Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pneumonia adalah peradangan pada parenkin paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasite. Pneumonia juga disebabkan oleh
bahan kimia dan paparan fisik seperti suhu atau radiasi (Djojodibroto, 2014). Pneumonia
yang ada di masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus atau mikroplasma.
Gejala pneumonia itu sendiri adalah demam, sesak nafas, nadi cepat, dahak berwarna
hijau, serta gambar hasil rongent memperlihatkan kepadatan pada bagian paru. Kepadatan
ini terjadi karena paru dipenuhi cairan yang merupakan reaksi tubuh dalam upaya
mematikan bakteri, akibatnya fungsi paru akan terganggu, dan penderita mengalami
kesulitan bernafas karena tidak tersisa ruang untuk oksigen ( Padila, 2013).
Penyebab pneumonia pada balita adalah bakteri Streptococcus pneumoniae.
Kemunculan bakteri tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, oleh karenanya
selain penyebab, perlu diperhatikan pula faktor risiko terjadinya pneumonia pada balita
(Maryunani, 2013). Faktor- faktor tersebut dibedakan menjadi 2, yaitu faktor intrinsik
dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi umur, status gizi, status imunisasi, pemberian
ASI eksklusif, pemberian vitamin A dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Depkes RI,
2008). Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari status rumah, pendidikan ibu, dan tingkat
jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah (Wiarto, 2013).
Salah satu faktor ekstrinsik yang memberikan pengaruh cukup besar terhadap
kejadian pneumonia adalah faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat tinggal
balita. Rumah yang memenuhi standar kesehatan dan pemukiman diatur dalam pedoman
teknis penilaian rumah sehat yang terdiri dari komponen rumah, sarana sanitasi, dan
perilaku penghuni. Pneumonia ditularkan melalui udara, dimana droplet penderita yang
sedang batuk dan bersin terbawa masuk ke dalam saluran pernafasan orang-orang di
sekitar penderita. Oleh karenanya, kondisi rumah yang pada hunian dan sirkulasi udara
serta pencahayaan yang tidak memadai akan mudah terjadi perkembangbiakan bakteri
penyebab pneumonia (Depkes RI, 2007).
Pneumonia berada pada peringkat 10 penyakit terbesar penyebab kematian bayi
dan balita di Indonesia setiap tahun nya (Kemenkes RI, 2013). CFR (Case Fatality Rate)
pneumonia pada balita pada tahun 2014 sebesar 8% sedangkan tahun 2015 sebesar 16%
(920.136 balita) hal ini membuktikan bahwa adanya peningkatan sebanyak dua kali lipat
dari tahun sebelumnya (Kemenkes RI, 2016). Persentase cakupan penemuan pneumonia
balita di Indonesia hingga tahun 2015 belum bisa mencapai target yang telah ditetapkan.
Berdasarkan rencana strategis Departmen Kesehatan tahun 2010-2014 target penemuan
pneumonia balita di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 100% sedangkan tahun 2015
target yang dicapai hanya sebesar 63,445% (Kemenkes RI,2015).
Pneumonia merupakan penyakit yang banyak terjadi yang menginfeksi kira-kira
450 jiwa orang pertahun dan terjadi di seluruh penjuru dunia. Penyakit ini merupakan
penyebab utama kematian pada semua kelompok yang menyebabkan jutaan kematian
(7% dari kematian total dunia) setiap tahun. Angka ini paling besar terjadi pada anak-
anak yang berusia kurang dari 75 tahun (langke, dkk, 2016). Menurut world health
organization (WHO) telah menyebutkan dari 10 macam penyakit penyebab angka
kematian di dunia, tercatat bahwa infeksi saluran pernafasan bawah merupakan penyakit
infeksi terbesar ke 4 yang menyebabkan kematian di dunia selama dekade terakhir
dengan jumlah kematian mencapai 3.1 juta kematian pada tahun 2012. Kejadian
pneumonia cukup tinggi di dunia,yaitu sekitar 15%-20% (Dahlan, 2014). Di indonesia,
kejadian pneumonia pada semua jenjang usia mengalami peningkatan yaitu dari 1,6% di
tahun 2013, meningkat menjadi 2,0% di tahun 2018 (Kementrian Kesehatan RI, 2018)
Pada umumnya pneumonia menginfeksi jaringan paru dan terjadi khususnya pada
anak. Pneumonia seringkali timbul bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus
yang biasanya disebut dengan bronchophneumonia. Gejala terjadinya penyakit
pneumonia adalah nafas yang cepat dan juga sesak karena paru-paru meradang secara
mendadak yang disebabkan oleh bakteri streptococcus pneumonia. Gejala tersebut dapat
terjadi pada orang dewasa tanpa kelainan imunitas. Namun pada kebanyakan pasien
dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya salah satu atau lebih penyakit dasar
yang mengganggu daya tahan tubuh.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan praktik komunitas keluarga dan gerontik keperawatan
mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan fungsi utama manajemen puskesmas
yang terdiri dari planning, organizing, directing, dan controlling.
2. Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan kegiatan praktek komunitas keluarag dan gerontik
keperawatan, mahasiswa mampu :
1. Melakukan analisis kajian situasi di sebuah puskesmas
2. Membuat planning of action
3. mendiskusikan bersama puskesmas program-program yang disusun dalam plan of
action

