Anda di halaman 1dari 10

Accelerat ing t he world's research.

Histologi dan Histomorfometri Testis


dan Epididimis Muncak (Muntiacus
muntjak muntjak) pada Periode
Ranggah Kera...
sri wahyuni

Jurnal Veteriner

Cite this paper Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Laporan sperma FFFIX


Nyimas Fat imah

ANFIS MAKALAH FIX


chan baek

LAPORAN REPRODUKSI T ERNAK


holip must ofa
Jurnal Veteriner September 2012 Vol. 13 No. 3: 211-219
ISSN : 1411 - 8327

Histologi dan Histomorfometri Testis dan


Epididimis Muncak (Muntiacus muntjak muntjak)
pada Periode Ranggah Keras
(HISTOLOGY AND HISTOMORPHOMETRY OF THE TESTIS AND EPIDIDYMIS OF
MUNTJAC (MUNTIACUS MUNTJAK MUNTJAK) DURING HARD ANTLER PERIOD)

Sri Wahyuni1, Srihadi Agungpriyono2, Muhammad Agil3, Tuty Laswardi Yusuf3

1
Laboratorium Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala,
Jl. Tgk. Krueng Kalee No. 4, Darussalam, Banda Aceh 23111, telp. 0651-7551536
2
Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi,
3
Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi,
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB),
Jl. Agatis Kampus IPB, Dramaga Bogor 16680, telp. 0251-8626368
E-mail: yuyun.anwar@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari histologi dan histomorfometri testis dan epididimis
muncak (Muntiacus muntjak muntjak) pada periode ranggah keras. Jaringan testis dan epididimis dari
seekor muncak jantan dewasa diproses hingga menjadi sediaan histologi dengan ketebalan sayatan 3-4
µm dan diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin - eosin (HE). Jaringan parenkim testis muncak yang
berada pada periode ranggah keras memperlihatkan tubuli seminiferi dengan lapisan sel epitel germinal:
spermatogonia, spermatosit dan spermatid yang berdiferensiasi menjadi spermatozoa. Sel lain yang
diamati di antara sel-sel tersebut adalah sel Sertoli. Pada jaringan interstisial terdapat sel Leydig dan
sel-sel makrofag yang berada di sekitar buluh darah. Diameter tubuli seminiferi dan tebal lapisan epitel
germinal secara berurutan adalah: 176,60±7,06 µm dan 50,27±3,62 µm. Duktus epididimidis terbagi
atas tiga segmen, yaitu: kaput, korpus dan kauda. Lumen epididimidis ditutupi oleh epitel silindris
banyak baris dengan ketebalan yang bervariasi. Diameter duktus epididimidis terbesar ditemukan pada
bagian kauda (324,26±25,79 µm), sedangkan lapisan epitel yang paling tebal (62,21±4,21 µm) ditemukan
pada kaput epididimidis dan semakin menurun pada korpus (49,53±3,01 µm) dan kauda (16,30±2,27
µm). Kepadatan spermatozoa tertinggi ditemukan di lumen kauda epididimidis. Dapat disimpulkan
bahwa terdapat kemiripan struktur histologi dan histomorfometri tubuli seminiferi testis dan duktus
epididimidis muncak dengan ruminansia kecil dan Cervidae lainnya pada periode ranggah keras.

Kata kunci: muncak, testis, epididimis, histologi, histomorfometri

ABSTRACT

The objective of this study was to describe the histology and histomorphometry of testis and epididymis
of muntjac (Muntiacus muntjak muntjak) during hard antler period. The tissues of the testis and epididymis
of an adult male muntjac were processed for histological examination and stained with haematoxylin-
eosine (HE). The parenchyma of muntjac’s testis during hard antler period showed tubuli seminiferi was
lined with germinal epithelium: spermatogonia, spermatocyte, spermatid that differentiated into
spermatozoa. Sertoli cells were found among the germinal cells. In addition, Leydig cells were found
around the blood vessel of interstitial tissue along with macrophages. Diameter of the seminiferous tubule
and epithelial thickness were 176,60±7,06 µm and 50,27±3,62 µm respectively. The epididymal duct was
subdivided into three segments: caput, corpus and cauda. They were lined predominantly with
pseudostratified columnar epithelium which was varied in its thickness. The largest diameter of epididymal
duct was found in cauda region (324,26±25,79 µm), while caput epididymidis had the thickest of epithelial
cell (62,21±4,21 µm) and tended to ce thinner in corpus (49,53±3,01 µm) and cauda epididymidis
(16,30±2,27µm). The density of spermatozoa was observed the most in the lumen of cauda region compared
to caput and corpus epididymidis. In conclusion, the structure of histology and histomorphometry of the
seminiferous tubule of testis and epididymal duct of muntjac were similar with small ruminants and
other Cervidae during hard antler period.
Keywords: muntjac, testis, epididymis, histology, histomorphometry

211
Wahyuni et al Jurnal Veteriner

PENDAHULUAN berperan penting dalam spermatogenesis dan


steroidogenesis. Spermatogenesis berlangsung
Muncak (Muntiacus muntjak muntjak) pada lapisan epitel tubuli semeniferi testis untuk
dikenal dengan barking deer, merupakan salah menghasilkan spermatozoa, sedangkan
satu sub spesies Muntiacus muntjak atau steroidogenesis berlangsung di sel-sel Leydig
Indian Muntjac tersebar di Pulau Jawa dan jaringan interstisial testis untuk mensintesis
Sumatera bagian selatan. Selain M.m.muntjak, hormon steroid jantan, androgen (Senger, 2005).
terdapat lima sub spesies lainnya yang tersebar Ada tiga tipe sel germinal pada lapisan epitel
di sebagian besar kepulauan Indonesia, yaitu: tubuli seminiferi, yaitu: spermatogonia,
M.m. bancanus (Bangka dan Belitung), M.m. spermatosit, dan spermatid (França et al., 1999;
montanus (Sumatera bagian barat dan utara), Wrobel dan Bregmann, 2006).
M.m. nainggolani (Bali dan Lombok), M.m. Epididimis merupakan saluran spermatozoa
pleicharicus (Kalimantan, Bawal, Matasiri, dan yang panjang dan berbelit, terbagi atas kaput,
Jawa), dan M.m. robinsoni (Kepulauan Riau dan korpus, dan kauda epididimidis, melekat erat
Lingga) (Maryanto et al., 2008). Seluruh sub pada testis dan dipisahkan oleh tunika albugenia
spesies muncak tersebut telah dilindungi, seperti (Dyce et al., 1996). Organ tersebut berperan
yang tercantum di dalam Daftar Lampiran penting pada proses absorpsi cairan yang berasal
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia dari tubuli seminiferi testis, pematangan,
Nomor 7 tahun 1999, sejak tanggal 27 Januari penyimpanan dan penyaluran spermatozoa ke
1999 (PHKA 2004). Walaupun belum ada data duktus deferens sebelum bergabung dengan
pasti mengenai populasi muncak di habitat in plasma semen dan diejakulasikan ke dalam
situ maupun ex situ, diduga populasinya di alam saluran reproduksi betina (Wrobel dan
semakin menurun, seperti yang terjadi pada Bregmann, 2006). Sejauh ini gambaran histologi
spesies satwa liar Indonesia lainnya. Eksploitasi testis dan epididimis rusa timor telah dilaporkan
hutan secara berlebihan serta alih fungsi hutan oleh Handarini (2006); Moonjit dan
untuk lahan pertanian dan perkebunan Suwanpugdee (2007), namun struktur histologi
mengakibatkan habitat satwa semakin dan histomorfometri testis dan epididimis pada
berkurang. muncak belum dilaporkan.
Informasi mengenai biologi reproduksi Pada Cervidae jantan, performa reproduk-
muncak saat ini masih terbatas pada spesies sinya berhubungan erat dengan siklus ranggah.
Muntiacus reveesi spp. atau muncak revees Pertumbuhan ranggah dipengaruhi oleh
(Chapman dan Chapman, 1982; Chapman dan konsentrasi androgen (testosteron), dengan
Harris, 1991; Pei et al., 2009). Penelitian pada konsentrasi tertinggi ditemukan pada periode
spesies M. muntjak lebih difokuskan pada ranggah keras. Pada periode tersebut sebagian
gambaran kromosom, taksonomi, dan besar Cervidae menunjukkan peningkatan
filogenetiknya (Ma et al., 1986; Tanomtong et aktivitas reproduksi seperti spermatogenesis
al., 2005). Keterbatasan informasi mengenai yang dapat diketahui dari jumlah spermatozoa
biologi reproduksi pada M. muntjak, khususnya pada kauda epididimidis. Sebaliknya pada
sub spesies yang hidup di Indonesia, menjadi periode ranggah velvet, terjadi penurunan
alasan penting dilakukannya penelitian ini. aktivitas reproduksi akibat rendahnya
Namun demikian, penelitian awal pada sub konsentrasi testosteron. Perbedaan struktur
spesies ini telah dilaporkan, yaitu kajian histologi dan histomorfometri jaringan testis dan
tentang morfologi dan morfometri pertumbuhan epididimis juga terjadi pada kedua periode
ranggah velvet (Wahyuni et al., 2011). Di sisi ranggah tersebut (Monfort et al., 1993).
lain, data yang berhubungan dengan aspek Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
reproduksi pada beberapa spesies rusa famili struktur histologi dan histomorfometri testis dan
Cervidae yang hidup di Indonesia telah epididimis muncak yang diamati pada periode
dilaporkan, di antaranya tentang karakteristik ranggah keras, dan selanjutnya dikomparasikan
ranggah rusa timor (Cervus timorensis) dengan hewan jantan lainnya. Data yang
(Semiadi, 1997), penentuan masa aktif diperoleh digunakan sebagai acuan untuk
reproduksi rusa timor jantan (Handarini et al., mengetahui apakah terdapat perbedaan
2004), dan pertumbuhan ranggah pada rusa struktur histologi dan histomorfometri kedua
bawean (Axis kuhlii) (Semiadi et al., 2003). organ tersebut pada periode ranggah velvet.
Secara fungsional testis merupakan organ Manfaat dari penelitian ini adalah untuk
utama dari sistem reproduksi jantan yang memberikan data awal mengenai struktur

212
Jurnal Veteriner September 2012 Vol. 13 No. 3: 211-219

histologi dan histomorfometri testis dan seminiferi dan ketebalan lapisan sel epitel
epididimis yang dapat digunakan pada germinal yang diukur dari membran basal
penelitian aspek reproduksi muncak berikutnya. sampai adluminal tubuli seminiferi testis.
Parameter pengukuran untuk duktus
epididimidis adalah: diameter duktus dan
METODE PENELITIAN ketebalan lapisan epitel tanpa stereosilia di
kaput, korpus dan kauda epididimidis (Arrighi
Penelitian ini menggunakan seekor muncak et al., 2010). Untuk mengukur seluruh
jantan dewasa berumur 2-4 tahun dengan bobot parameter tersebut, digunakan program image
badan 19 kg dan berada pada periode ranggah analyzer Image J (Mc Master Biophotonic
keras. Muncak penelitian diperoleh dari Facility).
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dengan ijin
tangkap berdasarkan Surat Keputusan Menteri Analisis Data
Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 23/ Data histologi jaringan testis dan ketiga
Menhut-II/2011. bagian epididimis dianalisis secara deskriptif,
sedangkan data histomorfometri dari beberapa
Pembuatan Preparat Histologi parameter pengukuran tubuli seminiferi dan
Setelah proses anastesi dan exanguinasi, epididimis ditabulasikan dalam bentuk rataan
dilakukan laparotomi untuk mengeluarkan ± simpangan baku (SB).
organ testis dan epididimis dari ruang inguinal.
Organ tersebut selanjutnya difiksasi dalam
larutan paraformaldehid 4% selama 10 hari, HASIL DAN PEMBAHASAN
kemudian dipindahkan ke alkohol 70% sebagai
stopping point. Jaringan testis dan epididimis Histologi Testis
dipotong menjadi beberapa bagian kecil Struktur histologi jaringan testis muncak
berukuran 1 x 1 x 1 cm3, dengan pembagian pada periode ranggah keras secara umum mirip
daerah sampling sebagai berikut: 1) jaringan dengan struktur jaringan testis pada
parenkim testis, 2) kaput epididimidis, 3) korpus ruminansia lain, seperti kerbau (Arrighi et al.,
epididimidis, dan 4) kauda epididimidis. Tahap 2010); kambing (França et al., 1999); eld’s deer,
berikutnya adalah pembuatan sediaan histologi Cervus eldi thamin (Monfort et al. 1993) dan
yang dimulai dengan proses dehidrasi jaringan rusa timor, Cervus timorensis (Handarini, 2006;
testis dan epididimis dalam larutan alkohol Moonjit dan Suwanpugdee, 2007). Proses
konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, pembentukan spermatozoa (spermatogenesis)
dan absolut), silol, infiltrasi di dalam parafin cair berlangsung di lapisan epitel germinal yang
dan penanaman (embedding) jaringan dalam membentuk beberapa lapis sel mulai dari
parafin, dilanjutkan dengan blocking, sectioning membran basal tubuli hingga ke bagian
dengan ketebalan sayatan 3-4 µm. Hasil sayatan adluminal tubuli. Proses diferensiasi dan
diwarnai dengan pewarna hematoksilin–eosin maturasi sel-sel epitel germinal menghasilkan
(HE) (Kiernan, 1990). Sediaan yang telah spermatid yang dilepaskan ke lumen tubuli
diwarnai diamati menggunakan mikroskop melalui proses spermiasis dalam bentuk
cahaya yang dilengkapi dengan kamera pada spermatozoa (Rosenfeld, 2007). Secara histologi,
perbesaran objektif 10 kali dan 40 kali. tubuli seminiferi muncak terdiri atas tiga
komponen utama, yaitu: lamina propria, sel
Histomorfometri Tubuli Seminiferi dan Sertoli (sel somatis), dan sel-sel epitel germinal
Epididimis yang terdiri atas: spermatogonia, spermatosit,
Pengamatan dan pengukuran histomorfo- dan spermatid (Gambar 1). Spermatogonia
metri tubuli seminiferi dan epididimis dilakukan terletak di membran basal tubuli dengan inti
terhadap beberapa sediaan histologi yang sel bergranul kromatin dengan ukuran
memperlihatkan potongan melintang dari 30 bervariasi. Spermatogonia terbagi atas
tubuli seminiferi testis dan 10 duktus spermatogonia A dan B. Spermatogonia A berinti
epididimidis per bagian kaput, korpus dan lebih pucat dengan struktur kromatin tipis dan
kauda. Pengamatan dan pengukuran meng- menyebar, sedangkan spermatogonia B berinti
gunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran lebih gelap dengan struktur kromatin padat.
objektif 10 kali. Adapun peubah histomorfometri Pada lapisan berikutnya terdapat sel
testis yang diukur meliputi: diameter tubuli spermatosit (primer dan sekunder) dengan

213
Wahyuni et al Jurnal Veteriner

jumlah yang lebih banyak, terutama pewarnaan histologi standar (HE). Tipe serabut
spermatosit primer dengan ukuran sel yang retikuler merupakan serabut kolagen individual
lebih besar dibandingkan sel spermatogonia. (kolagen tipe III) yang dilapisi oleh proteoglikan
Namun, keberadaan sel spermatosit sekunder dan glikoprotein, yang dapat diidentifikasi
jarang ditemukan pada saat pengamatan karena dengan pewarnaan periodic acid-Schiff (PAS),
proses diferensiasi sel spermatosit primer silver impregnations tertentu (Wrobel dan
menjadi sel spermatosit sekunder berlangsung Bregmann, 2006) dan pewarnaan histokimia
cepat (Dreef et al., 2007). lektin.
Sel berikutnya adalah sel spermatid yang
berbentuk bulat (round spermatid) dan Histomorfometri Tubuli Seminiferi Testis
memanjang (elongated spermatid) dengan Rataan diameter tubuli seminiferi testis
struktur kromatin padat yang terwarnai lebih adalah 176,60±7,06 µm, sedangkan tebal lapisan
gelap dibandingkan inti sel lainnya. Pada lumen epitel tubuli adalah 50,27± 3,62 µm. Diameter
tubuli terdapat sel spermatozoa non motil dan tubuli seminiferi muncak pada periode ranggah
infertil, bercampur dengan cairan testis. Cairan keras lebih kecil dibandingkan diameter tubuli
ini mengandung berbagai substansi seperti: seminiferi dari beberapa spesies Cervidae pada
glikoprotein, gliserofosforil kolin, androgen periode ranggah yang sama, yaitu pada rusa
binding protein (ABP), dan inhibin (Wrobel dan timor: 271,12±9,7 µm (Handarini, 2006), red
Bregmann, 2006). Proses diferensiasi spermatid deer (Cervus elaphus): 180,0±8,5 µm
menjadi spermatozoa dapat diamati dengan jelas (Hochereau-de Reviers dan Lincoln, 1978, tetapi
melalui pewarnaan periodic-acid Schiff (PAS) lebih besar dibandingkan diameter tubuli
yang bermanfaat untuk menentukan jumlah seminiferi fallow deer (Dama dama): 143,1 µm
tahapan diferensiasi yang terjadi mulai dari (Massanyi et al., 1999). Perbedaan diameter
spermatid bulat hingga menjadi spermatid tubuli antara muncak, rusa timor, dan red deer
panjang dan akhirnya menjadi spermatozoa diduga berkaitan dengan perbedaan lingkar
(Dreef et al., 2007; Nakai et al., 2004). skrotum, volume testis, postur tubuh, dan bobot
Sel Sertoli atau sustentacular cells terletak badan. Bobot rusa timor jantan berada pada
di antara sel-sel epitel germinal, dengan kisaran 48,0-86,9 kg, dengan lingkar skrotum
penjuluran sitoplasma mulai dari membran dan volume testis pada periode ranggah keras
basal sampai mendekati lumen tubuli berturut-turut adalah: 20,21±0,91 cm dan
(adluminal) (Gambar 1B). Inti sel Sertoli 187,85±13,61 cm 3 (Handarini et al., 2004),
berbentuk oval dengan anak inti yang terlihat sedangkan bobot badan red deer adalah 91,5-
jelas, berwarna lebih pucat dibandingkan inti 104,6 kg (Hochereau-de Reviers dan Lincoln
sel germinal dan terletak di membran basal. Sel 1978), namun ukuran lingkar skrotum dan
lain yang dapat diamati adalah sel peritubular volume testis tidak dilaporkan. Data tersebut
yang termasuk tipe sel kontraktil dan terletak memperlihatkan bobot kedua spesies rusa
di lamina basalis tubuli seminiferi. Selain itu tersebut jauh di atas bobot muncak jantan
sel peritubular juga terdapat di lamina basalis dewasa (17,0-19,5 kg).
rete testis, duktus eferens, dan duktus Peningkatan diameter tubuli seminiferi dari
epididimidis. Kontraksi sel tersebut periode ranggah velvet ke periode ranggah keras
mengakibatkan spermatozoa berpindah dari adalah 36,49% pada rusa timor (Handarini,
tubuli seminiferi menuju duktus epididimidis 2006), dan 31,39% pada red deer (Hochereau-de
(Egger dan Witter, 2009). Reviers dan Lincoln, 1978). Data tersebut
Jaringan interstisial (intertubuli seminiferi) memperlihatkan bahwa perbedaan diameter
merupakan jaringan ikat longgar dengan sel tubuli pada Cervidae tersebut tidak hanya
fibroblas dan sel fibrosit. Pada jaringan terjadi pada spesies yang hidup di wilayah
interstisial tersebut juga terdapat sel Leydig dan beriklim sedang, tetapi dilaporkan pula pada
sel-sel endotel dinding buluh darah. Sel Leydig rusa timor yang hidup di wilayah beriklim
merupakan sel polimorf yang berkelompok di tropis. Perbedaan konsentrasi testosteron pada
sekitar buluh darah, dengan inti sel berbentuk setiap periode ranggah merupakan faktor yang
polihedral, sedangkan inti sel fibroblas dan memengaruhi aktivitas spermatogenesis di
fibrosit berbentuk lebih lonjong. Jaringan ikat tubuli seminiferi testis. Akibatnya, terjadi
longgar inter tubuli seminiferi testis muncak perbedaan komponen sel germinal tubuli dan
diduga tersusun atas serabut retikuler yang sulit histomorfometri jaringan testis pada kedua
dibedakan dengan serabut kolagen pada periode ranggah tersebut (Loudon dan Curlewis

214
Jurnal Veteriner September 2012 Vol. 13 No. 3: 211-219

1988). Berbeda dengan Cervidae, diameter


tubuli seminiferi testis ruminansia dengan pola
reproduksi tidak bermusim seperti kambing
kacang (153,33±10,07µm) dan domba lokal
(155,93±14,17 µm), tidak mengalami perubahan
dengan produksi spermatozoa yang stabil
sepanjang tahun (Noviana et al., 2000).

