Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN KASUS

Kasus:
Ruang kresna adalah salah satu ruangan di RS Perawatan Psikiatri. Berdasarkan
hasil pengkajian didapatkan data dari hasil kuesioner 70% perawat mengetakan perlu
diadakan pendokumentasian asuhan keperawatan setiap hari, hasil observasi didapatkan
data: pendokumentasian catatan perkembangan sudah dilakukan satu hari sekali,
penulisan data subyektif dan obyektif pada kolom evaluasi belum sesuai dengan kriteria
evaluasi yang terdapat pada rencana keperawatan, penulisan hasil implementasi tidak
berkesinambungan antara rencana keperawatan yang dibuat, format catatan
perkembangan tersedia di ruangan dalam jumlah yang memadai sehingga perawat
sering malas untuk mencatat implementasi perawatan yang sudah dilaksanakan.
Hasil wawancara dengan perawat ruangan kelompok mendapatkan data sebagai
berikut: perawat ruangan mengatakan tidak seimbangnya jumlah perawat ruangan
dengan jumlah pasien mengakibatkan pendokumentasian belum berjalan lancar dan
terarah. Jumlah sumber daya manusia di ruang kresna sebanyak 25 orang terdiri dari
kepala ruangan 1 orang, ketua tim 3 orang, perawat pelaksana 15 orang, pekerja sosial
(social worker) 1 orang, dan pramu husada 5 orang. Tingkat pendidikan masing-masing
perawat yang ada adalah 3 orang berpendidikan S1 keperawatan, 13 orang
berpendidikan DIII keperawatan dan 3 orang berpendidikan SPK.
Kepala ruangan yang memimpin ruangan Kresna selalu melakukan diskusi
untuk melaksanakan perbaikan di ruangan. Saat ini metode penugasan yang digunakan
di ruang Kresna adalah metode penugasan tim. Perawat pelaksana yang berdinas setiap
shiftnya kurang lebih 3 orang dengan jumlah pasien rata-rata 35 orang. Ruang Kresna
merupakan ruang akut pasien psikiatri dengan fluktuasi pasien setiap harinya berubah-
rubah. Kondisi pasien rata-rata masih dalam keadaan bingung dan kacau, sehingga rata-
rata tingkat ketergantungan pasien berada pada tingkat ketergantungan total dan partial
care. Karena jumlah pasien yang banyak dan perawat yang dirasa sedikit membuat
konflik pada perawat. Banyak perawat yang cenderung apatis ketika pasien
membutuhkan perawat.

3
4

2.1 Identifikasi kasus dengan menggunakan pendekatan analisa SWOT


Berdasarkan pendekatan analisis SWOT, maka didapatkan data sebagai berikut:
Strength :
a. Pendokumentasian catatan perkembangan sudah dilakukan satu hari
sekali
b. Format catatan perkembangan yang tersedia di ruangan memadai
Weakness :
a. Penulisan data subyektif dan obyektif pada kolom evaluasi belum sesuai
dengan kriteria evaluasi.
b. Penulisan hasil implementasi tidak berkesinambungan antara rencana
keperawatan yang dibuat.
c. Pendokumentasian belum berjalan lancar dan terarah.
Opportunity:
a. Jumlah pasien yang banyak dapat meningkatkan kepercayaan pasien
terhadap ruangan Kresna
b. Kepala ruangan selalu melakukan diskusi untuk perbaikan ruangan
Threat :
a. Perawat sering malas untuk mencatat implementasi perawatan yang
sudah dilaksanakan
b. Tidak seimbangnya jumlah perawat ruangan dengan jumlah pasien
c. Perawat cenderung apatis ketika pasien membutuhkan perawat.

2.2 Permasalahan di Ruangan Kresna


Permasalahan utama yang terjadi di Ruangan Kresna adalah belum
optimalnya pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Banyaknya jumlah
pasien di ruangan tersebut tidak diimbangi dengan jumlah perawat yang memadai,
apalagi pasien yang berada di ruangan tersebut berada pada tingkat ketergantungan
total care dan partial care, sehingga hal ini menyebabkan banyak perawat yang
menjadi jenuh dan cenderung apatis dalam menghadapi pasiennya. Permasalahan
lain yang terjadi di Ruangan Kresna adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang
tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan serta pendokumentasian yang
belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan
5

rumusan masalah tersebut dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi di


Ruangan Kresna adalah tidak maksimalnya proses pemberian pelayanan
asuhan keperawatan akibat pendokumentasian yang tidak efektif dan
ketidakseimbangan jumlah tenaga perawat dengan pasien.