C. Manfaat penulisan
1. Bagi Puskesmas
a. Mengetahui masalah yang ada di program pneumonia
b. Sebagai bahan evaluasi program pneumonia
c. Meningkatkan kinerja program pneumonia

2. Bagi Pasien Dan Keluarga


Diharapkan pasien dan keluarga merasakan pelayanan yang optimal, serta
mencapai kenyaman dalam pemberian asuhan keperawatan sehingga tercapai
kepuasan klien yang optimal.
3. Bagi Mahasiswa
untuk meningkatkan kualitas dalam proses belajar mengajar yang aktif melalui
peningkatan kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu yang sudah di
dapatkan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Pneumonia adalah peradangan yang biasanya mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiulus terminalis mencangkup bronkiolus respiratori, alveoli, dan menimbulakn
konsolidasi jaringan paru (Padila, 2013). Pneumonia adalah keadaan inflamasi akut yang
terdapat pada parenkim paru (bronkiolus dan alveoli paru), penyakit ini merupakan
penyakit infeksi karena ditimbulkan oleh bakteri, virus, atau jamur (Jonh Daly, 2010).
Pneumonia adalah suatu infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun parasit, dimana pulmonary alveolus
(alveoli), organ yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer, mengalami
peradangan dan terisi oleh cairan (shaleh, 2013).

B. ETIOLOGI
Radang paru mungkin berkaitan dengan berbagai mikroorganisme dan dapat
menular dari komunitas atau dari rumah sakit (nosokomial). Pasien dapat menghisap
bakteri, virus, parasite, dan agen iritan (Mary & Donna, 2014). Menurut (Padila, 2013)
penyebab dari pneumonia yaitu;
1. Bakteri Bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti:
streptococcus pneumonia, S.aerous, dan streptococcus pyogenesis.
2. Virus Virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet citomegalo, virus ini
dikenal sebagai penyebab utama kejadian pneumonia virus.
3. Jamur Jamur disebabkan oleh infeksi yang menyebar melalui penghirupan udara
mengandung spora biasanya ditemukan pada kotoran burung.
4. Protozoa Menimbulkan terjadinya pneumocystis carini pneumoni (PCP) biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi
C. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak
darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih
suka berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan
fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas,
takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak
menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, dan ronki (Nursalam, 2016).
Sedangkan menurut (Nursalam, 2016) pneumonia menunjukan gejala klinis
sebagai berikut:

1. Batuk

2. Sputum produktif

3. Sesak nafas

4. Ronkhi

5. Demam tidak setabil

6. Leukositosis

7. Infiltrat

D. PATOFISIOLOGI
Agent penyebab pneumonia masuk ke paru – paru melalui inhalasi atau pun aliran
darah. Diawali dari saluran pernafasan dan akhirnya masuk ke saluran pernapasan bawah.
Reaksi peradangan timbul pada dinding bronkhus menyebabkan sel berisi eksudat dan sel
epitel menjadi rusak. Kondisi tersebut berlansung lama sehingga dapat menyebabkan
etelektasis (Suratun & Santa, 2013). Reaksi inflamasi dapat terjadi di alveoli, yang
menghasilkan eksudat yang mengganggu jalan napas, bronkospasme dapat terjadi apabila
pasien menderita penyakit jalan napas reaktif (Smeltzer & Bare, 2013). Gejala umum
yang biasanya terjadi pada pneumonia yaitu demam, batuk, dan sesak napas
(Djojodibroto, 2014).
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui
saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena
mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan fibrin, eritrosit, cairan edema, dan
ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit di alveoli
dan terjadi proses fagositosis yang cepat. 19 Stadium ini disebut stadium hepatisasi
kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami
degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium
resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal
(Nursalam, 2016). Apabila kuman patogen mencapai bronkioli terminalis, cairan edema
masuk ke dalam alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak, kemudian makrofag
akan membersihkan debris sel dan bakteri. Proses ini bisa meluas lebih jauh lagi ke lobus
yang sama, atau mungkin ke bagian lain dari paru- paru melalui cairan bronkial yang
terinfeksi. Melalui saluran limfe paru, bakteri dapat mencapai aliran darah dan pluro
viscelaris. Karena jaringan paru mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan
comliance paru menurun, serta aliran darah yang mengalami konsolidasi menimbulkan
pirau/ shunt kanan ke kiri dengan ventilasi perfusi yang mismatch, sehingga berakibat
pada hipoksia. Kerja jantung mungkin meningkat oleh karena saturasi oksigen yang
menurun dan hipertakipnea. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal nafas (Nursalam,
2016).

E. KLASIFIKASI
Klasifikasi pneumonia dapat dibedakan menjadi: anatominya, etiologinya, gejala
kliniknya ataupun menurut lingkungannya. Berdasarkan lokasi anatominya, pneumonia
dapat pada segmen, lobus, atau menyebar (diffuse). Jika hanya melibatkan lobulus,
pneumonia sering mengenai bronkus dan bronkiolus jadi sering disebut sebagai
bronkopneumonia. Kuman komensal saluran pernapasan bagian atas kadang dapat
menyebabkan pneumonia jadi sifatnya sudah berubah menjadi patogen (Djojodibroto,
2014).
Pada pasien yang penyakitnya sangat parah, sering ditemukan penyebabnya
adalah bakteri bersama dengan virus. Berdasarkan gejala kliniknya, pneumonia
dibedakan menjadi pneumonia klasik dan pneumonia atipik. Adanya batuk yang
produktif adalah ciri pneumonia klasik, sedangkan pneumonia atipik mempunyai ciri
berupa batuk nonproduktif. Peradangan paru pneumonia atipik terjadi pada jaringan
interstisial sehingga tidak menimbulkan eksudat. Pneumonia dapat digolongkan
(Djojodibroto, 2014) menjadi;
1. Pneumonia bakterial
Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui inhalasi udara dari atmosfer, juga
dapat memalui aspirasi dari nosofering atau orofering. Pneumonia bakterial terdiri
dari tiga jenis yaitu:
a. Community – Acquired Pneumonia (CAP)
Penyakit ini sering diderita oleh anggota masyarakat umumnya disebabkan oleh
streptococcus pneumonia dan biasanya menimbulkan pneumonia lobar.
Pneumonia yang disebabkan oleh pneumokokus yang menyebabkan penderita
mengalami gejala menggigil dan diiukuti demam yang tinggi.
b. Hospital – Acquired Pneumonia (HAP)
Pneumonia nosocomial yaitu pneumonia yang kejadiannya bermula dirumah
sakit. Penyakit ini adalah penyebab kematian yang terbanyak pada pasien dirumah
sakit. Mikroorganisme penyebabnya biasanya bakteri gram negatif dan
stafilokokus.
c. Pneumonia aspirasi (aspiration pneumonia)
Pneumonia aspirasi dapat menyebabkan: obstruksi atau tersumbatnya saluran
pernapasan, pneumonitis oleh bahan kimiawi (asam lambung, enzim, dan
pencernaan) dan, pneumonitis oleh infeksi.
d. Pneumonia pneumositis
Pneumonia pneumositis merupakan penyakit akut yang opertunistik yang
disebabkan oleh suatu protozoa bernama pneumocystis jirovecii sebleumnya
dinamai pneumovystis carinii. Protozoa ini dikenal sekjak 1909 dan mulai decade
1980-an menempatkan diri kembali sebagai pathogen terutama pada penderita
AIDS.
2. Pneumonia atipik (pneumonia nonbacterial)
Yang termasuk grup ini adalah pneumonia yang disebabkan oleh mycoplasma
pneumoniae, chlamydea psittaci, legionella pneumophila, dan coxiella burneti.
Klasifikasi pneumonia menurut (Padila, 2013) yaitu;
a. Community acquired merupakan penyakit pernapasan umum dan bisa
berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia streptococal merupakan organisme
penyebab umum.
b. Hospital acquired pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosocomial. Organisme
seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus,
merupakan bakteri umum penyebab hospitas acquired pneumonia.
c. Lobar dan bronkopneumonia tidak hanya dikategorikan menurut lokasi tetapi
sekarang ini pneumonia di klasifikasikan menurut organisme.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran
radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram,
penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas.
2. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukan leukopenia.
3. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida
pneumokokkus.
4. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis
respiratorik
G. PENATALAKSANAAN
Karena penyebab pneumonia bervariasi membuat penanganannya pun akan
disesuaikan dengan penyebab tersebut. Selain itu, penanganan dan pengobatan pada
penderita pneumonia tergantung dari tinggkat keparahan gejala yang timbul dari infeksi
pneumonia itu sendiri (shaleh, 2013).
1. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
Maka pemberian antibiotik adalah yang paling tepat. Pengobatan haruslah benar-
benar komplit sampai benar-benar tidak lagi adanya gejala pada penderita. Selain itu,
hasil pemeriksaan X-Ray dan sputum harus tidak lagi menampakkan adanya bakteri
pneumonia. Jika pengobatan ini tidak dilakukan secara komplit maka suatu saat
pneumonia akan kembali mendera si penderita (shaleh, 2013).

