Sumedang, Jawa Barat. Di tempat
pengasingannya, Cut Nyak Dien yang sudah renta dan mengalami gangguan penglihatan, mengajar
agama. Ia tetap merahasiakan jati diri sampai akhir hayatnya.
Ia wafat pada 6 November 1908 dan dimakamkan di Sumedang. Makamnya baru diketahui
secara pasti pada tahun 1960 kala Pemda Aceh sengaja melakukan penelusuran. Perjuangan Cut
Nyak Dien membuat seorang penulis Belanda, Ny Szekly Lulof, kagum dan menggelarinya "Ratu
Aceh".