2.3 Pembahasan kasus


Ruangan Kresna merupakan sebuah ruangan yang ada di RS Perawatan
Psikiatri. Melihat pada kasus di atas, dapat diketahui bahwa terdapat banyak
permasalahan yang dialami oleh ruangan Kresna. Permasalahan yang paling
mendasar adalah keterbatasan jumlah tenaga keperawatan yang tidak seimbang
dengan jumlah pasien yang ada, dimana hanya ada tiga orang perawat yang bekerja
dalam setiap shift. Hal ini menyebabkan perawat tidak dapat memberikan
pelayanan keperawatan yang maksimal kepada pasien karena banyaknya jumlah
pasien yang harus ditangani oleh satu orang perawat. Selain itu, perawat juga akan
merasa malas untuk melakukan pendokumentasian karena banyaknya jumlah pasien
yang harus didokumentasikan.
Berdasarkan pada kondisi di ruangan Kresna, ada beberapa prinsip-prinsip
manajemen yang belum diterapkan dengan baik di ruangan tersebut, yaitu:
a. Pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan fokus
perhatian perawat dengan mempertimbangkan apa yang pasien lihat, fikir, yakini
dan ingini. Kepuasan pasien merupakan poin utama dari seluruh tujuan
keperawatan. Namun, dalam kasus dikatakan bahwa perawat terkadang bersikap
apatis terhadap pasien, sehingga pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan
tidak berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya.
b. Manajemen keperawatan yang belum terorganisir. Meskipun dalam
ruangan tersebut telah dilakukan metode penugasan tim, namun dalam
pelaksanaanya masih belum baik akibat dari jumlah personil tiap tim yang dapat
dikatakan sedikit sehingga menyebabkan tindakan yang dilakukan perawat
menjadi tidak terorganisir dengan baik.
c. Pengembangan staf penting untuk dilaksanakan sebagai upaya persiapan
perawat–perawat pelaksana menduduki posisi yang lebih tinggi atau upaya
manajer untuk meningkatkan pengetahuan perawat. Akan tetapi, dalam kasus
6

tersebut belum dilakukan suatu upaya untuk melakukan pengembangan staf yang
dapat dilihat dari tidak adanya suatu proses training atau pelatihan kepada
perawat, sehingga banyak perawat yang tidak menjalankan fungsinya dengan
baik.

Semua permasalahan yang timbul di ruangan Kresna berakar dari satu


masalah utama, yaitu keterbatasan jumlah perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan serta penjadwalan tiga orang perawat di setiap shift, yang dirasa penulis
tidak efektif untuk diterapkan di sebuah ruangan dengan pasien rata-rata sebanyak
35 orang per hari dan dengan tingkat ketergantungan partial dan total care.
Sedangkan sebenarnya jumlah personil pemberi asuhan keperawatan di ruangan
tersebut ada sebanyak 15 orang dan tiga orang ketua tim.
Adapun tujuan dari proses ketenagaan dan penjadwalan dalam manajemen
keperawatan menurut Gillies (1994) yang harus dicapai berdasarkan pada kasus
adalah sebagai berikut: (1) meyediakan perbandingan 2:1 antara perawat profesional
dengan pasien pada psychiatric unit; (2) menyediakan perbandingan 1 orang perawat
untuk 5 pasien di shift pagi-sore dan 1 orang perawat untuk 10 orang pasien untuk
shift malam pada psychiatric unit; (3) membuat penjadwalan untuk setiap perawat;
(4) memberi kuasa kepada kepala perawat untuk mengatur jadwal untuk setiap
tenaga di setiap unit.
Ada beberapa tujuan ketenagaan diatas yang tidak dapat dicapai oleh
ruangan Kresna, yaitu jumlah perawat di setiap shift yang tidak sesuai dengan
jumlah yang seharusnya. Menurut Gillies (1994), jumlah perawat di ruangan
psikiatrik pada shift pagi dan sore adalah 1:5 antara perawat dengan pasien, serta
1:10 pada shift malam. Sedangkan dalam kasus, perbandingan antara perawat dan
pasien pada shift pagi, siang dan malam adalah 3:35. Hal ini menunjukkan tidak
adanya penjadwalan yang efektif di ruangan tersebut.
Proses penjadwalan seperti ini mengakibatkan peningkatan beban kerja bagi
perawat yang mungkin akan melebihi kemampuan yang dimilikinya, apalagi tingkat
pendidikan yang dimiliki perawat kebanyakan berpendidikan DIII. Beban kerja
perawat ini dirasakan sangat banyak karena perawat harus melaksnakan asuhan
keperawatan kepada klien, harus melakukan pencatatan dan dokumentasi asuhan
7

keperawatan klien, mengurus administrasi klien, membantu pasien dalam melakukan


hal lainnya yang berhubungan dengan kondisi pasien.
Keadaan yang mengakibatkan peningkatan kerja tersebut dapat
menimbulkan kecemasan, ketidakpuasan kerja dan kecenderungan perawat untuk
meninggalkan kerja. Akibat dari hal ini, membuat timbulnya konflik pada diri
perawat (konflik intrapersonal). Beban kerja yang berlebihan ini sangat berpengaruh
terhadap keefektifan dan produktifitas tenaga kesehatan terutama perawat dan tentu
saja akan mempengaruhi produktifitas pelayanan keperawatan di rumah sakit
dimana tergambar dari banyaknya perawat yang apatis terhadap keperluan klien.

Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi


oleh ruangan Kresna adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi dan mengoptimalkan kinerja perawat.
Metode evaluasi perawat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Melakukan penilaian kinerja (Cuthbert, Duffield, & Hope, 1992)
Marquis dan Huston (2000) menjelaskan pengertian penilaian kinerja adalah
salah satu bagian dari proses pengawasan dan pengendalian, dimana kinerja
staf keperawatan dinilai dan dibandingkan dengan standar yang ada pada
organisasi. Penilaian kerja ini dilakukan oleh manajer keperawatan dengan
memeriksa kompetensi/kemampuan yang dimiliki oleh perawat yang ada di
ruangan Kresna tersebut. Manajer dapat menggunakan standar yang telah
ditetapkan sebagai panduan untuk tingkat kinerja yang diharapkan oleh
perawat dalam memberikan pelayanan dalam pelayanan kesehatan.
b. Critical insiden reviews and Management by objectives (Cuthbert,
Duffield, & Hope, 1992)
Metode evaluasi ini dapat mendorong kemampuan perawat dalam
bekerjasama, tidak mengancam staf dan meningkatkan kemampuan serta
keterampilan staf perawat.
c. Trait-based incidents (Szilagyi, 1981)
Metode ini mengevaluasi kinerja perawat berdasarkan pada tiga factor,
yaitu: (1) prestasi kerja seperti kualitas, keteguhan, kegotong-royongan,
pengetahuan kerja, inisiatif perawat; (2) Masing-masing staf perawat
8

dipecah dalam level kinerja yang berbeda; (3) arti dimensi dan tingkat
evaluasi jelas bagi penilai dan mudah memberikan umpan balik.
Diharapkan dengan adanya evaluasi kinerja staf perawat ini, akan dapat
membantu kepala ruangan untuk melakukan pengoptimalan terhadap kinerja
perawat dengan melakukan berbagai usaha yang dapat meningkatkan
kemampuan yang dimiliki oleh perawat, misalnya dengan melakukan pelatihan
keterampilan.

2. Memberikan semangat dan motivasi kepada perawat untuk melaksanakan


tugasnya dengan baik.
Faktor motivasi memiliki hubungan dengan kinerja individual perawat.
Sedangkan faktor kemampuan individual dan lingkungan kerja memiliki
hubungan yang tidak langsung dengan kinerja. Pengembangan kinerja individual
perawat dimulai dari peningkatan motivasi kerja. Perawat memegang peran
utama dalam menjalankan asuhan pelayanan kesehatan. Apabila perawat
memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka kinerjanya akan
semakin meningkat dan meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit.
Memotivasi staf perawat merupakan tugas manajemen agar perawat
memiliki semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja.
Seorangitu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali faktor-faktor
apa saja yang membuat karyawan puas bekerja di perusahaan. Pemahaman
tentang jenis atau tingkat kebutuhan perorangan karyawan oleh perusahaan
menjadi hal mendasar untuk meningkatkan motivasi. Dengan tercapainya
kepuasan kerja karyawan, produktivitas pun akan meningkat.

3. Melakukan pembenahan terhadap penjadwalan perawat.


Untuk mencapai suatu proses asuhan keperawatan yang maksimal, maka
harus dilakukan suatu usaha dalam memperbaiki kinerja perawat dengan
melakukan penjadwalan yang sesuai dan tepat untuk diterapkan di ruangan
tersebut. Ada hal yang sangat penting dan utama dalam proses ketenagaan, yaitu
labor intensive, maksudnya organisasi tersebut memerlukan banyak staf untuk
9

mencapai tujuannya. Banyaknya jumlah staf tersebut harus dilengkapi dengan


kemampuan yang tinggi, kompeten, dan profesional (Marquis & Huston, 2006).
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, kepala ruangan dapat
melakukan proses penjadwalan ulang dengan memperhatikan beban kerja setiap
perawat, agar tidak ada perawat yang merasa overload dengan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu, maka kepala ruangan harus
memperhitungkan jumlah perawat yang harus dibagi kedalam setiap shift dengan
melihat perbandingan antara perawat dengann pasien, dan didasarkan pada
kemampuan dan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh perawat. Adapun
langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam penjadwalan menurut Gillies
(1994), adalah sebagai berikut:
a. Menganalisis jadwal kerja dan rutinitas unit, kemudian menentukan jam
maksimal dan minimal beban kerja untuk memutuskan kebutuhan jam sibuk
dan yang kurang sibuk bagi pekerja dari masing-masing kategori.
b. Manajer harus menentukan pola jam kerja masuk dan libur apa yang
akan disediakan ke sejumlah personil yang diinginkan
c. Memberikan kesempatan memilih waktu masuk dan libur bagi setiap
perawat agar dapat mengelompokkan seluruh staf ke dalam konfigurasi yang
diinginkan.
d. Memeriksa jadwal yang telah dibuat tersebut untuk mencari kesalahan-
kesalahan dalam penjadwalan.
e. Memasang jadwal untuk memberitahukan anggota staf mengenai jam
kerja yang diberikan.
f. Memperbaiki dan memperbaharui jadwal tersebut setiap hari untuk
menyeimbangkan beban kerja antar perawat sesuai kemampuannya.
g. Meninjau dan menganalisis jadwal dan kebijaksanaan secara tetap untuk
mengenali masalah susunan kepegawaian yang perlu diubah di dalam jadwal
utama.
10

4. Memperbaiki pelayanan asuhan keperawatan dengan berlandaskan pada


pedoman manajemen keperawatan
Langkah-langkah untuk memperbaiki pelayanan asuhan keperawatan
yang dapat dilaksanakan oleh manajer ruangan di ruangan Kresna tersebut
adalah (Muninjaya, 1999):
a. Tujuan organisasi harus dipahami oleh semua staf
b. Membagi pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk
mencapai tujuan.
c. Menggolongkan kegiatan-kegiatan pokok ke dalam satuan kegiatan yang
praktis (elemen kegiatan). Pembagian tugas staf harus mencerminkan apa
yang harus dikerjakan oleh staf. Tugas yang diberikan pada staf
keperawatan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan harus
sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh perawat tersebut.
d. Menetapkan berbagai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh staf dan
menyediakan fasilitas yang diperlukan. Pengaturan ruang kerja adalah salah
satu contohnya.
e. Penugasan personil yang cakap, yaitu memilih staf yang dipandang
mampu melaksanakan tugas.

Untuk meningkatkan dan memaksimalkan proses asuhan keperawatan di


ruangan Kresna ini, maka perawat hendaknya juga harus melakukan
pendokumentasian data obyektif dan subjektif yang sesuai dengan standar yang
telah direncanakan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu peraturan yang mengatur
cara-cara dalam pendokumentasian ini, agar semua perawat melakukan pencatatan
dokumentasi pasien dengan benar. Salah satu hal yang bisa dilakukan manajer
keperawatan ruangan Kresna adalah dengan membentuk sebuah tim/komite asuhan
keperawatan untuk mengevaluasi kualitas dari pemberian pelayanan keperawatan.
Tim/komite ini akan melakukan suatu proses audit untuk mengukur proses asuhan
keperawatan atau bagaimana asuhan keperawatan tersebut diberikan serta
didokumentasikan. Standar dari proses audit dapat didokumentasikan di dalam
rencana asuhan keperawatan, buku pedoman prosedur, atau pernyataan protokol
11

keperawatan. Setelah proses audit maka akan ditentukan hasil dari intervensi
keperawatan yang diberikan perawat kepada klien.
Selain itu, untuk mencapai pelayanan keperawatan yang maksimal di
ruangan Kresna, manajer keperawatan ataupun kepala ruangan juga harus
menjalankan fungsi pengarahan ataupun melakukan supervisi di ruangan tersebut.
Supervisi diarahkan pada kegiatan mengorientasikan, melatih staf dalam
pelaksanaan pelayanan keperawatan, memberikan arahan dalam pelaksanaan
kegiatan kepada staf perawat, sehingga perawat sadar akan peran dan fungsi yang
dimilikinya sebagai staf. Kemudian supervise juga difokuskan kepada kemampuan
staf dan pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan.

2.4 Plan of Action (POA)


Terlampir

Anda mungkin juga menyukai