a. Untuk bakteri Streptococus Pneumoniae


Bisa diatasi dengan pemberian vaksin dan antibiotik. Ada dua vaksin tersedia,
yaitu pneumococcal conjugate vaccine dan pneumococcal polysacharide
vaccine. Pneumococcal conjugate vaccine adalah vaksin yang menjadi bagian
dari imunisasi bayi dan direkomendasikan untuk semua anak dibawah usia 2
tahun dan anak-anak yang berumur 2-4 tahun. Sementara itu pneumococcal
polysacharide vaccine direkomendasikan bagi orang dewasa. Sedangkan
antibiotik yang sering digunakan dalam perawatan tipe pneumonia ini termasuk
penicillin, amoxcillin, dan clavulanic acid, serta macrolide antibiotics, termasuk
erythromycin (shaleh, 2013).
b. Untuk bakteri Hemophilus Influenzae
Antibiotik yang bermanfaat dalam kasus ini adalah generasi cephalosporins
kedua dan ketiga, amoxillin dan clavulanic acid, fluoroquinolones (lefofloxacin),
maxifloxacin oral, gatifloxacin oral, serta sulfamethoxazole dan trimethoprim
(shaleh, 2013).
c. Untuk bakteri Mycoplasma
Dengan cara memberikan antibiotik macrolides (erythromycin, clarithomycin,
azithromicin dan fluoroquinolones), antibiotik ini umum diresepkan untuk
merawat mycoplasma pneumonia (shaleh, 2013).
2. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh virus
Pengobatannya hampir sama dengan pengobatan pada penderita flu. Namun, yang
lebih ditekankandalam menangani penyakit pneumonia ini adalah banyak beristirahat
dan pemberian nutrisi yang baik untuk membantu pemulihan daya tahan tubuh. Sebab
bagaimana pun juga virus akan dikalahkan jika daya tahan tubuh sangat baik (shaleh,
2013).
3. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh jamur
Cara pengobatannya akan sama dengan cara mengobati panyakit jamur lainnya. Hal
yang paling penting adalah pemberian obat anti jamur agar bisa mengatasi pneumonia
(shaleh, 2013).

Anda mungkin juga menyukai