Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM PADA ANAK


DI RUANG TASNIM

Untuk memenuhi tugas


Praktik Klinik Keperawatan Anak

Oleh:
NAMA : INTAN NABILA
NIM :P17230193071

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BLITAR
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ini telah di responsi dan disetujui pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :
Judul :

Pembimbing Institusi Pembimbing Ruangan

Ns. Yessy Kornitasari, M. Kep Yeti Dwi, Amd. Kep

Laporan Pendahuluan
Kejang Demam
BAB I
Konsep Dasar Kejang Demam
1. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh mencapai >380C. Kejang demam dapat terjadi karena proses
intrakranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi
anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA
NIC-NOC, 2013).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba
yang suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memory yang bersifat
sementara (Hudak and gallo, 1996).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar
4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya
sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak
yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia
5 tahun. (Dona L.Wong, 2009)
Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang
menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral
yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.

2. Etiologi
1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
10. Penyakit degeneratif susunan saraf.
11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal

3. Manifestasi Klnis
Djamaludin (2010), menjelaskan bahwa tanda pada anak yang mengalami

kejang sebagai berikut :

 Suhu tubuh lebih dari 38 derajat ( bila diukur lewat ketiak, tambah 0.7
derajat )
 Kehilangan kesadaran atau pingsan
 Tubuh (kaki dan tangan) kaku
 Kepala menjadi terkulai disertai rasa seperti orang terkejut
 Kulit berubah pucat bahkan menjadi biru
 Bola mata terbalik keatas
 Bibir terkatup kadang disertai muntah

4. Patofisiologis

Pada anak mudah sekali untuk terinfeksi bakteri, virus dan parasit yang
mengakibatkan reaksi inflamasi dan terjadinya proses demam sehingga menjadi
hipotermi maka terjadi demam. Demam akan menimbulkan proses peradangan
maka anak akan mengalami anoreksi maka akan muncul diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke


seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang yang dapat mengakibatkan resiko
cedera. Kejang dengan frekuensi lebih dari 15 menit akan menyebabkan
perubahan suplay darah ke otak sehinnga terjadi hipoksia kemudian
permeabilitas kapiler meningkat akan mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron.
Pathway

Infeksi bakteri

Virus dan parasit

Reaksi inflamasi

Proses demam

Hipertermi

A.
Proses Keringat meningkat
Demam
peradangan

Mengubah keseimbangan Gangguan pemenuhan cairan


Anoreksi
membran sel neuron

Kekurangan
Ketidakseimbangan Melepaskan muatan listrik yang volume cairan
nutrisi kurang dari besar
kebutuhan tubuh

Gangguan integritas
Konstipasi Kejang Resiko cedera kulit dan jaringan

Sel neuron otak


rusak
Kurang dari 15 menit Lebih dari 15 menit
Permeabilitas
kapiler meningkat
Tidak menimbulkan
Perubahan suplay
gejala sisa
darah ke otak hipoksia

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis
dan fokus kejang. (Betz, 2009)
b. CT scan : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya
untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. (Betz, 2009)
c. Magneti Resonance Imaging (MRI): menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT. (Betz, 2009)
d. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET) : untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak. (Betz, 2009)
e. Uji laboratorium
1. Pungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler – terutama dipakai
untuk menyingkirkan infeksi.
2. Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3. Panel elektrolit
4. Skrining toksik dari serum dan urin
5. GDA
6. Kadar kalsium darah
7. Kadar natrium darah
8. Kadar magnesium darah. (Betz, 2009)
6. Penata Laksanaan Medis
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang
mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus di perhatikan
adalah sebagai berikut :
a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi
menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok atau
penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas.
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan
penanganan khusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa ke
fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk di
bawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit.
Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik di
lakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.
f. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa menemui
dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher,
muntah-muntah yang berat,atau anak terus tampak lemas.
7. Klasifkasi Kejang Demam
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1) Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
 Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
 Kejang umum tonik dan atau klonik
Kejang umum tonik biasanya terdapat pada bayi baru lahir
dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34
minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis
kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang
menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan
bawah dengan bentuk dekortikasi.
Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan
pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk
klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi
dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak
diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh
kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup
bulan atau oleh ensepalopati metabolic
 Umumnya berhenti sendiri
 Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2) Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
 Kejang lama > 15 menit
 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial. Kejang parsial (fokal, lokal), Kejang berasal dari
satu fokus neuron. Sesekali fokus terdapat pada lokasi kerusakan
otak sebelumnya.
o Kejang fokal sederhana (mengenai satu anggota tubuh
tertentu saja dan kesadaran tidak terganggu)
o Kejang parsial kompleks (mengenai satu atau lebih
anggota tubuh dan kesadaran terganggu)
o Kejang parsial yang menjadi umum (dari complex partial
seizures lalu berkembang menjadi kejang pada seluruh
tubuh dan kesadaran terganggu)
 Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
BAB II
KONSEP DASAR PROSES KEPERAWATAN PADA ANAK KEJANG DEMAM
1. Pengkajian
1) Identitas
a. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak
meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
alamat.
2) Pengkajian terhadap factor resiko
a. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan:
 Apakah betul ada kejang?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak
 Apakah disertai demam?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,
maka diketahui apakah infeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitan kejang.
 Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
 Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran
seperti epilepsi mioklonik?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi
sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme
infantile?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
 Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang
per-tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul
pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
 Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan
tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah,
muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan
bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah
penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise,
menangis dan sebagainya?
 Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya
pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF,
ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat
kejang terjadi untuk pertama kali?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan
lain-lain.
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan
per- vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu
selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan
atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi
dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare,
muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
d. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan
serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada
umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah
panas yang dapat menimbulkan kejang.
e. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial): berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
lingkungannya.
Gerakan motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan
memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
f. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+25 % penderita
kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga
yang menderita penyakit syaraf atau lainnya? Adakah anggota
keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit
infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
g. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu
dikaji siapakah yang mengasuh anak?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya?
h. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana?
 Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga
yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
i. Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi
oleh anak?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana selera
makan anak? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari?
j. Pola Eliminasi
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah? Serta
ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir?
k. Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam? Aktivitas apa yang
disukai?
l. Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur
jam berapa? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?
3) Pemeriksaan fisik
Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital: tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan
kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
 Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk
kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-
ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup
atau belum?
 Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
 Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke
sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan nervus cranial ?
 Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
 Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
 Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
 Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah
ada caries gigi?
 Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi
faring, cairan eksudat?
 Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah
pembesaran vena jugularis?
 Thorax
Pada inspeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
 Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya? Adakah
bunyi tambahan? Adakah bradicardi atau tachycardia?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar?
 Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat oedema, hemangioma? Bagaimana keadaan turgor kulit?
 Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral?
 Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi?
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada kasus kejang demam adalah
hipertermia, yang berhubungan dengan proses penyakit(SDKI, 2016).

Gejala dan Tanda Penyebab Masalah

(1) (2) (3)


Gejala dan Tanda Mayor 1. Dehidrasi Hipertermia
1. Subjektif : tidak tersedia 2. Terpapar lingkungan panas Kategori : lingkungan
2. Objektif : suhu tubuh tidak 3. Proses penyakit (mis infeksi, Subkategori : keamanan dan
normal. kanker) proteksi
Gejala dan Tanda Minor 4. Ketidaksesuaian pakaian Definisi : suhu tubuh meningkst
1. Subjektif : tidak tersedia dengan suhu lingkungan di atas rentang normal tubuh.
2. Objektif : kulit merah, 5. Peningkatan laju
kejang, takikardi, takipnea, metabolisme
kulit terasa hangat 6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebihan
8. Penggunaan incubator
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan Pada Anak Kejang Demam Dengan
Hipertermia
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SDKI) (SLKI)

(1) (2) (3)

Hipertermia berhubungan Setelah di berikan asuhan Manajemen hipertermia


dengan proses penyakit keperawatan selama 3x24
(infeksi bakteri salmonella jam diharapkan : 1. Observasi

typhosa). a. Identifikasi penyebab


1. Mengigil menurun hipertermia (mis.
2. Kulit merah menurun Dehidrasi,terpapar lingkungan
3. Kejang menurun panas,penggunaan incubator).
4. Takikardia menurun b. Monitor suhu tubuh
5. Takipnea menurun c. Monitor pengeluaran urin.
6. Suhu tubuh membaik 2. Terapeutik
7. Suhu kulit membaik a. Sediakan linkungan yang dingin.
b. Longgarkan atau lepaskan
pakaian.
c. Berikan cairan oral.
d. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh.
e. Lakukan pendinginan
eksternal(mis. Selimut
hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada,
abdomen,aksilla).
3. Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
a. Kolaborasikan pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu.

4. Implementasi

Implementasi adalah tahap ke empat dari proses keperawatan . tahap ini


muncul jika perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada klien. Tindakan yang
dilakukan mungkin sama mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah di buat
pada perencanaan. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibelitas dan
kreatifits perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui
tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah
direncanakan, dilakukan dengan rencana yang tepat,aman,serta sesuai dengan
kondisi pasien (Ode Debora, 2013).

Adapun implementasi yang dapat dilakukan sesuai dengan intervensi yaitu :

• Mengidentifikasi penyebab hipertermia (mis.


Dehidrasi,terpapar lingkungan panas).
• Memonitor suhu tubuh
• Memonitor pengeluaran urine
• Menyediakan lingkungan yang dingin.
• Melonggarkan atau lepaskan pakaian.
• Memberikan obat oral.
• Membasahi dan kipasi permukaan tubuh.
• Melakukan pendinginan eksternal (mis. Kompres dingin pada dahi,
dan aksilla).
• Mengajurkan tirah baring

• Mengkolaborasikan pemberian cairan elektrolit dan intravena.


DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9.


Jakarta : EGC.
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawata Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:


Dewan Pengurus PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai