1. Definisi
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala
infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, 1999)
Sedangkan sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistematik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat
berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi
dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. (Surasmi, 2003)
Berikut ini adalah beberapa definisi atau pengertian dari sepsis neonatorum atau sepsis
pada neonatus yang perlu diketahui (Maryunani, 2009), yaitu:
Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat
infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh, Sepsis merupakan respon tubuh terhadap
infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain
Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan
diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan. (WHO, 1996, Sepsis merupakan suatu
proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS (Systeic Inflammatory Respopnse Syndrome),
sepsis, sepsis berat, syok septic, disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian.
2. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatus dapat dibagi menjadi dua bentuk
(Maryunani, 2009) yaitu:
a. Sepsis dini/Sepsis awitan dini
Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode setelah lahir (kurang dari 72
jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero
b. Sepsis lanjutan/sepsis nasokomial atau sepsis awitan lambat (SAL)
Merupakan infeksi setelah lahir (lebih dari 72jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar
atau rumah sakit (infeksi nasokomial)
3. Tanda dan Gejala
Menurut Arief, 2008 tanda dan gejala dari sepsis neonatorum, antara lain:
3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih, sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap,
denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa
gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung. Gejala dari sepsis
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah darI pusar
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang,
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
(Asrining, 2007).
4. Etiologi
Penyebab sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus,
parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri seperti Acinetobacter
sp, Enterobacter sp, Pseudomonas sp, serratia sp, Escerichia Coli, Group B streptococcus,
Listeria sp, dan lain-lain. (Maryunani, 2009)
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada
neonatus adalah:
a. Perdarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus dan plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit
5. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh
bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan
oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis
yang tiba-tiba dan berat, menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah
penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated
intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara (Surasmi, 2003), yaitu :
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umpilikus masuk
kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman
yang dapat menembus plasenta,antara lain virus rubella, herpes, situmegalo, koksari,
hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria,
sifilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat pesalinan.
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik
mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya
kuman melalui umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan
amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke tyraktus
digestivus dan trakus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut.
Selain melalui cara tersebut diaras infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau
port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman
(misalnya herpes genitalis, candida albika, dan n.gonnorea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan.
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari
lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat: penghisap lendir, selang endotrakea,
infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut
menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.Infeksi juga dapat
terjadi melalui luka umbilikus.
6. Penatalaksanaan Medis
1. Pada pasien dengan sepsis diberikan kombinasi antibiotik golongan Ampisilin dosis 200
mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur >
7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari
i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila
diberikan i.v (harus diencerkan dan waktu pemberian sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses
lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal
dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada,
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah
dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap
abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem
dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari
i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes
kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian
b. Dehidrasi
Kekuarangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi yang kurang, tidak mau
menyusu, dan terjadinya hipertermia.
d. Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput otak) melalui aliran darah.
e. Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram negatif yang mengeluarkan
endotoksin ataupun bakteri gram postif yang mengeluarkan mukopoliskarida pada sepsis. Inilah
yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel
yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi trombi dan emboli pada
mikrovaskular.
9. Pencegahan
Sepsis neonatorum adalah penyebab kematian utama pada neonatus.tanpa pengobatan
yang memadai, gangguan ion dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena
itu, tindakan pencegahan mempunyai arti penting karena dapat mencegah terjadinya kesakitan
dan kematian (Surasmi, 2003). Tindakan yang dapat dilakukan (Surasmi, 2003) adalah :
a. Pada masa antenatal. Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara
bekala,imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu,asupan gizi
yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan
ibu dang jani, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
b. Pada saat persalinan. Perawatan ibu selama persdalinan dilakukan secara aseptik,
dalam arti persalinan piperlakukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada
ibu dan bayi seminimal mungkindilakukan ( bila benar-benar diperlukan ). Mengawasi
keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan,melakukan rujukan secepatnya
bila diperlukan, dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
c. Sesudah persalinan. Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila
bayi normal,penberiab ASI secepatnya,mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap
persih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka umbilikus secara
steril. Tindakan infasif harus dilakukan dengan prinsip – prinsip aseptik. Menghindari
perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan
desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan keadaan bayi
secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel
yang menangani atau bertugas dikar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular
harus diisolasi. Pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin memalui
pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. .
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data, yang perlu dikaji adalah
identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat perawatan antenatal,
adanya/tidaknya ketuban pecah dini,partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus). Riwayat
persalinan di kamar bersalin, ruang operasi, atau tempat lain. Ada atau tidaknya riwayat penyakit
menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll). Apakah selama kehamilan dan saat
persalinan pernah menderita penyakit infeksi (mis. Toksoplasmosis,rubeola, toksemia
gravidarum, dan amnionitis). Mengkaji tatus sosial ekonomi keluarga.
Pada pemeriksaan fisik data yang akan ditemukan meliputi letargi (khususnya setelah 24
jam petama), tidak mau minum atau refleks mengisap lemah, regurgitasi, peka rangsang, pucat,
berat badan berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis, hipertermi/hipotermi,
tampak ikterus. Data lain yang mungkin ditemukan adalah hipertermia,pernapasan mendengkur,
takipnea, atau apnea, kulit lembab dan dingin, pucat, pengisian kembali kapiler lambat,
hipotensi, dehidrasi, sianosis. Gejala traktus gastrointestinal meliputi muntah, distensi abdomen
atau diare.
4. Batasi penggunaan alat/prosedur invasif Mengurangi jumlah lokasi yang dapat
jika memungkinkan menjadi tempat masuk organisme
5. Lakukan inspeksi terhadap luka/ sisi alat Mencatat tanda-tanda inflamasi atau
invasif setiap hari infeksi lokal, perubahan pada
karakter drainase luka atau sputum
dan urine. Mencegah infeksi yang
berkelanjutan
6. Gunakan teknik steril setiap waktu pada Mencegah masuknya bakteri,
saat penggantian balutan ataupun suction mengurangi risiko infeksi nasokomial
atau pemberian perawatan
7. Pantau kecenderungan suhu, jika demam Demam (38,5oC - 40 oC) disebabkan
berikan kompres hangat. oleh efek-efek dari endotoksin pada
hipotalamus dan endorfin yang
melepaskan pirogen. Hipotermia
(<36 oC) adalah tanda-tanda genting
yang menunjukkan status syok atau
penurunan perfusi jaringan
8. Amati adanya menggigil dan diaforesis Menggigil seringkali mendahului
memuncaknya suhu pada adanya
infeksi
9. Memantau tanda-tanda penyimpangan Dapat menunjukkan ketidaktepatan
kondisi atau kegagalan untuk membaik atau ketiakadekuatan terapi antibiotik
selama masa terapi atau perumbuhan berlebih ari
organisme resisten
10. Inspeksi rongga mulut terhadap plak putih Depresi sistem imun dan penggunaan
atau sariawan, selidiki juga adanya rasa dari antibiotik dapat meningkatkan
gatal atau peradangan vaginal/perineal risiko infeksi sekunder.
11. Kolaborasi dalam pemberian obat Terapi pengobatan sangat membantu
antibiotik. Perhatikan dampak pemberian penyembuan dalam masa terapi
obat perawatan
c. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau
inflamasi
Kriteria hasil:
- Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
- Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua Perubahan tanda-tanda vital yang
jam dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial untuk
menyebabkan kejang yang akan
semakin memperburuk kondisi pasien
serta dapat menyebabkan pasien
kehilangan banyak cairan secara
evaporasi yang tidak diketahui
jumlahnya dan dapat menyebabkan
pasien masuk ke dalam kondisi
dehidrasi.
3. Berikan kompres denga air hangat pada Kompres pada aksila, leher dan lipatan
aksila, leher dan lipatan paha, hindari paha terdapat pembuluh-pembuluh
penggunaan alcohol untuk kompres. dasar besar yang akan membantu
menurunkan demam. Penggunaan
alcohol tidak dilakukan karena akan
menyebabkan penurunan dan
peningkatan panas secara drastis.
Kolaborasi: Pemberian antipiretik juga diperlukan
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan untuk menurunkan panas dengan
jika panas tidak turun. segera.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
Kriteria hasil:
- Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
- Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
- Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua Perubahan tanda-tanda vital yang
jam dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan Hipertermi sangat potensial untuk
dehidrasi. menyebabkan kejang yang akan
semakin memperburuk kondisi pasien
serta dapat menyebabkan pasien
kehilangan banyak cairan secara
evaporasi yang tidak diketahui
jumlahnya dan dapat menyebabkan
pasien masuk ke dalam kondisi
dehidrasi.
3. Berikan kompres hangat jika terjadi Kompres air hangat lebih cocok
hipertermi, dan pertimbangkan untuk digunakan pada anak dibawah usia 1
langkah kolaborasi dengan memberikan tahun, untuk menjaga tubuh agar tidak
antipiretik. terjadi hipotermi secara tiba-tiba.
Hipertermi yang terlalu lama tidak
baik untuk tubuh bayi oleh karena itu
pemberian antipiretik diperlukan untuk
segera menurunkan panas, misal
dengan asetaminofen.
4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal
jumlah pemberian yang telah ditentukan diperlukan untuk mencegah bayi dari
kondisi lapar dan haus yang berlebih.
INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan tirah baring Menurunkan beban kerja mikard dan
konsumsi oksigen
2. Pantau perubahan pada tekanan darah Hipotensi akan berkembang
bersamaan dengan mikroorganisme
menyerang aliran darah
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Intoleran terhaap makanan/minuman
Kriteria hasil:
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor adanya penurunan berat badan Anoreksia ataupun intoleran terhadap
makanan atau minuman dapat
menyebabkan terjadinya penurunan
berat badan
2. Identifikasi makanan kesukaan Meningkatkan selera klien terhadap
makanan atau minuman
3. Anjurkan untuk melakukan oral hygene Menurunkan rasa mual terhadap
sebelum makan makanan
DAFTAR PUSTAKA
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta