Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PENGENDALIAN PENYAKIT TROPIS

“Infeksi TBC dan Difteria”

Oleh :
Kelompok III
Suchi Ulandari : 18 3145 353 134
Inelsia Pabalik : 18 3145 353 131
Sugihan Rezky :18 3145 353 149
PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGA REZKY
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan penyertaannya sehingga Saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan
judul“Infeksi TBC dan Difteria”. Adapun maksud dari penyusunan makalah ini yaitu
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas mata kuliah
Pengendalian Penyakit Tropis”.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,
kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah yang kami
buatinibisa bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, 01 mei 2021


Penulis

Kelompok 12
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah………………………………………………………
C. Tujuan………………………………………………………………….
BAB II. PEMBAHASAN
A. Definisi infeski TBC dan Difteria……………………………………..
B. Patofisiologi Infeksi TBC dan Difteria………………………………..
C. Gejala Infeksi TBC dan Difteria………………………………………
D. Pencegahan dan penanggulan penyakit TBC dan Difteri…………….
E. Program pemerintah dalam penanggulanagn penyakit TBC dan Difteri….
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….......
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit menular merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme, seperti virus, bakteri, parasit, atau jamur, dan dapat berpindah
ke orang lain yang sehat. Beberapa penyakit menular yang umum di Indonesia
dapat dicegah melalui pemberian vaksinasi serta pola hidup bersih dan sehat.
Penyakit menular dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan secara langsung terjadi ketika kuman pada orang yang sakit berpindah
melalui kontak fisik, misalnya lewat sentuhan dan ciuman, melalui udara saat
bersin dan batuk, atau melalui kontak dengan cairan tubuh seperti urine dan
darah. Orang yang menularkannya bisa saja tidak memperlihatkan gejala dan
tidak tampak seperti orang sakit, apabila dia hanya sebagai pembawa (carrier)
penyakit. Selain metode penyebaran di atas, penyakit menular juga dapat
menyebar melalui gigitan hewan, atau kontak fisik dengan cairan tubuh hewan,
serta melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi mikroorganisme
penyebab penyakit. Penyakit menular juga dapat berpindah secara tidak
langsung. Misalnya saat menyentuh kenop pintu, keran air, atau tiang besi
pegangan di kereta yang terkontaminasi. Kuman dapat menginfeksi jika Anda
menyentuh mata, hidung, atau mulut tanpa mencuci tangan terlebih dahulu
setelah menyentuh barang-barang tersebut. Penyakit menular umumnya lebih
berisiko mengenai orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah dan tinggal di
lingkungan dengan kondisi kebersihan yang kurang baik. Penyakit menular juga
dapat meningkat pada waktu tertentu, misalnya pada musim hujan atau banjir .
Gejala dan tanda penyakit penyakit menular tergantung pada jenis
mikroorganisme yang menyebabkan penyakit infeksi. Di Indonesia, penyakit
menular yang umumnya terjadi antara lain, yaitu ISPA, diare, tuberculosis, DBD,
cacingan, penyakit kulit, malaria, dan difteri.
Beberapa penyakit menular seperti flu, polio, hepatitis B, campak, cacar,
difteri, dan TB memang dapat dicegah dengan pemberian vaksin. Pencegahan
penyakit menular juga bisa diupayakan melalui kebiasaan hidup sehat. Di
antaranya tidak meludah sembarangan, mencuci tangan, tidak memakai peralatan
pribadi bersamaan dengan orang lain, serta mengonsumsi makanan sehat dan
bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi infeksi Bakteri TBC dan Difteria?
2. Bagaiamana patofisiologi penyakit TBC dan Difteria?
3. Bagaiaman cara Penanggulan dan pencegahan penyakit TBC dan Difteria?
4. Bagaimana program pemerintah dalam penanggulangan penyakit TBC dan
Difteri
5. Bagaimana System Informasi Penanggulangan penyakit di tingkat puskesmas
dan rumah sakit?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi infeksi bakteri TBC dan Difteri
2. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit TBC dan Difteria
3. Untuk mengetahui cara Penanggulan dan pencegahan penyakit TBC dan
Difteria
4. Untuk mengetahui program pemerintah dalam penanggulangan penyakit TBC
dan Difteri
5. Untuk mengetahui System Informasi Penanggulangan penyakit di tingkat
puskesmas dan rumah sakit
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi infeksi TBC dan Difteria
1. Pengertian TBC
Penyakit Tuberculosis atau yang sering dikenal dengan sebutan TBC
adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan oleh Robert Koch pada
tahun 1882, lebih dari 100 tahun yang lalu. Bakteri mycobacterium
tuberculosis ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat dan biasanya
menyerang paru-paru, dan juga organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah
bening, usus, ginjal, kandungan, tulang, bahkan otak.