Histologi Duktus Epididimidis


Perbedaan struktur histologi antara
komponen penyusun kaput, korpus, dan kauda
epididimidis yang meliputi ketebalan lapisan
epitel, ketebalan lapisan otot polos, dan

Gambar 1. Struktur histologi testis muncak. A. Gambar 2. Histologi epididimis muncak. A.


Jaringan parenkim testis terdiri atas: tubuli Kaput epididimidis; B. korpus epididimidis dan
seminiferi (TS) yang dipisahkan oleh jaringan C. kauda epididimidis. Duktus epididimidis
interstisial (JI) dan dibungkus oleh tunika dikelilingi oleh serabut otot polos (Sm) dengan
albugenia (TA) dengan buluh darah (Bd). B. Inset fibroblast (Fs) dan fibrosit (Fs). Duktus
A: lumen tubuli (L), sel-sel epitel tubuli epididimidis dilapisi oleh sel epitel silindris
seminiferi testis: spermatogonia A(SgA); banyak baris dengan stereosilia (Ss). Sel-sel
spermatogonia B (SgB); spermatosit (Sps); epitel duktus: principle cells (Pc); sel basal (Bc);
spermatid elongated (Std(e)); inti sel Sertoli (Sr). sel apikal (Sa); limfosit (Lm); sel clear (Sc). Pada
dan sel peritubular (Pt) di membran basal tubuli. lumen (L) terdapat spermatozoa (Sz). Skala A,
Sel Leydig (Ld) di sekitar buluh darah (Bd) B, dan C: 30 µm.
tersebar di jaringan interstisial. Skala A: 100
µm; B: 30 µm.

215
Wahyuni et al Jurnal Veteriner

keberadaan sel-sel limfosit dapat diamati dengan dengan jumlah yang lebih banyak, baik yang
jelas pada penelitian ini (Gambar 2). Kaput sedang bermigrasi, maupun yang bercampur
epididimidis merupakan bagian proksimal dari dengan spermatozoa di lumen epididimidis. Di
duktus epididimidis dan sebagai lanjutan dari sekeliling duktus ditemukan lapisan otot polos
duktus eferens. Pada sayatan melintang, duktus sirkular yang lebih tebal dibandingkan lapisan
epididimidis tersusun atas lapisan epitel otot pada kaput epididimidis. Pada lumen
silindris banyak baris yang dikelilingi oleh ditemukan spermatozoa dengan kepadatan yang
jaringan ikat longgar dan lapisan otot polos lebih tinggi dibandingkan kaput.
sirkular (Gambar 2A). Lumen kaput Karakteristik yang ditemukan pada kauda
epididimidis berisi spermatozoa yang berasal epididimidis adalah lapisan otot polos sirkular
dari tubuli seminiferi dan duktus eferens. yang paling tebal dibandingkan lapisan otot pada
Beberapa tipe sel ditemukan pada lapisan kaput dan kauda epididimidis. Selain itu,
epitelnya, yaitu principle cells (PC) dengan ukuran PC dan stereosilianya paling pendek
stereosilia, sel basal di bagian membran basal serta masih ditemukannya sel-sel limfosit,
dengan ukuran inti sel yang bervariasi, dan namun jumlahnya semakin berkurang.
sel-sel limfosit di antara PC. Menurut Primiani Diameter lumen duktus terbesar ditemukan
et al., (2007), PC berstereosilia merupakan sel pada bagian ini dan berisi spermatozoa dengan
dengan populasi terbanyak dibandingkan tipe kepadatan tertinggi untuk disimpan sebelum
sel lainnya, hal tersebut juga diamati pada disalurkan ke duktus deferens (Gambar 2C).
lapisan epitel duktus epididimidis muncak. Perbedaan struktur histologi yang diamati
Selain sel-sel tersebut masih ada beberapa tipe pada penelitian ini berkorelasi erat dengan fungsi
sel lain, yaitu: sel halo, sel clear, sel apikal, dari masing-masing bagian epididimis sebagai
monosit, dan makrofag (Ahmed et al., 2009). Sel organ penyalur, pematang, dan penyimpan
halo merupakan sel imun yang tergolong limfosit spermatozoa. Saat melewati kaput dan korpus
atau monosit (Serre dan Robaire, 1999). Namun, epididimidis, spermatozoa mengalami
pada pewaraan HE yang digunakan pada serangkaian perubahan morfologi dan fungsi
penelitian ini, beberapa tipe sel tersebut sulit serta mengalami proses maturasi, sehingga saat
diidentifikasi, kecuali dengan metode pewarnaan mencapai kauda epididimidis, spermatozoa telah
menggunakan marker spesifik untuk tipe sel- motil dan fertil (Wrobel dan Bregmann, 2006).
sel imun, seperti marker untuk limfosit T helper Keberadaan PC dengan jumlah terbesar di
dan cytotoxic, dan limfosit B, selain itu dapat sepanjang duktus epididimidis, khususnya pada
pula digunakan metode pewarnaan toluidine bagian kaput dan korpus, berperan pada proses
blue dan preparasi jaringan epididimis untuk absorpsi cairan yang berasal dari tubuli
diamati dengan transmission electron seminiferi testis, serta sintesis dan sekresi
microscope (TEM) (Yeung et al. 1994; Ahmed et substansi yang diperlukan untuk maturasi
al., 2009). Posisi inti PC pada duktus kaput spermatozoa (Cooper, 1986).
epididimidis berdekatan dengan sel basal yang Proses absorpsi dan sekresi oleh PC
terdapat di membran basal. Beberapa ciri khas berlangsung di bagian sel yang berhadapan
lainnya yang ditemukan pada kaput dengan lumen, bagian lateral dan basal sel di
epididimidis, adalah: 1) lapisan epitel duktus antara ruang interselular. Ruang interselular
lebih tebal dengan stereosilia yang lebih panjang tersebut berbatasan dengan ruang perivaskular
dibandingkan dengan korpus dan kauda dari kapiler subepitel (Kumar et al., 1982).
epididimidis, 2) adanya sel-sel limfosit di antara Setelah melalui proses maturasi di bagian kaput
sel epitel yang bermigrasi dari membran basal dan korpus, spermatozoa disimpan di lumen
ke lumen duktus, 3) spermatozoa masih kauda epididimidis dengan diameter terbesar dan
bercampur dengan substansi yang berasal dari lapisan epitel paling tipis (Gambar 2C). Struktur
tubuli seminiferi testis yang belum diserap oleh demikian sangat sesuai bagi kauda epididimidis
sel epitel duktus eferen, dan 4) lapisan otot polos sebagai saluran berbentuk kantong untuk
sirkuler yang tipis di sekeliling duktus. menampung dan menyimpan spermatozoa
Korpus epididimidis juga dilapisi oleh tipe dalam jumlah besar sebelum disalurkan ke
sel epitel yang sama dengan kaput epididimidis, duktus deferens menuju ampula.
namun posisi inti PC berada di bagian sentral
sitoplasma dengan ukuran stereosilia yang lebih Histomorfometri Duktus Epididimidis
pendek (Gambar 2B). Kemiripan lainnya dengan Perbedaan histomorfometri ketiga bagian
kaput epididimidis adalah keberadaan limfosit, epididimis yang meliputi diameter duktus dan

216
Jurnal Veteriner September 2012 Vol. 13 No. 2: 211-219

Tabel 1. Histomorfometri epididimis muncak pada periode ranggah keras

Epididimidis
Ukuran(µm)
Kaput Korpus Kauda

Diameter duktus 269,56±1,88 202,09±8,36 324,26±25,79


Tebal lapis epitel 62,21±4,21 49,53±3,01 16,30±2,27

tebal lapisan epitel disajikan pada Tabel 1. mamalia lain dengan pola reproduksi musiman,
Diameter duktus epididimis muncak terbesar histomorfometri komponen duktus epididimidis
yang diamati pada periode ranggah keras, memperlihatkan perubahan sesuai periode aktif
ditemukan pada kauda epididimidis, yaitu: reproduksinya. Perubahan yang terjadi pada
324,26±25,79 µm. Ukuran tersebut lebih kecil kedua periode ranggah tersebut disebabkan oleh
dibandingkan diameter duktus epididimidis rusa perbedaan konsentrasi androgen (testosteron)
timor (386,52±21,06 µm) pada periode ranggah dalam sirkulasi darah. Tingginya konsentrasi
yang sama (Handarini, 2006). testosteron yang telah dikonversi oleh 5á-
Ketebalan epitel yang melapisi duktus reduktase menjadi dehidrotestosteron (DHT)
epididimidis pada bagian kaput adalah pada periode ranggah keras, meningkatkan
62,21±4,21 µm. Ketebalan tersebut semakin aktivitas duktus epididimidis yang ditandai
berkurang pada korpus epididimidis, yaitu dengan meningkatnya ukuran diameter kaput,
49,53±3,01µm dan semakin menipis pada kauda korpus dan kauda epididimidis. Kondisi yang
epididimidis, yaitu 16,30±2,27 µm. Perbedaan sama juga terjadi pada tubuli seminiferi testis
diameter duktus dan lumen epididimidis serta (Kolasa et al., 2004). Periode aktif reproduksi
ketebalan lapis epitelnya juga dilaporkan pada rusa timor juga ditandai dengan konsentrasi
kucing (Axner et al., 1999), cane rat (Olukole testosteron plasma yang tinggi, dan menurun
dan Obayemi, 2010), dan neotropical bats drastis pada saat lepas ranggah dan ranggah
(Beguelini et al., 2010). Secara kualitatif, velvet (Handarini dan Nalley, 2008). Sejauh
kepadatan spermatozoa yang terdapat di lumen mana perbedaan histomorfometri komponen
ketiga bagian epididimis juga bervariasi. epididimis muncak pada periode ranggah keras
Kepadatan spermatozoa tertinggi ditemukan dan ranggah velvet dapat diketahui dengan
pada kauda epididimidis, sedangkan terendah melakukan kajian yang sama pada saat muncak
ditemukan di lumen kaput epididimidis. Namun, berada pada periode ranggah velvet.
parameter histomorfometri duktus epididimidis
pada rusa timor yang dilaporkan Handarini
(2006) hanya terbatas pada kauda epididimidis, SIMPULAN
sedangkan kedua bagian kaput dan korpus
belum dilaporkan. Secara umum, struktur histologi testis dan
Histomorfometri epididimis rusa timor duktus epididimidis muncak mirip dengan
menunjukkan perbedaan signifikan antara ruminansia kecil dan Cervidae lainnya.
periode ranggah keras dan velvet. Diameter Histomorfometri tubuli seminiferi testis dan
duktus kauda epididimidis rusa timor pada duktus epididimidis muncak pada ranggah keras
periode ranggah keras, adalah: 386,52±21,06 mendekati ukuran testis dan duktus
µm, sedangkan periode ranggah velvet adalah epididimidis pada Cervidae lainnya pada periode
297,63±9,52 µm, dengan peningkatan diameter ranggah keras. Perbedaan bobot badan dan
sebesar 29,87% (Handarini, 2006). Diameter ukuran testis berpengaruh terhadap
tersebut 19,2% lebih besar dibandingkan histomorfometri tubuli seminiferi testis dan
diameter kauda epididimidis muncak duktus epididimidis. Untuk mengetahui adanya
(324,26±25,79 µm) pada periode ranggah yang perbedaan struktur histologi dan
sama. Perbedaan signifikan dari parameter histomorfometri antara periode ranggah keras
histomorfometri epididimis juga dilaporkan pada dan ranggah velvet, perlu dibuktikan dengan
kerbau mediterania saat musim kawin dan melakukan studi yang sama saat muncak
sebaliknya (Arrighi, 2010). Pada Cervidae dan berada pada periode ranggah velvet.

217
Wahyuni et al Jurnal Veteriner

SARAN Chapman NG, Harris S. 1991. Evidence that


seasonal antler cycle of adult Reeves
Pemanfaatan metode pewarnaan histologi muntjak (Muntiacus reevesi) is not
yang lebih spesifik seperti periodic acid Schiff, associated with reproductive quiescence. J
toluidine blue, dan histokimia lektin perlu Reprod Fert 92: 361-369.
dilakukan pada studi berikutnya untuk Cooper TG. 1986. Epididymis: Sperm
mengetahui morfofungsi testis dan duktus Maturation and Fertilisation. Berlin:
epididimidis muncak secara histologi pada Springer-Verlag.
periode ranggah keras dan ranggah velvet. Dreef. HC, van Esch E, de Rijk EPCT. 2007.
Pengamatan ultrastruktur menggunakan Spermatogenesis in cynomolgus monkey
mikroskop elektron transmisi untuk (Macaca fascicularis): a practical guide for
mengidentifikasi tipe sel dan komponen routine morphological staging. Toxicol
penyusun kaput, korpus, dan kauda epididimidis Pathol 35: 395-404.
perlu dimanfaatkan. Dyce KM, Sack WO, Wensing CJG. 1996. Text
Book of Veterinary Anatomy. 2 nd Ed.
Philadelphia: WB. Saunders.
UCAPAN TERIMA KASIH Egger GF, Witter K. 2009. Peritubular
contractile cells in testis and epididymis of
Ucapan terima kasih disampaikan kepada: the dog, Canis lupus familiaris. Act Vet Brno
1) Kementerian Kehutanan Republik Indonesia 78: 3-11.
atas pemberian ijin penggunaan muncak untuk França LR, Becker-Silva SC, Chiarini-Garcia H.
penelitian eksplorasi ini, 2) Balai Konservasi 1999. The length of the cycle of seminiferous
Sumber Daya Alam Jawa Tengah, dan 3) Balai epithelium in goats (Capra hircus). Tissue
Besar Sumber Daya Alam Jawa Barat atas & Cell 31(3): 274-280.
dukungan dan kerjasamanya dalam penyediaan
Handarini R, Nalley WMM, Semiadi G,
muncak untuk penelitian.
Agungpriyono S, Subandriyo, Purwantara
B, Toelihere MR. 2004. Penentuan masa
aktif reproduksi rusa timor jantan (Cervus
DAFTAR PUSTAKA
timorensis) berdasarkan kualitas semen
dan tahap pertumbuhan ranggahnya. Bogor:
Ahmed MH, Sabry SM, Zaki SM, El-Sadik AO.
Puslitbang Peternakan.
2009. Histological, immunohistochemical
Handarini R. 2006. Dinamika aktivitas
and ultrastructural study of the epididimis
reproduksi berkaitan dengan tahap
in the adult albino rat. Aus J Basc App Sci
pertumbuhan ranggah rusa timor (Cervus
3(3): 2278-2289.
Arrhigi S, Bosi G, Groppetti D, Cremonesi F. timorensis) jantan dewasa [disertasi].
2010. Morpho- and histometric evaluations Bogor: Institut Pertanian Bogor.
on the testis and epididymis in buffalo bulls Handarini R, Nalley WMM. 2008. Profil hormon
during the different reproductive season. testosteron rusa timor (Cervus timorensis)
Open Anat J 2: 29-33. jantan dalam satu siklus ranggah. Med
Axner E, Malmqvist M, Linde-Forsberg C, Konserv 13: 1-7.
Rodriguez-Martinez H. 1999. Regional Hochereau-de Reviers MT, Lincoln GA. 1978.
histology of ductus epididymidis in the Seasonal variation in the histology of the
domestic cat. J Reprod Dev 45: 151-160. testis of the red deer, Cervus elaphus. J
Beguelini MR, Sergio BFS, Leme FLJ, Taboga Reprod Fert 54: 209-213.
SR, Morielle-Versute E. 2010. Morphological Kiernan JA. 1990. Histological & Histochemical
and morphometric characteristix of the Methods: Theory & Practice. 2 nd Ed.
epididymis in the neotropical bats Eumops England: Pergamon Pr.
glaucinus and Molossus molossus Kolasa A, Marchlewicz M, Wenda-Rozewicka L,
(Chiroptera: Molossidae). Chiroptera Wiszniewska B. 2004. Morpology of the testis
Neotropical 16(2): 769-779. and the epididymis in rats with
Chapman DI, Chapman NG. 1982. The antler dihydrotestosterone (DHT) deficiency. Ann
cycle of the adult Reeves’ muntjak. Act Ac Med Biol Proceed 49: 117-119.
Theriol 27: 107-114.

218
Jurnal Veteriner September 2012 Vol. 13 No. 3: 211-219

Kumar TCA, Prakash A, Prasad MRN. 1982. [PHKA]. 2004. Peraturan Perundang-undangan
Ultrastructural features of the principal cell Bidang Perlindungan Hutan dan
in the epididymis of the rhesus monkey. J Pelestarian Alam. Jakarta: Sekretariat
Bio Sci 4(4): 469-479. Dirjen PHKA Departemen Kehutanan.
Loudon ASI, Curlewis JD. 1988. Cycles of antler Primiani N, Gregory M, Dufresne J, Smith C,
and testicular growth in an aseasional Liu YL, Bartles JR, Cyr DG, Hermo LM.
tropical deer (Axis axis). J Reprod Fert 83: 2007. Microvillar size and espin expression
729-738. in principal cells of the rat epididymis are
Ma S, Wang Y, Xu L. 1986. Taxonomic and regulated by androgens. J Androl 28: 659-
phylogenetic studies on the genus 669.
Rosenfeld CS. 2007. Overview of Male
Muntiacus. Act Theriol Sin 3: 190-209.
Reproductive Organs. In Schatten H,
Maryanto I, Achmadi AS, Kartono AP. 2008.
Constantinescu GM. (Ed). Comparative
Mamalia dilindungi perundang-undangan
Reproductive Biology. New York:
Indonesia. Prijono SN, Noerdjito M (Ed). Blackwell.
Cibinong: LIPI Pr. Semiadi G. 1997. Karakteristik ranggah pada
Massanyi P, Lukac N, Hluchy S, Slamecka J, rusa timorensis (Cervus timorensis).
Jurcik R, Toman R, Kovacik J. 1999. Biota II: 82-87.
Seasonal variation in the metric analysis of Semiadi G, Subekti K, Sutama IK, Masy’ud B,
the testis and epididymis in fallow-deer Affandi L. 2003. Antler’s growth of
(Dama dama). Fol Vet 43: 67-70. endangered and endemic bawean deer (Axis
Monfort SL. Brown JL, Bush M, Wood TC, kuhlii Muller and Chlegel,1842). J Zool
Wemmer C, Vargas A, Williamson LR, Treub 33: 89-95.
Montali RJ, Wildt DE. 1993. Circannual Senger PL. 2005. Pathways to Pregnancy and
inter-relationship among reproductive Parturition. 2 nd edition. Washington:
hormones, gross morphometry, behavior, Current Conception,
ejaculate characteristic and testicular Serre V, Robaire B. 1999. Distribution of immune
histology in eld’s deer stags (Cervus eldi cells in tehe epididymis of the ageing brown
thamin). J Reprod Fert 98: 471-480. norway rat is segment-spesific and related
Moonjit P, Suwanpugdee A. 2007. Histological to the luminal content. Biol Reprod 61: 705-
structure of testis and ductus epididymis of 714.
rusa deer (Cervus timorensis). Kasetsart J Tanomtong A, Chaveeragh A, Phanjun G,
Nat Sci 41: 86-90. Kaensa W, Khunsook S. 2005. New records
Nakai M, Van Cleeff JK, Bahr JM. 2004. Stages of chrosomal features in indian muntjacs
(Muntiacus muntjak) and fea’s muntjacs (M.
and duration of spermatogenesis in the
feae) of thailand. Cytologia 70(1): 71-77.
domestic ferret (Mustela putorius furo).
Wahyuni S, Agungpriyono S, Agil M, Yusuf TL.
Tissue & Cell 36: 439-446.
2011. Morfologi dan morfometri
Noviana C, Boediono A, Wresdiyati T. 2000. pertumbuhan ranggah velvet muncak
Morfologi dan histomorfometri testis dan jantan (Muntiacus muntjak muntjak). J Ked
epididimis kambing kacang (Capra sp) dan Hewan 5(1): 17-22.
domba lokal (Ovis sp). Med Vet 7(2): 12-16. Wrobel KH, Bergmann M. 2006. Male
Olukole SG, Obayemi TS. 2010. Reproductive System. In Eurell JA,
Histomorphometry of the testis and Frappier B. (Ed). Dellman’s Textbook
epididymis in the domestic adult African Veterinary Histology. Iowa: Blackwell.
great cane rat (Thryonomys swinderianus). Yeung CH, Nashan D, Sorg C, Oberpenning F,
Int J Morphol 28(4): 1251-1254. Schulze H, Nieschlag E, Cooper TG. 1994.
Pei KJ, Foresman K, Liu BT, Hong LH, Yu JYL. Basal cells of the human epididymis-
2009. Testosterone levels in male Formosan antigenic and ultrastructural similarities
Revee’s muntjac: uncoupling of the to tissue-fixed macrophages. Biol Reprod 50:
reproduction and antler cycles. Zool Stud 917-926.
48: 120-124.

219

Anda mungkin juga menyukai