Penyakit TBC ini adalah suatu jenis penyakit yang mudah menular.
Media penularannya adalah melalui udara yang tercemar oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis yang keluar ketika penderita TBC aktif batuk
atau bersin dan tanpa sengaja terhirup oleh orang di sekitarnya. Namun, tidak
semua orang yang menghirup udara yang tercemar bakteri ini akan tertular,
tergantung daya tahan tubuh orang tersebut. Biasanya yang mudah tertular
adalah orang yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah serta kekurangan
gizi. Selain itu, lingkungan yang kurang baik juga akan berdampak negatif
pada seseorang yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah sehingga lebih
mudah terinfeksi bakteri ini.
Penyakit TBC lebih banyak menyerang orang yang lemah kekebalan
tubuhnya, lanjut usia, dan pasien yang pernah terserang TBC pada masa
kanakkanaknya. Penyebab penyakit TBC adalah infeksi yang diakibatkan
dari kuman Mycobaterium tuberkulosis yang sangat mudah menular melalui
udara dengan sarana cairan yang keluar saat penderita bersin dan batuk, yang
terhirup oleh orang sekitarnya.
Penyakit TBC ini masih menjadi perhatian dunia, karena hingga saat ini
belum ada satu negarapun yang terbebas dari penyakit ini. Dari awal abad ke-
20 2 hingga saat ini jumlah kasus baru TBC meningkat di seluruh dunia, 95
% kasus terjadi di negara berkembang [8]. Berdasarkan laporan WHO pada
tahun 2009 angka kejadian TBC di seluruh dunia sebesar 9.4 juta dan
meningkat terus secara perlahan setiap tahunnya.
2. Difteria
Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang terutama menyerang
tonsil, faring, laring, hidung, dan adakalanya menyerang selaput lendir atau
kulit serta kadang pula menyerang konjungtiva atau vagina. Namun kasus
yang lebih banyak terjadi yaitu berupa infeksi akut yang menyerang saluran
pernapasan atas.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae.
Bakteri tersebut merupakan salah satu jenis bakteri gram-positif yang tidak
membentuk spora. Pada kedua ujungnya bakteri ini memiliki granula
metakromatik yang memberi gambaran pada pewarnaan. C. diphtheriae
berdiameter 0,5-1 µm dan panjangnya beberapa mikrometer, tidak berspora,
tidak bergerak, dan termasuk pada organisme yang tidak tahan asam. Bakteri
ini bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal diperoleh pada
suasana aerob. Dibandingkan dengan kuman lain yang tidak berspora, C.
diphtheriae lebih tahan terhadap pengaruh cahaya, pengeringan, dan
pembekuan. Namun kuman ini mudah dimatikan oleh desinfektan.
Di alam C. diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-
luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa
bakteri (karier). Bakteri ini terdiri dari beberapa tipe atau varian jenis yaitu
tipe mitis, intermedius, dan gravis. Sementara itu WHO sendiri
menambahkan tipe belfanti menggenapkannya menjadi 4 varian bakteri. Tipe
mitis merupakan tipe yang paling sering menimbulkan penyakit diantara tipe
lainnya.
Sementara untuk keganasannya, bakteri ini dibagi menjadi bakteri
toksigenik dan bakteri non toksigenik. Perbedaan keduanya yaitu pada strain
toksigenik terinfeksi oleh coryne bacteriophage yang mengandung diphtheria
toxin gene tox. Tipe bakteri nontoksigenik tidak bersifat patogenik, hanya
saja dapat berubah sewaktu-waktu menjadi toksigenik bila terinduksi dengan
bakteriofag. Pada dasarnya produksi toksin hanya terjadi bila bakteri tersebut
mengalami lisogenasi oleh bakteriofag yang mengandung informasi genetik
toksin, hanya galur toksigenik yang dapat menyebabkan penyakit gelap.
Strain toksigenik mampu menghasilkan toksin berupa eksotoksin. Eksotoksin
inilah yang merupakan faktor virulensi dari C. diphtheria.
B. Patofisiologi TBC dan Difteri
1. Patofisiologi TBC
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan
infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi. Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh
respon imunitas dengan melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan
melalui jalan nafas, basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus
biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil,
gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang
besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri
namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama
leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak
ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri
terus difagosit atau berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar
melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit.
Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi
memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, isi nekrosis ini
disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya
akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-
paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang
dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan
trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di paru-
paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus.
Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah
mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka
akan terjadi efusi pleura tuberkulosa. Kavitas yang kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila
peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan
menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah
bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos melalui kelenjar getah
bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan Tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler
dan tersebar ke organ-organ tubuh. Komplikasi yang dapat timbul akibat
Tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di luar sistem pernafasan.
Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi
pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan
Tuberkulosis usus, Meningitis serosa, dan Tuberkulosis milier
2. Patofisiologi difteri
Bakteri Corynebacterium Diphtheriae akan tumbuh di membrane
mukosa atau kulit yang mengalami abrasi dan kemudian bakteri akan mulai
menghasilkan toksin. Toksin akan diserap ke dalam membran mukosa yang
akan mengakibatkan kerusakan epitelium dan juga respon inflamasi
superficial. Epitel yang cedera akan menempel pada fibrin, sel darah merah
dan putih sehingga membentuk "pseudomembran" berwarna kelabu yang
seringnya akan menutupi tonsil, faring, atau laring. Jika ingin mencoba
mengambil pseudomembran ini, malah akan membuka dan merusak kapiler
sehingga akan terjadi perdarahan. Di ikuti dengan kelenjar getah bening
regional dileher membesar lalu kemungkinan akan muncul edema pada
bagian leher yang mengakibatkan gangguan saluran napas yang dikenal
dengan "bull neck".
Bakteri ini akan terus aktif menghasilkan toksin dan akan terus
diabsorbsi lalu dapat mengakibatkan kerusakan toksik ditempat yang jauh
salah satunya degenerasi parenkim, infiltrasi lemak, nekrosis pada jantung,
hati, ginjal, dan kelenjar adrenal. Terkadang akan disertai dengan perdarahan
hebat. Toksin ini juga mampu menyebabkan kerusakan saraf yang berujung
pada paralisis palatum mole, otot-otot mata, dan ekstrim.
C. Gejala infeksi TBC dan Difteri
1. Gejala TBC
Gejala-gejala TBC (tuberkulosis) yang muncul dapat berupa:
a. Batuk yang berlangsung lama (3 minggu atau lebih), biasanya
berdahak.
b. Batuk mengeluarkan darah.
c. Berkeringat pada malam hari.
d. Penurunan berat badan.
e. Demam dan menggigil.
f. Lemas.
g. Nyeri dada saat bernapas atau batuk.
h. Tidak nafsu makan.
i. Lemas.
Tidak semua kuman TBC yang masuk ke paru-paru langsung
menimbulkan gejala. Kuman TBC bisa saja hanya bersembunyi sampai
suatu hari berubah menjadi aktif dan menimbulkan gejala. Kondisi ini
dikenal sebagai TBC laten. Selain tidak menimbulkan gejala, TBC laten
juga tidak menular. Selain menyerang paru-paru, kuman TBC juga dapat
menyerang organ lainnya, seperti ginjal, usus, otak, atau TBC kelenjar.
Penyakit TBC pada organ selain paru-paru sering terjadi pada orang
dengan kekebalan tubuh rendah, misalnya penderita AIDS.
Berikut ini adalah contoh gejala yang muncul akibat penyakit TBC di
luar paru-paru, menurut organ yang terkena:
a. Pembengkakan kelenjar getah bening bila terkena TBC kelenjar.
b. Kencing berdarah pada TBC ginjal.
c. Nyeri punggung pada TBC tulang belakang.
d. Sakit perut jika mengalami TBC usus.
e. Sakit kepala dan kejang bila terkena TBC di otak.
2. Gejala infeksi Difteri
Umumnya, gejala penyakit difteri akan muncul 2–5 hari sejak seseorang
terinfeksi kuman penyebab difteri tersebut. Berikut ini beberapa gejala yang
muncul, yaitu:
a. Terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi amandel dan
tenggorokan;
b. Demam dan menggigil;
c. Nyeri tenggorokan dan suara serak;
d. Sulit bernapas atau napas yang cepat;
e. Pembengkakan kelenjar getah bening pada leher;
f. Lemas dan lelah;
g. Pilek yang awalnya cair, tetapi dapat sampai bercampur darah;
h. Batuk yang keras;
i. Rasa tidak nyaman;
j. Gangguan penglihatan;
k. Bicara melantur; dan
l. Tanda-tanda syok, seperti kulit yang pucat dan dingin, berkeringat, dan
jantung berdebar cepat.
D. Pencegahan dan penanggulan penyakit TBC dan Difteri
1. Pencegahan dan penanggulangan penyakit TBC
Ada beberapa tips untuk meminimalisir risiko penularan TBC dengan
tindakan-tindakan pencegahan TBC, seperti:
a. Hindari kontak langsung
Menghindari kontak langsung dengan penderita TBC adalah salah satu
hal terpenting dalam pencegahan TBC. Jika Anda tidak dapat
menghindari kontak dengan mereka, kenakan masker dan sarung
tangan.Ingat, gantilah masker secara berkala dan buang di tempat
sampah. Apabila Anda yang menderita TBC, hindari tempat-tempat
yang ramai supaya Anda tidak menyebarkan penyakit ini kepada orang
lain.
b. Konsumsi makanan bergizi
Salah satu langkah pencegahan TBC lainnya adalah menerapkan hidup
sehat dengan mengonsumsi makanan sehat dan istirahat yang
cukup.Konsumsilah makanan yang mengandung vitamin C untuk
meningkatkan kekebalan tubuh. Usahakan untuk mengonsumsi
setidaknya 4-5 porsi sayuran dan buah setiap hari.
c. Menerapkan kebiasaan sehat
Menerapkan kebiasaan cuci tangan dengan menggunakan sabun dan
air mengalir adalah bentuk dari pencegahan TBC. Selain itu, saat
batuk atau bersin, sebaiknya tutup mulut dan hidung Anda dengan
tisu.Langkah ini memang sederhana, namun sangat penting agar Anda
tidak menularkan penyakit kepada orang lain.
d. Rajin berolahraga
Usahakan untuk melakukan olahraga setiap hari. Tak perlu olahraga
yang berat, Anda cukup melakukan jogging selama 45 menit.Dengan
melakukan olahraga, sirkulasi darah menjadi lancar sehingga dapat
meningkatkan kekebalan tubuh Anda dan terbebas dari segala
penyakit, seperti TBC.
e. Memiliki ventilasi yang memadai
Bakteri penyebab TBC dapat menyebar lebih mudah dalam ruangan
yang kecil dan tertutup karena tidak ada sirkulasi udara.Jika ventilasi
di rumah kurang memadai, cobalah untuk membuka jendela supaya
kualitas udara di dalam rumah menjadi baik dan sinar matahari juga
bisa masuk ke dalam rumah.
f. Minum obat secara teratur
Jika Anda yang menderita TBC, minumlah obat yang diresepkan
dokter secara teratur. Penderita TBC yang tidak mengonsumsi obat
dari dokter atau mengonsumsinya secara sembarangan, akan
memberikan kesempatan bakteri TBC untuk berkembang menjadi
resisten terhadap obat. Bila sudah begitu, kemungkinan Anda untuk
sembuh menjadi semakin sulit.
g. Vaksin BCG
Ini merupakan langkah pencegahan TBC paling dini yang bisa Anda
lakukan pada anak. Jangan lewatkan pemberian vaksin BCG agar anak
Anda memiliki kekebalan terhadap bakteri penyebab TBC.
2. Pencegahan dan penanggulangan penyakit difteri
Berikut upaya pencegahan yang bisa dilakukan orangtua untuk penyakit
tersebut:
a. Melakukan vaksin
Sebelum antibiotik tercipta, difteri merupakan penyakit yang
umum pada anak-anak. Namun kini, penyakit tersebut tak hanya bisa
diobati, tapi juga dicegah dengan vaksin. Menurut WHO, vaksinasi
telah mengurangi angka kematian dan morbiditas akibat difteri secara
dramatis. Namun, penyakit itu masih menjadi masalah besar kesehatan
anak di negara-negara dengan angka Environmental Performance
Index (EPI) yang rendah. Vaksin ini merupakan toksoid bakteri, yaitu
toksin yang toksisitasnya telah dinonaktifkan. Biasanya diberikan
dalam bentuk kombinasi dengan vaksin lainnya, seperti untuk tetanus
dan pertusis. Maka dari itu, sebagai pencegahan difteri anak
membutuhkan vaksin DPT (diphtheria, tetanus, dan pertussis).
Sementara itu, untuk orang dewasa, vaksin yang diberikan biasanya
dicampur dengan toksoid tetanus dengan konsentrasi yang lebih
rendah.
Imunisasi untuk pencegahan difteri ini biasanya dilakukan secara
bertahap, yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15 sampai 18
bulan, dan 4 sampai 6 tahun. Ada beberapa efek samping dari
vaksinasi ini. Anak-anak mungkin akan merasakan demam ringan,
rewel, kantuk, hingga kebas di lokasi suntikan.
b. Suntikan tambahan
Setelah rangkaian imunisasi saat masa anak-anak, pada kondisi
tertentu diperlukan suntikan pendorong vaksin difteri untuk
mempertahankan imunitas.
Hal itu karena kekebalan tubuh pada penyakit tersebut menghilang
seiring dengan berjalannya waktu. Anak-anak yang telah melewati
rekomendasi vaksin sebelum usia 7 tahun harus mendapatkan suntikan
pendorong pada usia 18 tahun. Suntikan pendorong berupa vaksin
Tdap selanjutnya direkomendasikan dilakukan pada 10 tahun
berikutnya, dan diulang setiap 10 tahun sekali. Tdap adalah gabungan
antara vaksin tetanus, difteri, dan acellular pertussis (batuk rejan). Ini
adalah vaksin alternatif satu kali untuk remaja usia 11 hingga 18 dan
orang dewasa yang sebelumnya tidak mendapatkan suntikan
pendorong.
E. Program pemerintah dalam penanggulanagn penyakit TBC dan Difteri
1. Infeksi TBC
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan
oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.
b. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik
langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang
memiliki sarana tersebut
c. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum
obat setiap hari.
d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang
cukup.
e. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
2. Program pemerintah dalam penanggulangan difteria
Salah satu program pemerintah dalam penanggulangan penyakit difteria
yaitu dengan melakukan program imunisasi nasional. Program imunisasi
nasional dikenal sebagai Pengembangan Program Imunisasi (PPI) yang
mencakup imunisasi BCG, Hepatitis B, DPT, Polio dan campak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Tuberculosis atau yang sering dikenal dengan sebutan TBC adalah
penyakit infeksi pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis. Penyakit TBC ini adalah suatu jenis penyakit yang
mudah menular. Media penularannya adalah melalui udara yang tercemar oleh
bakteri mycobacterium tuberculosis yang keluar ketika penderita TBC aktif batuk
atau bersin dan tanpa sengaja terhirup oleh orang di sekitarnya.
Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang terutama menyerang tonsil,
faring, laring, hidung, dan adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta
kadang pula menyerang konjungtiva atau vagina. Namun kasus yang lebih
banyak terjadi yaitu berupa infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan atas.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria.
DAFTAR PUSTAKA
TUBERCULOSIS. - ppt download (slideplayer.info)
The white membrane (Difteri) - ppt download (slideplayer.info)
Difteri: Gejala, Penyebab, Obat, dan Cara Mencegah (hellosehat.com)
Gejala TBC (Tuberkulosis) - Alodokter
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.pdf (unsil.ac.id)
BAB I.pdf (poltekkesjogja.ac.id)

Anda mungkin juga menyukai